Apartemennya lebih besar dibanding punyaku. Dia kan pejabat berpengaruh, mungkin duit korupsinya banyak. Aku sebenarnya ingin juga punya apartemen yang besar, tetapi tentunya harus dua kamar dan masing-masing kamar ada kamar mandinya. Mana ada apartemen seperti itu.
Dari pada pusing aku beli dua apartemen tipe studio dengan ukuran masing-masing 36 m2. Letaknya bersebelahan. Sayangnya agak sulit membuat connecting door.
Budi dan Nabila menyambut kami, secangkir kopi dan kue-kue sudah dihidangkan. Setelah basa-basi sejenak. Budi menanyakan kembali soal aku akan menambah istri. Aku menjelaskan bahwa keinginan untuk kawin lagi, lebih karena dorongan si Ning. “ Iya pak saya tinggal sendirian di Apartement gak betah, sepi. Mana saya kan penakut, jadi setiap malam saya rasanya selalu ketakutan,” kata Ning.
“Ya si Ning bener Pak, kalau udah di tinggal sendirian rasanya sepi banget, kayaknya bapak perlu istri satu lagi Pak, tapi harus yang cocok ama saya Pak,” kata Nabila menimpali.
Budi diam saja, aku tidak tahu apakah dia sudah cukup terlampiaskan punya istri dua. Tidak lama kemudian Budi berpendapat, “ Saya sih ikut saja kalau Nabila maunya punya temen, siapa yang di calonkan saya mah setuju aja lah, yang penting Nabila betah.” kata Budi.
Nabila berlalu ke dapur diikuti Ning. Tinggallah kami berdua. Aku bertanya soal istri barunya apakah baik dan sebagainya. “Wah top banget, kayaknya mau gua resmi in aja, gua lagi cari cara untuk ngomong ke istri tua,” katanya.
“Pikir yang matang, karena you itu pejabat penting, jangan sampai karir terganggu. Soal izin ke istri tua jangan buru-burulah, nanti bisa perang dunia,” kataku.
Seminggu kemudian Budi ingin ngobrol sama aku. Dia janjian di coffee shop salah satu hotel. “wah gawat nih,” katanya tiba-tiba. Aku menduga istri tuanya memergokinya.
“Bukan itu, bos,” katanya
“Yang disodorkan Nabila itu adalah saudaranya sekaligus 2 orang. Mereka memang saudara jauh, gimana nih,” ujar Budi.
Aku penasaran ingin melihat foto kedua calon istri yang disodorkan Nabila. Kelihatannya masih belia dan memang cantik-cantik. “Terus masalahnya apa,” tanyaku.
“Ya aneh aja masak sekali nikah dua orang , jadi istri gua semua empat dong,” katanya.
“Apa soal biaya memberatkan,” tanyaku.
“Kalau itu sih gak masalah, tetapi aku khawatir tidak punya cukup waktu untuk berbagi. Ini aja si Nabila hanya gua tengoki cuma seminggu sekali, lu kan tau bos, gua banyak tugas ke luar kota, keluar negeri.
“Ah jangan hanya dilihat soal sexlah, kita kan sudah cukup umur, yang penting bisa bantu orang dan memperluas kekeluargaan,” kata ku.
“Kalau soal sex sih wanita normal cukup sebulan sekali. Biasanya nafsunya tinggi saat masa subur, itu saja. Kalau bisa dua minggu sekali sudah bagus,” kataku
“Justru kalau soal sex gak masalah bagi gua, setiap orang seminggu sekali pun gua masih kuat, tapi kalau mereka menuntut perhatian atau waktu kebersamaan yang lebih banyak itu, yang gua berat bos,” katanya.
“Kalau soal itu hanya tinggal bagaimana memberi pengertian saja, mereka toh sudah menyadari bahwa istri muda tidak bisa menuntut terlalu banyak. Fokus mereka adalah mengangkat kehidupan keluarganya, agar ada yang membiayai untuk hidup layak, itu saja,” kataku.
“Oh gitu ya, mantaplah kalau gitu,” katanya
Pembicaraan terputus, ketika istri-istri kami datang membawa tambahan hidangan. Aku menanyakan kapan akan ke Sukabumi untuk menambah keluarga.
Kami sepakati sebulan ke depan, karena dalam waktu dekat ini Budi masih banyak acara penting. Aku pun menyesuaikan diri dan berencana akan menambah satu istri lagi bersamaan dengan Budi.
Pada Hari yang ditentukan, kami berangkat dari Jakarta sehabis subuh. Aku dan Budi masing-masing membawa mobil sendiri-sendiri. Di tempat tujuan kami berpisah. Segala segala sesuatu sudah dipersiapkan.
Akad nikah pertama adalah istri Budi saudara dekat Nabila bernama Laela. Aku dan Ning menghadiri upacara ritual pernikahan. Laela memang cantik, mengenakan jilbab, tingginya sekitar 155 cm, lebih pendek dari Nabila.
Setelah itu Budi dan istri-istrinya menuju rumah orang tua calon istri baruku. Dia bernama Sofia, usianya 23 tahun fresh graduate S-1 Ekonomi. Aku suka dengan mukanya yang ayu, bibir tipis, bodynya yang luar biasa.
Teteknya kelihatan besar, bokongnya lebar dan yang menjadi kesenanganku adalah pahanya yang gempal. Tingginya sekitar 160. Kulitnya putih bersih seperti rata-rata orang Sukabumi. Dari sorot matanya aku yakin istri baruku ini cerdas. Sofia, statusnya masih perawan, dan memang sesungguhnya dia masih dara.
Setelah ritual perkawinan tuntas, kami segera memboyong dengan rombongan makin besar ke tempat perkawinan kedua Budi. Rumahnya agak jauh masuk lagi lebih jauh sekitar 2 km. Tuan rumah calon istri Budi bingung melihat begitu besar rombongan yang datang.
Namun Nabila dan Ning sudah mempersiapkan kue-kue untuk hidangan dari Jakarta. Bukan itu saja berbagai macam lauk juga sudah disiapkan. Tuan rumah hanya perlu memasak nasi lebih banyak saja.
Calon istri Budi yang akan dinikahi ini kelihatannya sudah cukup matang. Usianya 24 tahun, pendidikan S-1 juga, tetapi aku tidak tahu jurusannya. Badannya langsing, tapi teteknya gede juga. Mukanya cantiklah, kalau tidak mana mau si Budi. Statusnya masih perawan.
Selesai ritual pernikahan kami menikmati hidangan yang dibawa dari Jakarta. Hidangan nya jadi sangat kontras, karena rumah istri yang baru dinikahi itu sangat sederhana. Dia adalah Sari saudara jauh Nabila.
Masyarakat di kampung-kampung ini menganggap anak perempuan adalah asset yang mahal. Dalam perjalanan kembali aku memperhatikan rumah-rumah yang mentereng atau kelihatannya bagus, adalah rumah mereka-mereka yang menjadi istri kontrakan.
Sesampai di Jakarta, aku tidak langsung belah duren, karena apartemen yang akan ditempati Sofia belum disiapkan perabot dan peralatan lainnya. Sofia tinggal bersama Ning. Aku memerlukan waktu seminggu sehingga unit apartemen Sofia sudah benar-benar layak ditinggali. Kamar-kamar mereka aku disain seperti suite room hotel bintang 5.
***
Tibalah waktu untuk belah duren, Hari itu adalah hari Jumat. Setelah makan siang aku menuju ke apartemen Sofia. Dia sudah menantiku. Aku dihadiahi ciuman ketika dia menyambutku di pintu. Badannya terasa bau harum.
Pakaian yang dikenakan adalah daster tipis. Mungkin dia sengaja membeli di mall di bawah apartemen ini. Saking tipisnya aku bisa melihat putting susunya yang tidak dilindungi BH dan belahan pantatnya karena dia tidak mengenakan celana dalam.
Aku langsung terangsang dan penisku mengeras perlahan-lahan. Sofia sudah siap betul akan dipecahkan keperawanannya. Dia berpendidikan tinggi, sehingga pemahaman soal hubungan suami istri sudah dia sadari.
Aku duduk di sofa sambil melihat tayangan di televisi. Dari belakang bahuku dipijat. Nikmat sekali pijatannya, apalagi aku baru menembus kemacetan, hari Jumat. Sambil memijat dia membukai kancing bajuku sampai terlepas semua lalu melepas bajuku.
Aku senang dia agresif dan sadar akan perannya. Setelah baju digantung, lalu singletku dilepas melalui atas kepala. Aku sudah telanjang setengah badan. Sofia duduk bersimpuh, sepatuku dan kaus kaki dilepas. Lalu maju dengan tetap bersimpuh di antara kedua kakiku dan melepas pengait sabuk lalu resleting celana.
Perlahan-lahan celanaku ditariknya ke bawah sampai lepas dan digantungkan di dalam lemari. Celana dalam yang tersisa terlihat menggelembung karena penghuninya sudah berusaha berontak dari kungkungan.
Tanpa ragu celana dalamku juga dilepasnya sehingga penisku langsung mencuat tegak perkasa. Aku tidak memberi kesempatan Sofia meletakkan celana dalamku, Tangannya kubimbing untuk meremas penisku. Terasa tangannya agak gemetar.
Ini pertanda baik, karena dengan demikian dia belum pernah mengerjakan hal ini sebelumnya. Genggamannya juga masih canggung, karena hanya digenggam oleh ujung-ujung jarinya. Aku mengajarinya menggengam penuh dan melakukan gerakan mengocok. Birahiku naik, baju tidurnya yang tipis aku lepas sehingga Sofia bugil di depanku.
Teteknya bulat menantang, dengan puting yang masih kecil. Ini karena dia belum pernah beranak. Jembut di bawahnya masih jarang, aku menengarai memang umumnya wanita sunda kurang banyak memiliki jembut.
Aku senang dengan perempuan yang pro aktif, berani mengambil inisiatif dalam soal sex. Sofia kutarik duduk ke pangkuanku dengan posisi berhadapan. Kedua susunya yang kenyal aku remas-remas. Dia merintih seperti menangis. Apalagi ketika pentilnya aku jilati dan aku hisap, rintihannya makin keras dan nafasnya makin memburu.
Kuraba memeknya sudah basah berlendir, berarti organnya sudah siap menerima penetrasi penisku. Aku tidak mau buru-buru, karena ingin menikmati secara bertahap. Sofia kududukkan di sofa di sampingku. Lalu aku bangkit dan menciumi kembali teteknya dan menghisap pentilnya.
Sofia sudah terangsang hebat, sehingga dia tidak sadar jika mulutku sudah menciumi gundukan memeknya. “ Ayah aku mau diapain, “katanya ketika sadar aku sudah berlutut dan mulutku menjilati belahan memeknya. Dia memanggilku ayah mengikuti si Ning.
Aku tidak sempat berbicara, karena lidahku sudah masuk ke dalam belahan memeknya. Kakinya kukangkangkan lebih lebar, sehingga terlihatlah jelas belahan memeknya yang masih rapat. Kedua tanganku membuka bibir memeknya sehingga, tampak jelas detail memeknya bagian dalam. Aku melihat clitorisnya sudah menonjol berwarna merah muda di lipatan atas memeknya.
Serangan lidahku langsung kutujukan ke titik itu. Sofia menggelinjang tidak karuan dan merintih dengan suara khas rintihan perempuan ketika sedang menikmati rangsangan. Pinggulnya bergerak-gerak mengikuti gelombang nikmat yang melanda seluruh tubuhnya. Tidak sampai 5 menit dia berteriak dan menyebutkan ,” aduh-aduh aduuuuuuh,”
Memeknya berdenyut-denyut berkali-kali dan cairan makin banjir sampai menetes ke bawah. Sofia tergolek lemas tidak berdaya. Kutanya apa yang terjadi sampai teriak aduh-aduh. Dia mengatakan baru kali ini merasakan kenikmatan kepuasan sex.
Aku katakan masih ada lagi kenikmatan yang lebih dari ini. Aku yakin dia tadi baru menikmati orgasme clitoris. Jika dia menikmati orgasme vaginal pasti dia akan menjerit, Sebetulnya aku ingin menggendong dia ke tempat tidur, tetapi terlalu berat, sehingga aku membimbingnya saja dan membaringkan di tempat tidur.
Aku langsung menindih badannya dan mengarahkan batang kayu yang sudah sejak tadi ingin dipacakkan. Penisku agak susah untuk menemukan gerbang vaginanya, karena berkali-kali meleset. Aku kemudian mengambil posisi duduk bersimpuh sehingga bisa melihat arah penis dan gerbang vaginanya.
Setelah tepat di depan Vagina, kepala penisku bisa masuk perlahan-lahan. Sofia minta aku pelan-pelan karena memeknya perih. Aku bertindak hati-hati dan melakukan gerakan maju mundur pelan dan pendek, sampai memeknya terbiasa menerima kehadiran penisku. Aku tidak ingin menimbulkan trauma menakutkan pada saat pecah dara ini.
Setelah gerakanku lancar maju mundur dan rasanya juga sudah agak dalam karena seluruh kepala penisku sudah tercelup, masih terhalang oleh selaput daranya. Jika aku tekan, dia akan menarik pantatnya menjauh. Keluhan perih dan sakit berkali-kali dirintihkan.
Penis kupertahankan mentok di selaput dara. Aku menciumi mulutnya dengan ganas. Sementara itu di bawa sana, penisku berkali-kali aku tegangkan (senam kegel).
Kosentrasi Sofia terpecah antara rasa sakit dan nikmatnya berciuman serta remasan di dadanya. Melalui gerakan mengencang dan mengendurkan penisku sambil aku tekan ke dalam perlahan-lahan terasa, ada sedikit kemajuan.
Selaput daranya bisa aku terobos sepenuhnya ketika aku kencangkan penisku dan menguak selaput daranya. Dia berteriak dalam kuluman mulutku. Setelah benteng itu aku dobrak, penisku bisa maju perlahan-lahan tanpa hambatan berarti. Itu pun tidak langsung aku benamkan tetapi, melalui gerakan pelan maju mundur sedikit, maju lebih banyak begitu berkali-kali.
Jepitan mekinya sangat ketat, wajar saja kalau dia merasa sakit, karena dinding vaginanya seperti menyatu dan harus dikuak perlahan-lahan. Penisku akhirnya bisa tertancap seluruhnya. Untuk meyakinkan, aku meraba sisa batang yang tinggal. Memang tidak ada lagi sisa.
Dalam posisi terbenam itu aku melakukan gerakan kegel berkali-kali. Setiap kali ku keraskan penisku, Sofia mengernyitkan alisnya menandakan ada rasa sakit. Setelah dia tidak merespon gerakan kegelku baru aku mulai memompa perlahan-lahan.
Menghadapi memek yang masih perawan ini aku sulit bertahan lama, meskipun malam sebelumnya aku baru menafkahi batin istri tua. Spermaku lepas ke dalam dasar memeknya. Sofia menanyakan kenapa rasanya memeknya kesiram air hangat. Aku jelaskan bahwa aku menyemprotkan sperma ke dalam mulut rahimnya.
Aku rendam penisku sampai akhirnya menyusut dan keluar sendiri dari memek. Air maniku meleleh dari celah memeknya kelihatan pula berwarna merah muda. Darah perawannya tercampur mani dan cairan vaginanya.
Dibawah pantatnya sudah aku siapkan handuk kecil untuk mengalas lelehan air mani. Batang penisku yang baru keluar dari sekapan memek juga terlihat ada darah sedikit.
Sofia mengeluh memeknya masih terasa perih, serta rasanya masih ada bekas penisku di dalamnya. Mungkin bekas jalan masuk penisku di memeknya masih belum terkatup kembali sehingga dia merasa seolah batangku masih mengganjal.
Aku bimbing dia ke kamar mandi untuk membersihkan sisa-sisa cairan bersetubuh. Sofia jalannya tidak normal, karena selangkangannya terasa perih. Ketika dicuci terkena air, memeknya masih terasa perih. Meski begitu dia mengakui bahwa saat penetrasi dan penisku maju mundur tadi terasa juga nikmatnya. “ Jadi bingunglah ada sakit ada enaknya juga,” kata Sofia.
Kami berdua istrihat dengan tidur berpelukan dalam selimut, dia berkali-kali mengatakan sayang ayah. Aku hanya mengelus-elus rambutnya sampai akhirnya aku tertidur. Bangun tidur kami mandi air hangat berdua.
Aku dan Sofia kembali mengenakan pakaian karena kami akan mengunjungi unit apartemen si Ning. Begitu pintu terbuka, Ning langsung melompat memelukku dengan posisi dia aku gendong. Diciuminya seluruh mukaku, “Aku kangen ayah, katanya tanpa mempedulikan Sofia yang berdiri di sampingku.
Mungkin berat bagi perasaan wanita melihat kenyataan ini, pasangan yang disayangi dipeluk- cium oleh perempuan lain. Tapi Sofia kelihatannya sudah siap dengan kenyataan ini, sehingga dia dingin saja melihat sambutan Ning.
“Barusan belah duren ya,” kata Ning
“Ih teeh Ning malu ah,” kata si Sofia.
Kami berkelakar bertiga. Aku berusaha memberi perhatian yang sama kepada kedua istri-istriku. Ning meski lebih muda, tetapi pengalaman sexnya sudah mumpuni. Tapi dasar si Ning gila batang dia tidak peduli dengan kehadiran Sofia. Aku diciuminya dan penisku remas-remas.
Aku biarkan saja ketika tangannya membuka celanaku. Dia berusaha mengeluarkan penisku dari sarangnya tanpa membuka semua celanaku. Sesaat kemudian dia sudah mengulum penisku dengan gairah tinggi. Penisku belum terlalu keras, karena habis bertempur.
Sofia agak jengah melihat kelakuan Ning. Aku menangkap isyarat itu, maka kutarik ke dalam pelukanku. Aku cium bibirnya. Pada awalnya dia tidak merespon, alias diam saja. Namun mungkin birahinya bangkit, apalagi tanganku meremas-remas teteknya dari luar bajunya.
Aku berusaha memasukkan tangan ke dalam bajunya dan membuka pengait BH, agar tanganku bisa langsung menyentuh payudaranya. Pentil adalah salah satu kelemahan Sofia, sehingga dia jadi lupa diri setelah pentilnya aku pelintir-pelintir. Dia mulai mengerang lemah.
Agak susah mulutku mencapai teteknya untuk menhisap pentilnya. Sofia paham keinginanku dia menyelak bajunya dan memberi susunya untuk aku kenyot. /sementara itu penisku di bawah sana makin keras akibat dikerjai si Ning.
Tanganku meraba selangkang Sofia dan langsung masuk ke dalam celana dalamnya. Belahan memeknya sudah berlendir licin. Aku jadi lega, karena dia sudah terangsang. Aku mengguit-guit itilnya.
Sementara itu si Ning sudah berhasil melepas celanaku dan dia tanpa rasa malu, duduk diatas penisku dan memasukkan ke memeknya. Entah kapan dia sudah melepas semua pakaiannya sehingga bugil. Sambil telanjang dia menggenjot penisku yang sedang imum, meskipun tegang.
Sedangkan si Sofia duduk berselonjor menikmati permainan jariku di itilnya. Si Ning menjerit-jerit sambil main kuda-kudaan, sedangkan Sofia merintih nikmat karena itilnya dipermainkan.
Tidak lama kemudian, Ning mengerang keras, karena mencapai orgasme dan ambruk ke dadaku. Sofia sudah pada tingkat menjelang orgasme sampai akhirnya badannya berjingkat-jingkat menikmati kepuasan puncaknya. Aku membimbing keduanya ke bed besar, dan si Sofia kulucuti semua bajunya.
Aku lalu merangkak diantara paha Sofia lalu membenamkan penisku perlahan-lahan. Sofia masih mengernyitkan alisnya pertanda masih ada rasa sakit. Namun gerakan genjotanku berikutnya dia sudah mulai merintih perlahan-lahan.
Aku sudah paham letak G-spotnya sehingga aku mengusahakan agar penisku menggerus g-spotnya. Badannya terlunjak-lunjak saat penisku mengerus, G-spotnya. Dia sudah melupakan rasa sakit. Sekarang sedang menghadapi gelombang besar orgasmenya.
Kedua kakinya tiba-tiba merangkul badanku sehingga aku tidak bisa bergerak. Penisku seperti dipijat-pijat oleh vaginanya ketika dia mencapai orgasme. Terasa panjang betul denyut orgasmenya dan teriakan si Sofia juga keras sekali, tetapi seperti orang menangis.
Aku duga dia mencapai orgasme yang tertinggi. Dia kemudian melemaskan badannya dan matanya terkatup rapat. Aku memberi hadiah ciuman hangat sekitar satu menit. Aku dipeluknya erat.
Ning yang melihat Sofia mencapai orgasme dengan teriakan kencang, jadi terdorong untuk mengajakku berkayuh di memeknya. Penisku masih cukup perkasa, dan gelombang orgasmeku rasanya masih jauh. Permintaan Ning aku penuhi dan aku genjot dengan posisi gerusan di G spotnya. Ning sekarang yang meraung-raung seperti orang lupa diri.
Sofia menonton pertunjukan kami, aku jadi terangsang karena ditonton dan juga raungan si Ning, jadi makin syur rasanya sehingga akhirnya tercapai juga orgasmeku. Pada saat kusemprot spermaku yang tidak seberapa, Ning berteriak, karena dia rupanya mendapat orgasmenya juga.
Badanku dipeluknya erat dan aku merasa gelombang panjang berkali-kali memijat penisku. Sejak saat itu tidak ada lagi rahasia antara kami bertiga. Orgy selalu kami lakukan baik di unit Ning maupun di unit apartemen Sofia. Mereka lama-lama menuntut agar tinggal di satu unit apartemen saja.
Karena dengan demikian bisa selalu bersama sepanjang waktu. Aku menemukan apartemen seperti yang mereka minta, dan kamar utama ditempati si Ning, kamar kedua menjadi kamar Sofia. Meski begitu mereka selalu tidur bersama.
Tanpa terasa sudah setahun berlalu. Aku mengajak bertemu temanku Budi. Dia berkeluh- kesah mengenai beratnya melayani keinginan sex istri-istrinya, kalau soal biaya tidak pernah menjadi masalah. Praktis ada 4 istri yang harus dipenuhi nafkah batinnya. Dia minta saranku, bagaimana cara mengatasinya.
Kendalanya adalah dalam sebulan Budi hanya ada sekitar 20 hari, bahkan kadang-kadang hanya setengah bulan. Dalam kurun waktu itu harus 4 istri yang diberi perhatian dan digilir sexnya. Jika dulu dia mengenluh nafsu sexnya banyak tidak tersalur, sekarang keluhan itu malah sebaliknya.
Di minta saran aku. Untuk menceraikan beberapa istrinya, Budi merasa kasihan dan tidak tega, karena mereka semua sangat menyayanginya.
Aku menyarankan agar setiap istri diberi kesibukan kerja, sehingga pikiran mereka tidak terfokus pada suami saja. Istriku Ning sekarang sudah enjoy dengan salon kecantikannya sedangkan Sofia asyik dengan usaha travel.
Saran itu diikuti Budi, Semua istri-istrinya diberi usaha. Dia memberi masing-masing istrinya sebuah minimarket yang dibeli dengan sistem waralaba. Dari hasil waralaba itu, istrinya dibebaskan membuka usaha lain yang disukainya.
Setelah itu mereka sibuk dengan masing-masing urusannya sehingga Budi bercerita dia hanya menggilir istrinya sebulan sekali. Pergaulan dengan para istrinya bukan terfokus pada sex tetapi sudah beralih pada masalah bisnis.