Cerita Sex Menjaga Gengsinya Dari Kesan Murahan – Apakah mungkin persahabatan antara pria dan wanita bisa sangat akrab tanpa sex. Itulah kalimat yang aku lontarkan ke Vera, ketika kami mulai menjalin persahabatan. Kami berdua sudah cukup dewasa. Aku sudah memiliki 2 anak , sedang Vera meski sudah menjadi dosen, tetapi masih menunggu waktu yang tepat untuk menikah.
Aku mengenal Vera dalam suatu work shop. Kami cepat akrab karena mungkin chemistrynya cocok. Vera tidak terlalu cantik, tubuhnya cenderung agak gemuk untuk gadis berusia 24 tahun. Aku senang ngobrol dengan dia ketika waktu break. Kelihatannya dia cukup nyambung.
Awalnya aku tidak berpikir untuk memikat Vera menjadi sahabatku, kebetulan saja diantara peserta seminar hanya dia yang rasanya cocok diajak ngobrol. Jadilah kami akrab dalam 4 hari work shop itu. Naluriku mengisyaratkan bahwa Vera terlihat tertarik untuk lebih akrab dengan ku. Oleh karena itu setelah work shop usai, kami masih menjalin komunikasi. Dia sering menelepon ke HP ku. Karena aku bekerja sampai malam, dia juga sering mengajak ngobrol melalui telepon di kantorku.
Ngocoks Aku penasaran, sehingga menawarkan untuk suatu hari kami jalan berdua, entah kemana, pokoknya jalan saja. Dia setuju dan titik pertemuan sudah ditentukan. Aku menggandeng Vera masuk ke mobil lalu menjalankannya. Aku tidak tahu mau jalan kemana, dia pun tidak bisa menyarankan harus kemana. Akhirnya memutuskan masuk ke jalan Tol dan mobil mengarah ke Bogor. Tapi kuingat Bogor adalah kota macet, sehingga aku mengarahkan ke Ciawi menuju Sukabumi.
Jalan tak tentu arah sambil mengobrol berpindah-pindah topik. Aku tidak biasa jalan begini dengan cewek, biasanya cewek yang kuajak masuk kemobilku langsung aku arahkan ke motel. Untuk cewek yang satu ini, aku tidak berani begitu. Terus terang aku segan. Untuk memulai percakapan yang “keliru” saja rasanya agak malu.
Sampai dia kuantar pulang tidak ada kejadian yang mengesankan. Dalam perjalanan gak tentu arah itulah aku melontarkan “ Mungkinkah pria dan wanita bersahabat tanpa sex”. Menurut Vera , mungkin saja. Sedangkan saya merasa tidak mungkin, tapi tidak aku ungkapkan ke dia.
Setelah jalan pertama itu, kami makin intensif bertelepon ria. Dari nada bicaranya aku membaca dia ingin aku mengarahkan agar berbicara kepada masalah yang intim, seperti bercumbu, berciuman. Sampai suatu saat dalam telepon aku menantang, apakah mau jika aku mencium bibir. Jawabnya, siapa takut. Jawaban itu adalah satu tantangan yang harus aku jawab.
Kami berjanji lagi untuk bertemu kedua kali. Kali ini aku menentukan tempat pertemuannya. Aku memilih satu pusat perbelanjaan yang memiliki tempat parkir di basement. Aku sudah merencanakan ketika dia masuk ke mobil aku akan langsung menyerang. Namun Vera menolak, karena dia takut terlihat oleh satpam. Dia menyarankan agar aku mencari tempat yang lebih aman.
Otakku langsung berpikir motel. Tapi terus terang aku tidak berani mengutarakan untuk menuju Motel. Jadinya aku keluar dan berputar-putar. Sampai akhirnya aku tanya apakah dia benar mau aku cium. Dia kembali menjawab “ siapa takut”.
Lalu aku minta izinnya untuk menuju suatu tempat yang lebih aman. Vera menanya, dimana itu. Aku tercekat tidak berani mengatakan, “motel”. Aku hanya berkata, ya kita carilah. Sambil berkata begitu aku mengarahkan kendaraan menuju motel yang biasa aku pakai.
Ketika masuk gerbang motel, Vera diam saja ketika kuajak bicara. Aku makin khawatir, bahwa dia merasa tersinggung dan marah. Tapi apa boleh buat, mobil sudah masuk halaman motel maka aku tuntaskan langsung masuk ke motel. Vera masih diam saja, meski dia menurut ketika aku ajak turun masuk ke kamar. Di dalam kamar mukanya terlihat marah dan mengatakan.
“Emangnya ga cewek apan di bawa kemari,” katanya. Aku berkilah, bahwa tempat inilah yang paling aman untuk bercium. Ku katakan, jika Vera tidak bersedia, ya aku tidak akan melakukan apa pun, termasuk menyentuh. Aku hanya ingin istirahat tidur saja. Ya kupikir paling tidak ada gunanya aku menyewa motel, minimal untuk istirahat tidur. Daripada baru masuk dan sudah bayar lalu keluar lagi.
Aku dan Vera duduk di sofa berdampingan. Setelah dia marah, aku diam saja. “Apa boleh buat,” begitu batinku berkata. Ada sekitar setengah jam kami saling membisu dan tidak melakukan apa-apa, kecuali aku minum soft drink.
Tiba-tiba Vera menjatuhkan kepalanya ke dadaku. Tentu saja kusambut dengan memeluknya. Aku langsung berkesimpulan, “ Semua marahnya tadi kelihatannya hanya sandiwara, paling tidak untuk menjaga gengsinya agar tidak terlihat cewek murahan,”
Dia membenamkan mukanya di dadaku. Aku mulai menciumi rambutnya, keningnya lalu akhirnya bibirnya. Ternyata ciumanku ditanggapi dengan ganas. “ Ah sial tadi pakai sandiwara segala macam.” Batinku.
Aku terus menyerang ciuman ke leher, ke kuping kembali ke bibir. Cumbuan di sofa terasa kurang leluasa. Vera kubopong ke tempat tidur dia kuhempaskan. Aku kembali menyerangnya. Tanganku mulai gerayangan meremas teteknya mulai dari luar sampai akhirnya menjamah ke dalam.
Puas bermain dengan tetek dan menghisapnya, tanganku mencari sasaran baru ke selangkangannya. Vera menggunakan rok, namun ketika aku raba, dibalik roknya dia mengenakan celana pendek yang ketat. Tadinya aku berpikir langsung akan menemukan celana dalam.
Perjuangan membuka celana pendek ketat itu bukan gampang, pikirku. Aku harus mampu melenakan sedemikian rupa sampai dia tidak merasa aku memelorotkan celana pendeknya. Cukup lama perjuanganku sampai bisa berhasil meloloskan celana pendek itu.
Berikutnya adalah perjuangan membuka celana dalam. Vera berusaha mempertahankan celana dalamnya untuk tidak aku pelorotkan. Berbagai cara aku coba tetap gagal. Kelihatanya dia serius mempertahankan celana dalamnya. Aku tidak kehabisan akal. Celah celana dalamnya masih bisa dikuakkan.
Dari situlah jari-jariku beroperasi menggelitik memeknya yang sudah basah berlendir. Entah dia sadari atau tidak, aku sudah mendekatkan mulutku ke memeknya. Melalui celah celana dalam itulah lidahku menjulur langsung menggelitik itilnya.
Vera langsung melenguh dan berteriak tertahan. Aku terus menyerang itilnya. Tidak perduli dengan bau pesing di lipatan memeknya. Aku hanya fokus untuk menundukkan Vera melalui serangan lidahku ke clitorisnya.
Dia terus menggelinjang-gelinjang menahan kenikmatan yang menjalar melalui clitorisnya sampai akhirnya dia mencapai orgasme dengan berteriak sekuat nya. Aku sempat terkejut dengan reaksi orgasme Vera yang demikian ekspresif.
Tapi aku diam saja. Cembungan memeknya berdenyut-denyut. Dalam keadaan begitu aku berusaha melepas celana dalamnya. Kali ini tidak ada perlawanan. Aku berhasil kemudian menelanjangi sepenuhnya.
Sampai menghadapi dia telanjang pun aku masih segan. Maksudnya aku tidak berani mengacungkan penisku ke depan vaginanya. Tangannya saja yang kubimbing memasuki celana dalamku. Dia melemaskan tangannya dan menuruti arahanku. Penisku di remas-remasnya dan aku mengikuti dengan membuka seluruh celana ku. Merasa nikmat, aku mengarahkan kepala Vera mendekati penisku. Dia menuruti sampai tanpa tuntunanku dia sudah mengoral penisku.
Dari sikapnya mengoral itu aku menyimpulkan dia bukan pertama kali ini melakukannya. Vera sebelumnya memang mengaku punya cowok. Namun belakangan ini dia merasa kurang senang karena cowoknya terlalu membatasi geraknya, bahkan kalau marah sering main tangan.
Cowoknya pencemburu yang luar biasa. Dari obrolanku kemudian ku ketahui bahwa Vera memang sering bercumbu dengan cowoknya. Namun dia bersumpah belum pernah melakukan hubungan sex. Dengan demikian dia mengaku masih perawan.
Aku menghormati keperawanan Vera dan dalam hati berjanji tidak akan memerawaninya. Selanjutnya kami sering melakukan cumbuan berat di motel-motel. Bahkan beberapa kali aku mengajak Vera ke Bandung, Solo, Jogja dan Semarang. Dia beralasan ke orang tuanya seminar. Alasan itu wajar, karena memang dia sering seminar kemana-mana.
Lebih dari 10 kali kami bercumbu sambil bugil berdua, tetapi aku masih menjaga untuk tidak memerawaninya. Padahal ketika di Bandung, saat aku penasaran mencoba-coba menempelkan ujung penisku ke lubang vaginanya, Vera menarik bokongku. Aku berusaha menahan, sebab kalau aku ikuti bisa-bisa penisku kejeblos ke vaginanya.
Bercumbu sambil menempel-nempelkan ujung penisku menjadi menu dalam cumbuan kami berikutnya sampai aku berhasil memasukkan kepala penisku saja. Sampai sdisitu aku berusaha stop, meskipun Vera menarik pantatku agar penisku masuk.
Aku menduga Vera kalau sudah dalam keadaan terangsang jadi lupa diri. Padahal kalau sedang sadar, dia mengatakan tetap akan menjaga keperawanannya sampai menikah.
Suatu kali ketika aku menusukkan kepala penisku dan terasa mudah masuknya, aku penasaran, sampai seberapa jauh memek Vera bisa aku masuki. Dari pengalamanku memerawani gadis, penisku akan terhalang di dalam vagina oleh selaput dara.
Vera seperti sebelumnya selalu menarik pantatku ketika penisku menusuk vaginanya. Kali ini aku turuti dengan menghunjamnya perlahan-lahan. Penisku dengan lancar masuk terus. Aku merasa ada sedikit halangan di tengah jalan. Ketika aku tekan terasa ada yang tertembus.
Namun halangan itu tidak terlalu berarti sampai akhirnya seluruh penisku terbenam seluruhnya. Aku berfikir, apakah keperawanan Vera memang sudah dipetik orang, atau memang cewek umur 24 tahun memerawaninya relatif mudah, atau keperawanannya masih ada tapi tidak utuh.
Namun semua pertanyaan itu kusimpan saja, sama sekali aku tidak menyinggung ke Vera dan mempersoalkan bahwa apakah dia masih perawan sampai aku jebloskan penisku ke vaginanya. Aku rasa tidak ada gunanya juga, dia bukan akan menjadi istriku. Kami berdua sudah sepakat main hanya untuk fun saja.
Vera termasuk cewek yang nafsunya besar dan syukurnya orgasmenya relatif cepat. Jadi kalau main dengan ku, dia selalu mendapat orgasme. Tapi ya begitulah, aku tidak cukup bermain 2 ronde. Dia selalu minta lebih. Aku menyiasatinya dengan mengoralnya berkali-kali sampai orgasme.
Setelah kami bebas melakukan hubungan Vera sering menghubungiku kalau dia lagi berkeinginan. Beberapa kali, dia yang membayar motel, sebab ketika aku beralasan tidak punya uang untuk motel dia tetap memaksa dan dialah yang kemudian membayar motelnya.
Bahkan kalau lagi sangat kebelet, Vera mendatangi kantorku. Dia membawa mobil dengan kaca yang cukup gelap. Aku memang bekerja sampai hampir tengah malam. Vera datang ke kantorku sekitar jam 8 malam. Kami lalu main satu ronde di mobil. Setelah itu dia pulang dan aku meneruskan bekerja lagi.
Kami terus berhubungan dan sepakat berhubungan just for fun. Aku menyarankan dia mencari cowok. Saranku dituruti, setelah akhirnya dia putus dengan cowoknya yang tadi aku ceritakan. Vera mendapat cowok yang beda usia 2 tahun lebih tua darinya.
Apa yang dilakukan bersama cowoknya Vera selalu menceritakannya ke aku. Sampai dia melakukan hubungan sex pun dia ceritakan. Tapi cowoknya tidak tahu kehadiranku di kehidupan Vera. Aku berkali-kali ketika sedang melakukan hubungan badan dengan Vera, dia menerima telepon dari cowoknya.
Rasanya sangat sensasional lagi ngentotin cewek yang sedang berbicara melalui telepon dengan cowoknya. Herannya si cowok sama sekali tidak curiga dengan suara ceweknya yang rada susah bicaranya karena sedang dikmat dientot.
Tapi aku tau kalau aku telepon dia sedang main dengan cowoknya. Aku hafal benar dengan suaranya yang tercekat. Dia memang kemudian mengakui bahwa ketika aku telepon dia sedang dikerjai cowoknya.
Sosok Vera jika dilihat dari luar, dia adalah sosok wanita yang berwibawa, jabatannya sebagai dosen di perguruan tinggi yang terkenal, dia berasal dari keluarga yang memegang teguh aturan agama.
Sehingga tidak sedikit pun orang bisa menyangka bahwa sesungguhnya Vera itu liar dalam kehidupan sexnya.
Ketika dia menempuh kuliah S -2 dia akrab dengan seorang dosennya. Mereka akhirnya melakukan hubungan sex pula. Jadi Vera dalam suatu waktu melakukan hubungan dengan 3 cowok sekaligus.
Pernah suatu hari aku mendapat giliran pertama dari 3 cowoknya, di lain waktu aku dapat giliran terakhir. Kami cowok-cowok Vera tidak saling kenal. Aku mengetahui semua hubungan Vera dengan dosennya dan dengan cowoknya. Tetapi mereka tidak tahu bahwa Vera punya hubungan denganku.
Suatu waktu Vera mengungkapkan fantasi sexnya, dia ingin main dengan 2 cowok, yaitu aku dan dosennya mengerubuti dia. Aku katakan siap meladeni keinginan nya, tapi sang dosen juga harus diberi tahu agar dia juga siap. Ternyata menurut Vera sang dosen setuju. Aku dan Vera lalu mengatur pertemuan.
Kami janjian ketemu di salah satu kafe di mall. Pada jam yang dijanjikan aku menuju tempat pertemuan. Beta kagetnya aku ternyata Vera telah duduk dengan si dosen. Aku langsung disalaminya. Dia tanpa basa basi langsung ke pokok persoalan. Aku yang tadinya berskenario membuka percakapan jadi buyar.
Memang benar juga, kami tidak perlu basa basi, karena sudah paham tujuan dari pertemuan ini. Sang dosen yang memperkenalkan diri beranama Edo langsung mengajak kami menuju tempat eksekusi. Kami memilih satu motel yang cukup bagus. Untuk masuk motel, aku harus bersembunyi.
Karena kalau terlihat oleh petugas bahwa ada 2 cowok, maka dikenakan charge 2 kamar. Vera membawa mobilnya sendiri, Edo di depan, dan aku duduk di belakang. Kedua mobil kami ditinggal di mall tempat kami bertemu tadi.
Di dalam kamar terasa agak canggung juga. Aku lalu meminta Vera melucuti baju kami satu persatu. Dia mengikuti saranku. Karena aku yang memberi ide itu, maka akulah yang dilucuti sambi bugil terlebih dahulu. Setelah bugil, Vera tak lupa memberi kuluman sebentar ke penisku yang sudah mengacung.
Aku permisi ke mereka berdua karena kebelet bab. Itu sebenarnya hanya taktikku. Di kamar mandi aku beronani sampai keluar. Maksudku agar dalam kompetisi nanti aku tidak cepat keluar. Ketika aku kembali masuk kamar mereka berdua sudah bugil dan bercumbu di tempat tidur.
Edo sedang menjilati memek Vera, Aku mengambil bagian dioral Vera. Sambil aku dioral, kedua payudara Vera aku remas-remas. Vera menggelinjang-gelinjang ketika dia mencapai orgasmenya. Kami lalu mengatur posisi, Edo tidur telentang, Lalu Vera menindihnya dan penisnya dibenamkan ke vagina Vera.
Aku mengambil posisi dogi di belakang Vera dan dengan bantuan jelly yang kulumaskan ke penisku, aku menekan penisku masuk ke anus Vera. Perlahan-lahan penisku terbenam di dalam anus Vera. Dua lubang di bagian bawah Vera kami penuhi dengan penis kami masing-masing. Gerakan memang agak kacau, karena tidak ada koordinasi. Namun sensasi ini sangat dinikmati Vera. Dia mendesah-desah menikmati tusukan dua penis kami.
Setelah puas dengan posisi itu kami mengubah dengan tetap pada jatah semula, aku mendapat jatah anus, Edo mendapat jatah vagina. Posisinya aku telentang dengan penisku menancap di anus Vera yang menindihku dengan posisi telentang dan melipat kedua pahanya dan membuka lebar.
Edo merangkak diantara kedua paha Vera dan langsung menggenjotnya. Edo agak leluasa memainkan penisnya di vagina vera sementara aku bagaikan pondasi yang mengikat tubuh vera melalui penisku di duburnya dan kedua tanganku di teteknya kiri dan kanan.
Vera mencapai orgasme, sementara Edo kelihatannya masih jauh dari ejakulasinya. Aku yakin dia sempat dopping sebelum pertempuran ini. Edo mencabut penisnya dia menggantikan posisiku dan aku menggantikan posisinya. Setelah posisi mantap aku menggenjot sekuat kuatnya dengan gerakan ganas.
Vera terengah-engah. Dia sempat dua kali menjerit karena orgasmenya. Sementara aku sudah makin mendekati titik tertinggiku terus melakukan gerakanan ganas. Edo yang dibawah rupanya merasakan denyutan-denyutan di dubur itu menjadi terbawa juga ke titik tertingginya. Entah karena kebetulan atau karena situasi yang mendukung kami bertiga secara hampir bersamaan mencapai orgasme.
Kami tidur berjajar bertiga dengan Vera di tengah. Sekitar setengah jam beristirahat barulah kami bertiga menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Aku meneguk bir dan menikmati kepulan asap rokok, sementara Edo memilih soft drink dan Vera menenggak orange juice. Kami duduk bersila bertiga di ranjang dalam keadaan bugil seperti posisi orang sedang kenduri.
Tensi kami sudah tidak tinggi lagi, sehingga untuk melakukan keroyokan agak malas. Akhirnya kami kembali berbaring sambil tangan menggerayang ke sana kemari, Tangan Vera pun meremas kedua penis kami membangunkan ular sanca tidur.
Edo kelihatannya lebih siap. dia langsung menaiki Vera dan menancapkan penisnya di vagina Vera. Edo memacu Vera sampai Vera berteriak-teriak nikmat. Aku hanya duduk di kursi menonton adegan mereka berdua. Mereka bermain berganti-ganti posisi sampai akhirnya Edo ejakulasi yang diarahkan ke mulut Vera.
Tanpa menunggu perintah Vera langsung menerima sperma Edo dan seluruhnya ditelan. Aku langsung menggantikan posisi Edo dan mengembat Vera tanpa memberi kesempatan dia beristirahat. Vera melenguh-lenguh menikmati tusukan penis di vaginanya. Aku seperti juga Edo berganti-ganti posisi.
Sekitar setengah jam aku merasa spermaku akan muncrat maka segera kucabut dan kuarahkan ke mulut Vera. Dia dengan sigap langsung menydot semua spermaku. Aku merasa ngilu yang tak terhingga tetapi juga nikmat.
Sementara itu Edo sudah siap lagi dan penisnya sudah menancap di memek Vera.
Dia terus menggenjot. Lebih dari setengah jam aku menyaksikan mereka berdua mengayuh birahi, penisku berdiri lagi. Edo Melihat penisku berdiri, dia memberi kesempatan agar aku mengambil alih permainan. Aku langsung menyambut tongkat estafet dan terus berpacu.
Hampir satu jam terasa aku masih jauh dari ejakulasi, tetapi badanku lelah, aku memberi kode ke Edo untuk kembali memegang tongkat estafet. Dia memahami dan langsung menggenjot Vera ketika aku mencabut penisku. Kami bermain berganti-ganti hampir 3 jam. Aku kagum melihat Vera dengan staminanya.
Dia tetap menghadapi kami padahal sudah tidak terhitung dia mencapai orgasmenya. Aku berkeinginan segera mengakhiri perminan dengan berkonsentrasi, tetapi agak sulit, karena memek Vera terasa longgar, aku minta menancapkan penisku di duburnya.
Terasa sekali jepitan yang ketat sehingga aku dengan mudah bisa mencapai ejakulasi yang kulepas di dalam dubur Vera. Edo mengikuti caraku di pun memasukkan penisnya ke dubur Vera dan tak lama kemudian mencapai ejakulasi. Cerita dewasa ini di upload oleh situs ngocoks.com
Badanku lemas, demikian juga Edo. Tetapi Vera tidak. Dia masih dengan tenang berdiri menuju kamar mandi membersihkan diri dari keringat dan sperma yang terkumpul di duburnya. Sekeluar dari kamar mandi Vera malah membawa handuk lembab untuk menyeka badan kami berdua.
Aku penasaran dengan kekuatan Vera. Aku duga dia selama berhubungan tadi hanya mendapatkan orgasme clitoris. Jadi meski berkali-kali dia masih cukup tangguh melawan kami berdua. Meski nafsu sex ku tidak bangkit, tetapi penasaranku lah yang menuntun aku mendorong Vera telentang di ranjang.
Vera masih menuruti kemauanku. Aku mulai mengoral memeknya sampai dia orgasme, setelah itu aku duduk diantara kedua pahanya dan kedua jari yaitu jari tengah dan manis aku masukkan ke dalam memeknya. Aku mengocok kedua jariku itu, bukan dengan gerakan maju mundur tetapi, naik turun.
Belum 2 menit aku melakukan itu, Vera mulai menjerit-jerit menandakan orgasmenya segera sampai. Dia menjerit keras sekali ketika orgasme vaginanya tercapai. Aku biarkan dia istirahat sebentar lalu kukuerjai lagi, belum 2 menit dia sudah orgasme seperti tadi dan berteriak kuat. Akupun terus terusan melakukan itu sampai 10 kali dan Vera melolong lolong minta ampun agar aku mengehentikannya.
Akhirnya kuturuti permintaannya. Vera menghentikan aktifitasku. Vera langsung jatuh tertidur sampai dia mendengkur. Aku dan Edo senyum-senyum melihat Vera tidak berdaya lagi. Sekitar 1 jam dia tertidur pulas. Pesta itu kami akhiri dengan mandi bersama.
Aku dan Edo sudah tidak berminat lagi bermain sex dengan Vera. Sementara Vera juga sudah lunglai tubuhnya. Dia tidak mampu mengemudi lagi, sehingga Edo yang mengambil alih. Aku tetap bersembunyi sampai keluar area motel.