Hari yang dinantikan akhirnya tiba. 32 anggota Kelab Konseling berangkat ke Kuala Lumpur selepas Zuhur dengan menaiki bus ekspres sewaan mereka untuk perjalanan selama 4 hari ini.
Semua pelajar perempuan ditempatkan di bagian belakang dan pelajar laki-laki di bagian depan. Dosen pendamping tidak mengizinkan mereka duduk campur untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Mereka berangkat di siang hari agar bisa tiba pada malam hari dan langsung beristirahat di hostel yang sudah dipesan sebelumnya. Kegiatan baru akan dimulai keesokan paginya.
Sebelum naik bus, Vania menemui Elvira dan meminta mereka duduk bersama di dalam bus nanti. Mereka berdua sebenarnya tidak terlalu akrab, hanya bertemu saat hari klub saja. Karena mereka berdua adalah pengurus, jadi seringlah duduk bersama untuk membahas rencana rombongan ini.
Elvira heran kenapa Vania begitu bersikeras ingin duduk bersama. Perjalanan dari Kelantan ke Kuala Lumpur cukup lama, teman duduk di bus sangat penting agar tidak bosan nanti.
Sepanjang perjalanan, Elvira dan Vania hanya berbincang ringan. Sebagian besar waktu mereka hanya diam. Vania sering memandang ke luar jendela seperti sedang memikirkan sesuatu. Elvira yakin ada alasan kenapa Vania berperilaku seperti ini.
Setelah berhenti rehat saat Asar, hampir semua pelajar di bus tertidur kelelahan. Elvira juga ingin memanfaatkan waktu untuk tidur. Baru saja hendak memejamkan mata, tiba-tiba Vania berbisik kepada Elvira, “Elvira. Aku ada sesuatu yang mau diberitahukan.”
Benar dugaan Elvira tadi. Vania pasti ingin mengatakan sesuatu. Dia menoleh ke arah Vania yang tampak gugup. Keningnya diangkat memberi isyarat agar Vania mengungkapkan apa yang ada di hatinya sejak tadi.
“Begini. Aku yang mengurus bagian penempatan. Kita akan sekamar, tahu,” kata Vania.
“Oh ya? Lalu?” tanya Elvira.
“Malam ini, pacarku mau masuk ke kamar kita,” jelas Vania membuat Elvira terkejut.
“Haaa??? Kamu sudah gila, Vania??” bisik Elvira agak keras sambil melirik ke tempat duduk belakang mereka. Untungnya Maya dan Inara sedang tidur nyenyak. Kalau mereka dengar, bisa heboh.
“Tolong, Elvira? Lagi pula…” Vania terhenti di situ.
“Lagi pula apa?” Elvira meminta Vania melanjutkan kalimatnya.
“Aku tahu… Aku tahu apa yang kamu dan Rizky lakukan di ruang operasi hari itu.” Betapa terkejutnya Elvira mengetahui ada orang yang mengetahui rahasia kotornya dengan Rizky.
Namun Elvira tidak mau menunjukkan ketakutannya. Dia tetap tenang. Vania hanya menatap mata Elvira, berharap dia mau menerima rencananya. Elvira tidak punya pilihan. Reputasinya sebagai gadis muslimah akan tercemar jika hal ini diketahui semua orang.
“Siapa lagi yang tahu?” tanya Elvira ingin memastikan.
“Hanya aku dan pacarku saja,” jawab Vania singkat.
“Kamu yakin pacarmu tidak memberitahu orang lain?” Elvira masih khawatir ada laki-laki lain yang mengetahuinya. Laki-laki mana bisa dipercaya sepenuhnya. Pasti ada balasan yang mereka inginkan. Vania mengangguk cepat.
“Emm. Ok. Tapi aku tidak mau ikut campur,” Elvira memberi syarat. Senyum kegembiraan terbit di bibir Vania ketika Elvira setuju memberi mereka ruang.
Elvira kembali memejamkan mata, berpura-pura tidur tanpa memikirkan apa-apa. Tetapi sebenarnya otaknya sibuk memikirkan apa yang akan terjadi malam ini. Vania segera mencapai ponselnya dan mengirim pesan kepada pacarnya.
Sekitar jam 10 malam, semua pelajar berkumpul di lobi hotel dengan wajah yang penat. Perjalanan dari Kelantan ke Kuala Lumpur dengan bus cukup melelahkan dan mereka semua ingin segera beristirahat di kamar. Vania tampak sibuk mengagihkan kunci kamar kepada para pelajar. Elvira hanya duduk menunggu di bangku sekitar lobi hotel.
Setelah sesi pembagian kunci selesai, semua pelajar menuju ke kamar masing-masing. Hotel bintang tiga tersebut tidak terlalu besar. Kamar-kamar mereka cukup berdekatan satu sama lain. Hanya kamar Vania yang agak jauh di dalam dibanding kamar pelajar lain. Tampaknya Vania sudah merencanakan semuanya dengan teliti.
Setibanya di kamar, Elvira dan Vania meletakkan barang masing-masing di lemari yang tersedia. Elvira merebahkan badan di atas ranjang dan memandang sekeliling kamar. Hanya ada satu ranjang berukuran King. Sepertinya mereka harus berbagi ranjang selama 2 malam ini. Kalau mereka melakukan sesuatu, di mana dia harus tidur?
“Elvira, mau mandi dulu nggak?” tanya Vania mengejutkan lamunan Elvira. Elvira hanya memandang ke langit-langit tanpa menoleh ke arah Vania dan bertanya, “Jam berapa pacarmu mau datang?” Vania agak terkejut dengan pertanyaan Elvira yang sangat to the point. Jam di ponsel dilihat, baru jam 10.30 malam. “Mungkin sekitar jam 11.30. Mau tunggu sampai semua orang tidur dulu,” jawab Vania.
Elvira hanya mengangguk paham. Dia punya waktu sekitar satu jam lagi untuk bersiap. Rencananya mau tidur saja di sofa yang terletak di samping balkon. Apa pun yang terjadi malam ini, biarlah Vania dan pacarnya yang tahu. Dia tidak mau ikut campur urusan mereka.
Tudung labuhnya ditanggalkan. Elvira mengambil handuk dan pakaian ganti dari dalam tas lalu menuju kamar mandi. Vania yang sedang duduk di tepi ranjang memperhatikan Elvira. Perasaan berdebarnya semakin kuat. Dia berharap Elvira mau bekerja sama untuk 2 malam ini.
“Err, Elvira. Mau mandi? Bukalah baju di luar. Lagi pula nggak ada orang lain sekarang,” tegur Vania melihat Elvira melangkah ke kamar mandi dengan pakaian lengkap. “Kasihan kamu repot-repot ganti baju di dalam. Nanti basah bajumu,” tambah Vania.
Langkah Elvira terhenti dan dia menjawab, “Oh ya juga. Hehe.” Elvira kembali ke lemari dan melepas jubah serta kain dalamnya. Tubuh Elvira hanya berlapis pakaian dalam berwarna krem. Vania agak tercengang melihat tubuh seksi milik temannya itu. Sungguh menggiurkan dibandingkan tubuhnya yang kurus tidak berisi.
Walaupun ukuran payudara mereka hampir sama, tapi payudara Elvira lebih kencang dan bulat dibandingkan payudaranya yang agak turun.
“Wow, nggak berkedip mata kamu lihat aku? Hehe,” tegur Elvira melihat Vania terpaku melihat free show tadi. Memang sengaja dia berani berbuat begitu, ingin melihat reaksi Vania.
“Errr, nggak ada kok. Kaget aja lihat kamu santai aja bugil. Haha,” jawab Vania malu.
“Eh, belum bugil ini. Masih ada bra dan celana dalam. Mau buka juga?” goda Elvira. Belum sempat Vania menjawab, Elvira melepas kaitan bra-nya dan melorotkannya ke bawah. Payudara kencang Elvira kini bebas. Bulat dan kenyal. Putingnya yang tadi tenggelam kini perlahan mengeras karena kedinginan. Kemudian Elvira melepas celana dalamnya menunjukkan segitiga emasnya. Bersih dan licin tidak berbulu. Agak gemuk dan klitorisnya sedikit menonjol.
“Woiii, sampai bugil pula kamu. Haha. Aku jadi malu lihat kamu,” Vania memejamkan mata dan berpaling. “Alah, apa yang malu? Bukan ada orang lain?” Elvira membalas dengan kata-kata Vania tadi. Sungguh tak disangka gadis selembut Elvira ini ternyata sangat open minded. Muncul kekhawatiran di hatinya jika pacarnya melihat tubuh Elvira yang menggiurkan ini.
Elvira berlalu masuk ke kamar mandi sambil berbugil melintasi Vania. Mata Vania terbuka sedikit mengintip rakannya masuk ke kamar mandi. Setelah pintu ditutup, barulah Vania membuka matanya dan merasa lega. Menyesal pula dia menegur Elvira tadi. Tidak tahu kalau Elvira seberani ini.
Setelah 10 menit berlalu, Elvira keluar berkemban dengan handuknya. Vania sudah siap berkemban untuk mandi juga. Saat dia bangun dari ranjang, Elvira tiba-tiba menarik handuk Vania dan melemparkannya ke lantai. Vania berteriak saat menyadari dirinya bugil di depan Elvira.
“Ahhhh! Elvirass! Apa nii!!!?” jerit Vania sambil tangannya mencoba menutup payudara dan vaginanya. Elvira hanya tertawa melihat reaksi Vania yang kalang kabut. “Nggak adil dong. Kamu udah lihat aku tadi. Sekarang giliran aku. Hehe,” ujar Elvira santai. Vania hanya menunduk malu.
Belum pernah ada orang lain selain pacarnya yang melihat tubuh telanjangnya. Tak disangka seorang gadis muslimah bernama Elvira ini bisa melihat dirinya tanpa sehelai benang pun. Tetapi saat dipikirkan lagi, dia juga sudah melihat Elvira tadi. Jadi tak masalah jika Elvira melihatnya sekarang. Vania berpikir begitu tanpa mengetahui bahwa Elvira sebenarnya seorang biseksual.
Perlahan-lahan Vania melepaskan kedua tangannya. Payudaranya kini terlihat di hadapan Elvira. Elvira menatap kedua payudara milik Vania. Agak kendur tapi masih berisi di bagian bawah. Putingnya menegak ke atas. Puting seperti ini enak dihisap, pikir Elvira.
Kemudian matanya melirik ke bawah, melihat vagina Vania yang tidak tertutup. Elvira mengangkat alis ketika melihat keadaan vagina Vania. Berbulu lebat dan agak gelap di antara pahanya. Alur vaginanya tidak terlihat. Vania tiba-tiba menjadi malu dan menutup vaginanya dengan tangan.
“Emm, jangan lihat seperti itu dong. Malu aku,” ujar Vania lemah. Kepercayaan dirinya seketika jatuh. Bagaimana tidak, vagina Elvira yang sangat bersih jauh berbeda dengan miliknya. Elvira menggelengkan kepala dan tersenyum. Dia mendekati Vania dan berkata, “Malam ini kan spesial. Biar aku bantu bersihkan.”
Vania mengangkat kepalanya memandang Elvira, tidak mengerti apa yang dimaksud dengan ‘bantu’ itu. Elvira tetap tersenyum saat melihat reaksi Vania. “Ok, kamu mandi dulu. Sebentar lagi aku masuk,” perintah Elvira sambil mendorong Vania masuk ke kamar mandi.
Vania menurut dan mulai mandi. Elvira segera mengambil tasnya dan mengambil sesuatu. Dia menunggu beberapa menit memberi Vania waktu untuk membersihkan diri. Setelah merasa Vania selesai mandi, Elvira mengetuk pintu kamar mandi dan Vania membukanya. “Aku masuk, ya?” Elvira meminta izin dan masuk ke kamar mandi.
“A.. Kamu mau ngapain?” tanya Vania ketakutan. Ada dua gadis telanjang di ruang kecil itu, membuat Vania tidak nyaman.
Elvira mengeluarkan gunting kecil, pisau cukur, dan sebotol krim yang diambil tadi dan menunjukkan kepada Vania. “Ini. Aku mau bantu bersihkan kamu. Harus bersih kalau mau ketemu pacar. Hehe,” Elvira menjelaskan kepada Vania. Vania hanya mengangguk walau ragu-ragu.
Vania diminta duduk di sebelah wastafel dan membuka kangkangnya. Awalnya Vania menolak, tapi Elvira membujuknya dengan mengatakan ini semua untuk kebaikan dirinya dan pacarnya.
Posisi duduk Vania dibetulkan. Elvira membuka lebar kangkang Vania. Vania memejamkan mata rapat-rapat. Otaknya sibuk memproses apa yang sedang terjadi. Tak pernah terbayang dia akan menunjukkan vaginanya kepada perempuan. Mukanya merah padam tak bisa disembunyikan.
Bulu lebat Vania dicoba ditarik perlahan. Elvira mulai memotongnya dengan hati-hati. Vania diam tak bergerak supaya vaginanya tidak terluka.
Setelah bulu ditipiskan, Elvira mengambil pisau cukur dan perlahan menariknya di permukaan vagina Vania. Saat jari Elvira menyelip bibir vagina, Vania merasa sesuatu yang aneh. Sensasi jari lembut seorang gadis memegang vaginanya terasa nyaman.
Vania mengabaikan perasaan itu dan ingin cepat selesai. Vaginanya diulik-ulik jari Elvira yang sibuk mencukur bulunya. Cukup lama juga Elvira membersihkan seluruh vagina Vania. Sepertinya Vania tidak pernah mencukur licin vaginanya sendiri.
“Emm. Kamu harus jaga juga bagian pribadi ini. Jangan pakai celana dalam yang lembab. Makanya jadi gelap di area ini,” ajar Elvira kepada Vania. Vania hanya diam karena malu sekali.
“Tak apa. Nanti aku kasih tips merawatnya supaya bersih,” sambung Elvira yang sudah selesai mencukur bulu kawannya itu. Elvira mengambil selang air dan membilas sedikit bagian vagina Vania agar sisa-sisa bulu hilang sepenuhnya.
“Sss. Ahhhh, pelan-pelan dong Elvirasss,” erang Vania tiba-tiba. Elvira sengaja memancurkan sedikit air ke klitoris Vania. Tangannya kemudian menyapu permukaan vagina sambil jarinya menggesek alur vagina Vania.
Melihat reaksi Vania yang tampak menikmati permainan jarinya, Elvira terus menggosok klitoris Vania perlahan. Vania berusaha menutup kangkangnya namun Elvira menahannya. Posisi Vania sangat terbuka sehingga memudahkan Elvira melakukan tugasnya.
Jari Elvira cepat menggosok klitoris dan sambil itu jarinya yang lain menjolok lubang vagina Vania. Masuknya jarinya cukup lancar karena cairan lubrikasi Vania sudah mulai keluar sejak Elvira menggosok klitorisnya tadi.
“Ahhh… Elvirassss. Ssss… Ahhhh… Jangannnn…,” rayu Vania melarang Elvira. Tapi larangannya hanya di mulut. Vaginalnya memberikan reaksi berbeda dengan mengemut kuat jari Elvira. Lubang vagina dikorek cepat. Kini dua jari menerobos lubang nikmatnya itu.
“Jangan Virrr… Ahhhh… Nanti aku… Ahhhhh…,” suara Vania tersendat-sendat menahan erangan. Hampir mencapai puncak, Elvira mulai menjilat klitoris Vania sambil menghisap kuat. Jarinya menjolok lebih cepat mengikuti irama jilatannya.
“Aniiisssss… Aku mau sampaiii dahhhh!” teriak Vania keras. Suaranya tidak lagi disimpan, malunya sudah hilang.
“Ahhhhhh!!!” Vania mencapai klimaks dan mengangkat panggulnya tinggi. Pahanya dikempitkan membuat Elvira terperangkap di celah kangkang Vania. Lidah Elvira masih menjilat-jilat vagina dan jarinya dikeluarkan.
Cairan putih pekat mengalir perlahan dari lubang vagina Vania. Cukup banyak juga cairannya sampai mengalir ke lubang anus. Elvira tidak melewatkan kesempatan untuk menjilat cairan pekat itu. Ngocoks.com
Jika Alya klimaks dengan menyemprotkan cairan, Vania berbeda cara klimaksnya. Air mani perempuan sudah lama diidamkan Elvira. Vania tersandar kelelahan. Dadanya naik turun menarik napas terengah-engah.
Pertama kali dia dipuaskan hanya dengan masturbasi. Pacarnya sendiri tidak pernah menjilat vaginanya karena geli. Tetapi Elvira sama sekali tidak peduli dengan keadaan vaginanya yang gelap. Terasa tubuhnya dihargai.
Elvira menjilat habis semua cairan yang mengalir. Lubang vagina Vania kadang-kadang mengemut menahan geli. Kemudian Elvira membersihkan vagina Vania dengan air dan mengelapnya dengan handuk. Lalu dituangkan sedikit krim ‘After Shave’ di sekitar vagina Vania.
“Setelah bercukur, kamu harus oleskan krim ini ya? Supaya tidak gatal-gatal vaginanya,” pesan Elvira kepada Vania yang masih tersandar. Vania hanya mengangguk tanda paham.
Tiba-tiba teleponnya berdering. Vania terbangun dari lamunannya dan bergegas mengambil teleponnya. Elvira keluar mencari baju dan jilbabnya untuk dipakai. Dia tahu itu adalah panggilan dari pacar Vania.
“Sayang, dia sudah hampir sampai. Kamu gimana?” tanya Vania ingin tahu rencana Elvira.
“Aku baring di sofa ini aja. Yuk bantu aku putar sofanya,” jawab Elvira.
Sofa yang terletak di sebelah tempat tidur diputar menghadap balkon, membelakangi tempat tidur. Jadi Elvira akan berbaring di sofa itu sambil melihat ke luar. Mereka juga tidak akan melihat Elvira saat berada di tempat tidur.
Setelah semuanya siap, Vania pun bersiap menyambut pacarnya masuk.
Bersambung…