The Beloved Wife (Session 3) – Selamat malam sobat Ngocokers yang setia. Sebelum mambaca cerita dibawah ada baiknya untuk membaca session 2 dengan judul The Beloved Wife (Session 2). Terima kasih bagi para pembaca ngocokers yang setia!
SUAMI & ISTRI MENERKA NERKA
“Tuan Portman bunuh diri.” Petugas polisi melanjutkan. “Kami menemukan botol obat yang kosong di genggaman tangannya. Dugaan kami, dia sudah menenggak seluruh pil obat di dalam botol tersebut.”
Tanpa mendengar penjelasan lebih lanjut, Elliot segera bergegas untuk pergi ke kantor polisi. Awalnya dia tidak ingin membawa Charlotte, tapi wanita itu sudah bangun semenjak dia mengangkat teleponnya. Jadi mereka memutuskan untuk pergi bersama dengan Ian.
Di perjalanan menuju kantor polisi, Elliot tidak bisa berhenti merasa gelisah dan mempertanyakan perilaku Renold Portman yang tiba – tiba bunuh diri. “Apa mungkin dia merasa tertekan sampai ingin bunuh diri?” duga Charlotte.
Ngocoks “Tidak mungkin.” Elliot berkata, “Hukuman bahkan belum dijatuhkan, dia seharusnya masih berharap akan ada yang membantunya keluar dari hukuman.”
“Johan. Dia pasti berharap Johan bisa membantunya. Bukankah seharusnya mereka bertemu di kantor polisi? Apa Johan tidak ingin membantunya?” Charlotte mulai bertanya – tanya dengan suara pelan.
Elliot, “Kita lihat dulu situasinya di kantor polisi. Setelah itu baru kita pikirkan lagi.”
Berselang setengah jam kemudian, mereka sampai di kantor polisi dengan wajah gusar. Polisi kemudian mengarahkan mereka ke rumah sakit yang ada di dekat kantor polisi untuk mengunjungi Renold yang sudah tidak bernyawa.
“Waktu kematiannya adalah pukul 4.26 pagi. Tidak ada indikasi pemaksaan, kami juga melihat kalau dia mengeluarkan botol obat dari kantungnya sendiri.”
Elliot menarik kain putih yang menutupi jasad Renold, dia bisa melihat permukaan kulit Renold yang begitu pucat, dan memiliki tanda livor mortis di bagian leher serta wajahnya. “Mengapa kalian membiarkan dia membawa obat?”
Petugas polisi menghela napas. “Saat diperiksa, itu adalah obat untuk penyakit jantung, jadi kami membiarkan Tuan Portman membawanya.”
Elliot menundukan kepalanya saat dia berkata, “Apa dia benar-benar memiliki penyakit jantung?”
Karena setahu Elliot, Renold tidak pernah mempunyai indikasi penyakit jantung. Dia juga selalu memakan makanan berminyak, dan tidak begitu memperhatikan pola hidupnya.
“Setelah pemeriksaan keseluruhan, dokter menyatakan dia sehat.”
“Lalu obat itu adalah?”
“Asetaminofen. Tuan Portman memasukkan obat Asetaminofen ke dalam botol obat jantung supaya kita tidak menyitanya,” jelas petugas polisi itu.
Asetaminofen biasanya digunakan untuk obat penghilang rasa sakit. Namun penggunaannya tidak bisa sembarangan, karena bila dosis yang dikonsumsi tidak tepat, maka konsumennya bisa mengalami kerusakan hati dan keracunan. Sebelum ini, Renold telah mengkonsumsi 30 butir Asetaminofen dalam satu kali minum, jelas saja tubuhnya tidak akan sanggup menampung dosis sebanyak itu.
Charlotte, “Apa Tuan Portman sempat bertemu dengan seseorang? Bertemu Johan misalnya.”
Petugas polisi itu mengangguk cepat. “Ya, Tuan Portman sempat bertemu dengan Tuan Ketiga Landegre. Mereka hanya berbicara selama sepuluh menit, dan kami tidak menemukan pembicaraan yang mencurigakan.”
“Biarkan kami mendengar rekaman percakapan mereka,” pinta Ian.
*****
Ketika mereka masuk ke ruang pemantau di sebelah ruang interograsi. Petugas polisi memutarkan rekaman percakapan antara Johan dan Renold tadi malam.
Dari rekaman, terlihat keduanya duduk saling berhadapan dan diam selama dua menit pertama. Renold terus menundukan kepalanya, dan Elliot bisa melihat peluh membasahi kening Renold. Sedangkan Johan hanya memandangi Renold dalam diam, kedua tangannya dilipat di depan dada, dan ia tampak seperti seorang hakim yang ingin menunggu pengakuan.
“Saya minta maaf karena sudah menyeret nama Anda,” kata Renold dengan suara gemetar.
“Pengacaraku akan datang besok pagi, dia pasti mampu mengeluarkanku dari tempat ini,” ujar Johan tanpa beban.
Renold menegang, “Apa … Apakah Anda juga bisa mengeluarkan saya?”
Johan menatap kedua mata Renold lekat-lekat, kemudian tersenyum tipis di hadapan pria itu. “Mengeluarkan kamu? Bukankah kamu sendiri sudah mengakui kejahatanmu? Tuan Portman, sejujurnya aku tidak mengerti alasan kamu membawa-bawa namaku dalam tindakan kriminalmu.”
Renold menggosok kedua tangannya di bawah meja, tampak seperti ingin menahan diri untuk bertindak impulsif. Dia juga akan membuka mulutnya selama beberapa detik, kemudian menutupnya lagi. Renold seolah ingin berbicara, tapi merasa takut untuk membuka suara.
“Tidak apa-apa jika tidak bisa menjawabnya. Mungkin kamu terlalu panik dan tidak mau disalahkan seorang diri. Bagaimana pun, jika ada nama besar yang ikut terseret, kamu pasti hanya akan dianggap sebagai kaki tangan sehingga hukumanmu tidak terlalu panjang,” kata Johan. “Namun, seharusnya kamu tidak perlu berbohong sampai ke taraf ini. Apa kamu sengaja merusak seluruh data di Departemen Infrastruktur III dan menjual data itu ke perusahaan lain?”
Renold membelalakan matanya, dia secara reflek hampir berdiri dari kursi. Segala ucapan yang tertahan di tenggorokannya akhirnya keluar begitu saja. “Tentu saja tidak! Bagaimana saya bisa seberani itu? Tuan, jika Anda tidak menyuruh saya untuk menghancurkan data itu, saya pasti tidak akan melakukannya!”
pandangan mata Johan turun, tatapannya menjadi sedikit tajam, dan tangannya mengepal kuat di bawah meja. Meski terlihat marah, intonasi suaranya masih terdengar lembut. “Tuan Portman, berhenti menjatuhkan kesalahan yang kamu perbuat kepadaku. Apa salahnya untuk mengakui kesalahanmu tanpa menyeret orang lain?”
Renold Portman tidak membalas lagi, dia tampak kehilangan arah dan tidak mampu memfokuskan matanya dengan benar.
Johan akhirnya berdiri, kemudian melangkah keluar dari ruangan tersebut. Dia menepuk bahu Renold beberapa kali dan berkata, “Kamu sepertinya butuh banyak istirahat agar pikiranmu jernih. Jika kita bisa keluar dari tempat ini, aku akan mengirimkan beberapa bungkus teh herbal kepadamu. Kau pasti akan menikmati teh itu.”
Renold sekali lagi menegang, dia mencengkram tangan Johan, kemudian berbicara dengan suara panik. “Tidak, tidak. Saya tidak membutuhkannya, tidak perlu mengirimkan apapun. Maaf, saya malah menyeret nama Anda ke dalam perbuatan kriminal saya sendiri. Maaf, maafkan saya.”
Johan menyentak tangannya untuk melepaskan cengkraman Renold. “Tidak apa-apa, anggap saja kirimanku itu adalah tanda pertemanan.”
Setelah itu Johan keluar dari ruangan, meninggalkan Renold sendirian di dalam ruangan tersebut selama beberapa jam. Pada pukul 4.15, Renold akhirnya menenggak 30 butir obat sekaligus dan mengalami kejang sampai pukul 4.26 pagi.
“Hanya ada satu percakapan aneh, ketika Tuan Ketiga Landegre membicarakan teh herbal, sikap Tuan Portman terlihat panik,” kata petugas polisi itu.
Elliot mengangguk, “Ya, memang terlihat aneh. Tapi memangnya apa korelasi dia dengan sebuah teh, terdengar tidak masuk akal.”
Charlotte menundukan kepalanya saat dia berpikir, tampaknya ia berusaha mengingat-ingat perilaku Renold selama Charlotte bekerja di perusahaan. “Sebelum kita berlibur, aku ingat Tuan Portman pernah membagikan kotak teh kepada setiap karyawan yang dekat dengannya. Aku bahkan juga dapat satu.”
Setelah mendengar ucapan Charlotte, Elliot tiba-tiba ingat Charlotte membawa satu kotak teh saat pulang. Saat itu dia tidak bertanya karena berpikir mungkin Charlotte membelinya di supermarket dekat kantor.
“Apa merknya?” tanya Elliot.
“Bukan merk besar,” Charlotte berkata, “Kurasa itu adalah teh produksi rumahan. Sepertinya pernah ada yang mengirimkan foto teh tersebut ke grup.”
Charlotte memeriksa grup chat kantor. Kemudian menemukan foto yang dia maksud. Elliot lantas memperhatikan kotak teh tersebut dengan seksama, kemasannya memang terlihat seperti produksi rumahan. Tulisan ‘Yolan’s Tea’ terpampang jelas di kemasannya, tampaknya itu adalah merk dari teh produksi rumah itu.
Elliot bertanya, “Apa pemilik dari produk teh ini adalah kenalan Tuan Portman?”
“Dia sempat bilang itu milik kenalan dekatnya,” jawab Charlotte.
“Mungkinkah kenalannya ini juga memiliki hubungan dengan Johan?”
Elliot benci menerka-nerka saat dia tidak mempunyai fakta. Jadi, dia berhenti berpikir lebih panjang dan memperlihatkan foto itu kepada petugas polisi. “Selidikilah pemilik dari produk teh ini, mungkin kita bisa menemukan petunjuk.”
“Dan untuk Johan ….”
Elliot menggantung ucapannya, karena tidak tahu harus mengatakan apa. Renold Portman yang menjadi juru bicara dalam kasus ini telah meninggal, sehingga ucapannya tidak bisa dinyatakan secara konkrit di pengadilan. Jika ingin memasukkan Johan ke penjara, maka dia memerlukan bukti lain yang bersifat mutlak di mata pengadilan.
Petugas polisi itu tampaknya mampu merasakan kefrustasian yang dirasakan oleh Elliot, sehingga dia kembali menghela napas. “Bila kita tidak mampu membuktikan keterlibatan Tuan Ketiga Landegre dalam waktu 48 jam, maka dia akan dibebaskan.”
Pertemuan antara asisten Johan dengan Renold dapat dikatakan sebagai pertemuan antar rekan kerja lama. Jadi mungkin bukti itu tidak begitu berguna.
Ian menepuk pundak Elliot. “Jangan khawatir, aku akan tetap menyelidiki Johan secara keseluruhan. Kamu hanya perlu menunggu selama beberapa waktu.”
Tepukan Ian membuat Elliot lebih tenang, dia sangat percaya bila Ian pasti mampu menyeret Johan ke dalam penjara. Dia hanya harus menunggu dengan sabar.
“Aku menantikannya.”
*****
Karena tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan di kantor polisi, Elliot akhirnya membawa Charlotte untuk pulang ke rumah, sementara Ian juga pulang menggunakan taxi.
Di sepanjang perjalanan pulang, Elliot tidak banyak bicara. Charlotte tahu bila suaminya sedang tidak dalam suasana hati yang bagus, sehingga dia juga tidak akan mengganggu untuk sementara waktu.
Charlotte baru berbicara saat mereka sudah sampai di rumah dan memasuki kamar. “Kamu ingin makan sesuatu? Mungkin saja setelah makan suasana hatimu jadi lebih baik.”
Elliot melepaskan dua kancing kemejanya, kemudian berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian santai. “Nanti saja, kamu bisa makan duluan bila lapar.”
Charlotte menghela napas dalam hati, membangkitkan suasana hati Elliot itu memang sulit, terlebih pria itu juga akan mengabaikan lingkungan sekitarnya, termasuk mengabaikan Charlotte.
Entah mengapa, rasanya sangat tidak nyaman bagi Charlotte saat Elliot mulai mengabaikannya, seolah-olah dia memang pernah menghadapi sikap Elliot yang seperti itu dalam jangka waktu yang panjang.
Perasaan tidak nyaman itu akan bertambah kuat saat Elliot tidak banyak bicara.
Tapi Charlotte berusaha menepis perasaan itu karena masih ada masalah penting yang perlu mereka bicarakan.
“Kita mungkin bisa menemukan alasan mengapa Tuan Portman begitu takut saat Johan membicarakan masalah teh,” kata Charlotte tiba-tiba.
Elliot yang baru saja duduk di kasur akhirnya mengangkat kepalanya untuk menatap Charlotte. “Bagaimana?”
“Menemui Yolan. Tuan Portman bilang jika pemilik teh itu adalah kenalan dekatnya, sehingga ada kemungkinan Yolan akan datang ke acara pemakaman Tuan Portman. Selama polisi mampu menemukan foto Yolan, kita bisa mencarinya di acara pemakaman.”
Saat mendengar hal itu, Elliot seperti mendapatkan pencerahan. Tapi dia segera mengerutkan keningnya saat menyadari sesuatu. “Bagaimana bila dia tidak mau berbicara kepada kita?”
“Dia pasti mau,” Charlotte berkata, “Jika dia memang sedekat itu, Yolan pasti ingin mencari tahu alasan dibalik kematian Tuan Portman yang tiba-tiba.”
“Kamu benar, mungkin aku saja yang terlalu khawatir,” kata Elliot seraya menghela napas. Dia secara spontan menarik pinggang Charlotte dan memeluk wanita itu dengan erat.
Elliot hanya khawatir jika masalah ini dibiarkan terus terombang-ambing. Sejarah tentang dirinya dan Charlotte yang mati di bawah salju akan terulang kembali. Bagaimana pun juga, Elliot ingin menghapus segala kemungkinan yang akan membawa mereka ke dalam bencana.
“Maaf, suasana hatiku tadi agak buruk, jadi aku mengabaikanmu sedikit. Apa kamu kesal?” tanya Elliot.
Charlotte membalas pelukan Elliot, lalu duduk di atas pangkuan pria itu. “Tidak apa-apa, aku bisa mengerti. Tapi, rasanya memang agak menyebalkan.”
Bersambung…