Aku masih memikirkan kata-kata tante wulan sebelum ia beranjak pergi. Apakah anak kecil lucu yang dimaksud tante adalah anak dari mbak devi? Karena setauku yang sedang memiliki anak kecil dan merupakan tetangga terdekatku adalah mbak Devi. Pertanyaan lain juga muncul di benakku, apakah pelarian tante wulan ke rumahku ini juga ada kaitannya dengan dia yang sampai saat ini belum diberi momongan, padahal usia perkawinannya sudah cukup lama?
Tak ingin berlama-lama larut dalam pertanyaan yang muncul di otakku, segera aku mengalihkan fokusku untuk Kembali membuka portofolioku yang semenjak aku masuk rawat inap tak lagi tersentuh. Bukannya membuat pikiranku lepas, justru malah membuat otakku semakin ruwet. Bagaimana tidak, kali ini portofolioku semakin parah memerah dan aku diambang kebangkrutan. Ditambah lagi, karena manajemen keuangan dan psikologisku juga amburadul karena terhasut oleh nafsu belaka membuat cadangan uangku semakin menipis.
Kembali aku matikan komputerku lalu aku pun membakar sebatang rokokku yang udah beberapa hari tak tersentuh. Aku berharap, masalah yang sedang melanda ini menguap Bersama dengan asap yang aku semburkan, namun nyatanya hingga aku menghisab habis sebatang rokok itu, masalah tersebut tidak berhasil lari dari pikiranku.
Tak terasa, sore pun tiba ketika aku mendengar alunan music yang dimainkan lewat spiker yang aku kenal milik tante wulan, itu menandakan bahwa ia sedang melakukan yoga. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan menikmati anugerah Tuhan, segera aku beranjak keluar kamar untuk melihat kegiatan yang dilakukan tante Wulan tersebut.
Aku tak lagi terkejut ketika tante wulan mengenakan pakaian ketat yang sukses mencetak body-nya itu. Dan lagi-lagi batangku keras dibuatnya. Aku menyaksikan dengan seksama setiap Gerakan yang dilakukan oleh tante Wulan. Aku juga membayangkan bagaimana jika aku dapat bersetubuh dengannya, ohhhh…. Pasti rasanya sangat nikmatt…. Karena aku yakin memeknya pasti seret dan menjepit ketika aku sodok menggunakan kontolku ini.
“gimana kondisimu sekarang, To?” ucap tante wulan sembari membuka kulkas dan mengambil minuman dingin yang membuyarkan lamuanku.
“eh…. Udah gapapa kok, Tan.”
Aku semakin terpesona ketika melihat tante wulan basah oleh keringatnya. Buliran-buliran keringat yang mengalir tersebut seolah menambah keseksiannya yang semakin terpancar. Batangku pun semakin menegang dibuatnya. Ditambah lagi ketika ia beranjak pergi melewatiku menuju ke ruang tengah, ohh… betapa indahnya bokong bergoyang yang tercetak sempurna oleh balutan legging-nya tersebut.
Segera aku beranjak dari tempatku duduk menuju ke kamarku. Setelah mengunci kamar, aku pun meloloskan celanaku sehingga batangku dapat berdiri dengan gagah dan leluasa. Segera aku merebahkan diri dan ber-fantasy membayangkan bersetubuh dengan tante Wulan. Aku pun mengocok kontolku sembari ber-fantasy ria. Namun aku tak menemukan kenikmatan jika hanya bisa membayangkan tubuhnya tersebut, aku butuh sosok yang nyata. Namun, lagi-lagi hubungan sedarah dan kedekatannya dengan keluargaku menjadi penghambat nafsuku, aku masih belum berani bertindak lebih jauh lagi.
“mbak kangen, To.” Bunyi pesan dari mbak Devi yang membuyarkan fantsy-ku
“kebetulan banget ini mah, nafsuku bisa disalurin ke mbak Devi.” Ucapku dalam hati.
“sama mbak, tapi kan suami mbak ada di rumah.” Jawabku.
“tenang aja, dia udah balik kerja lagi kok.” Jawabnya beberapa saat kemudian.
“tunggu aku nanti malam mbak.” Jawabku dengan antusias.
Entah keberuntungan apa yang selalu menaungiku dalam hal per-ngentot-an duniawi ini, seakan selalu ada saja jalan untuk aku bisa melampiaskan Hasrat nafsuku. Seakan semesta selalu berpihak kepadaku ketika kontolku ini mulai rindu akan belaian seseorang. Jalan pun selalu terbuka lebar untukku ketika ingin menikmati tubuh seseorang. Sungguh beruntungnya aku.
Malam harinya, aku tak langsung terburu-buru menuju rumah mbak Devi. Aku memastikan terlebih dahulu bahwa tante Wulan sudah tertidur agar aku tak perlu susah payah mencari alasan. Sejenak aku mengendap-endap memastikan bahwa tante wulan sudah masuk ke dalam kamarnya dan dengan perlahan aku membuka pintu kamarnya, ternyata ia sudah tertidur. Tanpa ingin membuang waktu, aku bergegas menuju rumah mbak Devi.
*tok…tok…tok…* aku mengetuk pintu belakang rumah mbak Devi yang tak lama kemudian langsung dibukakan olehnya.
“kangen banget aku mbakk….” Ucapku sembari memeluknya dari belakang ketika ia mengunci Kembali pintu belakang rumahnya tersebut.
“hmmm…. Ahh…. Gak bisa sabaran dikit apa…” ucapnya menahan rangsanganku ketika tanganku mulai meremasi buah dadanya yang montok dan tangaku yang satunya lagi telah mendarat di memeknya.
*crrppp…* bunyi bibir kami yang beradu ketika mbak Devi telah membalikkan badannya dan langsung melumat bibirku.
“lanjut di kamar yuk.” Ajaknya.
Kami pun lalu menuju ke kamar mbak Devi dan Nampak anaknya sudah terlelap dalam tidurnya, sementara itu mamanya siap untuk aku tunggangi. Kami pun melepas satu per satu pakaian yang kami kenakan hingga kami telanjang bulat. Kontolku yang tadi sempet berdiri dan layu sejenak, kini telah Kembali bangkit dengan gagahnya menunjuk-nunjuk untuk segera diberi pelayanan prima.
*crppp….* Kembali bibir kami saling beradu ketika aku menindih tubuh mbak Devi yang telah berbaring diatas ranjangnya tersebut. Tak berselang lama setelah bibir dan lidah kami saling beradu, aku pun turun ke bawah untuk menikmati toket montok miliknya yang sayang jika disia-siakan.
“mmpphhhh…. Hisap teruss too…. Ahhh…..”
“aku udah kangen bangettthh….”
Mbak Devi terus merancau ketika aku menghisap putting kanannya dan memainkan serta meremas-remas dengan gemas toket kirinya. Sesekali aku menggigit putting miliknya tersebut yang membuatnya terpekik kenikmatan. Setelah bergantian melumat toket kanan dan kirinya, kini mulutku berpindah menuju pusarnya. Aku mainkan pusarnya menggunakan lidahku. Namun itu hanya berjalan sebentar, karena target utamaku adalah memeknya yang sudah mulai basah.
“ohhh… ampunnn…. Ahhhh….” Suara yang keluar dari mulutnya ketika bibirku kini telah sampai pada labia mayora miliknya. Bibirku juga mulai bermain pada labia minora miliknya dengan cara menggigit-gigit kecil dan sukses membuatnya menggelinjang.
“keluarr too…. Ahhhhh……” ia terpekik nikmat setelah beberapa saat bibirku bermain pada klitorisnya dan sejurus kemudian cairan kenikmatan banjir melalui memek miliknya.
“ini yang bikin mbak kangen dari kamu, To.” Ucap mbak Devi ketika aku menyudahi permainanku setelah orgasme-nya.
“sama ini nggak kangen, Mbak?” ucapku sembari menggesek-gesekkan kontolku pada area memeknya.
“ohhh… iyaaa…. Iyaaa… jangan siksa aku seperti ituuu…. Masukkkinnn….” Ucapnya tak bisa menahan gejolak nafsunya.
Sejurus kemudian, aku mulai melakukan penetrasi secara perlahan. Dengan kondisi memeknya yang udah basah membuat kontolku begitu leluasa keluar masuk dari memeknya. Seperti biasa aku memulainya dengan tempo lambat sambil mengatur nafas. Kemudian aku menindih tubuhnya agar bibirku dapat menikmati toket miliknya. Sementara itu, genjotan demi genjotan masih terus aku layangkan untuk memompa memeknya.
“aduhhhh… ahhhhh…..”
“iyaaahhhh… genjottt…. Ahhhh….”
“mmmppphhh…..”
Aku pun menyumpal mulut mbak Devi dengan mulutku yang kemudian dengan sekali sodokan cukup kencang membuat kontolku amblas sepenuhnya ke dalam memeknya hingga terasa menyodok Rahim miliknya. Aksiku tersebut membuatnya sedikit tersentak, namun setelahnya ia Kembali merancau menikmati permainan.
“iyaa… iya….. iya…..” kata yang keluar dari mulutnya beriringan dengan setiap sodokan yang aku lancarkan.
“ohhhh… cepetin lagiii…. Akkuuu mau keluarrrr……” ucapnya.
Segera aku turuti permintaannya dan aku percepat genjotanku. Sementara itu, bunyi ranjang berdecit dan selangkangan yang saling beradu mengiringi persetubuhan kami. Mbak Devi pun tak henti-hentinya terus merancau kenikmatan. Aku yang sedari tadi menggenjotnya pun telah bercucuran keringat yang dengan perlahan menetes dan mengalir menjalari tubuh.
“iyaahhhh… sampaiii….. aku keluarrgghhhh…..” ucapnya sembari Kembali menyemburkan cairan kenikmatan.
Sementara itu, lagi-lagi kontolku merasakan jepitan dari memeknya sesaat setelah orgasmenya tersebut. Pikiranku Kembali melayang mengingat tante Wulan. Jepitan dari memeknya mbak Devi yang nggak pernah berolahraga aja nikmatnya seperti ini, gimana jepitan dari Tante Wulan yang tiap hari yoga yak? Pertanyaan kotor yang melintas di pikiranku. Setelahnya, kontolku yang masih tegak berdiri pun aku keluarkan dari memeknya.
Aku Kembali menindih mbak devi, namun kali ini aku mengacungkan kontolku tepat dihadapannya yang masih terbaring. Nampaknya mbak Devi telah mengerti maksudku dan langsung memberikan gestur merapatkan toketnya. Sementara aku mengarahkan kontolku di sela-sela dari toketnya tersebut. Mulai aku memompa kontolku di sela-sela toketnya tersebut dan mbak Devi pun membuka mulutnya dan sedikit membungkukkan kepalanya untuk menyambut kontolku itu.
“ohhh… empuk banget mbakkkk….”
“ahhh…”
Aku terus melayangkan genjotan demi genjotan dengan posisi kontolku yang dijepit oleh toketnya tersebut. Sementara mbak Devi asik dengan mulutnya yang menyambut kepala kontolku menyembul dari balik celah toket miliknya tersebut. Tak ingin berlama-lama dan ingin segera mencapai klimaks, aku pun menyudahi permainan tersebut dan meminta mbak Devi untuk menungging.
*plokk… plokkk…. Plokkk…* suara pertemuan antara bokongnya dan selangkanganku Kembali menggema mengisi ruangan.
“ohhh…. Genjottt terussss….. ahhhh…..”
“kencengin toooo….. mmmmppphhh….” Setelah berucap, mbak Devi membenamkan kepalanya di bantal seolah sangat-sangat menikmati permainanku tersebut.
Aku terus menggenjot dan menikmati setiap genjotan yang aku layangkan tersebut. Posisi ini merupakan posisi favoritku dan seringkali aku mencapai orgasmeku pada posisi ini, sehingga setiap kali memiliki kesempatan, aku selalu meminta untuk bermain dengan posisi doggy. Memek mbak devi semakin becek akibat ulahku. Dengan jahilnya, aku juga memainkan jariku pada area anusnya yang karena ia menungging menjadi merekah.
“ohhh…. Akhhh… kamuu ngapainn….” Ucapnya ketika jemariku bermain-main pada area anusnya.
“terussinnn… enakkkhhhh….”
“ampunnnn…..”
“keluarghhhh….”
“barenggg mbakkk….”
Tak berselang lama, kami pun sama-sama menumpahkan cairan kenikmatan kami dalam waktu yang hampir bersamaan. Aku pun kemudian mencabut kontolku dari mekinya, kemudian cairan kenikmatan dari kami berdua yang telah bercampur padu perlahan meleleh dari dalam memek mbak Devi. Setelahnya aku merebahkan diri di samping mbak Devi dengan kondisi kontolku yang masih setengah tegang.
“kamu apain tadi boolku?” tanya mbak Devi sembari memiringkan badannya dan menatapku dengan manja.
“tapi enak kan?” ucapku berbalik tanya.
“dasar nakal.” Jawabnya sembari menyentil kontolku.
Setelah cukup mengistirahatkan diri, aku pun bergegas mengenakan pakaianku Kembali dan berpamitan kepada mbak Devi untuk pulang. Selain takut tante Wulan yang tiba-tiba terbangun, aku juga khawatir bakal dipergoki tetangga karena waktu menunjukkan sudah hampir pagi. Mbak Devi pun seperti biasa, mengantarkanku hingga pintu belakang rumahnya.
“kayaknya sebentar lagi, salah satu fantasy mu bakal terwujud.” Ucap mbak Devi setelah aku melewati pintu belakang rumahnya.
“maksdunya mbak?” tanyaku kebingungan akibat ucapannya tersebut.
“nanti kamu juga tau sendiri.” Ucapnya sembari melemparkan senyum manisnya.
“udah sana pulang.” Lanjutnya.
Aku pun melangkahkan kaki menuju rumah dengan rasa penasaran akan ucapan dari mbak Devi tadi. Apakah ia dapat membaca isi pikiranku? Apakah fantasy yang dimaksudnya adalah tante Wulan? Atau malah anusnya? Ia pengen merasakan kontolku menjejali anusnya? Entahlah.
Hari ini, aku terbangun ketika matahari sedang panas-panasnya. Aku memiliki janji temu dengan dosenku untuk membahas skripsiku yang selama beberapa waktu ini terbengkalai. Selain itu, aku merasa bahwa badanku sudah sangat mendingan daripada beberapa hari yang lalu. Tepat pukul dua belas siang, aku telah Bersiap untuk menuju ke kampus.
“tan, aku ke kampus dulu ya… mau bimbingan skripsi.” Ucapku kepada tante wulan yang saat itu sedang menikmati acara tv favoritnya.
“oh, iya. Gitu dong, skripsinya diselesaiin.” Jawabnya.
Aku hanya melemper senyuman sebagai bentuk respon atas jawab tante Wulan tersebut. Setelahnya, aku bergegas mengeluarkan motorku dari garasi dan beranjak pergi menuju kampus. Sesampainya di kampus, aku langsung menemui dosenku dan tidak banyak yang bisa aku ceritakan pada pertemuanku dengan dosenku tersebut. Selain karena dosennya merupakan seorang bapak-bapak, juga topik bahasan kami terlalu memusingkan kepala untuk diceritakan.
Setelah urusanku rampung, segera aku Kembali ke rumah. Aku memang tidak memiliki banyak teman di kampusku atau bahkan di dalam kehidupanku itu sendiri, mungkin temanku bisa dihitung dengan jari. Itulah yang membuatku gila dengan dunia internet, hingga aku bisa menghasilkan pundi-pundi uang dari internet itu sendiri, setelah aku belajar mengenai crypto currency dan trading forex.
Sebelum kejadian baru-baru ini, hidupku bisa dibilang abu-abu alias tanpa warna. Untungnya dengan pengalamanku membaca dan belajar dari dunia maya membuat diriku sedikit berubah, meskipun terdapat sedikit penyimpangan, yaitu aku lebih tertarik pada lawan jenis yang usianya lebih tua dari diriku. Namun aku tetap bersyukur, karena mereka lah hidupku menjadi penuh lendir kenikmatan.
Sesampainya di rumah, kudapatai tante Wulan telah berpakaian rapih dengan atasan putih yang lumayan ketat di balut dengan cardigan milinya, sementara bawahan ia mengenakan celana kulot, yang meskipun lebar di area betis dan pahanya, namun masih mencetak bokong indahnya dengan sempurna. Aku tak mengetahui motifnya mengenakan pakaian rapih seperti itu sembari menonton tv.
“ajak tante jalan-jalan dong, To. Tante bosen nih di rumah terus.” Ucap tante Wulan ketika menyambutku pulang.
“ayok deh, Tan. Mau kemana emang?”
“kemana aja deh, yang penting keluar.” Jawabnya
“kalo Cuma mau keluar mah, di sini juga aku bisa bikin tante Wulan keluar.” Ucapku yang hanya berani aku lontarkan dalam hati.
Aku pun meng-iya-kan permintaan tante wulan untuk mengajaknya jalan-jalan, meskipun aku sendiri tidak tau harus kemana. Aku sangat jarang sekali keluar rumah untuk nongkrong atau bermain dengan teman-temanku. Sembari menelusuri jalanan kampungku tersebut, terbesit dibenakku untuk mengajak tante wulan ke danau kecil yang letaknya tak jauh dari sini. Mungkin suasana yang asri dan teduh akan membuat kami rileks disana, pikirku.
Setelah keluar dari area perkampunganku, kini pegangan tante wulan makin erat dan menempel. Aksi tersebut tentu menimbulkan reaksi pada area bawahku. Otongku memberontak, akibat dari sentuhan benda kenyal yang menempel pada punggungku tersebut. Aku sangat menikmati perjalanan tersebut dan ingin rasanya, sepeda motorku aku belokkan ke hotel lalu aku garap tubuh tante wulan itu.
“enggak berasa ya, To. Kamu udah gede aja. Sekarang bisa dipeluk lagi.” Ucapnya sembari mengencangkan pelukannya kepadaku yang membuyarkan lamuanku.
“Namanya juga umur, Tan. Semakin berjalannya waktu kan kita akan tumbuh dan saling menua.” Jawabku.
“tapi yang tumbuh gede bukan Cuma badanku kok, Tan. Kontolku juga ini asal tante tau.” Lagi-lagi aku hanya berbicara dari dalam hati.
“iya juga sih, To. Eh kita kesini nih?” pertanyaan retorika keluar dari tante Wulan ketika kami memasuki area danau tersebut.
Setelah beberapa saat berkendara, kini kami telah sampai di tujuan kami. Aku pun memarkirkan kendaraanku dan mencari area tempat duduk yang telah disediakan. Kondisi di tempat ini cukup sepi, karena dapat dikatakan cuaca saat ini cukup panas dan belum waktunya orang-orang Kembali dari rutinitas mereka masing-masing. Hal tersebut membuat kami leluasa untuk memilih tempat duduk dan kami memutuskan untuk duduk di bangku yang letaknya tepat di bawah pohon rindang.
“kamu sering ke sini, To?” tanya tante wulan membuka obrolan setelah kami duduk.
“enggak kok, Tan.”
“kok tau tempat ini?” ia bertanya Kembali.
“ini mah tempat umum yang hampir semua orang sini tau, Tan.” Jawabku santai.
Suasana Kembali hening diantara kami berdua. Sedikit aku melirik ke tante Wulan pandangannya lurus ke depan dengan tatapan kosong dan tangan dilipat di dada bidangnya itu. Aku melihat seperti ada sesuatu yang berat sehingga mengganggu pikirannya, namun aku tak berani untuk menanyakannya karena takut dikira lancang.
Mungkin banyak dari kalian yang berpikir, kenapa aku tak langsung mengeksekusi tante wulan, seperti aku mengeksekusi bi Nana. Pertanyaan tersebut tentu saja gampang aku jawab. Ketika aku mengeksekusi bi Nana tentu saja tidak ada pertimbangan lain selain dari sisi keluargaku.
Apes-apesnya aku akan disidang oleh perangkat desa dan orang tua ku mungkin tak akan pernah tau karena mereka tidak satu rumah denganku dan aku telah dinyatakan dewasa. Sementara kasusku dengan tante wulan berbeda, ketika aku berbuat nekat dan tante wulan keberatan, tentu imbasnya di keluarga besarku, terlebih lagi papaku yang bisa dikatakan tak akan segan untuk menghukumku. Selain itu juga aku sangat menghormati tante Wulan sebagai bagian dari keluarga dan kami masih terikat darah.
“kamu lihat orang yang sedang menjala burung itu?” tanya tante wulan memecah keheningan diantara kami.
“liat, Tan. Emangnya kenapa?” tanyaku Kembali.
“kamu tau nggak, dalam setiap perlombaan kicau burung, pemenang hanya akan ada satu. Lalu bagaimana Nasib burung yang kalah? mungkin beruntung jika pemilik burung tersebut bukanlah orang yang mudah menyerah dan hanya akan menyalahkan keadaan tanpa Tindakan. Tapi jika pemiliknya adalah orang yang kejam, maka burung tersebut akan dipaksa mati-matian agar pada perlombaan berikutnya menang, tanpa tau bagaimana perasaan burung tersebut.” ucap tante Wulan.
Aku mencoba mencerna ucapan dari tante Wulan yang terdengar lugas dan serius tersebut. Nampaknya ini hanya gambaran, alias bukan makna sebenarnya. Ngocoks.com
“Bahkan, tanpa mereka tau, seringkali burung tersebut juga merasa stress karena terus menerus dipaksa berkicau, sementara ia enggan dan selama hidupnya pun ia hanya dikurung.” Lanjutnya.
“lantas bagaimana jika manusia yang berada di posisi itu? Manusia yang sebenarnya tidak bersalah, namun harus menanggung apa yang sebenarnya tidak ia perbuat.” ucapnya memalingkan pandangan ke arah ku setelah sebelumnya ia menatap lurus ke depan.
“ma… maksud tante?” tanya ku bego.
“mertua tante… mereka selama ini yang menuduh tante mandul, selalu… selalu tante yang menjadi kambing hitam. Tapi mereka tak pernah mau tau bahwa sebenarnya laki-laki juga bisa mandul dan mereka juga tak mau tau bahwa sperma dari anaknya itu sangat sulit untuk membuahi. Semua…. Semuanya lalu dilimpahkan ke tante, seolah biang masalah karena tak selama pernikahan kami tak punya momongan itu adalah tante, To.” Ucap Tante Wulan yang kali ini dengan mata berkaca-kaca setelah luapan emosinya keluar.
“tak kurang-kurangnya tante dan om mu itu berusaha dan berdoa setiap hari agar mendapatkan momongan, namun nyatanya sampai saat ini tak kunjung membuahkan hasil. Kurang sabar bagaimana aku? Bertahan di tengah keluarga yang sampai sekarang tak mempercayaiku.” Tangis tante wulan pun pecah.
Aku yang sedari tadi hanya bengong melongo mendengarkan segala luapan emosi dari tante wulan, kini mendekatkan tubuhku padanya yang lalu memberikan pelukan hangat untuknya. Sementara tante wulan pun menyambut pelukanku tersebut, namun mukanya dibenamkan di dadaku. Aku pun memberanikan diri untuk mengusap rambutnya, sementara tante Wulan masih tenggelam dalam tangisnya.
“udah, tante tenang ya. Ada Dito disini, selama tante disini, dito janji, dito akan berusaha buat tante lupa sama masalah tante.” Ucapan bodoh dari anak ingusan terlontar dengan sendirinya dari mulutku. Hal tersebut karena aku sendiri bingung harus bersikap seperti apa, sementara di pelukanku kini ada seorang istri orang dengan permasalah peliknya.
“tante pokonya bebas nginep di rumah Dito, mau sampai kapan terserah, yang penting tante tenang dan bisa lepas dari masalah itu.” Lanjutku lagi dan lagi-lagi keluar secara spontan.
“makasih ya, To. Kamu memang anak yang baik.” Ucap tante Wulan setelah melepaskan pelukanku sembari menatapku dengan mata sendu berlinang air mata.
“udah ya tante, jangan nangis lagi. Nanti cantiknya hilang loh.” Ucapku sembari menyeka air mata dari pipinya.
“oh udah berani gombal ya sama tante sendiri, tante laporin mama kamu ya.” Ucapnya yang kali ini dengan riang sembari berpura-pura ingin mengeluarkan hp dari dalam tas selempang kecil miliknya.
Setelah itu, kami hanya mengobrol ringan dan saling bercanda sembari menikmati hawa dan suasana di dekat danau tersebut yang ternyata semakin sore semakin rame. Sementara itu, kami memutuskan untuk pulang sebelum masuk waktu senja. Setelah keluar dari area danau tersebut, kami mencari rumah makan untuk mengisi perut kami yang sedari siang belum kemasukan makanan.
Sore itu, kami habiskan layaknya sepasang kekasih yang sedang menjelajahi waktu Bersama. Setelah puas dan kenyang, kami pun bergegas untuk pulang. Dari apa yang telah aku lewati sore ini, ternyata dugaanku benar, bahwa tante Wulan memang sengaja pergi dari rumah suaminya karena sudah tak tahan dengan perlakuan mereka, terkait dengan momongan….
“tan, aku besok boleh ikut yoga sama tante nggak?” tanyaku sesampainya kami di rumah.
“boleh lah, tumben mau ikut tante yoga.”
“kayaknya badanku butuh olahraga deh tan, soalnya kan kemaren kebanyakan nggak gerak pas sakit.” Jawabku.
“bagus lah kalo kamu sadar gimana pentingnya olahraga.” Jawab tante Wulan sembari melemparkan senyum.
Bersambung…