Sepulang sekolah dasar, aku menggiring sapi-sapiku ke lahan di tepi hutan. Disana biasanya sudah ada Adi dan Sumadi. Mereka juga menggembalakan sapi. Sambil menunggu sapi-sapi merumput kami bertiga melakukan berbagai aktivitas, seperti mencari ikan di sungai, atau menguras parit-parit kecil (kami menyebutnya nube) yang ada ikannya, mencari buah-buahan yang dapat dimakan seperti jambu biji, petai cina atau tebu. Anak gembala memang agak rakus, yang kami biasa menyebutnya nggragas.
Bahkan kalau kami mandi di sungai mereka ikut bergabung. Kami kalau mandi tidak pernah pakai basahan, atau celana. Kami mandi telanjang. Biasanya ketika melepas celana, burung kami tutup dengan menangkupkan tangan ke bagian kemaluan lalu buru-buru terjun ke air. Ina dan Rini mereka mandi masih pakai basahan, yaitu celana dalam mereka.
Meskipun mereka tidak menutup bagian dada mereka, tetapi kami tidak tertarik memandangi tetek mereka. Seingatku tetek mereka berdua belum besar, meski agak sedikit lebih bengkak dari milik kami yang laki-laki.
Mungkin karena kami orang desa yang jauh dari informasi kota, jadi tidak ada rasa malu kami mandi bersama. Pada waktu itu, televisi masih terbatas hitam putih, dan masih sangat jarang orang yang memiliki. Aku sesekali menonton televisi di balai desa. Itupun di layarnya seperti banyak semutnya.
Aku ingat pada waktu itu Ina dan Rini masih duduk di kelas empat. Aku juga kelas empat tetapi beda sekolah.
Kami berlima sangat kompak dan saling membantu. Meski mereka cewek, tetapi mereka mau membantu menarik atau menggiring-sapi-sapi gembalaanku.
Namun kekompakan kami tidak berlangsung lama, karena ketika aku naik ke kelas lima Sumadi tidak lagi memiliki sapi, karena dijual orang tuanya. Sumadi sendiri kemudian diminta membantu bertani oleh ayahnya. Adi juga tidak lagi menggembala, karena orang tuanya ikut transmigrasi.
Tinggallah aku dan Rini serta Ani. Kami masih kompak bertiga. Karena aku tidak mempunyai teman menggembala, maka mereka sering menemani main di daerah gembalaan. Kuingat waktu itu orang tuaku menukar sapinya dengan 3 ekor kerbau. Aku lebih senang menggembala kerbau karena lebih menurut dan yang paling asyik bisa kami naiki. Rini dan Ani paling senang ikut jalan pulang sambil menaiki kerbauku.
Kegiatan kami bertiga masih seperti dulu termasuk mandi di sungai sambil menunggu kerbau berendam di air.
Ada yang agar berbeda setelah kedua cewek itu kelas 5, mereka sekarang kalau mandi pakai basahan atasan seperti singlet atau kaus oblong. Aku mulanya tidak menghiraukan, tetapi akhirnya mataku menangkap bahwa dibalik basahan atas itu ada menyembul tetek mereka yang mungkin tumbuh lebih besar.
Kedua cewek itu meski suka mandi di sungai, tetapi mereka tidak bisa berenang. Sedang aku sangat mahir berenang, terutama gaya bebas atau gaya berenang kali. Sungai yang suka kami jadikan tempat mandi bukanlah sungai yang terlalu besar. Lebarnya hanya sekitar 10 meter dan juga tidak terlalu deras dan banyak bagian yang dangkal. Aku bersama kedua cewek itu sering mencari kijing, semacam kerang yang hidup di sungai. Kami mencarinya dengan meraba-raba dibagian bawah pasir. Jika dapat banyak kami bawa pulang dan menyerahkan ke emak untuk dibuat masakan. Tetapi jika tidak banyak biasanya kami kumpulkan di bagian tepi sungai lalu kami pagari agar tidak hanyut.
Mencari kijing sering kali di area yang agak dalam yakni airnya setinggi dada anak-anak. Aku biasanya harus menyelam dan hasilnya aku berikan kepada mereka yang menunggu sambil berdiri.
Pada waktu menyelam aku sering memandangi kemaluan mereka yang terbungkus celana dalam putih. Jika terendam air, maka belahan kemaluan mereka terlihat agak jelas. Entah kenapa aku senang melihat belahan memek mereka yang terendam air. Kalau mereka mentas aku tidak bisa leluasa menatap ke memek mereka.
Mungkin dengan pertambahan usia ada dorongan lebih besar untuk mengetahui kemaluan lawan jenis serta mungkin rangsangan sex mulai tumbuh juga. Dulu ketika kelas 4 aku masih tidak peduli dengan perempuan. Tapi setelah kelas 5 ada rasa malu, tapi ada rasa penasaran ingin tahu.
Kebetulan badanku agak bongsor dibanding Ani dan Rini meskipun usia kami sebaya, tetapi tinggiku sejengkal lebih dari mereka.
Karena badanku agak tinggi maka mereka sangat mengandalkan aku mencari kayu bakar. Aku bisa memanjat pohon untuk menarik dahan-dahan kering, atau menarik batang kayu lalu memotongnya dengan golok. Entah kenapa menurut anggapanku, tenaga perempuan sangat lemas, sehingga untuk memotong kayu kering mereka kelihatannya kurang kuat. Pertolonganku sangat mereka berdua dambakan.
Tidak ada pamrih apa-apa atas pertolonganku kepada mereka, Aku hanya senang bersahabat, senang menolong mereka. Aku kadang-kadang membawa jajanan, seperti ubi rebus, pisang rebus buatan emak. Keluarga ku termasuk lebih baik ekonominya dibandingkan keluarga Ani dan Rini.
Di luar areal penggembalaan, kami juga berteman akrab. Beberapa kali aku membantu menimba air dari sumur di rumah Rini dan Ani. Maklum orang tua mereka janda. Aku jadi akrab dengan keluarga mereka.
Cerita erotisnya bermula dari kejadian ketika seperti biasa aku mengajak mereka mandi sungai setelah selesai mengumpulkan kayu dan aku sekalian menunggu kerbau berendam. Ani menolak, karena katanya dia tidak punya ganti. Dia tidak pakai daleman, artinya tidak pakai celana dalam dan kaus singlet.
Pada waktu itu aku berpikir polos saja, tanpa maksud macam-macam. Aku menawarkan bertiga mandi telanjang. Mulanya Rini dan Ani agak keberatan karena katanya malu. Aku beralasan tidak perlu malu karena tidak ada orang lain di situ. Selain itu kita bertiga kan sudah lama kenal bahkan sejak kecil. Jadi sudah biasalah melihat masing-masing telanjang.
Mereka tetap merasa malu. Namun sebenarnya mereka memang ingin mandi karena badannya gatal, mungkin karena tadi terkena bulu bambu (lugud) Mereka malu terhadapku. Waktu itu aku menemukan solusi. Aku menawarkan untuk menjauh dari mereka ketika mereka buka baju dan masuk ke air. Aku berenang ke hilir, menghampiri kerbauku dan aku waktu itu memulai membuang rasa malu dengan langsung telanjang di depan mereka. Ani dan Rini membuang muka ketika tahu aku mau bertelanjang Aku berenang ke hilir.
Jaraknya tidak terlalu jauh, tetapi karena sungainya berbelok, jadi aku memang tidak bisa melihat mereka. Setelah mereka memberi aba-aba telah nyemplung ke air, barulah aku kembali menghampiri mereka.
Kami bercanda, siram-siraman air, dan yang istimewa hari itu kami bertiga telanjang mandi di sungai. Aku mengajari mereka ciblon ( atau main air yang menimbulkan suara). Untuk bisa melakukan ciblon badan harus terendam air paling tinggi sepinggang, sehingga leluasa melakukan gerakan.
Mereka ingin melakukan ciblon, tetapi malu karena tetek yang baru numbuh akan terlihat oleh ku. Aku biarkan saja mereka bertahan dengan rasa malu, karena tidak mungkin dipaksa mereka agar tidak malu.
Nah sejak itu di hari-hari berikutnya kami bertiga jadi terbiasa mandi telanjang. Kami lebih suka karena tidak ada baju basah yang kami pakai sampai kerumah. Karena terbiasa telanjang, lama-lama jadi berkurang rasa malunya. Ani dan Rini mulai berani keluar dari air sampai setinggi pinggang. Artinya mereka membiarkan aku melihat tetek mereka yang baru tumbuh.
Sejujurnya aku tertarik melihat tetek-tetek itu, tetapi agar mereka tidak malu, aku bersikap seolah tidak pernah menatap tetek mereka.
Kami jadi tidak terhalang lagi oleh rasa malu. Mereka hanya masih menyembunyikan kemaluan mereka. Sedang aku entah karena ada bakat exhibionis atau apa aku bebas saja melepas celana ku dan masuk ke air. Sedang mereka saat itu tidak mensyaratkan aku berpaling, mereka hanya menutup memeknya dengan tangan lalu masuk ke air.
Kami bercanda di air. Aku sering menyelam dan tiba-tiba muncul diantara kedua kaki Ani atau Rini. Jadinya mereka seperti tergendong di pundakku lalu menjatuhkan diri sambil berteriak-teriak.
Aku ingat pada waktu itu, jika aku sering bersentuhan dengan tubuh mereka, penisku jadi mengeras. Kadang-kadang aku malu kalau sedang ngaceng begitu, sehingga mentasnya agak lama. Tapi yang sering meski ditunggu mentas lama sampai kedinginan , penisku tidak bisa turun dari ketegangan. Mereka bertanya-tanya kenapa ketika mentas aku menutup kemaluanku, sedang tadi waktu masuk ke air tidak malu.
Aku nggak bisa beralasan kecuali jujur ku katakan bahwa kemaluanku ngaceng. Keduanya saling berpandang-pandangan karena tidak ngerti arti ngaceng. Aku bilang saja bahwa burungku tegang. Mereka malah makin bingung. Maklumlah anak desa yang masih polos dan belum banyak mengerti soal sex.
Rini dan Ani rupanya penasaran dan memaksa aku menunjukkan burungku yang tegang. Aku awalnya menolak, karena malu. Entah ide dari mana aku kemudian mau dengan syarat barter. Artinya kalau aku menunjukkan kepada mereka kemaluanku yang tegang, aku harus diperbolehkan melihat kemaluan mereka juga.
Mereka keberatan dengan tawaran itu. Jadinya aku tetap tidak memperlihatkan. Tapi Ani rupanya lebih penasaran dibanding Rini, sehingga dia mengalah lalu membujuk Rini agar ikut memperlihatkan memeknya juga.
Posisi kami pada waktu itu sudah memakai celana sehabis mandi. Maka kami sepakat bersama-sama membuka kemaluan kami pada hitungan ketiga. Kami sama-sama menghitung dan pada hitungan ke tiga Aku, Ani dan Rini menurunkan celana. Tetapi Rini dalam sekejap sudah menaikan lagi lalu diikuti Ani, maka aku pun ikut menaikkan celana. Sehingga baik aku maupun mereka sama-sama tidak jelas melihat kelamin lawan jenis.
Kami tidak puas dan membuat aturan baru bahwa setelah hitungan ketiga, kami memperlihatkan diri dan tetap terbuka sampai hitungan ke sepuluh yang dimulai dari angka satu lagi. Akhirnya kami saling memperlihatkan kemaluan kami masing-masing dalam waktu sekitar hanya kurang dari 10 detik.
Aku sebenarnya kurang puas, karena harus melihat 2 memek sekaligus dan bentuknya hanya seperti belahan pantat yang kecil saja. Sedangkan kemaluan ku bisa terlihat semua tidak ada yang disembunyikan. Tapi aku mau protes, tidak tahu apa yang harus kukatakan, karena pada waktu itu aku mengira ya memang sesederhana itu saja kemaluan cewek.
Ternyata yang protes malah Ani. Dia ingin melihat lebih jelas lebih dekat, Dia bertanya, kenapa penis yang tadinya kuyu bisa mengeras dan membesar. Dia juga merasa lucu melihat kepala penisku yang seperti topi baja. Waktu itu aku memang sudah sunat.
Ani meminta aku membuka lebih lama dan memperbolehkan dia melihat lebih dekat, karena penasaran saja. Aku setuju adalah mereka juga mau memperlihatkan lebih lama.
Ani yang penasaran memaksa Rini untuk menerima syaratku. Rini meski kelihatan berat hati karena malu akhirnya setuju juga.
Giliran pertama aku harus berbaring dan membuka celanaku. Merasa akan diperhatikan, penisku menegang. Ani dan Rini cekikikan melihat profil penisku. Dia menanyakan kantong zakar, lalu kepala penis. Yang cilaka aku diminta mereka untuk melemaskannya. Permintaan itu tidak mungkin aku bisa lakukan. Sampai saat itu aku belum mengenal onani.
Aku tidak bisa menjawab ketika ditanya kenapa. Aku hanya mengatakan bahwa penis ini mengeras dan mengendur sendiri bukan karena keinginanku.
Dari hanya memperhatikan dari dekat, akhirnya Rini malah penasaran ingin memegang. Dia ingin tahu sekeras apa penisku. Tanpa ngomong apa-apa dia menekan batang penisku dengan ibu jari dan telunjuk.
Aku terkejut dan badanku seperti dialiri listrik karena merasa kenikmatan disentuh. Melihat aku terkejut, Rini pun terkejut dan melepas sentuhannya. Ketika mereka mengira aku kesakitan, aku terus terang mengatakan bahwa sentuhan itu rasanya enak dan nyetrum ke seluruh tubuhku. Aku lalu minta Rini menyentuh lagi, Ani malah ikut-ikutan menekan penisku. Tanpa kusadari aku mendesah nikmat.
Mereka jadi seperti disemangati oleh desahanku. Tiba-tiba ada dorongan kuat dari dalam diriku dan aku mencapai orgasme untuk yang pertama kali dalam hidupku. Waktu itu aku belum mengeluarkan sperma, sehingga penisku hanya berkedut-kedut saja. Aku segera menyingkirkan kedua tangan mereka karena tiba-tiba penisku terasa sangat geli kalau disentuh.
Aku membekam penisku sampai orgasmenya reda. Mereka terheran-heran melihat aku seperti kesurupan. Setelah reda orgasmenya aku mengatakan bahwa baru saja aku merasakan suatu kenikmatan yang amat sangat dan belum pernah aku rasakan. Pelan-pelan penisku melemah dan akhirnya kempis. Proses itu diikuti oleh mereka dan ketika sudah melemah mereka kembali menekan-nekan penisku yang lembek.
Aku lalu ingat janji mereka untuk memperlihatkan organ mereka. Ketika mereka kutagih, keduanya ingkar dan berusaha menyembunyikannya. Aku tentu sangat kesal, tapi tidak mungkin memaksa mereka.
Aku diam saja dan mengatakan kepada mereka bahwa aku marah, karena Ani dan Rini tidak adil. Keesokan nya aku tidak mau membantu mereka mencari kayu bakar. Aku bahkan menjauh dari mereka.
Hanya dua hari mereka bisa bertahan berjauhan dengan ku. Pada hari ketiga Ani dan Rini mendekatiku dan merayuku untuk rujuk kembali dan mereka mengaku salah. Bukan itu saja mereka mau menepati janjinya, asalkan aku mau membantu mereka kembali mencari kayu bakar.
Aku menerima pertemanan mereka dan langsung menuntut janji mereka. Pertama aku minta Ani berbaring dan membuka celana dalamnya. Ani berbaring dan langsung mengangkang. Terlihat belahan memek dan di bagian dalamnya agak berwarna merah. Aku mencoba menyibak belahan memeknya, terlihat ada seperti gelambir kecil dan lubang kecil di bawahnya.
Di situ aku baru tahu bahwa memek tidak mempunyai lubang di depan, tetapi di bagian bawah. Di bagian depan lipatan memek malah tidak ada apa apa. Aku menyentuh gelambir kecil yang sekarang ku tahu bahwa itu adalah labia mayora. Ani terjungkat ketika bagian itu kusentuh. Dia mengatakan geli, sehingga dia menepis tanganku. Puas melihat memek Ani aku menuntut Rini juga menunjukkannya.
Memek Rini sama dengan Ani, hanya yang mengesankan bagiku, gundukan memeknya lebih gemuk. Rini pun berjungkat ketika gelambir kecil memeknya aku sentuh. Ketika aku mengobservasi memek mereka, kemaluanku tegang sekali. Mereka kemudian menuntut untuk melihat kembali kemaluanku. Aku tanpa menunggu lama langsung memelorotkan celanaku sambil berdiri. Ani dan Rini jongkok di depanku sambil tangannya menyentuh kemaluanku. Rini meremas kantong zakarku. Aku berteriak karena sakit. Mereka kucegah menekan bagian itu kuat-kuat. Keduanya lalu seperti pertama dulu menekan-nekan penisku sampai aku kembali orgasme. Ani dan Rini senang melihat proses penisku menyusut.
Sejak saat itu tidak ada lagi rasa malu di antara kami. Namun keakraban itu sangat kami rahasiakan. Meskipun aku ingin sekali bercerita kepada banyak orang mengenai pengalamanku dengan perempuan karena pengalaman ini kurasakan sangat luar biasa, tetapi aku terpaksa menahannya dan menyadari kalau cerita itu terbuka keluar maka aku akan menghadapi masalah dan membuatku juga malu.
Aku jadi rajin mengembala, dan Ani serta Rini rajin pula mencari kayu bakar. Kegiatan diakhiri dengan mandi di sungai bersama-sama. Kami tidak lagi merasa perlu mandi dengan basahan, sebab sudah tidak ada lagi rasa malu diantara kami bertiga. Aku bahkan tidak hanya mandi bersama tetapi biasa bermain diair sambil bergulat memeluk dan memegang tetek maupun kemaluan mereka. Aku pun begitu. Kadang-kadang aku digeret dari pinggir sungai sampai masuk ke air dengan memegang penisku.
Kegiatan selalu diakhiri dengan aku mencapai orgasme setelah dipegang-pegang oleh tangan kedua cewek. Entah karena naluriku atau juga naluri dari cewek-cewek itu, akhirnya kami menemukan permainan mengocok penisku sampai aku orgasme. Sebabnya penisku tak kunjung mencapai orgasme hanya dengan dipegang-pegang saja. Lama-lama jadi agak Imun.
Selanjutnya aku menemukan kenikmatan ketika memeluk salah satu dari cewek itu dari belakang. Penisku yang menegang menusuk belahan pantat. Rasanya nikmat sekali. Sampai sejauh itu baik aku maupun kedua cewek itu belum mengetahui hubungan sex antara pria dan wanita. Aku menemukan permainan baru yang menimbulkan kenikmatan lebih tinggi dengan menggesek-gesek penisku di belakang belahan pantat mereka.
Ani maupun Rini senang dibegitukan meskipun mereka sering mengeluh merasa geli. Aku juga paling senang meremas-remas susu mereka yang baru tumbuh, karena rasanya kenyal dan nikmat sambil aku memeluk dari belakang.
Mereka berdua mengaku merasa nikmat jika aku meremas-remas gundukan kemaluan mereka. Hanya saja mereka marah jika ketika aku meremas memek mereka lalu jariku yang terperosok ke dalam belahan memeknya aku cium. Menurutku bau memek mereka agak aneh. Apalagi sebelum mandi, baunya agak pesing. Tetapi setelah mandi, nyaris tidak ada baunya. Jariku kadang-kadang terkena lendir yang kalau sudah gitu aku mencucinya dan membersihkannya dengan pasir. Aku merasa geli jika lendir itu terkena di jariku. Tapi anehnya aku suka mengorek-ngorek memek mereka meski risikonya terkena lendir.
Bahasa kami waktu itu adalah turuk untuk menyebut memek, dan peli untuk menyebut penis.
Sebagai penggembala kerbau aku terbiasa melihat kerbau melakukan hubungan kelamin. Namun kali ini aku tertarik melihat hewan peliharaanku melakukannya. Entah kenapa, kemaluanku jadi menegang. Aku memperhatikan apa yang dilakukan kerbauku ketika kawin. Semula aku mengira, batang penis kerbau dimasukkan ke lubang pantat betinanya. Namun kemudian setelah aku amati lebih jeli ternyata bukan masuk ke lubang pantatnya.
Ketika aku mengamati kerbauku kawin aku sempat diejek Rini dan Ani. Kata mereka aku melihat apa kok serius sekali. Aku katakan, penasaran ingin tahu apa yang dilakukan kerbau kawin.
Rini dan Ani ternyata lebih tahu. Baru kutahu ketika Ani menceritakan bahwa binatang kawin itu dengan memasukkan kelamin prianya ke lubang kelamin betinanya. Dengan begitulah mereka kemudian punya anak.
Entah kenapa sejak penjelasan itu aku jadi punya keinginan seperti yang dilakukan kerbau-kerbauku. Jika sebelum ini kami bermain peluk-pelukan di dalam air dan aku menyelipkan penisku di pantat mereka, sekarang aku punya ide permainan, kawin-kawinan.
Masih di dalam air baik Ani maupun Rini aku suruh menunduk dengan bertopang pada lutut, lalu aku menusukkan penisku di belahan pantat mereka. Mulanya Ani dan Rini tidak mau, tetapi karena aku terus membujuk mereka akhirnya mau. Mereka katanya takut punyak anak.
Aku jadi ketagihan main kawin-kawinan. Setelah berkali-kali dan ternyata Ani dan Rina tidak punya anak akhirnya kami jadi sering main begituan. Kalau dulu kami mainnya di dalan air, setelah itu kami main di luar. Aku tidak tahu waktu itu bahwa penis itu harus dimasukkan ke dalam lubang vagina. Sebab dengan menyelipkan penisku diantara lipatan memeknya sudah terasa nikmat sekali.
Rini dan Ani sering menolak aku ajak main kawin-kawinan, karena mereka merasa memeknya geli.
Aku ingat suatu waktu ketika kami sedang mengumpulkan kayu, di tengah hutan menemukan semacam bangku, bekas orang membuat papan di hutan. Aku tidak ingat apakah Rini atau Ani yang memulai. Tapi dia mencopot celananya dan tidur telentang dibangku itu lalu aku diminta buka celana. Penisku dipegangnya lalu seperti dioles-oleskan ke belahan memeknya. Katanya penisku menimbulkan kenikmatan. Aku memang melihat dia kadang-kadang mengejang. Sementara aku diam saja karena aku juga merasa nikmat. Tapi perbuatan mereka itu tidak bisa mengantarkan aku sampai orgasme. Kedua-duanya melakukan itu dan reaksinya sama, mereka kadang-kadang mengejang.
Aku sebenarnya kurang suka karena penisku kena lendir mereka dan baunya agak pesing, Tapi karena mereka terlihat nikmat aku jadi mengalah saja.
Berkali-kali kami melakukan adegan itu, sampai aku melihat lubang di memek yang kelihatan memerah. Aku pikir lubang itu yang bisa dimasuki penisku seperti kerbau memasukkan penisnya kelubang belakang betinanya.
Aku katakan akan mencoba menusuk lubang itu. Mulanya mereka mau mencoba, tetapi ketika di coba mereka mendorongku karena terasa sakit. Aku sampai hampir jatuh kejengkang ketika Ani mendorongku. Ketika kucoba ke Rini dia juga akhirnya mendorongku, karena katanya memeknya perih.
Meski mereka tidak mau tapi, aku tetap penasaran. Mereka masih tetap ketagihan mengoser-oser penisku di belahan memeknya. Jika semula tangan mereka yang memegangi penisku, kini kuambil alih akulah yang mengoser-oser. Aku perhatikan jika lama aku mengoser-oser ke memek Ani, dia lama-lama ngompol karena memeknya jadi makin basah. Si Rini sama juga. Ani mulai kejang-kejang jika aku menggesekkan kepala penisku ke belahan memek mereka.
Aku sudah bertekad mengambil kesempatan untuk menusukkan penisku ke dalam lubang memek Ani ketika dia sedang mengejang. Saat Ani mulai mengejang aku terus menggesekkan penisku sampai dia mendesis desis. Kepala penisku sudah tepat di depan lubang memek yang merekah merah. Dengan gerakan tiba-tiba aku tekan sekuat tenaga. Penisku yang keras itu masuk seluruhnya ke dalam lubang Ani. Dia menjerit dan menangis, tetapi tangannya menahan pinggulku .
Padahal aku ingin mengeluarkan penisku dari lubang itu, takut nyangkut seperti anjing. Ani menahannya, katanya memeknya perih. Tapi ketika aku bilang kalau tidak dilepas nanti takutnya gancet (istilah kelamin anjing yang tak bisa lepas sesaat ketika habis bubungan kelamin). Ani akhirnya melemaskan pegangannya dan aku diarahkan menariknya pelan-pelan. Aku lega karena penisku bisa lepas dari lubang memeknya, tetapi aku takut, karena penisku berdarah. Hari itu Ani marah dia mengajak pulang Rini sambil tertatih-tatih membawa kayu bakar.
Keesokan harinya Aku tidak melihat kedua cewek itu. Aku sebetulnya ingin minta maaf jika mereka datang. Ani masih cemberut ketika kutemui bermain dekat rumahnya. Dia tidak mau banyak bicara ketika kuajak bermain.
Aku akhirnya pasrah dan membiarkan Ani membenciku. Padahal aku pun tidak tahu kalau perbuatan itu mengakibatkan dia berdarah. Tadinya aku kira penisku yang luka. Tetapi setelah aku cuci tidak ada bagian yang terluka. Aku jadi mengingat-ingat kejadian berdarah itu. Penisku terasa terjepit oleh memek Ani dan nikmat sekali. Tapi aku sempat kalut ketika tiba-tiba teringat anjing kawin bisa gancet.
Di hari ketiga Ani dan Rini kembali muncul. Ani kelihatannya sudah melupakan marahnya dan mengajak aku mencari kayu. Entah dia terpaksa berbaikan dengan aku atau memang dia bisa menerima kesalahanku. Tapi bisa saja dia terpaksa, karena tanpa bantuanku dia tidak bisa mendapat banyak kayu bakar. Atau mungkin juga dorongan Rini yang juga merasakan tidak bisa mengumpulkan kayu bakar lebih banyak tanpa bantuanku.
Namun kali itu mereka tidak mau ketika kuajak mandi bareng. Mereka berdua memilih pulang lebih cepat. Aku kemudian juga kehilangan selera mandi di sungai sendirian. Aku memilih nanti saja mandi di sumur di rumah.
Seminggu kira-kira hubungan kami agak renggang. Setelah itu hubungan kami kembali normal dan keduanya mau mandi bareng lagi di sungai dengan telanjang. Aku tidak berani memeluk keduanya dari belakang seperti yang aku lakukan sebelumnya. Aku takut Ani marah. Jadi kami hanya bercanda dengan bermain air dan saling siram. Aku sempat heran juga ketika kami mentas, Ani berinisiatif mengocok penisku sampai aku memuncak.
Entah dorongan nafsu atau ingin mendapat kenikmatan lagi Ani meminta pinjam penisku untuk dioles-oleskan di belahan memeknya. Si Rini pun juga minta begitu. Posisi kali ini bukan di hutan yang ada bangkunya, tetapi di pinggir kali. Aku membuat tatakan dari daun-daunan di balik kerimbunan semak sehingga jika ada orang lewat tidak bisa langsung melihat kami. Ada rasa khawatir, meskipun di tempat itu jarang sekali ada orang melintas.
Saya duduk bersimpuh sementara Ani tidur telentang dan mengangkangkan kedua kakinya lalu dilipat. Penisku diraihnya lalu dia menggesek-gesekkan ke belahan memeknya. Kulihat dengan seksama apa yang dilakukan Ani. Dia sebenarnya menekan-nekankan penisku di belahan memeknya, sehingga aku merasa penisku seperti ditarik-tarik. Aku mencoba mengikuti irama gerakannya. Ketika dia menekan ke memeknya aku ikut membantu dengan mendorongkan penisku. Berkali-kali melakukan gerakan itu, kepala penisku seperti terbenam. Rasanya nikmat sekali sehingga aku menginginkan mendorong terus. Memek Anik terasa licin sehingga ketika kuperhatikan penisku agak banyak terbenam ke dalam lubang memek Ani.
Ketika sudah mencapai separuh penisku berada di dalam memeknya, Ani kutanya apakah dia merasa sakit. Dia hanya menggeleng. Aku tidak mengatakan bahwa penisku sudah masuk ke dalam memeknya, karena kupikir dia pasti bisa merasa. Aku merasa kenikmatan yang luar biasa karena penisku berada di dalam lubang hangat dan terasa sangat menjepit. Tangan Ani kuangkat dan aku minta untuk menggantikan kerja tangannya. Sambil kugerak-gerakkan aku mendorong terus penisku masuk ke dalam memeknya. Herannya penisku masuk terus sampai seluruhnya tenggelam. Pada waktu itu aku teringat lagi soal anjing gancet. Maka kutarik pelan-pelan penisku .
Terasa sekali nikmatnya. Ketika akhirnya bisa terlepas, baru aku yakin bahwa kami tidak gancet, sehingga aku masukkan lagi penisku dan kali ini agak mudah masuknya. Aku terus mendorong sampai mentok. Kulihat reaksi ani bukan kesakitan. Ani kutanya pa yang dia rasakan, kata dia enak banget, karena memeknya terasa penuh dan mengganjal. Malah katanya lebih enak dari pada hanya dioles-oleskan di belahan memeknya. Aku menarik kembali pelan-pelan tapi tidak sampai lepas. Kuraksakan kenikmatan menjalari seluruh batang penisku dan ke seluruh tubuh.
Aku teringat gerakan kambing dan anjing kalau kawin. Hewan itu jantannya melakukan gerakan maju mundur, maka aku kemudian melakukan gerakan itu dengan ritme yang cepat. Ani mendesis-desis, sambil berkata,” aduh enak banget……”
Rini yang memperhatikan apa yang kami lakukan bolak balik nanya ke Rini, enak gimana. Ani yang terus dicecar pertanyaan menjawab rada kesal sambil berteriak lirih “ Enaaaaak banget..”
Aku pun merasa enak sekali, jauh lebih enak dari pada dikocok pakai tangan.
Aku tidak lagi bersimpuh tetapi sudah telungkup dan bertumpu pada siku, sambil terus melakukan gerakan maju mundur sampai akhirnya ada gelombang nikmat yang luar biasa. Saat yang kemudian aku kenal dengan orgasme aku menancapkan dalam-dalam penisku di memek Ani. Agak lama aku melepaskan denyutan penisku sampai akhirnya kenikmatan itu berangsur-angsur menurun. Aku menarik pelan-pelan penisku.
Sempat kuperhatikan, tidak ada darah di penisku, tetapi penisku penuh dengan lendir.
Ani masih tidur telentang di semak persembunyai kami. Sementara aku keluar dari semak langsung nyebur ke sungai dan membersihkan penisku dari lendir-lendir dari memek Ani.
Ketika sedang asyik mandi, Rini memanggilku. Dia minta aku memeriksa Ani karena tidak bisa bangun. Aku sempat terkesiap. Ani aku datangi di semak persembunyian. Ketika kutanya dia ternyata bisa menjawab. Ani minta aku memasukkan lagi penisku. Aku yang baru mentas dari sungai dan masih telanjang, penisku belum tegang. Ketika aku coba memasukkan ke lubang memek Ani, tidak bisa masuk karena masih lemas. Tapi lama-lama makin mengeras sampai akhirnya keras seperti semula. Pada saat mengeras itulah aku baru berhasil memasukkan kembali penisku ke dalam memek Ani. Aku kembali merasakan kenikmatan seperti tadi. Aku sudah agak mengerti melakukan gerakan .
Kali ini kenikmatan yang memuncak terasa lama sekali sampainya. Aku terus menggenjot. Ani mendesis-desis lalu tiba-tiba ia peluk aku erat-erat dan kedua kakinya melingkar ke badanku. Aku tidak bisa bergerak. Penisku terasa seperti diremas-remas oleh memek Ani. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berkata enaakk banget.
Setelah melongarkan pelukan aku kembali menggenjotnya lebih cepat. Aku bersemangat, tetapi dalam hati bertanya, kenapa lama sekali gak nyampe kenikmatan seperti yang pertama tadi. Tiba-tiba Ani berteriak, terus-terus. Teriakan itu merangsangku sehingga aku makin cepat bergerak sampai akhirnya aku mencapai puncak kenikmatan lagi. Ani kembali memelukku erat sekali dan kakinya juga merangkul tubuhku.
Aku merasa lemas dan penisku ketika kutarik keluar dari memeknya sudah agak menciut.
Aku berbaring di samping Ani. Setelah istirahat sebentar kami lalu nyebur ke sungai. Ani berubah manja terhadapku. Dia berkali-kali minta aku gendong di dalam air.
Ani menceritakan kenikmatan yang baru dia dapatkan tadi kepada Rini. Ani memaksa Rini mencoba. Rini masih takut karena melihat Ani dulu berdarah dan kesakitan. “Sakitnya Cuma sebentar saja, sesudah itu enaknya luar biasa,” kata Ani.
Sebetulnya selepas mandi itu aku diminta Ani melakukannya ke Rini, tetapi karena hari sudah semakin sore, kami urungkan dan kami berjanji besok akan kami lakukan.
Aku sudah yakin bahwa manusia berbeda dengan anjing. Karena tidak bisa gancet. Oleh karena itu ketika aku melakukannya ke Rini aku sudah lebih percaya diri. Lubang memek Rini agak susah dimasuki, karena penisku berkali-kali terpeleset.
Berbeda ketika melakukan dengan Ani, Kepada Rini aku menekan penisku pelan-pelan sampai penisku bisa masuk. Saat penisku tidak bisa masuk lagi, padahal sudah hampir separuh berada di jepitan memeknya, aku pikir lubang memek Rini dangkal. Rini merasakan sakit, tapi katanya dia masih bisa tahan. Karena lubangnya dangkal aku jadinya melakukan gerakan dengan tidak sampai penisku separuh terbenam. Aku mulai merasakan nikmat sampai-sampai aku lepas kontrol.
Tekanan penisku ke dalam memek Rini mungkin terlalu kuat sehingga Rini menjerit dan menangis. Aku terkejut juga dan meraba penisku, ternyata mentok alias masuk seluruhnya ke dalam memeknya. Rini menahan gerakanku karena dia merasa memeknya ngilu. Aku menuruti kemauannya, meski pelan-pelan melakukan gerakan maju dan mundur. Merasa pegangan Rini melonggar aku mempercepat gerakan sampai akhirnya aku mencapai kenikmatan yang luar biasa. Aku biarkan sebentar penisku di dalam memek Rini sampai kenikmatan penisku reda.
Aku kembali takut ketika penisku berdarah. Kuperiksa seluruh batang penisku, tetapi tidak ada yang terluka. Berarti darah itu berasal dari memek Rini. Aku makin yakin karena Rini mengeluh memeknya perih. Aku dan Ani membimbing Rini masuk ke sungai dan mencuci memeknya. Rini masih meringis, katanya memeknya perih kena air sungai. Sekedar Untuk Kesenangan dan Kepuasan Ani mengatakan pada Rini bahwa pada awalnya memang perih, tapi setelah itu enak banget.
Penisku digenggam-genggam Ani dan dia menyeretku masuk ke semak-semak. Ani minta aku memasukkan kembali penisku ke dalam memeknya. Penisku baru setengah tegang. Agak susah jadinya memasukkan ke dalam lubang Ani. Setelah dicoba berkali-kali dan dengan bantuan tuntunan tangan Ani penisku bisa masuk. Aku kembali menggenjot Ani. Dia merintih-rintih dan berkali-kali minta aku berhenti sebentar sambil memelukku dan aku merasa memeknya berdenyut-denyut. Aku terus menggenjot sampai akhirnya aku mencapai puncak kenikmatan.
Tiga hari kemudian baru Rini mau mencoba lagi penisku memasuki memeknya. Dia mengatakan masih agak sakit, tetapi terasa agak enak. Aku menggenjotnya sampai aku mencapai kenikmatan. Aku ingat kemudian aku mengulangi lagi. Pada ronde kedua itu Rini sudah kurang merasakan sakit. Dia juga mendesis desis seperti Ani dan sempat memelukku erat sekali dan aku merasakan penisku dicengkeram oleh memeknya. Rini baru mengakui ke Ani bahwa permainan ini nikmat sekalai.
Sejak itu kami selalu main kawin-kawinan . Ketika aku menyelesaikan kelas 6 dan akan masuk SMP, orang tuaku memboyong aku pindah ke kota. Kami akhirnya berpisah dengan Ani dan Rini. Aku sering merindukan mereka, terutama keinginanku main kawin-kawinan. Kalau diantara pembaca ada yang merasa sebagai Rini atau Ani tolong tinggalkan email kalian. Aku ingin bertemu kalian. Janji aku tidak menuntut kita main kawin-kawinan lagi.