Ketika mamanya masuk kamar mandi, aku menggamit Angela. “ Mbak maaf ya saya mau cerita dan tanya terus terang sama mbak. Kelihatannya mama sakitnya diakibatkan karena selama ini menekan nafsunya.”
“ Oh begitu ya masak sih, terus gimana , apa mas Dicky bisa mengobatinya, “ tanyanya penuh harap.
“Kalau diizinkan ya akan saya coba, tapi ya kalau mau dicoba.. sih “ kataku.
“ Saya pasrahkan mas Dicky deh terserah, kasihan mama menderita,” kata Angela.
“ Eh maaf ya mas, saya sih sudah banyak dengar dari cerita Mira tentang Mas Dicky, “ makanya saya sangat berharap mas Dicky bisa membantu.
Sedang kami berbicara setengah berbisik, terdengat suara Bu shinta keluar dari kamar mandi.
Aku dan Angela segera menghampiri bu Shinta. “ Bu mas Dicky mau mencoba mengobati ibu dengan therapy pijatan, mama turuti saja apa yang dibilang mas Dicky ya ma, janji lho ma, yang penting mama kan sembuh,” kata Angela.
Angela ingin memberi privacy kepada ibunya, sehingga dia meminjam kartu kunci untuk turun ke bawah, katanya mau jalan-jalan di drug store di bawah.
Aku mempersilakan Bu Shinta tidur telungkup dengan tetap mengenakan kimono hotel. Mulanya dia bersikap agak malu, tetapi setelah kedua telapak kakinya aku tekan titik-titik syarafnya dia mulai agak kelojotan dan melupakan rasa malu.
Terasa sekali di titik sexnya kaku dan cenderung membeku. Aku minta izin karena pijatanku agak menyakitkan . Tekanan lembut pun sudah sangat menyakitkan, maka jika dituruti dengan tekanan lembut, maka therapy ini akan memakan waktu panjang.
“Maaf bu, apa ibu tidak tahan sakit, gimana jika saya bantu agar ibu tidak merasakan sakit, apakah ibu bersedia bekerja sama,” tanyaku.
“Boleh mas, saya memang merasa perih sekali, terserah mas ajalah yang penting gak terlalu sakit dan bisa sembuh,” katanya.
“Baik bu saya ingin mengurangi rasa sakit itu dengan membawa ibu ke alam hipnose,” ujarku.
Bu Shinta kuminta duduk lalu aku sugesti hipnotis agar dia terlelap. Karena dia sudah pasrah, mudah sekali masuk ke alam bawah sadarnya.
Bu Shinta kembali kubantu tidur telungkup dan menjaga agar pernafasannya tidak terhalang bantal. Dalam keadaan itu aku tekan sekuat mungkin simpul syarafnya yang kaku, sampai menjadi agak lemas. Beberapa bagian yang pasti sakit sekalian aku therapy sampai agak lemas. Sekitar setengah jam tuntas sudah bagian-bagian yang nyeri aku lemaskan.
Aku bangunkan bu Shinta dari tidur hipnosenya. Dia mengatakan rasanya segar dan enteng. Aku mencoba menekan bagian yang tadi dia rasa sakit, dan sekarang katanya sudah tidak perih lagi. Masih ada sedikit rasa linu, tetapi katanya masih bisa ditahan.
Untuk membuka kungkungan deraan nafsu yang ditahan, aku memainkan tekanan syaraf-syaraf sensual. Hasilnya segera tampak. Badan Bu shinta mulai agak berkeringat dan kadang-kadang terlepas lenguhan dan desahan . Dia tidak peduli ketika bagian paha bagian dalamnya aku urut. Bahkan dia member jalan dengan merenggangkan kedua pahanya.
“Mas kalau ngerepotin dibuka saja kimononya, gak apa-apa kok.” katanya.
Aku membantu meloloskan kimononya. Tinggallah celana dalam dan BHnya. Badannya putih bersih tanpa cacat. Di sana sini memang terasa lemak yang menebal, karena pengaruh usia. Namun secara keseluruhan dia masih sexy.
Ketika BHnya minta dibuka, dia sama sekali tidak keberatan. Bu Shinta sudah mulai naik birahinya. Celana dalamnya aku pelorotkan pun dia menuruti saja, bahkan membantu mengangkat badannya
Jari jahilku sesekali menyentuh celah nikmatnya. Dia makin mendesah. Tanpa aku minta tiba-tiba dia mengubah posisinya menjadi telentang. Bulu di bagian segitiga bawahnya masih cukup lebat dan puting susunya cukup menonjol dengan bongkahan yang proporsional.
Aku kembali memijat dari kaki lalu ke paha . Bu Shinta bergerak-gerak gelisah. Tanganku ditariknya agar tubuhku menindihnya. Aku lemaskan badanku dan dia langsung menyerang dengan ganas. Aku ikuti kemauannya dan memberi respon yang diinginkan.
Dugaanku memang tidak keliru, pintu nafsunya sudah terbuka dan saraf kaku akibat menekan birahi bertahun-tahun sudah kembali normal. Aku mencumbunya sehingga dia makin kelojotan. Aku terus menelusuri tubuhnya kebawah dan berakhir di segitiga gairah.
Badannya bagai terpental pental ketika titik lemahnya aku jilati. Belum 10 menit di mainkan, Bu Shinta menjerit sekeras-kerasnya dan berdenyutlah seluruh permukaan cembungnya serta bagian dalam liangnya.
Setelah agak siuman aku mencolokkan dua jari ke dalam dan mencari titik lemahnya di bagian dalam baru 2 menit dibegitukan dia kembali terengah-engah dan tak lama kemudian menjerit lebih keras dari yang tadi.
Dia menarikku untuk menindihnya. Kuturuti saja, tangannya menggapai bagian bawahku yang masih tertutup celana piyama. Dengan gerakan kasar tangannya berusaha mengeluarkan isinya dan begitu berhasil menemukan yang dicari langsung diarahkan ke lubang nikmatnya.
Aku membantu meloloskan celanaku, Perlahan-lahan penisku menyeruak masuk. Terasa agak sempit, mungkin karena sudah lama tidak diterobos. Wajahnya agak mengernyit tetapi kedua tangannya terus menarik bokongku agar penisku terus masuk lebih dalam.
Setelah semua ambles, aku melakukan gerakan halus naik turun. Bu Shinta mulai mendengus gak karuan lalu merintih seperti orang nangis. Dia mengimbangi gerakanku sehingga ritmenya jadi kacau. Sementara itu aku mencari posisi lemahnya, sampai akhirnya aku merasa sudah menemukan.
Dia makin mengerang dan tidak lama kemudian menjerit nikmat. Aku berhenti sebenar dan membenamkan dalam-dalam penisku. Terasa sekali denyutan lubang vaginanya memijat sekujur batang penisku.
Setelah reda aku kembali menggenjot. Bu Shinta tidak mampu bertahan, dia mencapai lagi orgasmenya. “Mas masih kuat kan, aku mau lagi mas biar sampai aku nggak nahan lagi,” katanya.
Aku turuti kamauannya. Setelah sekitar 5 kali klimaks dia mulai nggak kuat. Mas aku udah nggak kuat, mas belum keluar ya, aku udah lemes banget mas. Kok kuat banget ya si masnya,” katanya.
Aku berhenti menderanya meski aku belum menuntaskan diri. Aku bangkit dan Bu Shinta sudah terlelap dan ngorok. Badannya kuselimuti.
Aku membersihkan diri masuk kamar mandi. Cukup lama aku mandi karena berendam air hangat. Sekeluar aku dari kamar mandi remang-remang kulihat ada sesosok tubuh membujur di samping Bu Shinta mengenakan kimono hotel. Kudekati ternyata Angela.
“Mas aku dipijat juga dong, masih kuat nggak,” rengeknya.
“Hebat banget kamu mas mama sampai terngorok-ngorok gitu,” kata Angela.
“Lha mbak ngintip ya tadi,” tanyaku.
“Iya,” katanya polos.
“Ini mau pijat luar atau pijat dalam, “ tanyaku cuek.
“ya luar dalam kalau masih kuat sih,” katanya tanpa tedeng aling-aling.
Tanpa basa basi ku kecup bibirnya . Dia merespon dan langsung mendekapku. Aku langsung mencumbunya tanpa dia harus kupijat dulu. Tidak perlu waktu lama dia sudah bugil dan aku agak malas mengoralnya. Aku memainkan jurus tembak langsung, karena badanku sudah agak lelah juga setelah seharian keliling-keliling .
Angela tidak menolak sama sekali, malah pahanya dilipat dan dikangkangkan lebar-lebar. Tanpa kesulitan yang berarti batang kaku milikku terus membenam ke sumur nikmatnya. Terasa licin tetapi cukup meremas.
Perlahan-lahan kumainkan jurus andalanku, menendang-nendang G-spotnya. Angela tidak mampu menyembunyikan rasa nikmatnya. Dia mendengus-dengus di samping ibunya yang sedang terlelap dan tetap mengorok.
Tidak bisa dia bertahan lama sehingga jebolah pertahanan nikmatnya. Sambil menutup mulutnya dia menekan suara jeritan nikmatnya. Dia tidak kuberi jeda, langsung aku teruskan genjotan.
Dia sempat minta aku berhenti sebentar karena rasanya dia nggak kuat, tetapi tidak aku pedulikan, dia merintih lagi dan tak lama jebol lagi pertahanannya. Akhirnya dia minta ampun dan minta aku benar-benar stop.
“Bener juga kata Mira, mas Dicky luar biasa, mana barangnya enak banget, sorry ya mas aku nggak tahan sampai mas punya keluar, badanku udah lemes banget. Rasanya aku ingin tidur sebentar.
Tubuh Angela yang bugil aku tutupi selimut sehingga anak dan ibu tidur satu selimut dalam keadaan bugil. Aku terpaksa bersih kan diri kembali. Mereka berdua sudah lelap.
Aku duduk di ruang duduk sambil menikmati tayangn film HBO. Lama-lama mataku mulai berat sampai akhirnya tertidur di kursi.
Entah berapa lama aku terlelap, lalu terkesiap bangun karena di depanku sudah berdiri dua sosok wanita sudah berpakaian rapi. Mereka membangunkanku dan mengajak makan di bawah. Tampang mereka terlihat cerita, meski tidak bisa menutupi kesan lelah.
Aku segera menganti baju dan bertiga turun ke Shang Palace restaurant. “Mas kata mama therapinya luar biasa manjur, kepala mama sekarang sudah terasa ringan, badannya juga nggak terasa kaku, “kata Angela.
“Ah semua orang kalau bangun tidur rasanya memang begitu,” kilahku.
“Mas Dicky ini selalu merendah terus, padahal badannya tinggi,” kata Angela menonjok perutku.
Kami makan di meja bertiga di tempat yang agak terlindung.
“Kata mama, belum pernah dia merasakan kenikmatan seperti yang mas berikan tadi seumur hidup, benar kan ma, jadi mama ketagihan nih,” katanya sambil meledek mamanya.
“Ah kamu bisanya nggodain orang aja, kan kamu sendiri yang tadi bilang mau sering-sering ngundang Mas Dicky ke Singapur, emangnya kamu nggak ketagihan tuh,” kata mamanya membalas ejekan Angela.
Selesai makan malam kami akhirnya berpisah. Mereka berdua berjanji besok malam akan menginap di kamarku. Cerita dewasa ini di upload oleh situs ngocoks.com
Aku kembali kekamar dengan perut kenyang dan mata sudah mengantuk. Besok tidak ada yang aku kerjakan, kecuali jalan-jalan.
Jam 9 pagi setelah aku selesai mandi dan bersiap-siap turun breakfast, Angela mengabariku sudah menunggu di restaurant. Katanya dia minta ditemani melakukan deal-deal bisnis.
“Ini orang kayaknya sudah berlebihan, masak aku diajak menjadi mitra untuk melakukan deal bisnis, ini daerah kan nggak aku kenal, mana bahasa Inggrisku belepotan ah bodo deh, Angela lebih tahu, kalau malu kan dia yang malu. Sementara aku harus malu sama siapa, satu orang pun tidak ada yang ku kenal di sini.” Batinku.
Ternyata Angela mengajakku berkeliling ke beberapa kantornya di negeri singa ini. Setelah makan siang eh dia malah nagih diterkam lagi. “Sebetulnya mama ingin ikut, tapi aku bilang mama nanti malam saja, aku sibuk dengan kerjaan. Kayaknya dia ketagihan tuh mas,” ujar Angela.
Aku menuruti permintaannya, karena dia kan sponsorku di Singapur ini. Dia aku genjot sampai meleleh, maksudnya sampai tidak berdaya dan nggak kuat berdiri lagi. Sementara Angela tidur seperti orang mati sore itu ibunya mengontakku melalui telepon hotel untuk menjemputnya di Lobby.
Mamanya hanya geleng-geleng saja melihat anaknya terkapar bugil di bawah selimut. Si mama tanpa malu-malu langsung minta jatah. Dia sampai termehek-mehek karena entah berapa kali kupaksa mencapai klimaksnya.
Aku sempat meninggalkan kenangan dengan melepas pejuh sekali di memek Bu Shinta dan sekali di memek Angela. Dalam perjalanan pulang aku berkhayal, kalau keduanya harus aku kawini, gimana ceritanya, masak sih anak dan ibu sekaligus menjadi istri-istriku.
Berkat kepuasan Angela dan ibunya, aku akhirnya dipercaya memegang salah satu line bisnisnya di Jakarta. Padahal aku tidak pernah memahami management. Aku memaksa diri belajar dibantu bimbingan Angela, akhirnya lama-lama menguasai juga.
Akhirnya aku pun tahu rahasia keluarga Angela. Bu Shinta ternyata bukan ibu kandungnya dan Angela kemudian pisah dengan suaminya, yang selama ini ternyata hanya menjadi benalu. Mereka tidak sempat memiliki anak.
Mira dan Winda tetap aku jaga agar mereka tetap seperti dulu. Atas bujukan Mira lah akhirnya Angela dan Bu Shinta mengikat tali pernikahan denganku. Pernikahanku dengan keduanya tidak sekedar di bawah tangan, tetapi resmi. Dengan Mira pun akhirnya kami menikah secara sah menurut hukum.