Aku pulang ke rumah masih dengan pikiran yang berkecamuk. Pikiranku terus berkutat tentang bagaimana caranya aku bisa menikmati tubuh dari bi Nana tersebut. Sebuah clue sudah terbuka tentang suaminya yang diserang beberapa penyakit yang mana aku Yakini servisnya terhadap sang istri pasti tidaklah maksimal. Selanjutnya tinggal bagaimana cara eksekusinya saja yang harus aku pikirkan.
Aku pun membuka komputerku untuk mencari-cari referensi tentang bagaimana orang-orang dapat menikmati tubuh dari orang yang mungkin tidak menunjukkan ke-binal-an mereka, namun dari beberapa referensi yang aku dapatkan, kebanyakan dari hal tersebut tidaklah berjalan natural.
Terdapat referensi lain yang secara eksplisit mengatakan jika memang dia membutuhkan maka bisa saja kamu paksa untuk melayani nafsumu, maka dari yang semula penolakan akan berubah menjadi penerimaan.
Aku melihat diriku sendiri mungkin tidak memiliki keberanian yang cukup jika harus memulai tanpa ada tanda-tanda dari lawan yang memang haus akan belaian. Tapi mungkin bisa dicoba dengan referensi kedua tersebut. Aku berfikir rencana apa yang aku jalankan untuk mengeksekusi bi Nana tersebut.
….
Aku melakukan beberapa pengamatan yang dapat mendukung rencanaku tersebut, termasuk mengamati tentang lokasi yang akan aku jadikan sebagai tempat untuk melakukan eksekusi, yaitu warung bi Nana sendiri.
Selanjutnya aku memikirkan tentang bagaimana aku bisa menyelinap pada warungnya untuk bisa memuluskan rencanaku tersebut. Termasuk caraku melarikan diri jika suatu hal yang tidak aku inginkan terjadi.
Semalaman aku terjaga untuk bisa melancarkan aksiku tersebut, hingga tiba waktu subuh, dimana bi Nana biasanya setelah subuh menuju warungnya untuk mempersiapkan masakan yang akan ia sajikan di warungnya. Biasanya sebelum para pekerja disini berangkat, mereka akan membeli makanan di warung bi Nana, terlebih desa ini kebanyakan diisi oleh para pekerja pabrik.
Aku sudah bersiaga di sekitar warung bi Nana saat itu ketika aku melihat bi Nana dengan perlahan membuka kunci warungnya. Entah semesta mendukung atau memang biasanya begitu, ia membiarkan pintu itu terbuka sedikit, yang dari situ bisa aku ketahui bahwa pintu itu tidak terkunci.
Setelah memakai topengku, aku mulai bergerak mendekat menuju warung bi Nana. Dengan berjalan mengendap dan sangat hati-hati aku mulai memasuki warungnya. Dan benar saja, ia sedang di dapur memasak hidangan untuk warungnya. Saat itu ia mengenakan daster terusan gombrong yang tetap saja tidak bisa menyembunyikan lekukan tubuhnya, terutama pantatnya.
Saat aku memasuki warung, aku melihat plastic minyak goreng yang masih utuh, yang mungkin ia bawa dari rumahnya. Aku pun memiliki ide untuk melumasi kontolku dengan minyak goreng agar rencanaku berjalan lancar dan cepat. Aku menunggu momen saat ia sedang menungging dan mengaduk-aduk masakan yang ia buat untuk langsung segera aku angkat dasternya dan aku sodok dari belakang.
Hal tersebut lantaran kompor yang ia gunakan terletak di bawah, sehingga ia sering nungging untuk mencicipi ataupun mengaduk masakannya.
Momen itu pun tiba, dengan perlahan aku melorotkan celanaku yang sudah tanpa celana dalam dan dengan posisi kontolku yang udah menegang, kemudian berjalan ke arah dapur dan mulai menjalankan aksiku. Ketika sudah dekat segera aku bekap mulutnya dengan tangan kiriku dan aku naikkan dasternya, ia tampak memberontak.
Namun karena ia kalah postur dan tenaga, ia tak bisa berbuat banyak. Setelah itu aku robek cd nya dan mulai menggesek-gesekan kontolku yang telah aku lumuri minyak goreng ke area kewanitaannya. Ia terus berusaha memberontak, namun semuanya masih bisa aku atasi.
Perlahan namun pasti, mulai dari kepala kontolku hingga batangnya mulai masuk ke dalam memeknya. Ia tampak mendesah pelan dengan diiringi oleh tangisannya. Aku genjot secara perlahan memek dari bi Nani yang membuatnya masih terus terisak namun tidak bisa menyembunyikan kenikmatan yang ia rasakan.
“udah lah bi, tak usah menangis, aku tau kalo bibi juga kangen sama kontol kan?” ucapku sambil terus mengatur tempo genjotanku.
“gimana kontolku? Nikmat kan?” ucapku sembari terus menggenjotnya.
“hikh…mmmhhh….” Cuma itu yang keluar dari mulut bi Nana.
Sementara bi Nana yang masih aku bekap terus terisak, namun yang keluar dari mulutnya adalah desahan kenikmatan yang berusaha ia tahan. Setelah penolakan darinya mulai mengendur, aku pun melepas bekapanku dengan masih menggenjotnya.
“mmmhhhh…. sssiapa kamu, kenapa kamu tega melakukan ini?” ucap bi Nana yang masih terisak.
Aku tak menjawabnya dan terus menghentakkan penisku ke dalam mekinya. Namun tiba-tiba saat hendak menghentakkan penisku agar lebih dalam masuk, dengan momentum yang tepat, bi Nana berbalik badan dan membuat kontolku terlepas dari mekinya lalu mendorongku.
“auhh…” pekiknya.
Karena aksinya tersebut, kakinya mengenai panci yang ia gunakan untuk memasak dan kuah dari masakannya mengguyur kakinya . Lalu ia pun mengambil pisau yang ada di lemari gantung warung itu dan mengacungkannya ke aku yang karena dorongannya aku tersungkur ke lantai.
“siapa kamu, kenapa kamu tega melakukan ini?” ucapnya Kembali dengan nada tinggi dan air mata masih menetes dari matanya.
“tenang bi… tenangg…..” ucapku panik. Aku berusaha berpikir untuk tidak kabur, karena aku meyakini bahwa bi Nana tidak mungkin melakukan hal bodoh.
“aku Cuma mau memberikan bibi kenikmatan yang selama ini nggak bibi dapatkan dari suami bibi.” Lanjutku menerangkan.
“buka topengmu!” ucapnya sembari mendekatkan pisau ke arahku.
“iii….iya bi, ini aku buka. Tapi bibi tenang ya…” Jawabku tergopoh-gopoh.
“buka!” ucapnya dengan lantang sambil mengarahkan pisau ke arah leherku.
Aku pun membuka topengku. Dan bi Nana Nampak terkejut jika sesosok dibalik topeng tersebut adalah aku. Pisau yang ia pegang pun ia jatuhkan dan berniat beranjak pergi dari warung meninggalkanku. Namun dengan sigap segera aku naikkan celanaku dan aku memeluknya dari belakang.
“kenapa kamu tega sama bibi, To.” Ucapnya dengan nada kecewa diiringi dengan isak tangisnya.
“aku nggak punya maksud jahat bi, Cuma mau memberi kepuasan buat bibi. Aku tau setelah bibi cerita kalau suami bibi kena penyakit jantung dan diabetes, dimana kemungkinan membuat suami bibi impoten, makanya aku ngelakuin ini karena aku tau kalo bibi juga butuh.” Jawabku dengan tenang dan yakin.
“tapi nggak gini caranya, To.” Jawabnya masih dengan isakan tangisnya.
“udah, bibi duduk dan tenang dulu ya..” ucapku sambil membimbingnya duduk di kursi warungnya.
Syukurnya bi Nana nurut dan mengikuti arahanku. Kali ini ia sudah lebih tenang dan ia meringis kesakitan karena tadi kakinya menyenggol panci. Aku pun merasa bersalah atas aksiku tadi.
“Bi, maafin Dito ya. Gara-gara dito kaki bibi jadi begini.” Ucapku dengan nada merasa bersalah.
“gapapa kok to. Besok juga sembuh.” Ucapnya melunak.
Aku menangkapnya sebagai lampu hijau, lantaran bi Nana sudah tidak lagi marah denganku.
“Yaudah bi. Bi Nana pulang aja ya, biar dito belikan obat di apotek buat bibi.” Ucapku
Bi Nana hanya mengangguk dan lalu membereskan segala kekacauan yang ada dengan kaki terpicang yang tentunya dengan sigap aku membantunya. Setelah semuanya beres, bi Nana mengunci warungnya dan beranjak pulang yang jarak rumahnya tak jauh dari sini. Sementara aku langsung Kembali ke rumah untuk mengambil motor dan langsung menuju apotek.
Tak berselang lama aku pun sudah berada di rumah dari Bi Nana. Ketika aku sampai, ternyata bebarengan dengan anak dari bi Nana yang hendak berangkat ke sekolah. Dari seragamnya ternyata mereka masing-masing anak SMA dan SD. Mereka pun menyapaku dan lalu bergegas pergi menuju sekolah mereka. Karena kurangnya pergaulanku dengan warga sekitar, aku hanya mengetahui rumah bi Nana saja, tanpa mengetaui anak dan suaminya.
“berarti emang jarang dijamah sih itu goa. Udah punya dua anak masih lumayan seret juga.” Ucapku dalam hati.
Sesampainya di depan pintu, aku pun mengucapkan salam dan lalu dipersilahkan masuk oleh bi Nana karena memang pintunya tidak di kunci. Aku pun lalu masuk dan melihat bi Nana sedang mengompres kakinya dengan es batu yang lalu aku hentikan hal tersebut.
“jangan dilanjutin bi ngompres dengan es-nya. Nanti malah semakin parah.” Ucapku sambil mengambil es batu dari tangannya dan menaruhnya di wadah.
Lalu aku pun mengeluarkan obat yang telah aku beli tadi dan segera mengoleskannya ke kakinya. Setelah Nampak meringis kesakitan karena olesanku tersebut, akhirnya ia Nampak lebih mendingan.
“maafin Dito ya, Bi. Semua ini salah dito. Coba aja Dito…” belum sempat aku melanjutkan omonganku, bibi menghentikan omonganku dengan memelukku erat. Aku yang terkaget pun hanya bisa diam dan membalas pelukannya. Mungkin itu caranya agar aku tidak melanjutkan omonganku yang mungkin akan terdengar oleh suaminya di dalam.
Terasa empuk sekali dadaku karena bersentuhan dengan dada Bi Nana. Ketika bi Nana memelukku, mataku malah focus pada bongkahan pantat dari bi Nana yang nyeplak dengan dasternya.
“Bibi maafin kamu, To. Tapi lain kali jangan ngagetin bibi ya.” Ucapnya sambil mendorong tubuhku lepas dari pelukannya dan menatap mataku dengan tatapan sayu.
Setelah itu, aku berpamitan pulang dan membiarkan bi Nana untuk beristirahat. Aku kepikiran dengan kata-kata terakhir dari bi Nana. Apakah itu sebuah penolakan atau ajakan untuk dilakukan dengan halus? Tak mau memusingkan itu, aku pun tidak pulang, malah mampir ke rumah mbak Devi, kali aja dapet jatah. Karena kejadian tadi membuatku merasa kentang, aku ingin crot pagi ini. Begitu kira-kira akal pikirku.
Ketika aku sampai di rumahnya. Ternyata mbak Devi sedang menjemur pakaian di depan rumahnya. Ia langsung tersenyum ketika melihat kedatanganku.
“alin mana mbak.” Tanyaku yang menanyakan anaknya.
“tuh di dalem, lagi tidur.” Ucapnya dengan masih sibuk menjemur pakaian.
“wihh… bisa nih?” tanyaku merayu.
“nih bisa…” ucapnya yang diikuti dengan menyiramku menggunakan air sisa peresan jemurannya yang diikuti dengan tawanya. Setelah melakukan itu ia langsung masuk ke dalam rumahnya yang sejurus kemudian aku mengikutinya untuk masuk.
“kok aku disiram sih mbak? Kan jadi harus mandi ini mah” ucapku dengan nada kesal.
“abisnya, kamu. Masih pagi udah minta jatah aja.” Jawabnya.
“yaudah, yuk mandi bareng.” Ucapku sambil menariknya ke dalam kamar mandi setelah ia meletakkan ember. Karena sedari tadi aku mengikutinya dari belakang.
“klek..” bunyi pintu kamar mandi yang aku kunci dari dalam.
“eeee… apa-apaan ini.” Ucapnya seolah tak suka.
“masa mbak nggak kangen sih sama ini?” ucapku sambil mengarahkan tangannya ke kontolku.
Tanpa banyak basa-basi lagi ia langsung melumat bibirku dan melanjutkan usapan demi usapan di kontolku. Aku pun tak mau kalah, selain mengimbangi permainan bibirnya. Aku juga menggosok-gosok memeknya yang perlahan mulai basah. 3 menit kami bertahan dalam permainan itu.
“langsung mulai aja yuk mas. Jangan lama-lama, takut anakku nangis.” Ucapnya.
Segera kami pun melucuti satu per satu pakaian kami hingga tanpa sehalai benang pun tersisa pada tubuh kami. Namun ketika ia menggenggam kontolku Kembali ia Nampak terkejut.
“ini apa mas? Kok licin gini.” Tanyanya soal kontolku.
Dan aku pun baru tersadar, bahwa tadi aku lupa mencuci kontolku setelah percobaan pemerkosaanku kepada bi Nana.
“eh anu mbak, bukan apa-apa.” Jawabku gugup.
“udahlah mas, gak usah main rahasia-rahasiaan sama aku, darimana kamu tadi, pagi-pagi udah bawa motor, trus ini kenapa kontolmu kayak ada minyaknya gini.” Ucapnya menyelidik.
“nanti aku certain ya mbak, tapi sekarang kita main aja dulu.” Ucapku sambil menusuk mekinya menggunakan jariku.
“akhhhh…. Uhhhh… janji yahhh….” Ucapnya diiringi dengan desahannya.
Aku tak menjawab pertanyaannya dan terus melanjutkan aktifitasku untuk mengobel mekinya. Ia pun menengadahkan mukanya ke atas sambil mendesah desah tak karuan.
“ahhhh…. Iyaaahh…. Teruss……” ia merancau.
“terusss obok-obok memek ku mashhh….”
“ohhhh…….”
“masss….. terussss….. aku mau sampaiiii… ahhhhh” ucapnya
Akhirnya ia pun sampai pada klimaksnya. Sejurus kemudian ia pun menungging dengan bertumpuan pada bak mandi.
“ayo mas, masukin sekarang. Aku udah nggak kuat nunggu lama-lama.” Pintanya.
Tanpa dikomandoi langsung saja aku posisikan kontolku pada mulut mekinya. Namun sebelum itu aku gesek-gesekkan terlebih dahulu kontolku pada bibir memeknya. Selain itu juga aku meremas toketnya dan memilin-milin putingnya.
“ihhh, buruannn. Udah kangen memekku sama kontol gedemu itu masss…” ucapnya.
“auuhhhh…. Ohhhh…” ia Kembali merancau ketika tiba-tiba kontolku aku sodokkan pada memeknya dengan rada kasar.
“ohhh…. Ahhhhh…. Sodok lebih kencang massshhh….”
“kontolmu enak masshhhh…..”
“memekmu juga legit mbakkk, tetekmu juga gemesin…” ucapku sembari menggenjot mekinya dan meremas-remas toket besarnya.
Genjotan demi genjotan terus aku lancarkan untuk menyerang mekinya, hingga 10 menit kemudian mbak Devi sampai pada orgasmenya yang kedua.
“ohhh. Maaassssss….. kontolmu enakk bangettt…. Aku keluar lagiii… ahhhh….” Ucapnya sambil mekinya menyemburkan cairan hangar yang membasuh batang kontolku.
Sejurus kemudian karena kontolku berasa diremas-remas oleh mekinya yang berkedut setelah orgasme, aku pun sampai pada orgasmeku.
“mbakkkk… aku sampaiii…. Ohhh…” aku semburkan seluruh cairanku ke dalam mekinya hingga luber sampai luar.
“memekmu emang juara mbak kalo buat empot-empotan begini.” Lanjutku.
Setelah itu aku cabut kontolku dari sarangnya dan mbak Devi pun berbalik badan yang lalu tersenyum kepadaku.
“memang gak salah aku mas, aku jadiin kamu partner seksku.” Ucapnya sambil tersenyum.
Setelahnya kita pun mandi secara bersamaan dengan saling sabun-menyabuni tubuh kami. Aku menyabuni seluruh badannya dengan bermain-main pada toket dan mekinya. Sementara ia menyabuniku dan bermain-main dengan kontolku yang Kembali menegang.
“ihhh…. Dasar anak muda. Ini nih berdiri lagi.” Ucapnya sambil menoel-noel kontolku.
“minta main lagi itu mah mbak.” Jawabku.
“nggak ah. Nanti keburu anakku bangun lagi.” Jawabnya. Aku sedikit kecewa dengan jawabannya. Namun aku memakluminya karena ia memiliki tanggung jawab untuk mengurus anaknya, tidak hanya menuruti nafsuku maupun nafsunya.
Setelah permainan di dalam kamar mandi selesai kami pun lekas berganti pakaian. Dan aku diberikan pinjaman pakain dari suami mbak Devi. Setelahnya aku berniat untuk mencari sarapan untuk kita berdua.
“mana nih yang tadi katanya mau cerita?” tanyanya di sela-sela aktivitas sarapan kami.
“iyaa, abis inii ya… tapia da syaratnya.” Jawabku.
“dihh, ada syarat-syaratnya segala.” Ucapnya.
“yaudah kalo ga mau mah.” Ucapku cuek.
“yaudah, apaan syaratnya.” Ucapnya kesel.
“yang pertama, mbak gaboleh nge-judge ataupun nyalahin aku, yang kedua mbak nggak boleh marahin aku, dan yang ketiga…” aku menahan omonganku dan melanjutkan menyantap pecel sisa sesendok yang tadi aku beli.
“apa yang ketiga?” tanyanya masih dengan nada kesal.
“yang ketiga aku mau cerita sambil nenen.” Ucapku dengan nyengir.
“dihhh…. Bisa-bisanya ya kamu.” Ucapnya yang langsung beranjak pergi untuk mencuci piring.
Aku hanya bengong melihat tingkah lakunya itu, namun aku tak memusingkannya. Namun tak lama berselang, ia memanggilku dari dalam kamarnya dan memintaku untuk masuk. Aku pun nurut saja. Dan ternyata ia sudah melepaskan beberapa kancing bajunya dan mengeluarkan togenya dari baju yang ia kenakan, namun ia masih membiarkan bra-nya membungkus toket gede miliknya.
“sini, katanya mau nenen.” Ucapnya memanggilku.
“gilak, selain toketnya yang gede, rasa penasarannya juga gede juga ya.” Ucapku dalam hati.
Tanpa babibu aku pun langsung menghampirinya dan langsung merebahkan diri tepat disampingnya. Sementara anaknya telah ia pindahkan ke dalam kotak bayi. Tanpa basa-basi lagi langsung saja aku melorotkan bra miliknya dan langsung aku kenyot pentilnya, semetara toketnya yang lain tak ku biarkan nganggur. Aku pilin-pilin dan aku remas-remas toketnya yang lain. Ia malah merem melek karena rangsangan yang aku berikan.
“cepet cerita, jangan Cuma mainin teteku aja.” Ucapnya kesal karena aku tak kunjung cerita.
Lalu aku pun menceritakan semuanya dari mulai prosesku merencanakan eksekusi terhadap bi Nana hingga kejadian di rumah bi Nana. Sementara mbak Devi menyimakku dengan seksama namun diiringi dengan desahan-desahan lembut sebagai bentuk respon atas permainan tanganku pada tetenya.
“hahahaha… gila juga kamu ya… berani-beraninya mau memperkosa istri orang. Mana pake minyak goreng lagi buat pelumas.” Ucapnya setelah aku selelsai bercerita.
“ya habis mau gimana lagi mbak, aku nafsu banget sama body-nya bi Nana.” Ucapku.
“ya emang nafsuin sih body-nya bi Nana. Tapi gak gitu juga kali, mas.” Ucapnya sambil mengelus-elus kepalaku yang menyeruput Kembali pentilnya.
“tapi setelah aku denger semua omonganmu kayaknya bi Nana nggak nolak deh kalo kamu ajak ngentot. Kayaknya juga kesepian tuh dia, butuh sodokan kontol gede ginian.” Lanjutnya sambil mengelus-elus kontolku yang telah berdiri sedari tadi.
“tapi inget ya… kalo dapet bi Nana, jangan lupain memekku.” Ucapnya dengan nada mengancam sambil meremas kontolku. Ngocoks.com
Karena sudah tak tahan lagi, segera aku balik badannya agar tengkurap dan aku pelorotkan celananya, begitu pula dengan celanaku. Langsung aku posisikan kontolku di depan mulut mekinya yang sejurus kemudian aku masukkan kepala kontolku. Namun aku tak langsung memasukkan semuanya. Tetapi aku masukkan lalu keluarkan lagi kepala kontolku.
“ahhh…. Ohhhh…. Buru ihhh…” ucapnya kesal.
Setelah itu langsung aku benamkan seluruh kontolku ke dalam mekinya, yang nampaknya mekinya sudah terbiasa menerima kehadiran kontolku. Pelan namun pasti aku goyangkan pantatku.
“ahhhh…. Iyahhh…. Terusss…” mbak Devi terus-terusan merancau.
“ahhh… kontolmu selalu ngangeninnn…. Ihhhh…” ia merancau Kembali.
“mbak jangan keluar dulu ya, kita ganti posisi habis ini.” Ucapku sambil terus menggenjot mekinya.
“iyahhh…..” jawabnya.
“ncitttt….citttt….cittt…ciitttt…..”suara peer dari Kasur efek dari genjotanku.
Setelah puas dengan gaya itu, aku merebahkan diri dan aku meminta mbak Devi untuk WOT. Perlahan namun pasti, ia membimbing kontolku untuk Kembali ke liang kewanitaan miliknya. Dan langsung ambles kontolku dilahap oleh mekinya. Dan saat amblas itu lah dia memejamkan matanya. Sejurus kemudia ia mulai menaik turunkan tubuhnya.
“plokkk…plokkk…plokk….” Suara yang ditimbulkan dari benturan antara selangkangan dua manusia yang sedang bersetubuh ini.
“ahhhh…. Enakkkk bangett….” Ucapnya sambil menengadahkan wajahnya ke atas.
“uhhhhh… iyahhh…iyahhhh…..iyahhh…” suara merancau yang keluar dari mulutnya menambah gairahku.
Ia memegangi tetenya yang bergerak naik turun seirama dengan genjotannya. Segera aku tepis tangannya untuk beralih dari tetenya dan aku mainkan tetenya. Hal tersebut membuat ia merancau semakin menjadi-jadi.
“terusss…. Pelintir pentillku masssshh…..” ucapnya sembari memegangi rambutnya menggunakan tangan yang membuatnya semakin seksi.
“aku keluar masssss…..” ucapnya sejurus kemudian yang kemudian ambruk ke tubuhku dan memelukku.
“kamu kok tau banyak gaya gini belajar dari mana sih mas?” tanyanya dengan nada lemas.
Aku hanya tersenyum lalu menyuruhnya untuk duduk. Karena aku belum keluar, aku ingin ia meng-oral kontontolku.
“emut kontolku mbak, belum keluar nih.” Pintaku.
Tanpa menunggu permintaan kedua, ia langsung meng-oral kontolku. Nampaknya ia telah belajar dari per-ngentot-an yang pertama, sehingga kini oralnya jauh lebih enak.
“terus mbak… ahhhh.. lebih dalemmmm….” Aku merancau merasakan kenikmatan yang diberikan mbak Devi.
Aku tak memberikannya aba-aba ketika kontolku hendak menyemburkan cairannya. Dan ia pun terkejut ketika aku orgasme, dan langsung saja ia menarikku untuk rebahan lalu menindihkan dan melumat bibirku.
“tuh rasain gimana pejuhmu, jangan Cuma aku doang yang kamu suruh ngerasain.” Ucapnya kesal.
Aku pun melanjutkan ciumannya dan tak berselang lama kemudian aku berpamitan untuk pulang dan istirahat, karena semalaman aku tidak tidur. Sesampainya di rumah aku langsung merebahkan diri dan membayangkan tentang peristiwa antara aku dengan bi Nana. Tak terasa tiba-tiba aku terlelap dan terbangun tepat tengah malam.
Kembali terpikirkan olehku tentang bagaimana rencanaku besok mengenai bi Nana. Terlebih lagi, mbak Devi tadi mengatakan jika sebenarnya bi Nana memberikanku lampu hijau, namun ia hanya terkejut saya dengan perlakuanku yang seperti bajingan. Lalu apa yang harus aku lakukan? Kita lihat besok, aku malah kini merasa canggung dengan bi Nana.
Bersambung…