Cerita Sex Otak Mesum Meradang – Demi mengembangkan usaha, aku membuka cabang usaha baru di Jogyakarta. Daerah ini menurut analisaku cukup berpeluang besar. Usaha seperti yang kujalankan di Jakarta, sepertinya belum dikembangkan di Jogya.
Itulah ringkasan cerita mengapa aku sekarang mondar-mandir, Jakarta – Jogyakarta. Usahaku di Jakarta sudah berjalan baik, bahkan dapat kuibaratkan sudah bisa auto pilot, sehingga tanpa kehadiranku setiap hari, usaha berjalan normal.
Perhatian lebih besar ku curahkan di cabang Jogya, sehingga waktu ku lebih banyak kuhabiskan di Jogya. Keluarga ku di Jakarta tidak terlalu bermasalah, anak-anak ada 2 orang sudah kuliah semua. Istri mempunyai usaha salon.
Setelah 6 bulan usahaku di Jogya mulai berjalan normal, tetapi belum bisa dilakukan autopilot. Memang benar potensi di Jogya ternyata cukup besar, sehingga aku pun bergairah menggarapnya.
Ngocoks Selama ini aku menyewa kamar kost di daerah yang tidak jauh dari tempat usahaku. Pikiranku jadi berubah ketika aku melihat ada peluang untuk juga bermain properti di Jogyakarta. Aku mengakusisi sebidang lahan yang menurutku cukup strategis untuk dikembangkan menjadi bangunan ruko-ruko.
Benar dugaanku, 30 ruko yang aku bangun dalam waktu singkat sudah sold out, padahal, belum satu bangunan pun berdiri. Mereka sudah tertarik melihat gambar saja. Dari sejumlah ruko yang aku bangun ada 3 ruko yang tidak aku jual. Aku memilih untuk menunda dulu. Bangunan ketiga ruko itu dua berjajar dan satu ruko bertolak belakang.
Satu ruko itu kemudian setelah selesai dibangun, aku siapkan untuk tempat tinggalku selama di jogya. Ruko berlantai 3. Kamarku di lantai paling atas dan lantai kedua untuk ruang makan, ruang tamu dan kamar pembantu. Jadi aku desain seperti penthouse.
Aku memerlukan seorang pembantu, tetapi mencari pembantu yang cocok dengan seleraku, tentu persoalan yang tidak mudah. Akhirnya aku mencoba memasang iklan di kolom lowongan kerja, yang bunyinya kira-kira : dicari pembantu perempuan usia 25 – 35 tahun tinggal di dalam, gaji sesuai dengan UMP (Upah Minimum Provinsi),
Aku pasang di koran lokal selama seminggu. Ternyata peminatnya banyak sekali, aku tidak mengira, begitu banyak orang ingin jadi pembantu, padahal yang melamar sebagian besar bukan tampang-tampang pembantu, malah ada yang S-1.
Mulanya aku bingung memilih, karena semuanya mantap-mantap. Akhirnya aku menemukan kriteria yakni berwajah khas Indonesia, badannya sekel, wajahnya manis, kelihatan jujur, berbadan sehat, single, agak genit, susunya besar, bokongnya besar, pokoknya njawani banget.
Dengan kriteria itu masih ada 4 orang yang memenuhi syarat. Ini makin membingungkan. Akhirnya satu persatu aku interview lagi dengan cara ngobrol. Alhasil terpilih satu orang. Dia bukan yang paling ayu, tetapi aku rasa sesuai dengan keinginanku.
Namanya Suniarti, janda tanpa anak sudah 3 tahun, karena ditinggal suaminya, hidup bersama orang tuanya di luar Jogyakarta. Umurnya 26 tahun lulus SMA tidak lama kemudian kawin. Suaminya dulu bekerja sebagai supir bus malam. Kelihatannya orangnya ramah, cekatan dan mau bekerja berat untuk menghidupi orang tuanya.
“Mbak Sun sampeyan saya terima dan besok mulai bekerja, bawa semua pakaian dan perlengkapan langsung ke alamat rumah saya jam 5 sore, “ begitu perintah saya kepadanya. Dia kelihatan sangat senang langsung menyalami tangan saya dan menciumnya.
Jangan senang dahulu, saya coba dulu 3 bulan, kalau cocok bisa terus, tetapi kalau nggak cocok ya terpaksa tidak bisa lanjut, kata saya. Dia lalu berjanji akan bekerja sungguh-sungguh.
Keesokan harinya HP saya berdering, saya lihat no nya Mbak Suniarti. Saya bergegas turun ke bawah dan membuka rolling door dan mempersilakan dia masuk. Dia membawa sebuah tas pakaian yang tidak terlalu besar dan sebuah tas tangan.
Saya menunjukkan kamarnya tempat dia tinggal, sebuah kamar berukuran 2,5 x 3 m lengkap dengan spring bed dan AC serta sebuah lemari dan meja yang bisa digunakan untuk merias atau menulis.
Selanjutnya aku mengajak keliling rumahku untuk menunjukkan semua fasilitas yang ada. Dia manggut-manggut saja mendengar penjelasanku.
Pekerjaan pertama adalah membereskan rumah ku yang agak berantakan. Sambil dia bekerja aku mengajaknya ngobrol, mengenai latar belakang kehidupannya.
Sampai 1 bulan bekerja kami sudah akrab. Dia bahkan sudah terbiasa memijat badanku manakala pulang dari kantor. Sebetulnya itu bukan permintaanku, tetapi maunya dia sendiri yang menawari mau memijat.
Awalnya ya memijat di ruang bawah sambil aku duduk dan menonton televisi. Sambil ngobrol, dia memijat pundakku. Pijatannya lumayan enak juga.
Lama kelamaan dia menawarkan untuk memijatku seluruh badan. Aku mulanya telungkup di sofa. Tetapi karena memijatnya kurang leluasa akhirnya pindah ke tempat tidurku. Suasana di kamar terasa berbeda, otak mesumku meradang jadinya.
Aku meski sudah mendekati usia 50 tahun, tetapi nafsu sexku masih tinggi. Dalam keadaan telungkup dengan hanya mengenakan celana dalam dan sarung dan bagian atas tidak mengenakan apa-apa, senjataku tidakmau diatur.
Dia tegak dengan kemauannya sendiri. Pada posisi telungkup aku bisa menyembunyikannya, meskipun sarungku sudan dilorot.
Mbak Sun agak nakal juga dia, tangannya sengaja menyenggol-nyenggol kantong menyan, sehingga makin membuat senjataku keras sempurna.
Ketika berbalik, aku tidak bisa lagi menyembunyikan ketegangan itu, Malah kepalanya agak mencuat keluar sedikit dari balik karet kolor celana, sehingga setengah kepalanya jadi seperti mengintip.
Aku tidak mungkin menutupi kemaluanku dengan tangan, karena akan kelihatan norak, jadi aku pasrah saja membiarkan apa adanya. “Wah pak adiknya marah ya, itu mau keluar dari celana,” kata Mbak Sun.
“Ah marah kenapa, yang mana,” kataku pura-pura tidak mengerti. “ Ini ,” katanya sambil menyubit pelan. Aku terjingkat juga ketika tangannya menyentuh ujung penisku. “Geli ya,” katanya. “Bukan geli, tapi enak” kataku.
“Ih bapak genit,” katanya.
“Mbak rasanya sakit kesingset sama celana, boleh nggak dibuka saja,” kataku.
“Sapa takut,” katanya genit sambil menarik kebawah celanaku.
Aku jadi bugil dengan senjata kaliber 15 cm mengeras sempurna sehingga posisinya 45 derajat ke arah perut.
“Mantap juga pak kelihatannya,” kata Mbak Sun sambil menggenggam tangannya ke batang penisku. Pikiranku sudah terbang kemana-mana. Sentuhan tangannya membuat aku makin terangsang, apalagi dia mulai mengocoknya perlahan-lahan. Aku sudah kehilangan akal sehatku dan hanya rangsangan birahi yang memenuhi kalbuku.
Aku mendesis nikmat. Mbak Sun malah menambahkan cream body lotion untuk memperlicin gerakan mengocok tangannya. Cukup lama dia mengocok batang penisku. Aku memang sulit mencapai ejakulasi melalui kocokan, rasanya malah ngilu di sekitar kepala penis. Topi baja penisku memang melebar jadi kalau dikocok pakai tangan jadi agak ngilu mengurangi rangsangan.
“Bapak kok nggak keluar-keluar ya sampai tangan saya pegal,” katanya.
“Iya memang agak susah keluar kalau dikocok,” kataku.
Tiba tiba dikulumnya batang penisku dan Mbak Sun berusaha menghisap sekuat-kuatnya, mungkin dia ingin menarik spermaku agar cepat keluar. Dia mengulum dan hampir semua batang penisku masuk kemulutnya. Kulumannya nikmat tetapi aku masih bisa bertahan tidak muncrat hanya dengan kuluman.
Aku pasif saja dipelakukan begitu, tidak berusaha merambah ke tubuhnya. Aku memejamkan mata.bahkan aku menutup mataku dengan handuk sehingga aku tidak melihat bagaimana dia melakukannya.
Cukup lama Mbak Sun mengoral penisku, “Pak mulutku pegel pak lama-lama, “ katanya mnyudai aksi oralnya. Aku diam saja seperti orang tidur dan tetap menutup mataku. Aku hanya mendengar suara seperti dia sedang membuka baju. Aku tetap pasif dan mematung membujur.
Dari gerakan kasur, aku merasa dia berdiri di kasur dan terasa dia mengangkangi tubuhku. Tidak lama kemudian tangannya meraih batang penisku dan diarahkan ke lubang surganya.
Lalu dia menekan perlahan-lahan sampai akhirnya penisku masuk penuh ke dalam liang vaginanya. Mbak Sun melakukan gerakan maju munur, sepertinya dia berusaha menggesekkan clitorisnya ke batang penisku.
Gerakannya makin lama makin cepat dan dia sendiri pun mengerang sendiri. Mungkin hanya 2 menit dia sudah ambruk menimpa tubuhku dan terasa liang vaginanya berkontraksi memijat penisku.
“Pak maaf ya saya nggak kuat, jadi saya masukkan saja bapak punya ke punya saya, habis kepala saya lama-lama jadi mumet nahan nafsu,” katanya.
“Sekarang gimana,” tanya saya.
“Wah plong banget rasanya pak, anu e bapak enak banget, keras, jadi rasanya turuk saya penuh banget,” kata Mbak Sun.
Posisi aku dibawah memang membuat aku mampu bertahan agar tidak ejakulasi. Sehingga Mbak Sun akhir mendahului mencapai orgasme.
Aku membalikkan posisi dan aku berada di atas sambil mengarahkan batangku memasuki liang surgawinya. Perlahan-lahan aku tekan, Mbak Sun kelihatan meringis. Aku tanya kenapa meringis, dia kata ngrasai enaknya batangku masuk ke lubangnya.
Mungkin karena lebar topi bajanya sehingga ketika aku menarik batangku membuat vaginanya seperti divakum. Ini membuat vaginanya terasa mencekat meskipun sudah dibanjiri cairan orgasme dan pelicin. Aku melakukannya dengan ritme pelan, sambil membayangkan letak G Spot si Mbak Sun agar kesundul topi baja ku.
Mungkin G Spotnya berkali-kali tergerus oleh topi bajaku, sehingga dia merintih-rintih tak terkendali, jika aku percepat, ritme rintihannya juga menjadi ikut cepat, lama-lama rintihannya seperti dia akan mendapat orgasme, mendengar reaksi itu rangsanganku jadi makin memuncak dan aku merasa sebentar lai aku akan melekedak, akhirnya aku mempercepat gerakanku dan mengabaikan rintihannya.
Menjelang aku orgasme dia sudah menjerit mencapai O-nya dan berusaha merangkulkan kakinya ke pinggangku agar tubuhku merapat, terutama kemaluan ku menekan kemaluannya.
Kuhunjam dalam-dalam-dalam batang penisku dan terasa kedutan yang sangat mencekat membuat aku tak mampu lagi bertahan dan tumpahlah semua spermaku ke dalam liang vaginanya. Kelamin kami saling beradu kontraksi sampai akhirnya kami berdua lemas.
“Uedan pak, enak banget rasa ne sampai aku lemes banget, Pak maaf ya pak aku nggak kuat berdiri, mataku ngantuk banget, aku numpang tidur sebentar ya, badanku lemes banget pak,” katanya sesaat selesai orgasmenya.
Mungkin dia mendapat orgasme G Spot yang mengakibatkan badannya lemas dan memebuat ngantuk.
Aku bangkit dan memperhatikan tubuh telanjangnya. Teteknya cukup besar, akhirnya aku tahu BH nya ukuran 38 C, berpinggang dan bagian pinggulnya melebar, pahanya tebal dan bulu jembutnya tidak terlalu lebat, tetapi bentuknya menggunung.
Orang setempat menyebutnya menthul. Warna kulitnya kuning langsat, bagian dalam yang sering tertutup pakaian lebih terang daripada bagian luarnya.
Kutaksir tinggi Mbak Sun sekitar 160 cm, cukup tinggi bagi rata-rata perempuan Jawa. Rambutnya lurus sebahu dan lumayan lebat, bibirnya agak tebal, hidungnya normal tidak termasuk pesek. Meski pahanya tebal, tetapi tumitnya kecil dan dekok (sorry susah menerjemahkan).
Aku kekamar mandi membersihkan senjataku dan membawa handuk lembab untuk membersihkan sisa maniku yang berada dan meleleh di sela-sela vaginya. Beberapa tetes sempat membasahi sprei, tetapi tidak terlalu banyak. Setelah itu kami tidur berselimut dan telanjang ei bawah selimut.
Aku jatuh tertidur mungkin sekitar 3 jam. Karena kulihat jam di dinding menunjukkan jam 1 malam ketika aku terbangun. Kantong kemiku terasa penuh sehingga aku bangkit menuju kamar mandi sambil tetap telanjang dan melepaskan hasrat kecilku.
Tidak lama kemudian Mbak Sun nyusul dan dia langsung duduk dan berdesir suara tekanan kencingnya. Mak Sun juga telanjang bulat ke kamar mandi. Aku membersihkan senjataku, tetapi kemudian diraih oleh Mbak Sun dan disabuninya senjataku lalu diguyur shower dengan air hangat. Dia pun lalu menyabuni memeknya sendiri sambil jongkok.
Setelah mengeringkan diri dia menyeretku kembali masuk ke bawah selimut. “Bapak main e pinter banget sampai aku semaput,” katanya. Di tidur bagaikan kami suami istri.
Tanpa rasa sungkan lagi dia memelukku sambil meremas-remas batangku di bawah selimut. Mendapat perlakuan begitu, perlahan-lahan senjataku jadi mengeras, meskipun tidak sampai 100%.
Tanganku juga ikut meremas dan memelintir putingnya, Putingnya masih termasuk kecil, karena dia belum pernah hamil. Pada kesempatan itu kutanyakan dia apakan sekarang dia sedang masa subur.
Dia menjawab, bahwa dia tidak bisa punya anak. Menurut dokter, indung telurnya tidak sempurna memproduksi telur.
Teteknya yang tebal terasa mantap di telapak tanganku, Aku bangkit lalu menghisap kedua putingnya, sampai kedua nya makin keras. Melalui jilatan di kedua putingnya saja Mbak sun sudah mereintih nikmat.
Tanganku meraba belahan memeknya terasa berlendir. Menandakan dia sudah terangsang dan siap di tusuk kembali. Aku tidak mau terburu-buru, Aku menciumi perutnya dan menjilat di sekitar pusarnya. Mbak Sun menggeliat kegelian .
Kurengangkan kedua kakinya dan mulutku turun terus menciumi gundukan atas memeknya yang ditumbuhi bulu agak jarang. Mbak Sun sungkan dan berusaha menarik kepalaku.
Pak jangan diciumi anuku pak aku, sungkan pak, jijik pak. Aku tidak peduli dengan rintihannya lidahku mulai menyapu belahan memeknya. Kubuka belahan memeknya dengan kedua tanganku terlihat bentuk vaginanya sempurna.
Clitorisnya merah mengkilat menonjol di atas, sehinggan mudah menemukannya, bibir dalamnya tidak bergelambir, meski berwarna ungu tua, di dalamnya berwarna merah muda dan basah.
Mbak Sun berkali-kali berusaha menarik kepalaku ke atas, karena katanya dia malu dilihatin begitu. Tetapi tidak kupedulikan malah aku mulai menjilati clitorisnya. Bagian clitoris yang menonjol menjadi mudah bagiku mencucupnya dan menjilaitnya.
Mbak Sun sudah kelojotan gak karuan, sehingga aku terpaksa menekan kedua lenganku menahan pahanya agar memudahkanku menjilati clitorisnya.
Dia menjerit-jerit nikmat sambil menekan-nekan kepalaku sampai akhirnya menjerit panjang manakala orgasmenya sampai. Terasa seluruh permukaan memeknya berkedut dan celah vaginanya membanjir cairan kental.
Aku bertahan beberapa saat sampai dia menuntaskan orgasmenya baru mulutku kuangkat dari memekunya. Aku lalu duduk bersimpuh dan perlahan-lahan meencolokkan jari manis dan jari tengah ke dalam lubang memeknya sampai ambles semua.
Perlahan-lahan aku kocok. Mulanya tidak ada reaksi dari tubuhnya, t3etapi lama-lama mulutnya merintih nikmat lagi. Makin lama makin keras dan akhirnya aku menandai bahwa dia segera mancapai orgasmenya.
Menjelang orgasmenya cepat-cepat aku tarik jariku dari lubang memek dan membuka lebar belahan memeknya sampai terlihat lubang kencingnya. Tak lama berselang muncrat cairan kental berkali-kali sehingga mengenai mukaku.
“Pak maaf ya pak aku nggak bisa nahan ngompol, sampai kena muka bapak ya,” ‘ katanya sambil mengelap muka ku yang belepotan cairan ejakulasinya.
“Pak sumpah, saya seumur hidup belum pernah ngrasai sampai gini enaknya, kalau sampai saya ketagihan nanti jangan salah in saya Pak,” sambil matanya sayu. Dia mengaku lemas sekali. Tetapi senjataku yang sudah mengacung keras memerlukan penuntasan.
Aku langsung menerjang dan menggenjotnya. Cukup lama juga karena ronde kedua ku biasanya biasanya lama sekali. Sudah setengah jam aku genjot dia sudah berkali-kali mendapat orgasme sampai katanya badannya kayak tidak ada tulangnya.
Dia sudah mohon-mohon untuk menyudahi permainan karena badannya sudah tidak kuat berkali-kali orgasme. Aku tidak perduli dan terus berkosentrasi untuk mendapatkan orgasmeku.
Ketika aku sampai di puncak, Mbak Sun juga menyertai. Aku merasakan kontraksi bersamaan dan Mbak Sun kemudian terdiam dan tak lama keudian dia sudah mendengkur. Aku pun langsung tertidur.
* * *
Sejak saat itu kami hampir setiap hari selalu berhubungan kelamin. Kadang-kadang ketika aku sedang nonton TV, Mbah Sun memelorotkan celanaku lalu duduk dipangkuanku dan menancapkan senjataku ke vaginanya.
Kami duduk berhadapan, aku diam saja, dia yang aktif memainkan peran sampai akhirnya mencapai orgasme. Sering aku tidak sampai orgasme dia sudah lelah, sehingga aku membiarkan pertandingan usai meski aku belum game.
Permainan disambung lagi di tempat tidur sampai tuntas. Mbak Sun ternyata nafsunya besar sekali. Lebih sering dia yang meminta dari pada aku yang memulai. Dia selalu menggoda untuk menjurus pada hubungan sex.
Oleh karena itu selama dirumah kami jarang mengenakan baju. Kami telanjang saja sambil makan, sambil nonton TV, atau kadang-kadang aku bekerja di komputer, barangku di bawah dikulum dan diisap-isap. Jadi kami di rumah ini sudah menerapkan kehidupan nudist.
Aku memang tidak selamanya berada di Jogya, karena beberapa hari aku berada di Jakarta untuk mengawasi jalannya perusahaan di sasana dan berada di rumah . Jika aku tidak di Jogya, Mbak Sun pulang ke rumah orang tuanya, begitu selalu.
Tidak terasa sudah 6 bulan aku hidup bersama Mbak Sun, gajinya sudah kunaikkan menjadi dua kali lipat. Dia senang sekali karena selain gajinya utuh, dia juga sering mendapat uang tips dari aku.
Bersambung…