Cerita Sex Berziarah ke Gunung Kemukus – Selamat malam sobat Ngocokers. Cerita temenku bikin penasaran. Dia bercerita bahwa di Jawa tengah nggak jauh dari Solo ada tempat ziarah yang bisa bebas melakukan hubungan sex dengan orang lain.
Yang lebih bikin penasaran, banyak cewek, maksudnya ibu-ibu yang datang berziarah kesana mencari pasangan laki-laki untuk melengkapkan niat ziarah mereka. Temenku ini sudah beberapa kali kesana. Katanya dia tidak mementingkan ziarahnya, tetapi lebih ke berburu ibu-ibu yang mencari pasangan.
Informasi dari temanku ini kucermati secara lebih rinci, rasanya penasaran juga ingin mencoba. Berbekal info yang kurasa cukup lengkap berangkat lah ke Solo dengan penerbangan murah dari Jakarta. Tarif murah biasanya hari Rabu, tapi kalau hari Sabtu Minggu, selalu lebih mahal.
Ngocoks Sesampai di Solo, Rabu sore aku orientasi dulu. Cari penginapan yang murah di sekitar stasiun Solo, lumayan banyak hotel yang harganya miring dan cukup bersih dan bagus. Sesampai di hotel aku langsung ditawari temen bobo, dengan bingkai promosi yang kadang-kadang berlebihan. Karena tujuanku ke Gunung Kemukus, maka berbagai tawaran itu aku tolak halus.
Kamis menjelang Jumat Pon, perburuan dimulai. Berbekal tip dan trik dari temanku, aku berusaha mencari dan memilih pasangan dari terminal Tirtonadi di Solo. Kendaraan umum jurusan Purwodadi menjadi amatanku, untuk mencari penumpang yang kemungkinan akan ziarah ke Gunung Kemukus.
Tidak mudah memang, karena sudah 2 jam aku belum menemukan perempuan yang layak. Ya paling tidak kan cakep dan bodynya bagus, meski mereka umumnya STW.
Selagi aku melamun sambil mereokok, ada seorang ibu-ibu menegorku. “Mas bus jurusan Purwodadi yang mana ya ,” tanyanya.
Aku terkejut, karena yang menegor itu adalah ibu-ibu dengan kisaran umur 30 tahun, berwajah khas Jawa, tidak terlelu gendut, tapi semok juga.
“ Oh di sini bu, ibu mau ziarah ??” tanyaku langsung ke sasaran.
“Iya,” katanya.
Ibu itu ternyata baru pertama kali mau ziarah ke Gunung Kemukus. Aku sempat heran juga, kenapa dia berani jalan sendiri tanpa pendamping.
“Mbak sudah tahu syaratnya untuk ziara ke Gunung Kemukus,” tanyaku.
“Ya tahu dikit, mas nya mau kemana,? Tanyanya.
“Saya juga mau kesana,” kataku.
“Mbak sudah punya pasangan untuk ziarah ke sana,” tanyaku lagi.
“Belum sih, apa mas ee mau nemenin saya,” tanyanya.
Melihat penampilan perempuan ini yang lumayan ok, aku langsung setuju menemani dia.
Dia memperkenalkan diri, namanya Surtiyah berasal dari Purworejo.
Dia mendapat cerita dari temannya yang juga berdagang bahwa sejak ziarah dan minta dagangannya laris ke Gunung Kemukus, dagangannya bisa maju.
Mbak Surti, juga berdagang. Dia jualan makanan seperti nasi goreng, mi goreng, mi rebus dengan warung tenda.. Ketika kami ngobrol di perjalanan dia bercerita bahwa dirinya janda beranak tiga, ditinggal cerai sama suaminya. Untuk menghidupi ke 3 anaknya dia berusaha jualan nasi goreng dengan kemampuan seadanya.
Dia dagang baru setahun, tetapi rasanya dagangannya gak maju-maju. Setelah dapat informasi dari temennya yang dagangannya maju, dia jadi penasaran ingin mengikuti jejak temannya, ziarah ke makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus, pada malam Jumat Pon.
Tadinya dia agak berat juga mengetahui syarat untuk menyempurnakan ziarah itu harus berhubungan badan dengan laki-laki yang bukan suaminya. Tapi katanya lama-lama dia makin penasaran dan pasrah, demi melariskan dagangannya dan membiayai anak-anaknya yang sudah makin besar-besar.
“Untung saya ketemu mas e di Solo, jadi rasanya gak malu banget. Kalau sampai di Kemukus belum dapat pasangan kan rasane piye yo,” katanya dalam bahasa yang dicampur-campur Indonesia dan Jawa.
Saya pun berterus terang bahwa baru kali ini ke Gunung Kemukus, karena diberi tahu teman. Tapi saya ngarang aja bahwa saya dagang beras. Untung dia nggak tanya macem-macem soal dagang beras. Kalau dia sempat tanya itu, wah aku bisa gelagepan juga.
Di mobil angkutan aku berkali-kali melirik Mbak Surti. Umurnya kira-kira 3 tahun di bawah aku, tapi badannya semok benget. Susunya gede dan pantatnya bahenol. Yang terlihat istimewa dari bodynya adalah pinggangnya ramping. Model yang begini ini amat jarang saya temukan. Umumnya kalau susu gede, dan pantat semok, perutnya juga besar.
Kami sampai di pemberhentian Barong. Sang supir meneriakkan kemukus-kemukus. Ternyata banyak juga penumpang yang turun di situ. Di tempat pemberhentian angkutan itu sudah banyak laki-laki, yang kelihatannya menunggu pasangan, menawarkan diri menemani para peziarah perempuan.
Si Mbak Surti menggandeng tanganku, untuk menegaskan kepada orang-orang di sekitar situ bahwa dia sudah punya pasangan. Dengan begitu memang tidak ada laki-laki yang menawari untuk menemani dia berziarah. Tukang Ojek sudah menunggu dan terkesan berebut menawarkan jasa ojek.
Karena aku tidak tahu sejauh apa tempatnya, kami berdua setuju menyewa ojek sampai ke pinggir dermaga penyeberangan. Kebetulan waktu kami kesana, air waduk Kedung Ombo sedang naik, jadi untuk mencapai gunung Kemukus kami harus menyewa perahu penyeberangan.
Gila juga, mereka menawari ongkos semaunya. Aku langsung patahkan dengan menawar biaya sepantasnya. Berbekal kembang dan pernak-pernik untuk ziarah kami menaiki tangga yang lumayan tinggi dan banyak. Katanya jumlah anak tangga itu ada 157. Diatas disambut oleh juru kunci dan Si mbak langsung menjelaskan maksudnya berziarah ke sana.
Aku diam saja sambil mengamati, betapa ramainya orang berziarah ke sini. Makam Pangeran Samudro berada dibawah semacam bangunan Joglo yang cukup luas. Makamnya dikerudungi kelambu. Terasa suasana sakral di sekitar makam itu. Aku ikut-ikutan saja menabur kembang dan duduk seperti peziarah lainnya.
Mbak Surti kelihatan khusuk benar dia berdoa. Aku tidak tahu dia berdoa minta kepada siapa, apa ke rohnya Pangeran Samudro apa ke Tuhan YME. Aku ke sini kan tidak berniat ziarah sungguh-sungguh, tetapi ingin merasakan petualangan ritual sex yang melegenda.
Selesai menuntaskan ritual berdoa, kami lalu mundur dari bangunan makam Pangeran Samudro. Waktu itu sudah sekitar jam 10 malam. Di sekitar makam itu di bagian agak ke bawah terdapat tempat-tempat penginapan . Tapi menurut temanku, lebih asyik kalau melampiaskan hasrat berhubungan badan di semak-semak di dekat pohon besar.
Aku menyarankan kepada Mbak Surti untuk kami beristirahat sambil menyewa tikar di bawah pohon besar di semak-semak itu. Suasananya agak remang-remang karena hanya mengandalkan sinar bulan purnama. Kami mencari tempat yang agak lega.
Dalam pencarian itu kami melewati pasangan yang lagi asyik berhubungan badan dan mereka tampaknya tidak perduli ada orang yang melintas dekat mereka. Banyak sekali pasangan yang sedang tumpuk-tumpukan. Mereka melakukannya tanpa melepas seluruh pakaiannya.
Oleh karena itu meski pada posisi orang berhubungan badan, tetapi tidak bisa terlihat payudara pasangan perempuannya. Namun yang bikin lebih seru ada pasangan yang perempuannya mengerang-ngerang nikmat. Kami mendapat tempat yang agak lega. Meskipun lega tetapi tidak sampai 3 m ada pasangan lain yang sedang bergelut. Karena suasananya cuek, kami pun berlaku begitu.
Kami mulanya tidur berdampingan. Aku rikuh juga mau mulainya gimana ya, masak langsung meluk dan mencium lalu pegang tetek. Belum juga aku menemukan jalan, aku terus ngobrol sambil berbisik, jam sudah menunjukkan hampir 12 malam. Tiba-tiba tangan Mbak Surti meremas selangkanganku. “Lho udah bangun toh,” katanya.
“Udah mbak dari tadi sih, tapi masih sungkan, karena kita baru kenal kali ya, “ kataku.
“Udah nggak usah sungkan, emang kemari kan tujuannya mau gituan,” katanya sambil dengan pedenya dia membuka sabuk dan resletingku. Penisku langsung digenggamnya. “Wah keras benget,” katanya.
Birahiku mulai naik, aku pun mulai memberanikan diri langsung memegang bagian selangkangannya. Dia mengenakan celana panjang, sehingga kontur kemaluannya kurang terasa ketika diremas dari luar.
Aku berusaha membuka celana panjangnya sekaligus celana dalamnya. Kuturunkan sampai ke mata kaki. Lalu tanpa foreplay macam-macam aku langsung menungganginya.
Mbak Surti kelihatannya sudah siap akan ditunggangi, kakinya dilebarkan. Penis kutempelkan ke gerbang vaginanya. Pelan-pelan aku tekan. Agak seret juga, mungkin pelumasannya belum sempurna. Kutarik sedikit, lalu kudorong lagi. Begitu berkali-kali sampai akhirnya bisa kejeblos seluruhnya ke dalam memek Mbak Surti.
Rasa memeknya legit banget dan masih cukup menjepit, meskipun dia sudah beranak 3. Kelihatannya dia pandai merawat kewanitaannya. Penisku terasa sangat digenggam oleh liang vaginanya. Aku terus menggenjot. Mbak Surti ternyata berpembawaan rame.
Artinya dia mengerang-ngerang ketika merasakan kenikmatan disetubuhi. Tetangga kiri –kananku sampai-sampai menoleh ke arah kami. Aku cuek aja. Itung-itung ini adalah sex party dengan pasangan tetap. Boleh jadi kalau tempatnya terang mungkin ada ratusan pasang yang lagi bersetubuh disitu. Kayak film orang jepang yang ngesex rame-rame.
Aku terus menggenjot sambil menahan agar orgasmeku tidak segera datang. Mbak Surti makin ribut, apalagi ketika orgasmenya nyampe, dia melenguh panjang tersedat-sedat mengikuti ritme orgasmenya. Melihat dia mencapai orgasme birahiku makin tinggi sehingga aku pun tidak kuasa lagi menahan ejakulasiku. Kubenamkan dalam-dalam penisku ke dalam memek Mbak Surti sambil merasakan hangatnya vagina Mbak Surti.
Kami berdua mencapai kepuasan. Aku tetap menindih Mbak Surti sampai penisku mengecil dan akhirnya keluar sendiri dari sarangnya. Dengan tissu yang sengaja kami siapkan kami membersihkan diri seadanya lalu merapikan kembali pakaian kami.
“Ini afdol banget ya mas, kita main di bawah pohon di semak-semak sini, teman saya juga nyarani agar kalau main jangan dipenginapan, tetapi disemak-semak, biar niatnya cepat terkabul.,” kata Mbak Surti.
Setelah selesai melakukan ritual yang aneh itu, kami beranjak menuju Sendang Ontrowulan. Disana sekedar berbasuh muka dan kaki. Ada kepercayaan air sendang itu membuat orang awet muda dan cantik.
Jam sudah menunjukkan 2 dini hari. Kami memutuskan untuk kembali ke Solo ke penginapanku. Angkutan masih ramai. Eh lupa, sebelum kami kembali, kami sempat membersihkan diri di wc umum. Risih juga rasanya, apalagi rada-rada kebelet pipis .
Sesampainya di Solo, kami tidak langsung ke penginapan, tetapi mengisi perut yang lagi keroncongan. Hidangan dini hari di Solo yang populer adalah nasi liwet. Nikmat sekali rasanya menyantap nasi liwet sambil duduk lesehan, malam-malam begini. Padahal selama ini aku kurang suka nasi liwet, karena menurutku rasanya rada hambar dan jemek. Tapi kalau waktunya tepat di tengah malam gini terasa enaknya.
Setelah perut terisi, dengan becak kami menuju penginapan. “Enak juga mas kamarnya, bersih lagi,” katanya.
Aku menawarkan mandi sebelum kami bobo. “Dingin ah mas” katanya.
Kamar mandi di kamarku dilengkapi dengan shower air panas. Akhirnya dia mau juga mandi air panas. Alasanku biar badannya nggak lengket dan segar. Aku langsung saja mebuka semua bajuku. Mbak Surti bingung melihat kenekatanku, langsung telanjang di depannya. “ Ih masnya kok nggak malu sih,” katanya.
“Lha buat apa malu kita kan udah lebih dari telanjang tadi,” kataku.
Aku membantu Mbak Surti yang masih rada malu bertelanjang di depanku. Perempuan kadang-kadang aneh juga. Dia udah kita setubuhi, tapi masih merasa malu. Setelah telanjang bulat di kamar yang sengaja lampunya aku terangi, Mbak Surti berusaha menutupi payudaranya dan kemaluannya dengan kedua tangannya.
Bersambung…