Cerita Sex Dinda Kirana – Cerita ini mengandung unsur pornografi. Bagi Anda yang di bawah umur, tidak menyukai pornografi, atau tidak mengerti mana kehidupan nyata dan mana kehidupan cerita fiksi diharapkan jangan membaca cerita dewasa ini yang bisa menyebabkan tegang dimana-mana. Tak kan ada yang bertanggung jawab atas perbuatan Anda di kehidupan nyata.
Tak ada wanita, pria, menteri, politikus, ormas, wasit, fans, ataupun hewan yang tersakiti dalam pembuatan cerita sex di bawah ini.
Cerita Sex ini hanyalah cerita fan fiction belaka yang bertujuan untuk menghibur para pembaca Ngocokers. Tak ada unsur untuk menjelek-jelekkan artis yang ada di dalam cerita ini dan membuat mereka hina di mata public sebab cerita ini murni 100% imajinasi, BUKAN KISAH NYATA !!

Ngocoks Dinda Kirana, seorang artis yang masih sangat muda belia. Umurnya baru 16 menuju 17 tahun. Sebelumnya, dia hanya model iklan dan figuran di beberapa film dan ftv, tapi namanya langsung melejit ketika dia bermain sebagai Baby di sinetron Kepompong.
Peran Baby sebagai gadis ABG yang imut, manja, modis, namun agak lemot membuat semua orang yang menonton Kepompong begitu gemas dengannya. Wajahnya memang cantik nan imut. Sebuah wajah yang benar-benar sedap dipandang.
Apalagi pipinya yang sedikit gembil. Hari ini hari sabtu, hari biasa bagi Dinda untuk atletik yang diwajibkan dari sekolahnya. Dia sampai di tempat yang biasa digunakan sekolahnya untuk tempat atletik. Dia berjalan ke gerbang.
“eh itu kan kak Baby yang maen Kepompong !”, teriak salah satu anak perempuan yang kelihatannya masih SMP.
“kak Baby kak Baby..tunggu sebentar dong”.
“iyaa ?”, dia menengok ke anak itu sambil tersenyum.
“boleh foto bareng gak ? aku ngefans banget sama kakak. boleh yah ? yah ?”.
“boleeh..”. Kalah gue, masa anak kecil, hpnya BB, pikir Dinda.
“sama minta tanda tangannya dong, kak ?”.
“oke, kakak tanda tangan dimana nih ?”. Anak itu kebingungan mencari-cari di dalam tasnya.
“di sini aja, kak…”.
“nah udah..”.
“tambahin for Hana dong, kak”.
“naah, udah nih..”.
“waah makasih banget, kak..oh iya aku boleh minta satu lagi nggak, kak ?”.
“apa ?”.
“boleh nyubit pipi kakak nggak ? aku gemes bangeet”.
“oh yaudah boleh”.
“eemmmm gemeeess. makasih ya, kak. kakak baik banget..”.
“iyaa, sama-sama..”. Sambil tersenyum, Dinda melambaikan tangannya. Setelah itu, dia menuju lapangan sambil mengelus-elus kedua pipinya, lumayan sakit dicubit kencang tadi.
“eii Din ! di sini !”. Dinda berjalan menuju temannya itu.
“baru dateng lo, Din ?”.
“iyaa, gue kesiangan bangunnya. lo udah dari tadi ?”.
“nggak, gue juga baru dateng hehe”.
“yee, gue kira udah dari tadi lo..”. Dinda duduk di samping temannya, Karina.
“lari sekarang yuk ah, Rin..”.
“ayu deh..”. Mereka berdua dengan 3 orang lainnya pun mulai berlari mengelilingi lintasan lari.
Meski cuma lari santai, tapi kedua kemasan susu Dinda berguncang naik-turun dengan indahnya. Setiap pria langsung memandanginya yang terus berlari. Mata mereka tertuju pada dada seorang Dinda Kirana.
Sungguh sepasang buntalan daging yang berguncang dengan begitu indah. Dinda bukannya tak menyadari kalau dia menjadi pusat perhatian, dia hanya pura-pura tak tahu. Wajahnya memerah setiap ada pria yang iseng menggodanya atau menyiulinya.
“dari tadi banyak yang godain lo, Din. cie cie”.
“iih, apaan sih lo, Rin..”, ujar Dinda mencubit pinggang Karina yang langsung mengaduh kesakitan. Untuk urusan berpakaian, Dinda memang tomboy, tak seperti perannya sebagai Baby yang selalu modis dan feminim. Namun sifat Baby yang manja dan polos memang ada di dirinya.
Dia masih malu-malu jika digoda cowok. Padahal dia mempunyai wajah yang cantik dan imut dan dia juga berstatus artis yang sedang naik daun, harusnya dia tak perlu malu-malu. Karina pun sering meledeknya yang malu-malu terhadap cowok.
Meski banyak yang bilang wajahnya cantik dan ngegemesin, tapi Dinda tetap saja grogi berduaan dengan cowok karena merasa dirinya tidak menarik.
“huf huf, finish juga”. Mereka berdua mengatur nafas sambil meminum minuman mereka masing-masing.
“hai Din, Rin..”.
“eh Edo..baru dateng ?”.
“nggak, udah dari tadi”. Edo adalah salah satu pesaing dari beberapa pria yang mendekati Dinda. Pastilah bangga punya pacar seorang artis yang cantik dan imut.
“Din..lo udah sarapan belum ?”.
“ng..belum”, jawab Dinda singkat.
“kalo gitu kita sarapan yuk ?”.
“ah..ng..nggak usah, gue udah janji ma Karina..”.
“ha ? janji apa ?”, tanya Karina kebingungan.
“aww..iyaa, dia mau maen ke rumah gue”, jawab Karina cepat setelah pinggangnya dicubit Dinda.
“gue boleh ikut gak ?”.
“ha ? masa lo mau ke rumah gue pagi-pagi ? kalo dia sih gak apa-apa. nah lo cowok, masa main ke rumah gue pagi-pagi ?”, balas Karina agak nyolot.
“oh yaudah deh..”. Edo pun meninggalkan mereka berdua.
“sori, Rin. tadi gue nyubit lo. abisnya lo gak langsung konek sih tadi”.
“iya, tapi sakit tau ! nih gue bales !”.
“aww..sakit !!”.
“makanya jangan asal nyubit orang”.
“iih gemes gue kalo lo cemberut”.
“adu du duh”, pipi Dinda dicubit kecil oleh Karina.
“Rin, gue pulang duluan ya ? gue udah lapeeer hehe”.
“oh yaudah, Din..ati-ati yaa”. Dinda berjalan keluar lapangan atletik dan menuju jalan raya. Dia berdiri di atas trotor seperti sedang menunggu seseorang.
“eh itu Baby Kepompong !”, teriak beberapa gadis remaja.
“kak Baby..minta tanda tangannya dong !!”.
“iya sini sini”, ujar Dinda dengan wajah yang ramah. Sedang memberikan tanda tangan dan foto-foto dengan beberapa fansnya itu, sebuah mobil sedan berhenti. Seorang pria tua turun dari mobil.
“semuanya, aku permisi pulang duluan ya..”.
“iyaa, makasih ya kak Baby”.
“sama-sama..”, jawab Dinda dengan tersenyum. Pria tua itu membukakan pintu untuk Dinda.
“ayo, Pak, jalan”.
“kita ke mana nih, non ?”.
“pulang aja deh, Pak. aku pengen makan di rumah”.
“ok non..”. Dinda tersenyum-senyum sendiri mengingat fans-fansnya tadi.
Dia sama sekali tak menyangka akan terkenal seperti sekarang. Di manapun, pasti ada orang yang mengenalinya. Meskipun dia lebih senang kalau dikenal sebagai Dinda Kirana bukan sebagai Baby Kepompong. Tapi, tak apalah, pikirnya. Sampai juga di rumahnya.
“Mama, aku pulang !!”, teriaknya penuh semangat.
“eh kamu udah pulang..ayo kita sarapan”.
“lho ? emang Papa sama Mama belum sarapan ?”.
“belum, ayo kita sarapan”.
“asiik, sarapan bareng-bareng hihihi”. Usai makan, Dinda pergi ke kamarnya, beristirahat di kasurnya yang empuk. Sambil mendengarkan lagu favoritnya dari radio, Dinda santai-santai di kamarnya. Kadang ia juga sedikit menari mengikuti irama lagu.
Kamarnya begitu harum, bersih, dan rapih. Meski manja, tapi dia memang selalu rajin membersihkan kamarnya. Dia memutuskan untuk mandi, menyegarkan tubuhnya yang sedikit basah setelah joget tadi. Di kamar mandi, dia melucuti pakaiannya. Kulitnya benar-benar putih mulus, sebuah tubuh yang padat berisi.
Gadis imut itu tak pernah menyadari kalau kedua buah payudaranya tergolong besar untuk seumurnya. Bulat, dan sangat padat berisi. Selesai mandi, Dinda mengenakan pakaian rumahnya. Bermanja-manjaan dan mengobrol dengan kedua orang tuanya adalah hal paling utama di hari Sabtu bagi Dinda.
“Dinda, kamu nggak pergi sama temen-temen kamu ?”.
“nggak, Mah. Aku mau di rumah aja ah”.
“kalau gitu kita semua jalan-jalan yuk ?”, ajak ayahnya.
“ayuuk ayuuk. mau jalan-jalan kemana, Pah ?”.
“kita ke waterpark aja, gimana ?”.
“ok asiiik”. Bersama ayah dan ibunya, Dinda pergi ke waterpark. Seperti biasa, banyak juga yang mengenalinya sebagai Baby. Tapi, yang menarik adalah pakaiannya. Hotpants yang cukup mini dan tanktop ungu yang melekat di tubuh Dinda seakan tak bisa menutupi kemontokan tubuhnya.
Di antara kerumunan yang mengelilinya, para lelaki yang ada di belakang Dinda bisa memandang jelas belahan payudaranya. Oh, sungguh belahan gunung kembar yang begitu indah. Masing-masing lelaki itu rasanya ingin merogoh ke dalam tanktop sang gadis imut dan meremas-remas isinya sampai puas.
Kulit permukaan payudara Dinda yang terlihat, begitu putih dan mulus, sangat mengunggah selera. Dinda tetap tersenyum meski sebenarnya dia mendapat perlakuan yang tak menyenangkan dari kerumunan orang yang mengelilinginya.
Cubitan gemas mungkin biasa diterima Dinda, tapi artis berwajah imut itu sedang mendapat pelecehan seksual dari fans yang ada di belakangnya. Dia merasakan ada yang menyentuh-nyentuh payudaranya dan meremas-remas pantatnya.
Dinda jadi kebingungan sendiri, harusnya ia berteriak dan langsung pergi dari kerumunan fansnya itu. Tapi, Dinda tak mau fansnya kecewa dan menganggapnya sombong. Sambil tetap berusaha tersenyum, dia tetap memberikan tanda tangan dan berfoto bersama.
Meskipun mukanya agak memerah. Setidaknya ia berhasil menghindari tangan-tangan iseng yang mengusilinya. Tapi tangan-tangan itu terus kembali. Dinda sudah tak tahan lagi, dia pun meninggalkan kerumunan itu dengan alasan dipanggil kedua orang tuanya.
Dia merasa lega bisa lepas juga dari kerumunan fansnya, terlebih lagi bisa lepas dari tangan-tangan usil yang tadi menggerayanginya tanpa ketahuan siapapun. Entah kenapa, Dinda merasa jantungnya berdegup cepat sejak kejadian tadi.
Mungkin karena baru kali ini, ada yang menyentuh atau lebih tepatnya menggrepe dirinya. Padahal kemarin-kemarin perbuatan paling parah dari fansnya paling hanya mencubit sangat kencang. Tak pernah ada yang melakukan pelecehan seperti tadi. Bodohnya Dinda, ia baru sadar pakaian yang ia kenakan.
Tanktop dan hotpants yang ia kenakan bisa memperlihatkan betapa mulus dan putih kedua paha dan permukaan payudaranya. Ditambah, dia habis berenang. Semakin tercetaklah lekuk-lekuk tubuhnya pada tanktop dan hotpantsnya. Dinda tak mau ambil pusing, dia tetap berekreasi dengan ayah dan ibunya.
“ayo kita pulang, udah sore..”, ajak ibu Dinda.
“yaah, Mah, bentar lagi deh, ya ? ya ?”, rayu Dinda.
“iya, Mah. jarang kita bisa jalan-jalan kayak sekarang.”.
“yaudah deh”.
“asiiik”, teriak Dinda senang.
Dinda dan keluarganya berada di tempat rekreasi sampai sore lalu makan di restoran sebelum akhirnya pulang ke rumah. Sampai rumah, Dinda langsung ambruk di kasurnya. Dia begitu lelah, tubuhnya terasa pegal dimana-mana.
“sayang..”.
“hmm ?”, Dinda setengah bangun.
“Mama sama Papa mau pergi ke Jogja, bantu Tante Ida pindahan..kamu di rumah yaa ?”.
“haa ? mm, iyaa”.
“kalau mau apa-apa kamu minta tolong sama Jajang atau Sardi yaa ?”.
“iyaa..”. Dinda pun tertidur lagi, ayah dan ibunya sudah pergi. Jajang adalah pembantu di rumah Dinda yang sudah bekerja selama 4 tahun dan Sardi adalah supir yang baru bekerja 2 tahun.
Karena Jajang dan Sardi sangat sopan dan sudah dipercaya, orang tua Dinda merasa tak khawatir meninggalkan putrinya sendirian bersama kedua pria tua itu. Lagipula, Dinda sudah sangat akrab dengan Jajang dan Sardi.
“nngggg !!!”. Dinda meregangkan kedua kaki dan tangannya. Dia turun dari ranjang dan mencuci muka serta menggosok giginya, rutinitas paginya.
Wajah Dinda memang sangat cantik dan imut, kulit wajahnya pun putih, halus dan mulus. Siapapun pasti akan suka melihat wajahnya. Tak hanya mempunyai wajah cantik, Dinda juga dianugerahi tubuh yang sangat seksi untuk seumurnya.
Tinggi badannya yang tidak terlalu menjulang ke atas membuat tubuhnya menjadi begitu padat berisi. Semua nutrisi makanannya memenuhi kepadatan tubuhnya secara merata dan proporsional. Meskipun begitu, Dinda sama sekali tak pernah menyadari potensi dirinya yang bisa menjadi ‘dewi’ bagi para lelaki.
Bayangkan saja, wajahnya begitu cantik dan imut, tubuhnya juga sudah seperti anak kuliahan. Dan yang paling penting, dia masih ABG, tubuhnya yang sekarang yang sedang ranum-ranumnya masih bisa dibentuk agar lebih sempurna, meski memang tak usah dibentuk pun, tubuhnya juga sudah membuat para lelaki ngiler. Dinda kaget saat baru saja membuka pintu kamarnya, wajah Jajang terpampang di depan matanya.
“aduh, Pak Jajang ngagetin aja..”.
“maaf, non..tadi Pak Jajang mau bilang ke non Dinda, sarapan udah siap”.
“oh iyaa, Pak”.
“Mama sama Papa kemana sih, Pak ?”, tanya Dinda saat Jajang akan meninggalkannya yang sudah duduk di kursi meja makan.
“Nyonya sama Tuan pergi ke rumah tantenya non Dinda..”.
“ha ? oh iya iyaa..”. Dinda baru ingat kalau tadi ayah dan ibunya pamit kepadanya, maklum namanya juga setengah sadar.
“kenyang kenyang”. Usai sarapan, Dinda keluar rumah dan mendekati Sardi yang lagi mencuci mobil.
“pagi, Pak Sardi”.
“eh non Dinda..udah bangun..”.
“iya, Pak..hehe..Pak Sardi lagi nyuci mobil yaa ?”.
“iya, non. mobilnya kotor..”.
“oh..yaudah, Pak. aku mau lari sebentar dulu yaa..”.
“loh, non ? tunggu ?”.
“kenapa, Pak ?”.
“non mau lari pagi pake piyama ?”.
“ha ? oh iyaa”, Dinda langsung masuk ke dalam rumah dan mengenakan pakaian yang lebih pantas untuk lari pagi.
“Pak Sardi, aku lari pagi dulu yaa..”.
“iya, non..ati-ati..”. Tak beberapa lama, Dinda pulang. Dan saat di depan gerbang rumahnya.
“BYURR !! AAAKKHH !!!”. Saat Sardi membuang air yang ada di ember, Dinda muncul.
Dinda tersiram air. Dia jadi benar-benar basah kuyup.
“aduuh non maaf maaf maaf, non !!”.
“nggak apa-apa, Pak..”, jawab Dinda sambil tersenyum kecut.
“maaf non maaf maaf”, Sardi benar-benar panik, takut anak majikannya itu marah besar.
“iya, Pak, nggak apa-apa kok”, kali ini Dinda tersenyum manis. Senyuman yang begitu manis, Sardi sampai diam sesaat mendapat senyuman dari anak majikannya. Karena panik dan terpesona dengan senyuman Dinda, Sardi baru sadar kalau makhluk indah yang ada di depannya itu basah kuyup.
Karena kaos yang dikenakan Dinda berwarna putih, Sardi bisa melihat bayang-bayang bra gadis imut itu yang berwarna biru muda. Seketika, Sardi menjadi seperti batu, seolah pandangannya terkunci pada bayang-bayang tonjolan yang ada di dada Dinda.
Tentu si artis imut itu menyadari kalau Sardi sedang memperhatikan kedua buntalan daging yang ada di dadanya. Dia langsung pergi dari hadapan Sardi dan masuk ke dalam rumah, takut Sardi akan melakukan hal yang lebih ‘lanjut’ kepadanya.
Dinda berpapasan dengan Jajang.
“non Dinda kok basah gini ?”, tanya Jajang yang sebenarnya hanya bermaksud untuk menghentikan Dinda sehingga bisa memandangi tubuh indah anak majikannya itu.
“tadi kesiram Pak Sardi, Pak..”, jawab Dinda langsung berlalu ke kamarnya. Jantung Dinda berdegup cukup kencang, dia benar-benar khawatir sekali dengan pandangan Jajang dan Sardi tadi. Dia sadar pasti kaos putihnya jadi transparan karena basah, dan tatapan supir dan pembantunya benar-benar menakutkan.
Apalagi tak ada siapa-siapa selain Jajang dan Sardi. Dinda mengunci pintu kamar dan masuk ke kamar mandi setelah mengambil pakaian ganti. Dinda sudah berganti pakaian, tapi dia masih takut keluar kamarnya. Tidak dengan Jajang dan Sardi yang pandangannya tadi bagai srigala kelaparan.
Meskipun, Dinda belum pernah ‘nyerempet’ hal-hal berbau sex, tapi dia tahu, dengan 2 pria yang memandangnya dengan tatapan ‘pemburu’ seperti tadi, pastilah berbahaya untuknya yang tak ayal satu-satunya wanita yang ada di rumah sekarang.
“tok !! tok !! tok !! non Dinda !!”.
“ada apa, Pak ?”, jawab Dinda sedikit berteriak dari dalam kamar.
“ada telepon, non ? dari sekolah !”. Mendengar ada telepon dari sekolah, Dinda agak panik, dan langsung membuka pintu kamarnya yang terkunci dari dalam. Sebuah kesalahan kecil namun fatal yang dilakukan Dinda yang akan mengubah kehidupannya.
Jajang berdiri di ambang pintu. Senyuman jahat dan tatapan pemangsa tergambar di wajah jelek itu. Dia langsung menyergap Dinda hingga membuat gadis imut itu terjatuh ke lantai. Tentu Jajang menindih Dinda di atasnya. Jajang menduduki paha Dinda dan menahan kedua tangan Dinda.
“LEPASIN !! PAK JAJANG LEPASIN AKU !!! TOLONG !! PAK SARDI !!!!”, teriak Dinda sambil meronta-ronta.
“percuma, non..cuma ada kita berdua..si Sardi lagi beli rokok..hehehe..”. Tentu perlawanan Dinda tak ada artinya. Jajang malah tersenyum memperhatikan usaha perlawanan terakhir dari ‘mangsa’nya yang sebenarnya tak ada artinya untuk Jajang.
“jangan, Pak..tolong..lepasin aku…”, kali ini Dinda memohon. Dia berharap agar Jajang mengurungkan niatnya, berharap agar Jajang iba karena ingat kalau dia adalah anak majikannya. Tapi, pemandangan gunung kembar Dinda karena kaos basah tadi dan sekarang sudah tak melakukan perlawanan, hawa nafsu yang sudah menguasai Jajang tentu tak mau melewatkan kesempatan ‘baik’ ini.
“tenang, non…ntar kalo udah Pak Jajang genjot, non Dinda juga bakalan keenakan kok..”, bisik Jajang sebelum mulai menjilati daun telinga kiri Dinda.
“aahhhmm jangaanhh..”, Dinda berusaha menjauhkan telinganya dari jangkauan lidah Jajang. Tapi, percuma saja. Jajang malah gencar merangsang Dinda, tak hanya menjilati, Jajang meniupi, menciumi, bahkan mengemuti daun telinga ABG cantik itu.
Awalnya, Dinda hanya merasakan jijik dan juga basah. Tapi, lama kelamaan, Dinda merasakan sensasi lain. Tubuhnya terasa menghangat, ada rasa menggelitik di dalam tubuhnya, dan rasa di telinga kirinya kini terasa basah, geli, tapi enak.
“Paaaak jangaaan..”.
Bosan dengan telinga kiri Dinda, Jajang pindah menggeluti telinga kanan anak majikannya yang imut. Jajang langsung menyambar bibir mungil Dinda.
“emmmm mmmm ummm”. Air mata mengalir keluar. First kiss seharusnya menjadi momen yang indah dan tak terlupakan, namun first kissnya baru saja diambil paksa oleh pembantunya sendiri, itulah yang membuat Dinda sedih.
Lembut dan empuknya bibir Dinda membuat Jajang semakin beringas. Tak henti-hentinya pria tua jelek itu melumat, menyedot, dan mengemut-emut bibir mungil Dinda. Jajang menekan kedua pipi Dinda untuk membuka paksa mulut Dinda yang tertutup rapat.
Padahal, tangan kanan Dinda bebas, tapi gadis cantik itu hanya bisa memukul dengan tenaga yang sangat pelan. Begitu terbuka, lidah Jajang langsung menyelip masuk ke dalam rongga mulut Dinda tanpa permisi.
“cceepphhh ccppphh ssllpphh eemmmm”. Jajang kini yakin, dia sudah menguasai anak majikannya yang menggemaskan itu. Tanpa disadarinya, Dinda mulai membalas pagutan Jajang.
Dinda tak mengerti kenapa dia malah membalas ciuman paksa Jajang, lidahnya pun kini mulai melawan belitan lidah Jajang.
“hemmmmhhh emmmhhh”. Dengusan nafas Jajang semakin cepat, nafsunya semakin naik setelah mendengar dengungan suara dari gadis ABG nan cantik jelita yang sedang dicumbunya, artinya dia mulai menikmati dicumbunya.
Tangan kiri Jajang mulai menggerayangi bagian ‘menonjol’ dari tubuh Dinda. Sudah lama Jajang ingin merasakan gumpalan daging ini, setiap hari dia selalu terganggu dengan kemasan susu tahan guncangan milik Dinda, terutama saat Dinda memakai kaos.
Dua buah dada Dinda memang sangat ‘menonjol’, seperti mengundang para lelaki untuk memandanginya. Jajang agak terkejut saat tangannya menggenggam payudara kanan Dinda, tangannya tak cukup besar untuk menggenggam gumpalan daging empuk Dinda itu secara utuh, ternyata lebih besar dari dugaan Jajang selama ini.
“enngghhh !!”. Dinda kaget saat payudaranya dicengkram kasar oleh Jajang. Payudara yang sangat empuk dan kenyal membuat Jajang sangat gemas.
Jajang pun menurunkan ciumannya. Saatnya untuk lebih merangsang Dinda. Leher Dinda dicumbui dengan membabi buta oleh Jajang. Tentu pembantu tua itu sudah fasih betul cara untuk merangsang gairah seorang wanita.
Selain payudara, dan zona V, kuping dan leher adalah bagian yang juga sensitif dari tubuh seorang wanita. Cocok bagi Jajang yang sedang ingin memperlemah perlawanan Dinda.
“ccppp ccpphhh”.
“Paaaakkhh aaaammmhhh”, gumam Dinda. Lama kelamaan, ABG imut itu tak bisa mengelak dari nikmatnya rangsangan-rangsangan Jajang. Aroma tubuh Dinda yang ‘menghangat’ benar-benar menaikkan tensi Jajang.
Aroma tubuh Dinda begitu wangi dan sensual. Sudah waktunya untuk menelanjangi gadis imut yang sudah pasrah ini, pikir Jajang. Dia menyingkap kaos Dinda ke atas.
Nafas pria tua itu memburu melihat buntalan daging kembar Dinda. Meski masih terbungkus bh, Jajang begitu ngiler melihat kulit permukaan payudara Dinda yang menyembul dari dalam bhnya. Begitu putih dan mulus.
Jajang pun mengangkat tubuh Dinda ke atas tempat tidur.
“jangan, Pak…”, pinta Dinda pelan.
“non..diem aja..ntar Pak Jajang bikin enak deh KEHEHEHE !!”. Tak mau repot-repot, Jajang menyingkap bh Dinda. Mata Jajang terbelalak, dia langsung menelan ludah.
Gunung kembar yang benar-benar indah, putih mulus, terlihat begitu bulat sempurna dan padat berisi, dan juga bertahtakan 2 pucuk payudara berwarna agak merah muda yang sangat menggiurkan. Sungguh sepasang payudara terindah yang pernah dilihatnya, pikir Jajang. Dengan kedua tangannya, Jajang menggenggam kedua ‘roti’ empuk itu.
“Paaakhh…mmm janganhh”. Remasan-remasan Jajang memang ‘mengganggu’ Dinda. Dia belum pernah merasakan seperti ini, rasanya enak sekali. Putingnya terasa mengeras dan menjadi lebih sensitif. Tentu Jajang sadar, Dinda benar-benar mulai terangsang. Dia comot dan tarik-tarik kedua puting itu seperti ingin mencabutnya dari payudara Dinda.
“aahhhh eemmnnhhhh”. Jajang kelihatan asik sekali memainkan kedua puting Dinda, mencubit, menekan, memencet, dan memilin-milinnya.
“happh..nymmm nymmm..”. Jajang mencaplok puting kanan Dinda.
“emmmm hhemmm Paakk mmmm”. Dinda merasakan rasa nikmat luar biasa saat Jajang mengemuti dan mengenyoti kedua induk payudaranya secara bergantian. Dia tak bisa menjauhkan Jajang dari payudaranya, tubuhnya menyuruhnya untuk membiarkan apa yang sedang terjadi.
Membiarkan Jajang menyantap kedua buah payudaranya agar kenikmatan itu terus berlanjut. Bagai bayi kelaparan, Jajang mengenyot kuat kedua ‘pabrik’ susu Dinda seakan memaksanya untuk memproduksi susu.
Dinda memang masih berusaha untuk mendorong kepala pembantunya itu untuk menjauh dari payudaranya, namun tenaga Dinda bagaikan hilang. Alhasil, kedua pegunungan kembar Dinda pun menjadi bulan-bulanan Jajang yang gemas.
Seluruh permukaan kedua buah dada Dinda diciumi, dijilati, dicupangi, bahkan digigiti oleh Jajang tanpa terlewat. Tak heran Jajang begitu gemas dengan payudara Dinda sebab memang benar-benar padat berisi, sangat empuk, kenyal, sangat kencang, dan bentuknya yang bulat sempurna.
Benar-benar payudara idaman yang ingin dimiliki setiap wanita, dan payudara idaman lelaki untuk dikenyoti setiap hari. Harusnya payudara Dinda masih ranum dan dalam masa pertumbuhan, tapi payudara Dinda terlihat sudah sangat matang seperti payudara wanita berumur 19 tahun lebih.
Jika mendapat perawatan tubuh yang tepat, bukan tak mungkin kalau Dinda akan menjadi wanita ‘bom sex’. Wajah imut nan cantik ditunjang tinggi badan yang ideal serta tubuh padat berisi dan payudara yang besar tentu akan menjadikan Dinda sebagai artis bom sex yang mampu membuat para pria ngiler hanya dengan melihatnya saja jika sudah memasuki 20 tahun lebih nanti.
Cukup puas dengan ‘makanan’ pembuka berupa ‘roti’ kenyal yang putih mulus, Jajang berniat akan mulai menyantap ‘sajian’ utama yang ada di selangkangan Dinda.
“ja jaangan, Pakhh..”. Dinda berusaha mempertahankan celana pendeknya yang masih bercokol di selangkangannya untuk tetap menutupi daerah itu.
Jajang menyingkirkan tangan Dinda dan menarik paksa celana gadis cantik itu bersamaan dengan celana dalamnya.
“glek…”, Jajang menelan ludah. Matanya seperti mau meloncat saat memandangi bukit gundul nan indah yang ada di tengah-tengah selangkangan Dinda. Bentuknya benar-benar sempurna, selangkangan yang begitu mulus dan sedap dipandang.
Kedua bibir vagina Dinda masih menutup dengan sangat rapat, warna kulit sekitar vaginanya pun tak berbeda dengan warna kulitnya, bukti kalau belum ada yang pernah menyatroni daerah itu. Dan hiasan berupa bulu-halus membuat bagian itu terlihat semakin indah dan cantik. Penis Jajang terasa nyut-nyutan, ingin segera mencoba alat kelamin Dinda yang sangat menggugah selera itu.
“jangaan, Pak..tolong..”, Dinda menutupi daerah pribadinya, tapi seakan dia tak bisa bergerak, padahal harusnya dia leluasa bergerak. Jajang hanya tersenyum, dia menarik celana dan cd Dinda agar benar-benar lepas dari kedua kaki Dinda. Tak ada lagi yang bisa menghalangi pria tua itu dengan daerah intim si gadis cantik.
Memang, tangan Dinda masih menutupi daerah Vnya, tapi rasanya Jajang mudah untuk menyingkirkannya karena Dinda juga setengah hati. Setengah hati dari artis menggemaskan itu sebenarnya ketagihan dengan rasa nikmat yang diberikan Jajang. Jajang turun dari ranjang dan mengangkat kedua kaki Dinda ke atas, dia seperti ingin mengangkat Dinda tapi dia hanya memposisikan atau lebih tepatnya menyeret pantat Dinda ke tepi ranjang.
“jangaaan…”. Tak ada lagi belas kasihan jika sudah menyangkut hawa nafsu. Padahal Dinda sampai menangis, tapi Jajang tak mengindahkannya. Yang ada di pikirannya hanyalah vagina Dinda yang sangat menggiurkan. Jajang menyingkirkan tangan Dinda dan meniup-niup vagina Dinda.
“aaahhmmm…”. Tiupan-tiupan Jajang memancing gairah Dinda perlahan, semakin mengalahkan harga dirinya.
“memek non wangi banget..”, puji Jajang yang sangat menyukai aroma vagina Dinda yang memang sangat harum itu. Wajah Dinda menjadi merah padam mendengar ucapan Jajang tadi.
Dia merasa malu mendapatkan pujian tentang vaginanya dari pembantunya sendiri. Daerah paling intim dari tubuhnya yang harusnya hanya bisa dilihat olehnya dan calon suaminya nanti, kini sedang dipandangi pembantunya dan bahkan memberikan pujian betapa harumnya alat kelaminnya itu.
“aaaahhhhh !!”. Jajang langsung membenamkan wajahnya ke selangkangan Dinda, menghirup kuat-kuat aroma harum dari vagina gadis cantik itu. Dinda menggeliat-geliat menerima cumbuan Jajang yang bertubi-tubi pada daerah pribadinya.
“aahhmmm”, kedua paha Dinda menutup seketika, menjepit kepala Jajang saat dia merasakan ada benda lunak dan hangat yang mengenai bibir kemaluannya.
“udaahh Paaakhh stooopphhh”, pinta Dinda, dia bingung dengan apa yang ia rasakan sekarang. Rasanya sungguh geli dan nikmat luar biasa secara bersamaan. Kedua kaki Dinda semakin kencang menjepit kepala Jajang dan tetap berusaha mendorong kepala Jajang.
“mmmnnhh Paaakkhhh stooopphh !!”. Jajang malah semakin nafsu menggerogoti vagina Dinda.
Lidah Jajang terus mencucuk vagina Dinda, menjilati bagian dalamnya.
“emmpphh sllpphhh sllphhh”. Jajang jadi semakin asik melahap kemaluan Dinda, baru kali ini dia merasakan vagina yang begitu manis dan sangat harum. Jadi gini rasanya memek perawan ABG cakep, pikir Jajang yang merasa sangat betah di selangkangan Dinda. Tubuh Dinda berkedut-kedut seiring kenikmatan yang memberikan ‘sengatan’ listrik kepadanya terus menerus.
“aaahhhh mmmhhh hhmmhhhh…”, lirih Dinda yang sudah mulai menyerah pada serangan lidah Jajang di bawah sana. Seorang gadis muda berkulit putih mulus yang tak mengenakan apapun pada bagian bawah tubuhnya, sementara di selangkangannya ada seorang pria tua yang kelihatan sangat asik berkutat di sana adalah sebuah pemandangan yang sangat eksotis.
Dinda hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, menggelepar-gelepar merasakan rasa nikmat yang amat luar biasa. Jajang betul-betul menikmati tiap jengkal bahkan tiap senti dari alat kelamin anak majikannya itu.
Vagina Dinda tak ubahnya bagai ‘kue’ yang sangat lezat bagi Jajang, ingin dinikmati sampai habis. Selangkangan Dinda pun sudah basah kuyup dengan air liur Jajang.
“aaaahhhmmmm”, tubuh Dinda bergetar hebat seketika. Ya, Jajang sedang asik mulai mengulas dan memainkan klitoris Dinda dengan lidahnya sambil mengobel-ngobel lubang vagina gadis imut itu. Aliran listrik yang mengejutkan terus dirasakan Dinda menjalar di sekujur tubuhnya.
Dari mulut mungilnya, terus keluar desahan-desahan lepas dengan suara yang begitu menggairahkan. Jajang semakin menggila setelah mencicipi lelehan lendir yang mulai keluar dari vagina Dinda. Rasanya gurih bercampur manis. Jajang sudah tak sabar ingin minum ‘sirup cinta’ dari vagina artis cantik itu.
“aaahhhh emmmhhh Paaaakkk hmmmhhh UUUUNNNHHHH !!!!”, tubuh Dinda menegang, kedua kakinya yang tadi menggantung di tepi ranjang menjadi lurus kaku, dan kedua pahanya semakin menjepit kepala Jajang. Secara refleks, Dinda menekan kepala Jajang ke vaginanya sendiri dengan kedua tangannya seperti ingin membekap Jajang dengan vaginanya.
“ssrpphhhh !!! sllrrpphhh !!!!”, Jajang menyeruput dan menyedot dengan sangat kuat, dia tak melewatkan satu tetes pun cairan vagina Dinda yang sangat lezat. Cairan Dinda pun habis tak bersisa.
“memek non Dinda rasanya manisss”, ujar Jajang tersenyum licik. Tiba-tiba ada seseorang yang berdiri di ambang pintu kamar Dinda. Tentu itu adalah Sardi. Jajang langsung berdiri, dia panik.
“Pak Sardi…tolong….”, pinta Dinda lemah. Karena Jajang berdiri, tentu Sardi bisa melihat vagina Dinda yang indah dengan sangat jelas.
“Jang..lo nggak bilang-bilang gue kalo lagi asik-asikan sama non Dinda hehehe…”. Jajang yang tadi sempat khawatir langsung lega.
“ngapain juga gue manggil lo ?!”, kedua pria tua itu bercanda seakan tak menghiraukan gadis cantik yang sedang mengangkang tak berdaya di atas ranjang. Bukan tak berdaya, lebih tepatnya putus asa, Dinda kira Sardi masih punya hati dan menolongnya, tapi ternyata Sardi juga langsung ‘lapar’ melihatnya yang sudah bugil.
“nyicip memeknya ya, non..HEHEHE !!!”. Tanpa izin, Sardi langsung membenamkan wajahnya di selangkangan Dinda.
“aaaahhhh !! jaangaaan, Paakhhh !!”. Dinda berusaha menahan kepala Sardi sebisanya dengan kedua tangannya. Tapi, aroma vagina Dinda tentu membuat Sardi sangat bersikukuh untuk mencicipinya.
“aaahhmmmm !!! stooophhhh !! nnnmmm”. Dinda berusaha mati-matian agar tidak kalah dengan nafsunya sendiri seperti tadi saat Jajang menggerogoti selangkangannya. Kedua paha Dinda menjepit erat kepala Sardi, berharap Sardi akan tak tahan dan menjauh dari bagian bawah tubuhnya.
Mungkin itu bisa terjadi kalau selangkangan Dinda bau amis, tapi salah Dinda sendiri, dia merawat daerah intimnya itu setiap hari sehingga daerah Vnya itu pun tentu harum dan wangi, tak heran kalau Sardi begitu betah berlama-lama di sana.
“aaaahhmmmm emmmmhhhh”, suara desahan Dinda terdengar begitu seksi dan sensual, sepertinya ABG berwajah imut itu mulai menikmati ‘kilikan’ lidah Sardi di alat kelaminnya.
Dinda menyerah pada nafsunya sendiri untuk kedua kalinya. Bagi ABG yang belum pernah merasakan jilatan pada daerah intimnya, rasa nikmat yang muncul memang terlalu kuat untuk dilawan bagi Dinda.
“gimana..non…enak..kan ?”, goda Sardi di sela-sela aktivitasnya menggelitik klitoris Dinda.
“i..iyaaaa..Paaakhhh….enaaaakkkhhhh ooooohhhhh !!!!!”.
“kalo enak..buka pahanya yang lebar dong…”, ujar Sardi mencubit gemas paha putih mulus nan montok Dinda. Wajah Dinda semakin merah saat dia melebarkan kedua pahanya, dia malu karena merasa memberi izin kepada supirnya itu untuk bisa mengakses selangkangannya dengan lebih leluasa.
Setelah menunjukkan senyuman licik pada wajahnya, Sardi langsung menyerbu vagina wangi itu dengan gencar. Dinda sampai kelojotan, gadis itu menggeliat-geliat hebat, kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, tubuhnya berkedut-kedut, dan desahannya begitu lepas. Wanita manapun akan bereaksi sama dengan Dinda, lidah Sardi benar-benar lincah.
“Paaaakhh Paakkhhh Paaakkkhhhh !!! Paakkkhhh Saardiiii !!!!”, lenguh Dinda memegangi kepala Sardi.
“ccrrrr sllluuuphhh !!! slllrrrrpphhh !!!”. Cairan vagina Dinda yang rasanya manis langsung tak bersisa diseruput Sardi.
“gimane, Di ? mantep kan memeknye non Dinda ?”.
“uanjrit..ni memek paling enak yang pernah gue jilatin..”. Sardi membenamkan wajahnya dalam-dalam ke selangkangan Dinda. Tak pernah terbayangkan oleh Dinda.
Selama ini tak ada lelaki yang pernah menyentuhnya di daerah pribadinya, tapi sekarang, hanya dalam satu kesempatan, langsung 2 orang pria paruh baya yang menyantap vagina perawannya. Jajang dan Sardi masing-masing menahan kedua paha Dinda.
Sambil mengelus-elus paha Dinda, keduanya memperhatikan alat kelamin Dinda seperti benda pameran seni. Artis imut itu terasa begitu terekspos saat ini, dia hanya bisa menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
“emmmhhhh….”. Dinda merasakan basah pada kedua pahanya. Dia membuka matanya. Sardi sedang menjilati paha kanannya dan Jajang sedang menciumi paha kirinya.
Kedua pria tua itu merangsang Dinda lagi, tak membiarkan gairah Dinda turun sedikitpun.
“aaahhhmmm…”. Kedua pangkal paha Dinda dijilati dengan asiknya oleh Jajang dan Sardi.
“ayo non..diri…”. Sardi memapah Dinda untuk berdiri dan Jajang melepaskan kaos dan bh Dinda. Polos sudah artis imut itu. Tak ada lagi sehelai benang pun yang menempel di tubuh montok Dinda. Tiap lekuk tubuhnya kini tak bisa ia tutupi lagi dari mata Jajang dan Sardi.
Sungguh tubuh yang sangat indah. Begitu putih mulus, begitu padat berisi, Jajang dan Sardi pun meneguk ludah menyaksikan pemandangan yang sangat indah. Mereka hampir tak percaya kalau anak majikannya yang baru berumur 16 tahun itu memiliki tubuh indah seperti wanita berumur 22 tahun lebih. Sekal dan matang.
Dengan gemasnya, Jajang menggenggam kedua bongkahan pantat Dinda yang sangat kenyal itu, memukul-mukulnya, dan meremas-remasnya. Sedangkan Sardi asik meremasi susu Dinda sambil mengobel-obel vaginanya. Dinda tak ubahnya bagai boneka berukuran raksasa yang bisa diapakan saja oleh Sardi dan Jajang.
Pemandangan seorang gadis cantik berkulit putih mulus yang tak mengenakan apapun berada di antara 2 pria jelek berkulit hitam yang masih berpakaian lengkap benar-benar sebuah pemandangan yang sangat erotis. Ngocoks.com
“hhmmmm eemmmmhhh Paaaakhhhh”, lirih Dinda. Kecupan-kecupan Jajang pada tengkuk lehernya dan kuluman Sardi pada kedua putingnya secara bergantian benar-benar sangat merangsang. Kemarin-kemarin, Dinda bingung dengan remaja putri yang sudah tak perawan lagi.
Kenapa mereka mau berhubungan intim dengan pria yang belum tentu jadi suami mereka, tapi kini dia tahu jawabannya. Perasaan melayang seperti yang ia rasakan sekarang memang membuat lupa diri. Tanpa Dinda sadari, kondisinya lebih parah dibandingkan remaja-remaja putri lainnya.
Yang lain, biasanya kehilangan keperawanan dengan pacarnya atau pria seumuran. Sedangkan Dinda akan kehilangan kesucian tubuhnya pada 2 lelaki tua yang umurnya 2x lipat lebih dari umurnya yang tak lain dan tak bukan adalah supir dan pembantunya sendiri. Sangat ironis memang.
Aroma tubuh telanjang Dinda yang harum benar-benar membangkitkan nafsu birahi Jajang dan Sardi. Mereka asik menggerayangi tubuh mulus anak majikan mereka yang imut itu. Dinda juga sudah menyerah pada 2 bandot mesum itu. Tubuhnya habis diemek-emek oleh Jajang dan Sardi.
“ayo non Dinda berlutut…”. Seperti tersihir, Dinda menurut, dia bertumpu pada kedua lututnya. Sardi sibuk melucuti pakaiannya sendiri, sementara Jajang berdiri di depan Dinda yang tengah berlutut. Tiba-tiba saja, dia langsung menekan kepala Dinda ke selangkangannya.
“emmfffhhh emmffhhh !!!!”, Dinda meronta-ronta.
“non Dinda harus biasain dulu sama bau kontol Pak Jajang, non hehehehe”, ujar Jajang tak mengindahkan penolakan Dinda, malah semakin menekan wajah Dinda ke selangkangannya. Dinda merasa mual sekali, air mata membasahi matanya, tanda ia menahan rasa mualnya. Kolor Jajang memang apek luar biasa, tak heran kalau gadis cantik itu merasa ingin muntah.
Bersambung…






