Jari dibengkokkan dan ditarik-tarik di dinding atas lubang vagina, tepat mengenai G-Spot Elvira. Elvira merintih ketika Fahmi semakin laju mengoreknya. Suara berdecak semakin nyaring seiring dengan gerakan jari dan tangan Fahmi.
“Abanggggg… Arghhhhh… Ayanggg mau sampaiii….,” raung Elvira dan badannya terangkat menolak ke atas. Jari dikeluarkan dan terpancutlah cairan vagina Elvira deras ke wajah Fahmi.
Elvira tersengal-sengal mengambil napasnya. Rangsangan dari Fahmi memang luar biasa walau hanya menggunakan jari. Terasa geli vaginanya saat Fahmi mulai menjilat sisa cairan yang masih keluar. Punggungnya bergetar-getar saat dia mencoba menenangkan dirinya.
Mata Vania terbuka lebar melihat temannya mencapai klimaks. Sama seperti yang dialaminya pagi tadi. Pantas saja Elvira bisa memuaskannya hanya dengan jari. Ternyata dia belajar dari pacarnya teknik hebat itu.
Belum sempat Elvira menenangkan diri, Fahmi naik ke ranjang dan berlutut di samping wajah Elvira. Elvira pun mengerti apa yang Fahmi inginkan. Tanpa diperintah, Elvira menopang tubuhnya dengan siku dan membuka celana Fahmi yang masih dipakai. Tali pinggang dilepas dan kancing celana jeans dibuka. Perlahan-lahan Elvira menurunkan resleting lalu melorotkan celana ke bawah. Fahmi membantu dengan mendorong celananya hingga ke kaki.
Tinggal celana dalam yang tersisa. Terlihat jelas tonjolan besar di balik celana dalam biru itu. Vania memperhatikan bahwa tonjolan itu cukup besar. Vania pun tak sabar untuk melihat apa yang ada di dalamnya.
Elvira meraba-raba penis Fahmi dari luar celana dalam. Jarinya menjelajahi setiap lekuk yang menonjol, memberi gambaran kepada Vania bahwa penis Fahmi cukup besar. Elvira mencium penis sepuas-puasnya dan menggigit manja sebelum menarik celana dalam ke bawah.
Terkeluarlah batang penis Fahmi yang setengah ereksi dari sarangnya. Mata Vania terbelalak melihat ukuran penis Fahmi. Cukup besar tapi tidak sepanjang Jasmin. Pertama kali dia melihat penis yang begitu gemuk. Tanpa sadar, air liurnya hampir menetes. Cepat-cepat Vania menelannya.
Elvira mencium-cium penis Fahmi tanda rindu. Dari pangkal hingga ke kepala. Dicengkeramnya batang itu lalu dikocok perlahan. Dia menjilat kepala penis Fahmi terlebih dahulu lalu memasukkannya ke dalam mulut.
Sudah biasa dengan penis gemuk, Elvira langsung memasukkan hampir separuh. Kemudian Elvira mulai mengulum masuk dan keluar dengan nyaman. Kadang-kadang mulutnya berhenti saat menghisap dan memainkan lidahnya di sekeliling batang.
Kemudian Elvira memasukkan batang penis Fahmi dengan perlahan, dikemam ketat lalu dilepas dengan cepat. Pup! Berbunyi saat Elvira melepaskan mulutnya. Teknik itu diulang berkali-kali.
Fahmi merasa sangat nikmat saat penisnya dimainkan oleh Elvira. Secara otomatis panggulnya mengayun mengikuti rangsangan mulut yang diterimanya. Elvira pun menekan panggul Fahmi, memaksa batang penis masuk lebih dalam. Kali ini seluruh batang Fahmi terbenam di dalam mulut Elvira.
Lalu Fahmi mulai mendayung. Dihenjut mulut Elvira dengan cepat sementara Elvira membuka mulutnya seluas mungkin. Kepalanya ditekan oleh tangan Fahmi agar posisinya tetap tidak berubah.
“Gukk.. gukk.. gukkk..,” suara hentakan terdengar. Sedikit air mata Elvira menetes menahan asakan di mulutnya. Terasa puas saat tenggorokannya dijolok dengan cepat.
Namun, Fahmi tidak cukup puas dengan mulut saja. Dia mengeluarkan batangnya dan mendorong Elvira berbaring. Dia berlutut di antara paha Elvira dan melipat kakinya ke atas. Digesek-gesek terlebih dahulu penisnya di sepanjang alur vagina.
Elvira menggeleng-gelengkan kepala karena geli saat diperlakukan seperti itu. Tak tahan rasanya, ingin penis Fahmi segera masuk ke dalam lubangnya. Elvira pun memegang batang penis dan memandunya masuk. Sedikit demi sedikit kepala penis Fahmi terbenam. Agak lama mereka tidak bersama, maka terasa sedikit ketat.
Dengan perlahan, Fahmi memasukkan seluruh batangnya ke dalam vagina Elvira. “Ahhhhh abangggg… Urghhhh… Sudah lama tidak merasakan penis enak iniii…,” ujar Elvira begitu batang itu berendam di dalam lubangnya.
Fahmi menurunkan badannya dan mencium bibir Elvira, membiarkan sejenak penisnya di dalam lubang. Saat mereka asyik berciuman, Fahmi mulai mendayung. Elvira mengerang sambil dalam ciuman Fahmi. Dia suka diperlakukan seperti itu. Terasa seperti disayangi.
Dayungan semakin cepat. Elvira mulai meracau. Fahmi melepaskan mulut Elvira dan fokus pada dayungan. Dipeluknya kaki Elvira dan dihentakkan penisnya ke vagina. Posisi itu membuat lubang vagina Elvira semakin ketat. Elvira menjerit saat merasakan lubangnya penuh, dijolok dengan cepat pula.
Sebenarnya Fahmi juga merasakan posisi itu sangat mengasyikkan. Tapi dia harus bertahan dan memuaskan Elvira terlebih dahulu. Lalu dia mempercepat hayunan agar vagina Elvira mendapat lebih banyak rangsangan.
“ABANGGG… ABANGGGGGG… HNNGGHHHHH……,” Fahmi mengeluarkan penisnya saat Elvira meracau, karena saat itulah Elvira mencapai klimaks dan memancutkan cairan vaginanya. Punggung Elvira bergoyang-goyang mengeluarkan cairan yang begitu banyak. Setelah reda, Fahmi memasukkan kembali penisnya dan mengayun cepat.
“Ahhhhhhh ahhhhhhrgghhh abangggggg…” jerit Elvira lagi karena merasa sangat geli. Beberapa kali tusukan lagi, cairannya memancut lagi. Fahmi membiarkan Elvira menikmati klimaksnya. Setelah itu dijolok kembali. Semua itu diulang sebanyak lima kali. Dan lima kali juga Elvira memancutkan cairannya.
Vania menggeleng tidak percaya bahwa Elvira bisa klimaks sebanyak itu. Enak banget ya penis Fahmi? Pikirannya mulai membayangkan penis gemuk itu menjelajahi vaginanya.
Elvira agak lemah dikerjakan oleh Fahmi. Namun Fahmi masih belum mau berhenti, lalu dia memutar badan Elvira dan mengangkat punggungnya tinggi. Elvira tahu pacarnya ingin doggie. Walaupun lemah, dia tetap menurut dan menungging.
Punggungnya diremas dan ditepuk keras. Elvira menjerit kesakitan, tapi kesakitan yang menggairahkan. Dia pun tidak tahu bagaimana menjelaskannya.
Fahmi mengarahkan batangnya tepat ke lubang dan menghujamkannya dalam-dalam. “Urghhhhhhh,” erang Elvira sambil mendongakkan kepalanya. Posisinya dekat dengan Vania yang sedang duduk di ujung kasur.
Elvira lalu memandang Vania dengan tatapan penuh khayal dan tersenyum. Vania bisa melihat wajah Elvira yang sangat puas dan lelah. Dia sendiri belum pernah merasakan hal seperti itu.
Sesi doggie dimulai dengan Fahmi yang mulai menghentak cepat ke vagina Elvira. Suaranya lebih nyaring kali ini. Pantat Elvira bergetar menerima hentakan dari Fahmi. Erangan Elvira mengikuti irama hentakan, “Ahhh! Ahhh! Ahhh! Ahhh!”
Cukup lama Fahmi menjolok Elvira dari belakang, Elvira mulai merasa lelah. Tubuhnya seolah ingin rebah. Tapi dia tahu Fahmi belum puas. Elvira harus melayani Fahmi sampai selesai. Elvira meraih tangan Vania dan menggenggamnya. Vania membalas genggaman itu seakan memberi Elvira semangat untuk bertahan.
Melihat Elvira yang semakin lelah, Fahmi merapatkan tubuhnya dan tangan memaut bahu Elvira. Posisi ini membuat batang Fahmi masuk lebih dalam dan Elvira merasa lebih nikmat.
Fahmi menghentak sekuat tenaga dan Elvira meracau. Seperti orang gila, Elvira menjerit sambil mendongakkan kepalanya ke atas. Mata hitamnya tidak lagi terlihat.
Semakin cepat Fahmi menghentak, semakin kuat Elvira meracau. Lama-kelamaan tubuh Elvira mulai rebah sedikit demi sedikit. Akhirnya, Elvira jatuh terbaring puas. Batang Fahmi terlepas dari lubang vaginanya karena pantat Elvira sudah jatuh ke bawah.
Terlihat cairan dari vagina Elvira mengalir deras, vaginanya terkemut-kemut. Matanya terpejam seperti tertidur kelelahan. Tapi Fahmi tidak berhenti sampai di situ.
Dalam posisi berbaring tengkurap, Fahmi menjolok kembali vagina Elvira yang masih terkemut itu. Pantatnya yang tidak terlalu besar memberi ruang bagi Fahmi untuk menjolok dari tengah.
Mata Elvira terbuka lagi saat merasakan batang masuk ke dalam vaginanya. Fahmi merasakan lubang Elvira lebih ketat dari sebelumnya. Dia pun mendayung cepat dan batangnya hampir mengeluarkan mani.
Fahmi memandang Vania yang kini sangat dekat dan mengangkat alis menegur Vania. Vania yang sudah tidak lagi malu seperti tadi, memberi senyuman nakal kepada Fahmi.
Tak lama kemudian, Fahmi mengeluarkan batangnya dan memancutkan maninya keluar. Sengaja dia mengarahkan batangnya ke arah Vania. Pancutan demi pancutan keluar dan ada yang mengenai Vania. Sangat banyak air yang keluar membuat Vania terkejut.
Setelah semuanya selesai, Fahmi merebahkan tubuhnya di antara Elvira dan Vania. Dia berbaring sambil mengambil napas. Matanya bertemu dengan mata Vania. Vania merasa debaran di dadanya. Dia melihat ke arah Elvira yang sudah tertidur.
“Mau juga?” tanya Fahmi pada Vania.
Anggukan Vania lemah, lebih kepada malu sebenarnya. Seperti kata orang, malu tapi mau. Vag*na-nya sudah banjir sejak tadi menyaksikan permainan Elvira dan Fahmi. Tapi dia menahan diri untuk tidak menggosoknya di depan mereka berdua.
Fahmi yang sedang berbaring menarik kepala Vania mendekat. Bibir mereka bertaut. Vania mulai mengeluarkan desahan syahwatnya. Nafsu yang ditahan dari tadi dilepaskan sepenuhnya di bibir Fahmi.
Posisi Vania yang berada di atas memberinya ruang untuk mendominasi. Kalau selama ini hanya Jasmin yang mengontrol permainan, kali ini Vania mengambil alih. Sudah lama dia mendambakan ciuman penuh berahi tanpa terburu-buru.
Mulutnya dikuncupkan menaut bibir Fahmi yang mengikuti ritme Vania. Berkali-kali bibirnya diasak Vania yang kini berada di bawah kendali nafsu. Seperti orang yang kelaparan, Vania menjilat-jilat bibir Fahmi di luar dan dalam mulut. Fahmi hanya membiarkan dirinya diasak, teringat cerita Elvira tentang bagaimana pacar Vania, Jasmin, yang kasar. Mungkin Vania meniru cara Jasmin berciuman.
Lidah mereka mulai bersatu. Kali ini Fahmi mengambil giliran untuk mengontrol ritme. Yang penting, tenang. Dia mulai menjelajahi mulut Vania dengan lidahnya. Dijilat bagian pipi dalam dan langit-langit mulut. Desahan Vania semakin kencang. Pertama kali dia tenggelam hanya dengan berciuman.
Sedang asyik berciuman, Fahmi mengambil tangan Vania dan mengarahkan ke batang pensnya yang masih lembek. Vania yang paham langsung menggenggam batang pens Fahmi dan menggosok perlahan. Perlahan-lahan pen*s itu mengembang dan membesar. Vania begitu teruja lalu melepaskan ciumannya dan kemudian turun ke bawah.
Sambil menatap batang pens Fahmi, dia mencapai ponselnya di atas meja di sebelah tempat tidur. Fahmi menegakkan ponselnya menggunakan dompet sebagai penopang. Aplikasi kamera dibuka dan tombol rekam ditekan.
Vania tidak menyadari kelakuan Fahmi itu karena sedang terpesona membelai pens besar yang digenggamnya. Batang penis Fahmi dihirup manja, aroma seks yang masih segar menambah sensasi. Tanpa menunggu lama, Vania langsung menjilat-jilat sekeliling batang itu.
Seperti anak kecil yang mendapatkan es krim, dia menjilat dengan penuh semangat. Air liurnya meleleh membasahi batang pens. Fahmi hanya menyilangkan tangan memangku kepalanya sambil memperhatikan tingkah laku Vania. Biarlah dia menikmati batang pen*s itu sampai puas.
Cukup lama menjilat, Vania siap memasukkan pens ke dalam mulutnya. Matanya memandang Fahmi meminta izin. Fahmi mengangguk tanda memberi izin. Lalu perlahan, Vania membuka mulutnya dan mulai memasukkan batang itu.
Mengingat ukurannya yang besar, cukup sulit bagi Vania untuk membiasakan mulutnya. Batang pens dikeluarkan lagi lalu dimasukkan kembali dengan mulut dibuka lebar-lebar. Penuh mulutnya diisi dengan batang gemuk Fahmi.
Dia mencoba menggerakkan lidahnya tapi tidak bisa. Bagaimana Elvira mampu menelan batang sebesar itu pun dia tidak tahu. Jadi Vania hanya menghisap dengan hati-hati karena takut terkena giginya. Dia selalu dimarahi Jasmin jika giginya terkena batang.
Walaupun kadang-kadang Vania tidak bisa mengontrol giginya, Fahmi tetap tenang dan membiarkan Vania menikmati batangnya. Sedikit ngilu tapi itu bukan masalah besar untuk dimarahi. Lagi pula batangnya besar dan mana-mana perempuan pun pasti sulit untuk menghisapnya. Beda dengan Elvira yang sudah terbiasa dengan batangnya.
Kepala Vania terangguk-angguk menelan batang pen*s Fahmi. Tapi tidak lama karena mulutnya mulai pegal. Dia tak bisa meniru aksi Elvira yang membiarkan mulutnya dijolok cepat. Vania pun melepaskan batang Fahmi dengan air liur yang meleleh banyak.
“Dah pegel ya? Hehe,” Fahmi tertawa kecil melihat wajah Vania yang kelelahan. Lalu dia melanjutkan, “Vania naik atas, yuk.”
“Hah? Naik atas? Gimana caranya?” jawab Vania yang bingung dengan arahan Fahmi.
“Naik aja ke atas saya, buka jubah mandi ini,” perintah Fahmi kepada Vania. Dia menurut perintah dan memanjat tubuh Fahmi.
Pahanya sedikit terdedah tapi tubuhnya masih tertutup rapat dengan jubah mandi. Perlahan-lahan dia membuka simpul tali yang mengikat jubahnya dan membuka sedikit, memperlihatkan bagian tengah tubuhnya.
Seksi dan vulgar aksi yang diperlihatkan Vania. Kain jubah melorot perlahan dan tampaklah payudaranya yang besar. Meski agak melorot, tidak seperti payudara Elvira yang bulat, itu tidak mengurangi selera Fahmi. Baginya payudara tetap payudara apapun bentuknya.
Fahmi mengarahkan Vania mengangkat pantatnya sedikit. Lutut kanannya menyangga tubuhnya dan kaki kiri sedikit terangkat. Posisi pens Fahmi sudah berada di bawah vagna Vania. Pens digesekkan sedikit di sepanjang alur vagna untuk memberi rangsangan. Vania menikmati gesekan itu sambil memperhatikan pen*s Fahmi.
Kemudian perlahan, Fahmi mengarahkan pensnya ke pintu lubang vagna Vania dan menekannya pelan. Vania mendesah saat kepala pens mulai memasuki vagna-nya. Agak sempit terasa dan pedih mulai mencucuk. Tapi dengan bantuan pelumas alami yang keluar, lubang vagna Vania mulai mengembang, memaksa menerima tusukan pens tebal itu.
“Ssss… Ahhhh… Sakit, Fahmi… Ssss…,” Vania mulai mengerang kesakitan. Seperti terkoyak lubang vag*na-nya.
“Sikit lagi, Vania. Sabar, yaa. Biar enak kan,” Fahmi membujuk sambil terus menekan perlahan pen*snya. Semakin lama pensnya semakin tenggelam. Akhirnya Vania menelan seluruh batang pens Fahmi.
“Ahhh… Besar banget ini… Urhhh..”
“Fahmin dulu pen*s ini berendam. Vania stay dulu.”
Terkemut-kemut vagna Vania memerah pens yang bersemayam. Tubuhnya rebah di atas tubuh Fahmi. Kesempatan itu digunakan Fahmi untuk mencium bibir Vania agar gairahnya bangkit lagi. Vania membalas lemah.
Tak lama setelah itu, Vania mulai berhenti mengemut. Rasanya vag*na-nya sudah mulai bisa menerima ukuran baru yang ditelan. Seperti baru saja kehilangan keperawanan, begitu hebat penanganan batang yang baru diterimanya. Meski tidak sepanjang batang Jasmin, tidak sampai pun ke dinding serviksnya, dia tetap merasakan kenikmatannya.
Tubuh Vania mulai diangkat. Tangannya menekan dada Fahmi lalu dia mulai mendayung. Dari perlahan, semakin lama semakin cepat pantat digoyang. Vania mulai menikmati batang pen*s Fahmi. “Ahhhh… Ahhhh… Ahhhh…,” suaranya mulai mengerang kuat. Begitu nikmat posisi yang dilakukan sekarang. G-spotnya tepat kena membuat dirinya hanyut.
Kadang-kadang Vania berhenti menggelek karena klimaks yang datang. Lubangnya mengemut kuat memerah pen*s Fahmi yang masih keras. Setelah reda klimaksnya, dayungannya dilanjutkan lagi.
Berhenti lagi, lalu dilanjutkan. Berkali-kali proses itu terjadi hingga Vania terbaring lemah. Fahmi bisa merasakan lelehan air mani Vania membanjir di celah telurnya.
“Sayang… Ahhh… Ahhhh… Capek. Banyak kali aku keluar,” bisik Vania dengan napas tersengal. Pertama kali dalam hidupnya dia mencapai klimaks berturut-turut seperti ini. Bukan sekali dua, tapi lima kali dia terpancut hanya dengan satu posisi.
Tiba-tiba Fahmi memeluk Vania yang sedang terbaring di atasnya. Fahmi memeluk erat dan mengangkat pantatnya. Tertusuk pens besarnya ke dalam vagna Vania. Vania menjerit keras, “AAHHHH!” Fahmi terus menghentak Vania cepat.
PAPPP!! PAPPP!!! PAPPP!!!
Cepat tusukan pens Fahmi menjolok Vania. Vania hanya bisa menjerit kesedapan sambil dipeluk erat. Vagna yang ketat ditusuk berkali-kali. Kenikmatan yang luar biasa dirasakan Vania. Entah berapa kali dia mencapai klimaks, tapi dia tidak bisa melawan karena tubuhnya terkunci. Siksaan nikmat itu membuat matanya putih.
Elvira yang sejak tadi tidur di sebelah mereka terbangun oleh jeritan Vania. Matanya perlahan terbuka dan melihat ke arah pasangan yang sedang bersatu itu. Dia melihat Vania bersandar di bahu Fahmi sambil tubuhnya berguncang hebat. Wajahnya terlihat sangat lelah menahan asakan dari pacarnya. Tiba-tiba Elvira merasa bangga punya pacar yang hebat di ranjang.
Tujahan Fahmi semakin lama semakin lambat. Dia mulai merasa pegal di pahanya. Bagaimana tidak, dia menghajar vagina Vania dalam posisi telentang, tenaganya mulai habis. Saat batangnya ditarik keluar, air mani Vania yang bertakung di dalam vaginanya berhamburan keluar.
Fahmi mendorong Vania agar berbaring ke samping. Seperti orang mabuk, Vania menikmati klimaksnya sambil tubuhnya bergetar. Elvira memandang Fahmi sambil tersenyum dan bertanya, “Kamu sudah ejakulasi, Bang?” Fahmi menggelengkan kepalanya lalu berlutut di antara kaki Vania. “Aku belum puas,” ujar Fahmi sambil mengangkangkan kaki Vania.
Fahmi memegang lutut Vania dan mengarahkan batangnya ke lubang yang sudah banjir. Tanpa susah payah, batangnya meluncur masuk ke dalam vagina yang hangat itu. Vania tidak mampu lagi mengerang, dia hanya menggelengkan kepalanya perlahan. Fahmi mulai mengayunkan tubuhnya.
Melihat Vania yang hanya memejamkan mata, Fahmi mengambil ponselnya yang sejak tadi merekam aksi mereka. Dia merekam wajah Vania yang sedang menikmati batangnya. Sesekali kamera diarahkannya ke vagina yang sedang dijolok cepat. Kadang-kadang Fahmi merekam payudara Vania yang bergoyang.
Payudara Vania bergoyang mengikuti irama ayunan Fahmi. Elvira yang tergoda oleh pemandangan itu, langsung menerkam payudara Vania dan menghisap putingnya sambil meremas. Ngocoks.com
Vania tersentak dan mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang terjadi. Saat melihat Elvira sedang menikmati payudaranya, Vania meremas rambut Elvira dengan kuat. Dua titik kenikmatan dimainkan serentak. Tidak tahu bagaimana menjelaskan betapa nikmatnya perasaan itu.
“Ahhhhhh Elvirasss. Jangan… Aku geli…,” Vania mencoba melarang Elvira tetapi tangannya tidak berdaya menolak. Melihat aksi pacarnya yang merangsang Vania, Fahmi mempercepat ayunannya. Semakin geli yang dirasakan Vania. Tidak mampu lagi dia menjerit, tubuhnya melompat ke atas, mencapai klimaks entah untuk yang keberapa kalinya.
Fahmi tidak sempat menahan pantat Vania yang melonjak ke atas. Batangnya terlepas dari lubang vagina. Dia memberi Vania ruang untuk menikmati klimaksnya. Elvira pun melepaskan tangannya dari payudara Vania.
Seperti orang yang kesurupan, tubuh dan kaki Vania melayang ke atas. Hanya kepala dan telapak kaki yang berada di bawah menampung seluruh tubuhnya.
Fahmi dan Elvira terkejut menyaksikan kejadian itu. Belum pernah mereka berdua melihat klimaks yang begitu dahsyat. Apakah Vania sudah mencapai batasnya? Timbul rasa kasihan pada Vania. Masih kuatkah tubuhnya? Mereka beruntung karena Fahmi masih merekam kejadian itu.
Tubuh Vania perlahan-lahan turun setelah klimaksnya reda. Nafasnya tersengal-sengal sambil peluh membasahi tubuhnya. Udara dingin dari AC kamar hotel sudah tidak mampu mendinginkan tubuhnya yang panas. Dengan dada yang masih berombak, Vania langsung tertidur. Fahmi pun menekan tombol stop di ponselnya.
“Aduh, aku belum ejakulasi, Sayang,” keluh Fahmi saat melihat Vania sudah tidak berdaya lagi.
“Ih, tadi kan sudah dengan aku,” jawab Elvira yang terkejut dengan ucapan Fahmi.
“Memang, tapi dengan Vania belum. Hehehe,” Fahmi tertawa nakal.
“Ehhh, beruntung banget dapat dua vagina malam ini, ya kan,” balas Elvira sambil mencubit manja lengan pacarnya.
Fahmi menarik tubuh Elvira dan mencium bibirnya dengan rakus. Elvira pasrah dan meladeni nafsu Fahmi itu. Dia sudah sangat mengenal perangai Fahmi. Selama dia belum ejakulasi 2-3 kali, selama itu pula dia tidak akan puas. Dan mereka pun berasmara sekali lagi.
Bersambung…