Entah karena lapar atau karena takut padaku, mama dan tante langsung makan. Kutinggalkan mereka saat kudengar ayah masuk.
“Yang lain mana?” kata ayah begitu melihatku.
“Di garasi yah.”
Ayah hanya geleng – geleng sambil tersenyum mendengar jawabanku. Ayah lalu ke kamarnya. Beberapa saat kemudian ayah keluar. “Makanan udah siap belum?”
“Udah yah.”
Ayah lantas duduk di meja makan. “Mamamu mana?”
“Yah, Atha punya hadiah buat ayah.” kataku sambil memberi remot puyuh pada ayah.
Ayah menerima lalu melihatnya. “Apaan ini?”
“Kayak lampu ajaib aladin, kalau digosok jin datang. Ini juga yah, kalau dipencet, ada yang datang.”
Ayah lantas memijit yang hijau. Langsung mama datang merangkak sambil berlari – lari. “Hahahaha… Dia udah jadi anjing penurut belum?”
“Coba aja sama ayah!”
“Duduk!”
Mama langsung duduk diatas betisnya. Tangannya terangkat sedada, lidah menjulur keluar. Ayah lantas mencabut jepitan dari kedua pentil susu mama, meletakkan satu di meja, sedang satu lagi dilemparnya. “Ambil!” Mama langsung berlari mendekati tempat jepitan jatuh, menggigitnya lalu mengembalikan kepada ayah.
“Mana Yena? Bawa dia ke sini!” kata ayah sambil menatap mama. Mama langsung merangkak ke garasi.
“Ayah bangga sama kamu nak!”
“Coba ntar ayah liat kamar baru mereka!”
Mama merangkak kembali dengan tante. Ayah menyuruh mereka mendekat. Ayah lalu mengelus punggung tante, lalu memainkan susunya. “Udah, pergi lagi sana!” Kata ayah sambil menepuk pantat Yena. “Ambil talimu ke sini Sah!”
Mama dan tante merangkak kembali ke garasi, namun mama kembali sambil menggigit tali dan menyerahkannya ke ayah. Ayah mengambil lalu memasang ke kalung mama.
“Ayo ke kandangmu.” Mama merangkak di depan dengan ayah mengikuti di belakang sambil memegang talinya. Kuikuti dari belakang. Mama masuk garasi dari pintu dalam rumah.
Di garasi, kandang bawah kosong, sedang kandang atas terisi tante. Ayah menatapku, “gimana caranya mereka masuk dan keluarnya?”
“Minta mereka praktekan aja.”
Ayah melepas tali, mama langsung merangkak masuk. Di kandang, mama memutar lalu keluar dengan kepala dahulu. Setelah diluar, mama merangkak ke ayah dan menggesek – gesekkan kepala ke kaki ayah. Ayah memegang kepala mama, membungkuk lalu mencium mama.
Ayah berdiri lagi, lalu melihat tante. Tante langsung keluar kandang, masuk dan keluar lagi. Tante lalu mendekati ayah. Ayah membungkuk untuk meniumnya. Namun sebelum papa mencium, tante menjulurkan lidah lalu menjilati bibir ayah, lalu hidungnya. Setelah itu, tante mengelus – elus kepala ke kaki ayah.
“Udah cukup.” Tante pun melepas kepala dari kaki ayah. Ayah langsung ke atas, ke kamarnya. Sedang aku duduk di sofa.
“Sah, sini sah!” Mama merangkak mendekat begitu kupanggil. Tali masih menggantung di kalungnya. Kulepas tali itu. “Nungging sana!” Mama langsung nungging membelakangiku. Tali di tanganku kupakai untuk memecut pantat mama…
“Aawwww,” teriak mama. Lalu kembali menangis
“Diam anjing! Mama tau gak kenapa Atha pecut?”
“Iii iiiyyyaaa..”
“Kenapa coba?”
“Karena mama gak jilat ayah setelah ayah cium mama.”
“Nah, itu paham, tau dari mana?”
“Tau setelah liat Yena.”
“Bagus, udah mulai belajar.” Kupasang kembali tali ke kalum mama. “Sana pergi ke kamar Atha!”
Mama merangkak pergi ke kamarku. Aku ke dapur mendapati tante. “Udah beresin semua, abis itu masuk kandang!” Setelah itu aku pun ke kamarku.
Di kamar kudapati mama sedang berbaring di lantai. Kudekati lalu kuelus wajah mama dengan kakiku. Mama mencoba menggigit kakiku, tidak sakit, namun hanya membuat geli saja, lalu mejilati kakiku. Kubiarkan mama bermain dengan kakiku. “Udah, cukup.” mama lalu melepas mulutnya dari kakiku.
Aku pindah duduk di kasur sambil bersandar. Kulebarkan kaki. “Sini!” Mama mendekatiku. Kutunjuk pahaku, “Diam di sini.” Mama lantas diam di atas pahaku bertumpu pada lututnya. Kutekan bahu mama hingga memek mama menyentuh pahaku.
“Pingin orgasme mah?”
“Guk,” kata mama.
“Ya udah, goyangnin aja pantatnya sampai orgasme.”
Mama lalu menggesekkan memek ke pahaku. Kulihat mama sangat menikmati gesekan ini hingga akhirnya mama pun orgasme sambil rubuh ke tubuhku. “Nungging!” Mama langsung nungging di kasur. Aku sudah tak tahan, lalu kumasukan kontol ke memek mama. Tak butuh waktu lama bagiku untuk mengisi memek mama dengan pejuku.
Mama langsung berbalik dan membersihkan kontol dengan mulutnya. Saat mama sedang membersihkan, tiba – tiba pantatnya bergetar. Rupanya ayah memanggil. Mama tetap membersihkan kontolku. Pantat mama bergetar lagi.
“Ayah manggil tuh. Pergi sana!” Mama menghentikan aksinya lalu merangkak menuju kamar ayah. Aku pun tertidur pulas.
****
Saat aku bangun, mama sedang menghisap kontolku. Kubiarka saja hingga aku pun keluar. “Siapin sarapan, Atha mandi dulu.”
Mama langsung merangkak pergi sedang aku mandi. Hari ini kuputuskan untuk sekolah, setelah kemarin bolos. Saat mandi aku ingat mama gak memberi tahu apa yang ayah lakukan saat memanggil mama. Selesai mandi, mama sudah ada lagi di kamarku. “Apa yang ayah mau semalam?”
“Gak apa – apa, ayah hanya bilang, si bibi sama si bapak tukang kolam ayah rumahkan.”
“Kenapa?” Kataku sambil memakai seragam.
“Terlalu beresiko katanya. Ntar kalau mereka lihat, terus mereka cerita, maka berkembanglah kisah yang mungkin dilebih – lebihkan. Maka dari itu, untuk cari aman, maka mereka ayah rumahkan”
“Ya udah, sekarang rumah biar diurus anjing – anjing. Athah kencing belum mah? Athah buang air besar?”
“Belum.”
“Mulai sekarang, kalau mau kencing atau lainnya, langsung aja keluar, tempat biasa. Gak usah nunggu Atha. Atha izinin kok. Kasih tau juga Yena.”
Mama langsung mendekati kakiku dan memainkan kepalanya di kakiku. Kini bahkan mama menjilati dan menggigit kecil jemari kakiku.
“Tante sama ayah semalam?”
“Iya.”
“Tante lagi apa saat mama masuk?”
“Tante lagi…”
“Lagi apa?”
“Tante lagi bercumbu sama ayah.”
“Lagi apa?” kataku sambil melotot
“Lagi ng… ngentot…”
“Ayah ngentot sambil ngomong ke mama?”
“Iya.”
“Terus?”
“Ayah bilang agar nunggu ayah selesai, abis itu disuruh bersihin ayah.”
“Apa ayah izinin mama orgasme setelah itu?”
“Gak.”
“Hahahaha…”
Aku ketawa, mama mulai berair mata mendengar tertawaanku. “Sekarang mama ngerti kan, Ayah lebih milih Yena. Hanya Atha yang sayang sama mama.” Kuberdirikan mama lalu kupelu. Mama makin menangis dalam pelukanku. Kuelus rambut mama. “Udah, mama tinggal milih, mau nurut atau enggak sama Atha. Karena hanya Atha satu – satunya yang cinta sama mama.
“Iya Da. Mama juga sayang sama Atha.”
Iya. Sekrang turun mah!”
Mama lalu kembali merangkak, kuambil tali dan kubawa mama menuju meja makan. Aku lantas sarapan. “Mah, sarapan dulu sana sama Yena!”
Mama langsung menhilang ke garasi. Selesai makan aku menyusul. Ternyata mama dan tante sedang makan.
“Atha sekolah dulu. Kalian beresin rumah, mandi sama beresin kandang kalian juga.”
“Guk.” kata mama dan tante hampir berbaringan.
****
Tiada yang aneh di sekolah. Hanya beberapa teman menanyakan kenapa kemarin tidak masuk. Biasa, flu berat, kataku. Saat jam pelajaran habis aku pun pulang.
Masuk rumah kulihat keadaan sepi. Kuperiksa ternyata mama dan tante sedang pada di kandang, tidur. Kubiarkan, aku pun lantas ganti pakaian. Kupakai kaos dan celana pendek. Aku kembali ku kandang. Mereka masih tidur. Kubuka celana, kuambil kursi lalu berdiri di atas kursi di depan kandang. Kukencingi tante dan mama.
Mereka lalu keluar dan pada duduk di depanku. Kupasang tali pada tante, sedang mama masih memakai talinya. Kupegang dan kubawa ke halaman belakang. Di sana, matahari masih menyengat dengan panasnya. “Jemur tubuhnya sampai kering!” kataku. Mama dan tante lalu berjemur. Kuambil mangkuk anjing dua dan kuletakan di halaman belakang.
“Nih, jemurnya sambil minum. Ayo sampai habis!” Mereka langsung minum. Ternyata mangkuk tante yang lebih dulu habis. Sedangkan mama, beberapa saat kemudian baru habis. “Juaranya tante nih, siapa yang habisin lebih cepat dapat hadiah.”
Tante langsung menatapku dengan gembira. Sedang mama hanya menatap lesu. “Makanya, kalau disuruh itu mesti cepat. Biar dapet hadiah.” Tante berguling – guling di rumput, sedang mama hanya diam. “Sah, jilat memek Yeni! Harus sampe keluar!”
Tante langsung tidur sambil melebarkan paha, mama mendekat dan mulai memainkan mulut di memek tante. Terlihat mama agak jijik, namun tetap melakukannya. Sedang tante sangat menikmati mulut mama. Hingga akhirnya tante mengejang, rupanya tante keluar.
“Udah puas yen?”
“Guk,” kata tante sambil kembali merangkak lalu mendekatiku. Tante mulai memaikan kepala ke kaki yang sedang duduk. Saat tante akan menyentuh kontolku, kuhentikan kepalanya. “Sekarang gantian. Jilat memek Aisah, Yen!”
Mama terlihat senang lalu berbaring di tempatnya, melebarkan paha dan menunggu. Tante mendekat dan mulai menjilati memek mama. Kudekati mereka dan duduk di sampingnya sambil memperhatikan mama. Kulihat mama mulai mendekati orgasme. Erangannya makin tak karuan. Saat mama seperti akan orgasme, kupegang rambut tante lalu kutarik.
“Udah, siapin dulu makanan, laper nih.” Tante masuk dengan riang, namun berbeda dengan mama. Aku ikut mereka masuk. Aku duduk di sofa memperhatikan mereka menyiapkan makanan. Setelah selesai, kupanggil mereka. “Sini semua!” Mereka langsung mendekat dan duduk menanti. “Ambil mangkuk kalian di belakan, terus taruh deket kandang.
Mama dan tante langsung berhambur keluar. Keduanya kembali melewatiku sambil menggigit mangkuk masing – masing. Setelah itu, mereka kembali menghadapku. “Sekarang isi mangkuk kalian dengan makanan dan minumnya. Harus sampai penuh. Ayo cepat!”
Mereka lantas ke dapur, mengambil makanan dan mengisi mangkuknya masing – masing. Setelah itu mengisikan minuman. Di kandang mereka diam menunggu. “Ayo cepet makan semua sampai habis. Minumnya juga mesti gak bersisa!” Mama dan tante langsung makan. Aku kembali ke meja makan, ikut makan sendiri.
Kuelus wajah mama dengan kakiku. Mama langsung menjilati kakiku. “Duduk sini Sah!” Mama langsung duduk di sofa di sampingku. Kucium mama. Kini mama menciumku dengan penuh nafsu. Kucium sambil meremas susunya. Setelah itu, kutarik rambut mama dan kuarahkan mulut mama ke putingku. Mama langsung menjilatinya.
“Nungging Sah!” Mama langsung nungging. Langsung saja kuekse dari belakang. Mudah memang karena memek mama sudah basah. Kuekse hingga kami keluar secara bersamaan. Mama langsung ambruk ke lantai. “Sini duduk Sah, Bersihin Yen!” Tante langsung bangkit, aku duduk di sofa dan tante mendekatiku. Mulut tante kini bermain membersihkan kontolku.
“Sayang tuh peju terbuang, bersihin Sah!” Kulepas mama dan kutunjuk ceceran peju di lantai. Mama langsung nungging dan menjilati serta menyeruput peju itu hingga lantai bersih. Meski tanpa pembersih lantai.
***
Hidup di kabupaten kecil membuatku terisolasi dari dunia perlendiran unik nan menarik. Hanya internetlah satu – satunya buku panduan bagiku untuk memelihara binatang peliharaanku. Ingin rasanya kumpul bareng berbagi cerita dan tips dengan sesama pemilik peliharaan, namun apadaya. Jangankan untuk itu, sedang dian tara semua temanku, tak ada yang suka per – bdsm – an.
Kujalani hari – hariku melatih mama dan tante. Setiap ayah di rumah, tante selalu menghilang ke kamar ayah. Kusadari mama menjadi agak murung. Kulihat mama menjadi agak lamban jika merangkak. “Ayo cepet jalan, lambat sekali sih.” Namun mama tetep tak menjadi cepat. “Kenapa sih mah?”
“Guk.” Katanya sambil menatap lututnya.
Aku penasaran. “Duduk.” Mama langsung duduk, kulihat lututnya, ternyata lecet. Mungkin akibat terlalu sering digunakan. “Ya udah, jilati terus biar gak lecet lagi.” Mama lalu menjilati lututnya.
Hari – hari berlalu. Ayah mulai sering berada di rumah. Serta selalu ingin bersama tante. Membuatku hanya punya banyak waktu bersama mama. Lecet di lutut mama mulai hilang, berganti dengan kerasnya kulit lutut serta makin lancarnya mama berjalan. Hingga kusadari mama mulai muntah.
“Kenapa mah? Mama sakit?”
“Enggak nak. Kayaknya mama hamil?”
“Apa? Hamil?” Aku senang. Tak dapat kusembunyikan kegembiraanku. “Ntar malam kita makan berdua mah.”
Mama terlihat senang dengan ucapanku. Aku lantas pergi, beli lilin merah di toko. Malam pun datang.
“Naik ke meja mah, tidur.” Mama tiduran di meja, seperti yang kukatakan. Kuambil makanan untuk dua porsi, lalu kutaburkan di tubuh mama. “Lilinnya dipasang di mana ya?” Kumasukan ke mulut mama. “Basahi mah!” Mama lalu membasahinya. Setelah kurasa cukup, kucabut kembali.
Kumasukan lilin ke memek mama, pelan saja hingga tertancap agak dalam. “Kalau lilin ini gak lepas, Atha kasih mama hadiah.” Cerita ini dipublish oleh situs Ngocoks.com
“Guk.” Mama menatapku sambil tersenyum.
Setelah itu, lilin kunyalakan. Meski posisi lilin tak berdiri tegak, namun agak menyamping.
Aku makan. Setelah sesuap, kusuapi mama dengan tanganku. Tanganku bergantian menyuapi diriku dan mulut mama hingga habis. Kulihat lilin, ajaib ternyata tidak lepas dari cengkraman memek mama.
Prok… prok… aku bertepuk tangan, “Makanannya abis.” Lalu kutiup lilin. “Ambil tempat minum mama ke sini. Ayo cepet.”
Mama lantas turun dari meja dan merangkak ke garasi. Mama kembali sambil menggigit tempat minumnya. Kuambil dan kuletakan di bawah. Di kananku kupegang sebotol softdrink. Sedang di kiriku susu sekotak. “Mau minum yang mana mah?” Mama menunjuk softdrink dengan dagunya. Kutuang softdrink yang langsung diminum mama.
Setelah minum, kupasang kembali tali ke kalung mama. Kubawa mama ke halaman belakang, lalu kusemprot pake selang. Mama berguling – guling agar semua bagian tubuhnya tersembur air. Setelah itu ku ambil anduk mama dari tempat anduk. Kutaruh di lantai.
“Bersihin pake ini aja.” Mama lantas menggosokan tubuh ke anduk itu. Mulai sekarang kalau basah, bersihin pake ini aja.”
“Guk.” Kata mama hingga akhirnya tubuhnya kering.
Kubawa kembali tali mama dan kubawa ke kamarku. “Oh, iya. Karena tadi lilinnya gak jatuh. Mama boleh entot Atha.” Kataku sambil berbaring. Namun mama masih diam di lantai. “Ayo sini, gak usah malu.”
Akhirnya mama naik ke kasur dan menindih tubuhku. Mama menciumku. Setelah itu mama mulai menikmati kontol dengan mulutnya. Setelah dirasa mengeras, mama mulai memasukan kontol ke memeknya.
Aku tak berdaya dibuatnya. Apalagi mama mendudukiku sambil menggoyangkan pantat. Hingga akhirnya kami orgasme berbarengan.
Setelah puas, mama turun lalu merangkak akan kembali ke kandangnya. “Tunggu mah. Jangan pergi. Malam ini Atha pingin tidur sama mama.”
Mama langsung berbalik. Wajahnya terlihat bahagia. Saat mama berbaring di sisiku, kupeluk mama. Kepala mama bersandar di dadaku. Mama menangis. “Kenapa menangis mah?”
“Mama bahagia sayang.”
“Atha juga seneng mama hamil anak Atha.”
Kami pun tidur.