Tidak lama kemudian muncul dua orang dengan pakaian hansip. Menurut si Nek Imah, mereka adalah keamanan dan datang mau ambil uang untuk jaga mobilku. Aku langsung serahkan selembar uang biru, yang pada waktu cerita ini aku tulis, nilainya cukup besarlah, apalagi untuk ukuran desa begini.
Basa-basi sejenak lalu mereka minta diri, pamit. Aku juga serahkan sejumlah uang ke Amah untuk makan malam. Sampai sejauh ini aku tidak tahu nanti malam bagaimana skenarionya. Sebetulnya mau nanya, tapi malu.
Di dalam rumah kulihat hanya ada 3 kasur yang dibentang berhimpitan. Spreinya meski warnanya kumal, tapi cukup rapi menutup semua kasur itu satu persatu. Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah aku nanti akan tidur di kasur itu juga, dan bagaimana caranya eksekusinya.
Di bagian lain ruangan itu tidak terlihat hamparan kasur lain. Berarti aku akan tidur dengan mereka berempat nanti dan rasanya tidak mungkin ada malam pertama disini. Mau nanya, masih malu.
Waktu terus berjalan, tiba saatnya makan malam jam 8 malam. Tidak ada hiburan, karena mereka tidak memiliki TV. Makanan sederhana, tapi cukup nyaman juga. Habis makan aku mengajak si Amah berjalan untuk melihat mobilku apa masih dalam posisi aman.
Tanpa penunjuk jalan, sudah dipastikan aku akan kesasar. Mobilku ternyata benar dijaga oleh dua hansip tadi. Aku menegur mereka dan aku tawari mereka rokok. Ngobrol sebentar lalu aku pamit.
Malam sudah makin larut. Di HP ku yang signalnya lemah menunjukkan pukul 10 malam. Aku diajak masuk ke peraduan. Kami semua menempati tiga kasur yang berjajar aku dipinggir sebelah Barat, disebelahku Ani, lalu maknya si Amah, lalu si Nek Imah dan disampingnya si Nek Ijah.
Aku tidur dengan melepas celana jeans, sehingga hanya mengenakan celana boxer dan kaus oblong.. Aku tidak melakukan inisiatif apa pun karena tidak tahu harus bagaimana. Ruangan digelapkan karena satu-satunya lampu pijar sudah dimatikan. Suasana ruangan tidak sepenuhnya gelap, karena cahaya dari luar masuk menembus celah bilik bambu.
Ada sekitar setengah jam kami berdiam. Lalu Mak Amah buka suara yang meminta ku memulai. Aku tanya bagaimana harus mulainya, orang disini banyak orang. “ Santai aja bos,” katanya.
Dia menyuruh Ani melepas semua bajunya, yang langsung dituruti. Setelah dia bugil diatur si Amah berbaring di sebelahku. Sambil duduk si Amah memberi instruksi apa yang barus dilakukan anaknya. Dia mengajari Ani agar meraih kontolku dan membuka celanaku.
Ani membuka celanaku, tapi dia masih kesulitan karena aku diam saja tidak berusaha membantunya. Aku cuma ingin tahu bagaimana kelanjutannya. Si Amah membantu anaknya melepas celanaku. Dia lalu mengajari Ani agar menggenggam penisku dan mengocoknya.
Ani karena belum pernah, terasa dia masih canggung, sehingga tindakannya tidak memuaskanku. Kelihatan si Amah geram dan mengajari anaknya bagaimana caranya menggengam penisku yang memang sudah ngaceng full.
Gilanya si Amah menggenggam penisku pula mencontohkan gerakan mengocoknya. Buset kontolku digenggam bergantian oleh dua orang yang merupakan anak dan ibu.
Sensasi gila yang sulit dibayangkan. Sementara itu si Imah dan Ijah kulihat bangun dan duduk menonton pula. Sesekali mereka ikutan pula memberi arahan. Aku diam mematung.
Ani mulai bisa menggengam penisku dan mengocoknya dia melakukan sambil berbaring miring kearahku. Kusempatkan menyentuh teteknya yang masih kecil dan terasa kenyal sangat.
Meski sangat terangsang, aku masih tetap bingung. Si Amah lalu menyuruh anaknya telentang dan membuka kakinya lebar-lebar. Aku diminta Imah mengambil posisi diatas anaknya.
Aku tanpa malu lagi mengarahkan penisku ke memek Ani, Sulit sekali memasukkan barangku ke vaginanya. Kelihatannya memek Ani belum berpelumas, karena bisa jadi dia tidak terangsang, tetapi malah takut, menghadapi pengalaman pertamanya itu.
Ibunya si Amah mengamati proses itu dan dia tahu aku belum juga berhasil. Dia bangkit lalu balik lagi dan langsung menggenggam penisku dan melumasinya sepertinya dilumasi body lotion. Memek si Ani juga di lumasi. Amah mengamati dari bawah sambil membimbing penisku memasuki lubang memek anaknya.
Agak lumayan bantuan body lotion, sehingga kepala penisku bisa masuk sedikit. Aku tekan perlahan-lahan sambil menggerakkan maju mundur, sampai akhirnya mentok di halangan selaput perawannya.
Si Ani mengeluh sambil mengatakan memeknya perih. Ibunya menyuruh dia untuk menahan. Sebetulnya aku merasa kasihan juga, karena Ani masih terlalu kecil untuk dientot oleh kontolku yang sudah mencapai ukuran dewasa normal, panjang 15 cm.
Perlahan-lahan aku tekan, lalu tarik dikit, tekan lagi, tarik sampai Ani agak lengah lalu aku tekan agak bertenaga dan jebollah perawannya, karena penisku langsung masuk lebih jauh meski pun aku lakukan agak pelan, sampai mentok.
Seluruh penisku terbenam dan posisi itu aku bertahan sejenak, karena kasihan si Ani kesakitan. Dia menangis dan yang membuat seleraku berkurang, tangisannya bersuara seperti anak – anak.
Aku tidak tahu harus bagaimana, karena penisku masih terbenam. Aku menikmati ketatnya lubang memek Ani. Jika tangisannya sesenggukan, maka liang memeknya juga menyempit.
Neneknya Imah dan Ibunya Amah membujuk Ani agar menghentikan tangisannya. Mereka mengatakan, sakitnya cuma sebentar. Ani disuruh menahan saja. Agak lama aku terdiam dengan posisi penis terbenam. Akhirnya tangisan si Ani reda, namun dia masih menutup matanya yang masih mengeluarkan air mata.
Aku mencoba bergerak pelan menarik sedikit lalu menekan lagi sampai terasa lancar. Setelah agak licin liangnya aku bergerak agak lebih panjang. Penisku juga terasa sakit seperti terjepit. Jujur saja ngentot begini tidak terasa nikmat. Namun sensasi memerawani anak 12 tahun, rasanya luar biasa.
Meskipun sakit aku berhasil juga mencapai ejakulasi dan kulepas saja di dalam memek sempit itu. Kubiarkan penisku mengecil sehingga lebih mudah menariknya keluar.
Setelah kelamin kami berpisah. Ani langsung menangis. Dia mengeluh memeknya perih. Ibunya sibuk menyeka memeknya yang dibanjiri oleh spermaku. Amah juga menyeka penisku yang belepotan, sampai akhirnya bersih.
Ani bangkit mengambil bajunya dan mengenakan kembali. Dia masih menangis sesenggukan, sambil duduk ditepi kasur. Mendengar tangisan itu aku jadi kehilangan selera dan mengenakan kembali celana boxerku. Neneknya, Imah dan Ijah menarik Ani dan memeluknya untuk menghentikan tangisannya. Dia kemudian tidur diantara Ijah dan Imah.
Aku berbaring dan disebelahku si Amah. Tempat tidur yang kapasitasnya untuk 3 orang sekarang ditempati 5 orang. Jadi kami saling berhimpitan. Aku dan Amah tidur berhimpitan pula. Aku ya harus menerima keadaan itu.
Mataku mulai ngantuk. Aku biasa begini, sehabis ejakulasi selalu diserang rasa ngantuk. Entah berapa lama aku tertidur, terbangun karena merasa badanku seperti ditindih.
Amah rupanya memelukku bagaikan aku adalah gulingnya. Aku tidak tahu dia sengaja atau tidak. Namun kesadaranku yang pelan-pelan makin siuman, merasa tetek si Amah yang saat itu berusia 26 tahun menghimpit lenganku. Rasanya dia tidak pakai BH pula.
Kakinya merangkul kakiku dan rasanya sampai kepaha tidak terasa dihalangi oleh kain. Kulirik ke bawah, memang sarungnya terangkat tinggi sekali sampai hampir ke pantatnya. Kelihatannya dia memang benar tidur, karena mendengkur lirih.
Iseng aja kuraba pantatnya yang bahenol. Aku merasa aneh karena rabaanku tidak menemukan garis celana dalam. Pelan-pelan kutarik keatas sarungnya dan memang benar dia tidak pakai celana dalam.
Penisku kembali bangun menghadapi sensasi ini. Nafsuku jadi bangkit juga. Kuremas-remas pantatnya yang sudah tidak tertutup sarung lagi. Bosan meremas pantat, aku penasaran pada memeknya.
Kudorong dia pelan-pelan sampai ke posisi telentang. Tanganku lalu menggapai memeknya. Jembutnya tidak terasa banyak, anehnya belahan memeknya terasa berlendir.
Aku memainkan clitorisnya. Aku mendengar nafasnya mendengus-dengus, salah satu tangannya lalu masuk ke dalam celana boxerku dan mengenggam penisku. Penisku dikocok-kocoknya. Beberapa saat kemudian dia menarik tubuhku sehingga aku berposisi miring.
Dia pun miring menghadapku. Tangannya meraih penisku yang sudah bangun sepenuhnya. Dituntunnya penisku memasuki lubang memeknya. Kami ngentot posisi miring. Makin lama makin sedap, tetapi gerakannya tidak leluasa.
Gerakan Amah makin agresif dan dia pun tanpa malu-malu mendesis-desis. Tanpa sungkan dia mendorongku sehingga aku telentang. Amah bangkit langsung mendudukiku dan memasukkan penisku ke memeknya. Dia menggenjot sambil merintih yang menyebabkan Nek Imah dan Nek Ijah terbangun.
Mereka menonton permainan kami sambil berbaring miring. Amah yang ditonton tidak peduli tetap asik memacu nafsunya. Aku tidak bisa menikmatinya secara maksimal, karena risih juga ditonton. Amah makin cepat memacu sampai akhirnya dia mencapai orgasmenya yang dibareng dengan jeritan lirih.
Kehebohan acara ngentot kami membuat posisiku jadi berubah makin ketengah kasur. Ini makin ditegaskan setelah si Amah mencapai puncaknya dia berguling ke sisi lain diriku sehingga aku di posisi diapit antara Amah dan Imah.
Aku telentang dengan posisi tidak pakai celana dan penisku mengacung. Aku diam saja dan tanpa mengenakan celanaku aku berusaha tidur saja. Meski agak susah aku yang dihimpit Amah dan Imah tertidur juga.
Tidurku tidak bisa nyenyak karena merasa kontolku seperti dikocok. Aku terbangun, tetapi pura-pura masih tidur. Aku intip ternyata si Nenek Imah yang memainkan penisku.
Wanita yang pada waktu itu berusia 40 tahun mungkin terangsang melihat adegan aku bermain dengan Amah yang tidak lain adalah anaknya. Dikocoknya pelan-pelan sehingga tidak bisa tertahan penisku jadi tegang kembali.
Dengan gerakan hati-hati dia bangkit dan menaiki tubuhku. Dia jongkok diatas diriku dan memasukkan penisku ke dalam lubang memeknya perlahan. Digerakkan badannya pelan-pelan naik turun. Nikmat juga rasa memeknya, Meski umurnya sudah 40an tapi masih cukup menjepit juga.
Lama-lama gerakannya tidak terkontrol karena dia telungkup diatas ku dan terus memompa sampai akhirnya mencapai kepuasannya. Merasa tanggung aku peluk tubuhnya dan aku melanjutkan gerakan sampai akhirnya aku pun ejakulasi.
Tubuhku terasa lelah sekali sehingga aku tidak peduli lagi dan aku tidur kembali. Aku terbangun karena diluar terlihat cahaya mulai terang. Aku masih belum bercelana, tetapi ketika aku terbangun bagian bawahku sudah ditutupi sarung. Aku adalah yang paling akhir bangun. Yang lain terlihat sibuk dengan aktifitasnya masing-masing.
Sebelum aku bangkit aku merenung sejenak. Semalam aku menyetubuhi anak, ibu dan neneknya. Sebetulnya istilah menyetubuhi agak kurang tepat. Jika dikatakan aku menyetubuhi si Ani, itu memang betul, tetapi si Amah, dia sendiri yang berinisiatif memasukkan penisku ke vaginanya.
Begitu juga si Imah, nenek Suryani, dia memasukkan kontolku ketika aku masih tidur. Jadi untuk kedua orang terakhir ini istilah yang tepat aku disetubuhi. Namun apa pun ceritanya aku memang sudah bersetubuh dengan perempuan dari 3 generasi.
Sambil merenungi itu, penisku mulai mengeras lagi. Dia memang tidak keras full, tapi ya agak membengkak. Nek Imah membangunkanku. Dia mengajak mandi bersama lagi. Pukul 6 pagi aku masih merasa dingin, tapi mereka sudah mau mandi. Jika kuturuti kemauanku, rasanya inginnya nanti saja.
Namun aku ingat bahwa kamar mandinya terbuka, makin siang makin rawan terlihat orang. Apa boleh buat, dingin-dingin dan masih agak ngantuk aku bangkit dan bersama semua penghuni rumah menuju sumur pompa.
Kali ini aku berinisiatif memompa dan mengisi dua ember sampai penuh. Sementara itu keempat perempuan itu sudah melepasi bajunya semua sampai telanjang bulat. Lalu seperti kemarin mereka berjongkok mengelilingi ember dan menyirami tubuhnya. Jika jongkok, aku memang tidak bisa melihat tetek dan memek mereka.
Aku melepasi bajuku sampai bugil juga dan ikut-ikutan jongkok bergantian menimba air. Pagi ini acara mandi bersama lebih akrab dari kemarin sore, aku bebas menjamahi tubuh mereka satu persatu sampai ke nenek Ijah.
Tentu saja menjamahnya sambil mengusap sabun. Namun usapan itu hanya jalan untuk meremas tetek dan menjamah memek. Sebenarnya aku agak ragu menyabuni Nek Ijah, tapi dia sendiri yang minta aku menyabuni tubuhnya. Ya aku tidak bisa menolak.
Bodynya meski lebih tebal dengan lemak, tetapi susunya masih enak diremas. Jembutnya juga tidak terlalu banyak. Nek Ijah nakal juga dia, karena sementara aku menyabuni tubuhnya, dia mengambil kesempatan untuk meraih kontolku dan mengocoknya sebentar. Meski cuma sesaat, dampaknya kontolku jadi ngaceng.
Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah Nek Ijah yang sudah berusia 54 tahun masih punya nafsu ingin dientot juga. Jika dilihat dari gelagatnya sepertinya dia memancing-mancing.
Karena setelah melihat kontolku ngaceng dia menggeser-geserkan pantatnya yang tebal ke kemaluanku. Aku sempat meraih badannya dan melakukan gerakan seperti menyetubuhinya, padahal penisku tidak masuk ke memek, cuma dijepit diantara kedua pahanya. B
ukan itu saja dia malah berbalik arah sehingga kami berhadapan sambil berdiri. Disiramnya penisku lalu digenggamnya dan diarahkan masuk ke dalam lubang memeknya.
Tidak mudah memasukkan penis dalam posisi berdiri, tetapi dia cukup lihai juga karena aku merasa penisku sudah terjepit di dalam lubang vaginanya.
Tidak lama, mungkin cuma 1 menit, Nek Ijah melepas kontolku dari memeknya. “ Nanti diliat orang, kita terusin di dalam aja,” katanya membisik ku. Sumber ngocoks.com
Betul juga katanya, karena di tempat terbuka begini kalau ada orang melihat kami bersetubuh, rasanya kurang sopan juga. Ritual mandi segera selesai, aku mengenakan celana boxer dan kaus oblong. Nek Ijah mengenakan kain batik menutupi payudaranya dan pahanya. Orang Jawa menyebutnya kemben.
Nek Ijah menggandengku masuk rumah. Aku turuti saja tarikannya, kira-kira dia mau apa. Apakah mungkin kami melakukan persetubuhan, sementara cuaca sudah terang, sehingga semua orang di rumah ini bisa melihat.
Namun dugaanku keliru. Nek Ijah mengajakku naik ke kasur. Aku ditelentangkan dan celana boxerku dilepas. Penisku yang masih setengah tegang diraihnya lalu dia langsung mengoral. Begitu mulutnya melahap penisku aku langsung lupa diri, karena nikmatnya kuluman mulut Nek Ijah.
Kulihat perempuan lain mondar-mandir, sibuk dengan urusannya masing-masing sambil sesekali melirik kami berdua. Mereka seolah tidak ambil pusing oleh kegiatanku bersama Nek Ijah. Birahiku makin memuncak, sampai penisku benar-benar keras.
Nek Ijah tidak membuka kembennya. Dia menduduki dan menuntun penisku memasuki lubang vaginanya. Ternyata dibalik kemben itu dia tak pakai celana dalam.
Bersambung…