Beberapa hari ini aku sedang disibukkan dengan revisi-an skripsi yang menumpuk lantaran dari kemaren terus aku tunda-tunda karena kesibukanku dalam memantau portofolio tradingku yang memerah. Bayang-bayang akan tubuh bi Nana Kembali tergambar akan otakku.
Teringat Kembali kejadian pada malam itu ketika si kecil otongku tiba-tiba merasakan empuknya pantat dari bi Nana. Aku berpikir bahwa tidak mungkin jika pada saat itu bi Nana juga tidak merasakan sensasi dari otongku yang bergesekan dengan area sensitifnya, meskipun masih sama-sama terhalang kain yang dipakai.
Tak berasa hari pun mulai berganti siang, hal tersebut ditandai dengan perutku yang mulai bernyanyi keroncongan. Aku pun bergegas untuk menuju warung bi Nana untuk mencari makan siang (selain maksudku yang lain tentunya).
Aku beberapa hari ini memang tidak makan di warungnya, lantaran aku mendapatkan kiriman makanan dari orang tuaku. Memang orang tuaku sering kali mengirimkan makanan dari rumah untuk menjadi santapanku, terutama kering tempe buatan nyokap yang sangat menggugah selera.
Namun sesampainya di warung tersebut aku harus Kembali dengan tangan hampa lantaran warung bi Nana tutup. Aku pun bertanya-tanya, kenapa tumben sekali warung bi Nana ini tutup, karena biasanya selalu buka.
Karena tidak mendapatkan apa yang aku mau, aku pun Kembali ke rumah untuk selanjutnya memesan melalui ojek online. Di tengah perjalananku pulang aku berpapasan dengan mbak Devi yang sedang mendorong kereta bayi dan terlihat anaknya sudah tertidur pulas.
“eh Mbak Devi, darimana mbak?” tanyaku basa-basi.
“ini mas abis jalan-jalan sama Galih. Rewel dia, mau tidur aja minta jalan-jalan.” Ucapnya.
“mas Dito darimana?” lanjutnya.
“niatnya sih mau makan di warung bi Nana, mbak. Tapi tutup.” Jawabku.
“iya, emang bi Nana beberapa hari ini tutup. Kalo gitu makan di rumah saya aja mas, kebetulan tadi saya habis masak.” Tawarnya.
“gak usah lah mbak, malah ngrepotin mbak devi.” Jawabku malu-malu.
“santai aja mas, kemaren kan aku juga udah ngerepotin mas Dito, anggep aja balas budi mas.” Ucapnya sambil tersenyum manis.
Aku pun meng-iya-kan tawaran dari mbak Devi untuk makan di rumahnya tersebut. Kami pun langsung menuju rumahnya untuk menyantap hidangan yang tadi telah di masak oleh mbak Devi. Sesampainya di rumah mbak Devi, ternyata rumahnya sangat sepi. Apakah ini sebuah kesempatan? Pikiran kotorku pun muncul yang membuat celanaku terasa sesak karena desakan si otong.
“kok sepi amat mbak, suami mbak kemana?” tanyaku basa-basi.
“ya kerja lah mas, udah dari beberapa bulan ini dia pergi ke luar kota buat bikin ruko katanya.” Jawabnya.
“ayok mas silahkan duduk, biar aku siapin makanannya.” Lanjutnya. Mbak Devi bergegas untuk pergi ke kamar untuk menidurkan anaknya dan lalu ke dapur untuk menyiapkan makanan.
Aku melihat rasa kurang suka ketika aku membahas masalah suaminya tersebut. Entah apa masalah keluarga yang sedang mereka hadapi, aku tidak mau tau dan tidak mau ikut campur urusan rumah tangga orang lain. Aku juga memang kurang bergaul dengan lingkungan ku itu, bahkan aku juga baru tau kalo suami dari Mbak Devi adalah seorang kuli bangunan yang sering kali pergi keluar kota untuk mencari nafkah.
Makanan pun telah mbak Devi siapkan dan entah kenapa rasa kaku menjadi menjalar setelah obrolan basa-basiku yang mungkin kurang enak masuk di hati Mbak Devi.
Setelah selesai makan aku pun berniat untuk meminta maaf jika ada yang salah pada pertanyaanku tersebut. Namun mbak Devi malah menangis menjadi-jadi dan ia pun meluapkan segala emosinya dengan bercerita bahwa suaminya tersebut memang sering kali tidak pulang ke rumah berbulan-bulan, sekalinya pulang Cuma beberapa hari, setelah itu pergi lagi.
Ia juga berucap bahwa sebagai seorang istri tentu yang ia butuhkan bukan hanya materi, tetapi juga kehadiran dari sosok tersebut.
Dari situ aku menyimpulkan bahwa mbak Devi ini adalah sosok yang kesepian dan sangat butuh orang yang bisa mendengarkannya bercerita, karena dari ia bercerita seperti ia sudah lama memendamnya, namun baru memiliki kesempatan untuk bercerita itu sekarang.
Aku beranjak dari tempatku makan dan memberanikan diri untuk memeluknya. Dan ternyata tidak ada penolakan darinya, bahkan ia menyambut pelukanku tersebut. Setelah tangisnya reda, aku menjauhkan wajahnya dari dadaku.
“mbak Devi gak usah khawatir ya, kalau ada apa-apa panggil akua ja, kalau butuh teman cerita juga aku siap buat dengerin kok, pokoknya tenang aja ya.” Ucapku berusaha memberikan ketenangan kepadanya.
“makasih ya mas.” Ucapnya lirih.
Setelah kata terakhir itu keluar dari mulut mbak Devi, kami saling beradu pandangan cukup lama, hingga tiba-tiba mata mbak Devi terpejam dan mulutnya menyosor mulutku. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, aku pun menyambut mulut sensual tersebut.
Kami terbawa suasana hingga kami merebahkan diri, karena sedari awal memang kami duduk lesehan. Tak ingin tinggal diam, tanganku bergeriliya menjamah bagian tubuh mbak devi yang lain. Awal mulanya tanganku meremas-remas tetenya dan dilanjut dengan menuju ke bawah pada area kewanitaannya yang sudah mulai basah.
Mbak devi pun juga tak ingin kalah, ia meremas-remas si otong dari balik celana yang aku kenakan. Saat itu kami sama-sama masih menggunakan pakaian lengkap. 10 menit kami berada pada posisi tersebut. Hingga tiba-tiba mbak Devi menyudahi itu semua dan berkata…
“lanjut di kamar aja yuk mas.” Ucapnya dengan senyuman yang meneduhkan.
Aku pun membuntuti Mbak Devi dari belakang menuju kamarnya, ternyata di kamar tersebut masih tertidur anak Mbak Devi yang berusia 2 Tahun tersebut.
“ini gapapa mbak?” tanyaku ragu.
“tenang aja mas, tapi jangan main di atas Kasur ya.” Pintanya.
Tanpa babibu aku melanjutkan serangan mulutku kepada mulut Mbak Devi yang sedikit membuatnya kaget, namun langsung disambut dengan permainan lidahnya yang cukup lincah.
Sama seperti permainan di awal, tanganku tak tinggal diam. Kembali tanganku bergeriliya menjamah bagian tubuh dari Mbak Devi, mulai dari tetenya yang besar seperti melon itu hingga menuju meki-nya yang seperti hutan hujan amazon karena telah basah oleh lender kenikmatan.
Tak berselang lama, kami menyudahi permainan tersebut dan melepas pakaian kami satu per satu hingga kami bugil tanpa sehelai benang-pun. Kami saling takjub melihat tubuh diantara kami tersebut.
“gede banget ya mbak ternyata nenenmu, jembutnya juga lebat kek hutan amazon.” Ucapku sembari meraba area sensitifnya tersebut.
“rudalmu juga Nampak gagah perkasa mas, pasti sesak nanti masuk gua-ku yang hampir tak terjamah ini.” Ucapnya sembari memberikan kocokan pelan pada otongku.
“ayo mas segera tuntaskan, keburu anakku bangun nanti.” Lanjutnya.
Tanpa menunggu aba-aba lagi, aku langsung berjongkok dan menyibak jembitanya untuk memberikan servis mulut pada meki dari mbak Devi tersebut.
“akhhh….. mas…. Apa yang kamu lakuin….. akhhhh…. Enak bangett mass…..” ia Nampak kaget dengan servisku tersebut dan mendesah-desah tak karuan.
“massss…. Akhhhh….. terussss….. akhhhhh….” Ucapnya sembari menekan-nekan kepalaku seakan tak boleh beranjak dari meki-nya.
Ia terus mendesah dan merancu tak karuan, sedangkan tangan kiriku tak mau tinggal diam, segera aku remas-remas dan aku mainkan nipple-nya. Hal tersebut membuat desahannya menjadi-jadi.
“akhhhh….. oh Tuhan…. Ohhh….”
“masss….. aku hampir sampaii…..”
Tak berselang lama kemudian ia mengalami orgasme-nya yang pertama. Seluruh cairan kenikmatannya membanjiri mulutku yang tanpa aku telan langsung aku berdiri dan mengecup bibirnya untuk membiarkannya menelannya.
“gila kamu mas, kenapa aku juga yang harus nelen cairanku sendiri.” Ucapnya dengan muka cemberut yang dibuat-buat. Ngocoks.com
“tapi puas kan?” tanyaku dibarengi dengan senyuman iblisku.
“puas banget mas…. Baru gini aja udah bikin aku keluar.” Jawabnya.
“hehehehe…. Sekarang gentian dong mbak. Emut kontolku.” Ucapku sambil tersenyum.
“Ha? Kontol kok di emut sih mas. Nggak ah, jijik tau mas.” Tolaknya.
Aku memaklumi itu karena memang Mbak Devi ini berasal dari kampung sehingga hal seperti itu mungkin terlihat menjijikkan.
“Cobain dulu deh mbak, masa mbak nggak mau gantian sih.” Ucapku merayu.
Akhirnya ia pun memenuhi permintaanku dan langsung berjongkok di depanku. Ia bimbing perlahan kontolku yang tentunya juga dengan bantuanku untuk memasuki mulutnya sambil memejamkan matanya.
Pelan namun pasti kontolku mulai masuk dalam mulutnya yang selanjutnya aku maju mundurkan kepalanya. Tak sampai pangkal kontolku masuk ke dalam mulutnya karena ternyata kontolku terlalu Panjang untuk rongga mulutnya.
Tak ingin berlama-lama pada posisi ini, aku segera menyudahinya. Namun sebelum itu aku ingin memberikan kejutan pada mbak Devi.
“oughhh…..” suara yang keluar dari mulutnya lantaran kontolku aku sodokkan ke dalam mulutnya hingga masuk seluruhnya. Ia lalu melepaskan kulumannya dan lalu berdiri dan menepuk pundakku pelan.
“nakal kamu mas, kontol segede gitu mana muat di mulutku.” Ucapnya merajuk.
Aku hanya tertawa mendengar ucapannya tersebut.
“sekarang mbak nungging deh, trus kakinya dibuka lebar, pegangan sama meja rias itu juga gapapa.” Ucapku mengajarinya gaya doggy.
Ia pun menurut dan melaksanakan perintahku. Setelah ia siap, perlahan aku melakukan penetrasi kontolku pada liang senggama miliknya.
“akhhh…. Pelan mas….” Pinta mbak Devi.
Perlahan namun pasti batang kontolku mulai masuk ke dalam sarangnya. Sejurus kemudian aku maju mundurkan kontolku yang diikuti dengan desahan kenikmatan dari mbak Devi.
“terussss….. ahhhhh…. Iyaa…..” rancaunya.
Semakin lama tempo yang aku jalankan semakin cepat. Hal tersebut diiringi dengan desahan dari mbak Devi yang semakin tak karuan. Namun tiba-tiba anaknya terbangun dan menangis ditengah persetubuhan yang kami lakukan.
Bersambung…