Pak Simo lantas menyuruhku mendekat ke dipan, Asih… anak gadisnya segera mendekatiku dengan wajah tanpa ekspresi, melepaskan pakaianku, lalu menurunkan celana pendek dan celana dalamku. Aku sedikit jengah karena pak Simo dan isterinya masih berada di dekat kami, pak Simo mengangguk dan bersama isterinya menuju kursi tempat kami duduk tadi.
Kontolku sudah mengeras semenjak tadi dan segera dielus-elus pelan oleh Asih sebelum akhirnya ia berdiri dan melepaskan kaus kumal dan kain batik lusuhnya, tak ada pakaian dalam dibaliknya.
Mataku berpesta pora menyaksikan payudaranya yang ranum dan berukuran lumayan itu, lalu terus ke bawah ke bagian pinggulnya yang membulat hingga bagian delta di antara dua pahanya yang ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat.
Baru kali ini kulihat secara nyata tubuh telanjang seorang wanita. Asih mengarahkan tanganku agar hinggap di atas gunung kembarnya yang kenyal dan tanpa komando segera kuremas-remas dan kupilin-pilin putingnya.
Sementara Asih dengan wajah setengah tertunduk menatap ke arah selangkanganku yang berada dalam genggaman tangannya. Rasanya aku bisa orgasme saat itu pula.
Wajahnya kemudian mendekat ke arahku dan ia mulai melumat bibirku, dengan segera balas kulumat bibirnya yang agak tebal namun sexy itu, dan memeluknya erat hingga payudara kenyal itu merapat di dadaku.
Selintas kulirik mama dan tante yang masih terlelap nyenyak, dada mereka yang penuh itu naik turun seiring tarikan nafas. Aku tak peduli jika seandainya mereka terbangun, nafsu ini sudah berada diubun-ubun. Asih mendorong tubuhku berbaring di atas dipan.
Dengan sabar ia telentangkan aku, lalu merangkap di atas tubuhku, kembali melumat bibirku, menciumi leher, dada, perut… dan aku mengejang ketika batang penisku kini dikulum, dihisap dan dilumat pelan mulutnya, ia tampak berpengalaman sementara aku bisa dikatakan teramat lugu dan bodoh dalam urusan kenikmatan biologis ini.
Untaian rambut panjangnya mengusap-usap perut dan selangkanganku, rasanya geli-geli nikmat. Ia kemudian bangkit berdiri, berjalan ke arah wajahku lalu dengan perlahan berjongkok di atasnya,
Ia mengangguk seolah-olah menyuruhku menikmati liang senggamanya yang merekah merah, aroma asing namun membangkitkan gairah berahi memenuhi hidungku, dan tanpa sadar aku mulai menjilati permukaan vaginanya dengan rakus.
Matanya hanya terpejam menikmati ulahku. Tapi sebuah keanehan terjadi, kembali batang kontolku seperti dikulum seseorang, aku mencoba bangkit untuk melihat apa yang terjadi, Asih dengan pengertian berlutut sebentar…
Terkejut bukan kepalang mendapati isteri pak Simo alias ibunya Asih tengah mengulum dan mengunyah kontolku, kebayanya telah lepas dan kain kembennya melorot sebatas perut, payudaranya yang jauh lebih besar dari milik anaknya berayun-ayun dengan putingnya yang keras menyapu kedua pahaku.
Ku lirik ke arah pak Simo, yang dengan santai terus menghisap rokoknya menyaksikan kami. Ia tak nampak sama sekali keberatan. Aku kembali menjilati memek Asih sementara di bagian bawah tubuhku, ibunya sibuk menghisap, menjilat batang kemaluan dan biji pelirku.
Pak Simo kemudian bangkit mendekati kami lalu berkata kepada isterinya, wis, ben Asih sing urus, ono gawe liyo (sudah, biar Asih yang urus, ada pekerjaan lain). Isteri pak Simo bangkit mengikuti pak Simo yang berjalan ke arah belakang rumah.
Asih merangkak mundur, setengah jongkok memegang batang senjata biologisku dan mengarahkan ke arah vaginanya, aku menyaksikan dengan antusias bahwa keperjakaanku akhirnya pecah malam ini… you know… dalam artian bukan hanya sekedar masturbasi.
Dan bless… secara tersendat akhirnya ambles ditelan liang kewanitaan gadis remaja bernama Asih. Perasaan nikmat diremas rongga yang hangat, basah dan sempit menjalari sekujur tonggak kemaluanku dan sinyal-sinyalnya dikirim ke seluruh tubuhku.
Asih dengan lincah memaju mundurkan pinggulnya, payudaranya berguncang keras mengundangku untuk menangkap dan meremas-remasnya. Ia merintih-rintih pelan menikmati masuknya benda asing di dalam vaginanya. Entah keluarga macam apa mereka, aku tak peduli lagi.
Bulir-bulir keringat mulai muncul di permukaan kulit kami berdua, suasana dingin malam itu menjadi hangat. Asih merebah di atas tubuhku, memelukku erat kemudian berusah menggulingkan tubuhku dan segera kuturuti sehingga kini aku berada di atas tubuhnya, kembali tubuh sintalnya kupompa keras sehingga dipan itu berderit-derit.
Tiba-tiba pak Simo kembali masuk diikuti isterinya, seolah tak mempedulikanku, ia mendekati dipan di depan kami, membawa sebuah tungku dan kendil kecil, sontak ruangan gubuk itu dipenuhi aroa kemenyan. Ia duduk bersimpuh di sisi mama, meniupkan asap kemenyan ke wajah mama dan tante Lia kemudian memercikan sedikit air di sekujur tubuh mereka berdua.
Semua tak lepas dari pandanganku yang sibuk memacu kenikmatan menggarap tubuh anak gadisnya yang terus merintih-rintih. Lagi pula, jarak antar dipan itu tak lebih sekitar 2 meter saja.
Usai melakukan ritual, perlengkapannya kemudian dibawa istri pak Simo ke belakang. Dan inilah saat yang aku tunggu, dengan perlahan pak Simo melepaskan ikatan kemben di dada Mama, lalu menurunkannya ke bawah.
Perlahan payudara mama tersingkap, terus hingga perut, lalu bayangan hitam tumpukan rambut di pangkal pahanya. Mataku nanar memperhatikan betapa tubuh mama demikian indah, bahkan di usianya yang 43 tahun.
Payudaranya membusung besar dengan puting coklat muda, perutnya yang putih mulus naik turun seiring tarikan nafas, dan yang kian aku memacu gerakan menyetubuhi Asih adalah gundukan vagina mama yang menyembul dan ditumbuhi rambut kemaluan yang lebat.
Padahal dari situlah aku lahir. Tapi itu bukan satu-satunya pemandangan indah yang kusaksikan. Setelah menelanjangi mama, pak Simo berjalan ke sisi dipan berikutnya, dengan segera ia lepaskan kain kemben yang dipakai tante Lia,
Kembali mataku berpesta pora menyaksikan tubuh wanita separuh baya yang juga tak kalah indah dengan tubuh mama, sekujur tubuhnya putih mulus meski sedikit gemuk, bahkan payudaranya sedikit lebih besar dari punya mama.
Pak Simo dengan kasar meremas-remas kedua bukit kembar tante dan membetot ringan, lalu mengusap-usap perutnya yang putih dan mulus terus ke bawah pusar di mana semak belukar hitam tumbuh lebat,
Kemudian dia beringsut ke ujung dipan, melebarkan kedua paha tante Lia, lalu merunduk tepat di ujung segitiga hitam selangkangan tante, dan mulai mengecap dan menjilati organ kewanitaanya.
Sampai kemudian tante kelihatan mulai bergerak gelisah, meski mata masih terpejam, dan mulutnya mulai mengelarkan suara rintihan… yang mulanya lirih namun semakin keras erangannya ketika pak Simo mulai mengorek-ngorek memek tante dengan jemarinya.
Membuatku makin semangat mengayunkan pantat menggali dalam-dalam lubang senggama Asih dengan kontolku… Puas bermain-main dengan tubuh tante Lia, pak Simo bangkit berdiri berjalan memutar menuju di mana mama tidur, kini giliran ibu kandungku akan menerima tindakan cabul lelaki asing, di depan anaknya pula.
Pak Simo mulai meremas-remas payudara mama, dan juga memilin-milin putingnya, lalu ia merunduk… menghisap dan menggigit-gigit ringan mutiara kecoklatan di puncak gunung itu, wajah mama kelihatan mengernyit. Tangan mama direntangkan ke atas kepala, lalu ia hirup ketiak putih mama dengan dalam.
Setelah puas, kembali tangan-tangan kekar pak Simo merayapi sekujur tubuh bugil mama, dan berakhir hinggap di rerumputan hitam di bawah pusar mama, menyisiri bulu-bulu kemaluan lebat itu sebelum jari-jemarinya mulai menggali dalam-dalam lubang di mana aku lahir 17 tahun lalu.
Dan itu memacu ledakan orgasmeku, kurangkul Asih erat-erat lalu semburan demi semburan cairan hangat memenuhi setiap milimeter rongga vagina anak gadis dari lelaki tua yang tengah sibuk menghancurkan kehormatan ibu kandungku.
Sensasi nikmat itu terus berlanjut sampai kurasakan tak ada lagi tetesan sperma yang mengalir keluar, lalu aku bangkit meninggalkan tubuh Asih dan seolah tak mempedulikannya, aku terduduk asyik menyaksikan adegan bagaimana tubuh telanjang mama digarap pak Simo.
Sama seperti tante lia tadi, kini mama mulai merintih-rintih dan tubuhnya bak cacing kepanasan bergerak kesana kemari, sementara matanya juga masih terpejam seolah-olah masih berada di alam mimpi.
Asih turun dari dipan dan berlutut di hadapanku… dan hap… ia menjilati sekujur penisku yang masih diselaputi lendir dan sperma seolah-olah ingin membersihkannya, aku hanya bisa termangu menikmatinya sampai kemudian ia bangkit berdiri dan berjalan ke bagian belakang rumah.
Pak Simo kini mengangkat betis mama dan ditumpangkan di pundaknya, sehingga pinggul mama terdongak ke atas, lalu ia beringsut ke depan dan makin tinggi mengangkat bagian bawah tubuh mama hingga vagina mama tepat di depan mulutnya, dan dengan rakus ia jilati liang senggama ibu kandungku itu, mama yang seperti orang kayang itu mulai menceracau ribut.
Pemandangan sensual itu membuat senjata biologisku yang tadinya layu mulai bangkit kembali secara perlahan. Dan malam itu kejutan belum berakhir, ibunya Asih muncul dari belakang rumah mendekatiku, dan sebleum ia duduk menemaniku, ia tanggalkan satu-satunya alat penutup tubuhnya, kain batik lusuh itu jatuh pelan ke permukaan lantai, yang segera ia pungut untuk di letakan di atas bantal.
Mataku nanar menyaksikan tubuh semok berbalut kulit sawo matang itu dengan payudara besar duduk mendekat disampingku, dan tanpa tedeng aling-aling langsung meraup batang penisku dan mengusap-usapnya pelan.
Dan aku pun mulai berani juga mulai meremas-remas payudara montok yang jauh lebih besar dari milik anak gadisnya, mungkin sebesar punya mama, lalu menjamah memeknya dan mengutil-ngutil klitorisnya, membuat matanya merem melek dan nafasnya mulai mendengus.
Pak Simo lalu menurunkan tubuh mama, lalu bangkit berdiri melepaskan celana sontog yang mirip celana pakaian silat, batang kontolnya yang besar yang melebihi ukuran milikku itu telah mengacung berdiri dengan gagahnya. Ia menaiki dipan lalu mengangkangi dada mama, dengan menjambak rambut mama, ia arahkan kepala mama hingga ujung kepala penisnya menyundul bibir mama…
mata mama membelalak, seperti orang bingung… ayo nduk, emuten!!, perintah pak Simo dengan wibawa, mama yang dalam matanya seperti ada penolakan namun seperti terhipnotis mulai mengulum kontol lelaki asing itu, ia melirikku dan matanya seperti terkejut menyaksikanku duduk telanjang didampingi isteri pak Simo yang juga dalam keadaan bugil dan sibuk mengocok-ngocok batang kemaluan puteranya.
Dan hal itu membuat mama terbatuk-batuk, lalu melepaskan paksa kontol Pak Simo… Randy? kamu ngapain? Apa-apaan ini… to… mmff, ucapannya terhenti ketika pak Simo dengan paksa menyumpalkan kembali batang kemaluannya ke mulut mama, membuat mama kembali tersedak dan terbatuk-batuk… kembali ia berontak melepaskan diri…
ia melirik ke arah tante Lia… Kak Lia… tolo… mmfff, kembali pak Simo memaksa mama mengoral kemaluannya, air mata mama sampai menetes, tetapi pak Simo dengan kasar terus mendesak-desakan kontol besarnya ke rongga mulut mama, bagai menikmati kekuasaan mencabuli seorang wanita di depan anak kandungnya, tampak kemudian mulutnya seperti merapal suatu mantra dan membuat mama tak lagi berontak.
Puas mengobrak-abrik mulut mama, pak Simo merangkak mundur, membuka lebar-lebar kedua paha ibu kandungku yang kini dengan pasrah menanti dieksekusi. sumber Ngocoks.com
Lalu dengan posisi setengah duduk ia paksa mendesakkan kontol besar itu ke mulut memek mama, dan karena sangat besar membuat proses penetrasi berjalan lambat, mama sampai membelalakan mata dan mengerang seperti mengejan sampai akhirnya benda keras itu tertelan sepenuhnya.
Agak lama pria tua membiarkan kelaminnya berdiam dalam genggaman vagina mama, sepertinya ia menikmati betul hal itu, sampai kemudian mulai menariknya ke belakang pelan, lalu dimasukkan kembali. Setiap gerakan membuat mama merintih dan meringis dan mulai menggigiti jemarinya,
sementara pak Simo kian aktif mengayunkan pantatnya maju mundur seaktif tangan-tangannya yang dengan kasar meremasi tetek montok mama, dan kulihat batang kontolnya berkilauan basah tanda telah diselaputi lendir vagina ibu kandungku.
Membuatku merasa iri melihat pria tua itu menikmati tubuh indah perempuan yang telah melahirkanku, dan membuatku menjadi seperti dendam sehingga kemudian isterinya yang berada disampingku kurebahkan, kubuka lebar selangkangannya dan tanpa ba bi bu kutusukkan batang kontolku ke lubang senggamanya yang ternyata telah basah.
Rumah gubuk itu kembali diramaikan simfoni sensual… erangan mama dan isteri pak Simo sahut menyahut mengiringi suara eranganku dan pria paruh baya itu. Keringat mulai membanjiri tubuh-tubuh yang terlibat persetubuhan terlarang malam itu. ssssh… ampuun pak, ohhh… puaskan aku pak… terusss.. nnnggh, rintihan mama mulai nakal.
Bersambung…