Pintu kamar dibuka perlahan. Vania menjulurkan kepalanya keluar mencari pacarnya, Jasmin. Terlihat Jasmin sedang berdiri di ujung koridor dengan penuh debaran. Begitu melihat Vania memberi isyarat untuk masuk, Jasmin segera menuju ke kamar tersebut.
Mereka memastikan sekeliling koridor aman terlebih dahulu, barulah Jasmin masuk ke dalam kamar hotel Vania. Begitu pintu terkunci, Jasmin langsung merangkul pinggang Vania dan bibir mereka bertaut erat.
Seolah-olah sudah bertahun-tahun tidak bertemu, pelukan mereka sangat erat dan ciuman mereka begitu rakus. Padahal mereka baru saja bertemu sebentar tadi saat pembagian kunci.
“Mmmuahhh… Muahhhhh…,” bunyi ciuman mereka menggema memecah keheningan kamar. Elvira yang sedang berbaring, menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya. Dia tidak ingin melihat apalagi mendengar suara dua insan yang sedang berasmara. Elvira berusaha sedapat mungkin bersembunyi di balik sofa hotel tersebut.
Vania dan Jasmin berpelukan sambil berjalan menuju tempat tidur. Entah kapan terakhir kali mereka berhubungan, malam itu nafsu mereka dilampiaskan sepuas-puasnya. Langkah mereka terhenti di pinggir tempat tidur.
Saat itu, tangan mereka mulai menjelajahi seluruh tubuh, meraba-raba. Vania mengusap punggung Jasmin hingga ke pinggang. Sasarannya adalah pantat berotot pacarnya yang aktif berolahraga itu.
Pantat Jasmin diramas-ramas dengan kedua tangan. Sementara tangan Jasmin meremas payudara Vania yang hanya berlapis baju tidur satin. Putingnya yang menegang terlihat menonjol menembus kain satin yang licin.
Sesekali Jasmin memencet puting keras itu dan menariknya kuat. Vania kadang harus menolak tangan Jasmin karena merasa kesakitan.
Jasmin bukanlah seseorang yang mahir memuaskan pasangan. Sifatnya yang terburu-buru selalu berakhir dengan ejakulasi dini. Hal ini membuat Vania sering merasa tidak puas karena nafsunya tidak terpenuhi dengan baik.
Namun malam ini mungkin berbeda dari sebelumnya. Mungkin Vania akhirnya dapat menikmati puncak klimaksnya karena mereka berasmara di dalam kamar yang tertutup, tanpa takut terganggu. Jika sebelumnya mereka hanya bisa bersama di dalam mobil, tangga blok, atau kelas kosong, malam ini mereka bisa bersama tanpa tekanan.
Air liur mereka berdua berceceran di pipi masing-masing. Seperti binatang yang kelaparan menikmati makanan. Bunyi ciuman itu membuat Elvira merasa tidak nyaman. Sepanjang pengalamannya dalam dunia seks, dia tidak pernah berciuman seperti itu. Berbeda dengan ciuman penuh gairah, ini lebih mirip ciuman kebulur. Jijik rasanya mendengarnya.
Jasmin melepaskan pelukannya dan meminta Vania membuka bajunya. Perlahan-lahan Vania membuka kancing baju tidur satinnya, sementara Jasmin hanya butuh 5 detik untuk telanjang. Memang terlihat jelas kegelisahannya.
Batang penisnya cukup panjang dengan kepala yang meruncing. Tersengguk-sengguk menunggu giliran untuk dipuaskan. Jika ada perempuan yang melihat batangnya, pasti air liur mereka akan menetes.
Baru saja Vania menyelipkan bajunya, Jasmin langsung menyerang payudara Vania yang lama diidamkannya. Diramas-ramas kuat sambil menghisap dan menggigit putingnya. Vania mendesah dan menolak kepala Jasmin agar melepaskan payudaranya yang kepedihan.
Vania mulai kehilangan minat dengan perilaku pacarnya itu. Dia pikir malam ini bisa menikmati hubungan seks sepuas-puasnya, namun semua itu hanya angan-angan. Jasmin tetap lelaki yang sama seperti sebelumnya, terburu-buru.
“Cepat, hisap penis abi,” perintah Jasmin sambil mendorong Vania duduk di tepi tempat tidur. Vania menuruti perintah pacarnya dan mulai memegang batang penis yang panjang itu. Dia memulai dengan menjilat pangkal penis Jasmin yang berbulu lebat. Lidahnya dimainkan dari bawah hingga ke atas. Sesekali Vania meludah karena ada bulu yang melekat.
Sudah biasa dengan aroma kuat di sekitar kemaluan Jasmin, Vania melanjutkan hisapannya. Kali ini dia memasukkan batang penis itu ke dalam mulutnya. Hanya separuh yang bisa ditelannya karena terlalu panjang. Sekitar 7,5 inci ukuran batang penis Jasmin.
Jasmin merasa tidak puas dengan cara hisapan yang dilakukan pacarnya. Dia lalu memegang belakang kepala Vania dan menekan-nekan penisnya ke dalam mulut Vania. Ini membuat Vania tersedak dan terbatuk.
Tenggorokannya ditusuk-tusuk penis Jasmin. Air liurnya menetes menahan dorongan objek tumpul itu di dalam mulutnya.
Vania terpaksa menepuk paha Jasmin memberi isyarat bahwa dia sudah tidak bisa menahan lagi dorongan itu. Penis Jasmin dimuntahkan bersama air liur pekat Vania. Terasa sedikit pusing kepalanya akibat perlakuan kasar pacarnya.
Belum sempat Vania mengatur napas, Jasmin memintanya berbaring di atas tempat tidur empuk itu dan membuka celananya. Dengan sekali tarik, celana Vania dilempar ke samping. Jasmin langsung memanjat tempat tidur dan berlutut di antara kaki Vania.
Tanpa melihat sedikitpun ke arah vagina Vania yang sudah dicukur bersih. Vania menunggu pujian yang didambakannya karena membersihkan vaginanya khusus untuk malam ini. Tapi dia kecewa karena Jasmin tidak menghiraukannya.
Penis digesek-gesek sejenak di alur vagina. Vania berusaha menumpukan gairahnya di vagina agar sedikit basah sehingga proses penetrasi berjalan lancar.
Sayangnya, belum sempat cairan lubrikasinya keluar, Jasmin langsung menembus lubang vagina Vania yang kering itu. Vania menjerit karena tiba-tiba vaginanya dijolok dalam keadaan kering. Pedihnya bukan main.
“Ahhh aduhh abi… Pelan-pelan dong… Ssss aduhhh!” teriak Vania menahan kesakitan. Jasmin yang mengira pacarnya mengerang kesenangan, menambah kecepatan dorongannya. Penis panjangnya menusuk-nusuk dinding serviks Vania.
Air mata Vania menetes karena kesakitan yang luar biasa. Bagaikan diperkosa, perasaan Vania tidak dihiraukan. Jasmin hanya fokus pada penisnya. Dorongan demi dorongan diberikan. Semakin lama semakin cepat.
“Ahhhh enak babyyyy… Ahhh!” tiba-tiba Jasmin mengeluarkan batang penisnya dan memancurkan air mani ke perut Vania. Beberapa kali tembakan mengenai payudara dan leher Vania.
Tidak sampai semenit mereka berhubungan, akhirnya Jasmin mencapai klimaks. Namun, semenit nikmat bagi Jasmin bagaikan satu jam siksaan bagi Vania. Vania merasa lega karena semuanya sudah selesai.
Jasmin terbaring di samping Vania mengatur napas. Tidak sesuai dengan tubuh atletiknya, stamina Jasmin saat berhubungan seks sangat lemah.
Mungkin malam ini adalah sesi terlama bagi Jasmin. Sebelumnya hanya beberapa dorongan sudah membuat Jasmin ejakulasi. Vania berpikir Jasmin ingin cepat selesai karena takut ketahuan. Ternyata pacarnya memang lemah tenaga batin.
Vania hanya menatap ke samping, membelakangi Jasmin. Dia tidak sanggup melihat wajah lelaki yang hanya mementingkan diri itu. Perasaan Vania diabaikan. Jasmin tidak pernah bertanya apakah dia puas atau tidak. Yang penting dia ejakulasi. Titik.
“Fuhhh. Enaknya baby.. Ok lah. Abi harus balik ke kamar. Nanti apa kata orang kalau abi tidak ada di kamar malam ini,” ujar Jasmin sambil bangun mencari pakaiannya. Vania hanya diam membisu. Matanya terpejam rapat.
“Eh, tidur pula baby kita ini. Capek ya. Hehe,” kata Jasmin yang sedang bersiap. “Ok baby, selamat malam,” Jasmin berkata dan langsung menuju pintu. Dia pergi tanpa menoleh lagi. Setelah pintu tertutup, barulah Vania membuka matanya dan air matanya berderai.
Teresak-esak tangisan Vania yang masih terbaring telanjang. Elvira yang sedari tadi memperhatikan aksi mereka, bangun menghampiri Vania. Elvira berbaring di samping Vania dan mengusap kepalanya lembut. “Shhh… Jangan nangis sayang. Sabar, ya?” hibur Elvira.
Vania menoleh ke arah Elvira dan berkata, “Kamu lihat semua tadi?” Elvira mengangguk dan Vania menangis semakin keras. Dia berpaling dan memeluk Elvira serta menangis di bahunya. “Huaaaa. Malunya aku… Kamu lihat semuanya…,” teriak Vania.
Elvira membiarkan saja Vania menangis melepaskan semua kesedihannya. Dia tahu Vania butuh waktu. Elvira mengusap-usap punggung Vania, mencoba menenangkan temannya itu.
Mungkin Vania lupa bahwa dia sedang telanjang bulat. Elvira membiarkan payudara Vania menempel di tubuhnya tanpa lapisan. Sekarang bukan waktunya untuk mengambil kesempatan. Elvira hanya bersabar.
Setelah beberapa menit, tangisan Vania mulai reda. Baju Elvira basah oleh air mata Vania yang deras mengalir. Vania semakin lama semakin diam, sesekali tersedu. Ketika Elvira merasa Vania sudah tenang, dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah Vania.
“Dia memang selalu begitu?” tanya Elvira pada Vania yang matanya merah itu. Vania mengangguk pelan, air mata kembali muncul di ujung matanya. “Kasar dan terburu-buru sejak dulu?” lanjut Elvira.
“Hmm. Iya, dia selalu menyuruh aku menghisap lalu menekannya dalam-dalam. Aku sering muntah karenanya. Dia hanya tertawa saja saat aku begitu,” jawab Vania sambil melanjutkan, “Kalau memasukkan juga dia cepat ejakulasi.
Aku pikir karena dia ingin cepat-cepat. Ya, kami sering melakukannya di mobil, tangga blok, tempat-tempat terbuka. Jadi aku pikir dia takut ketahuan makanya dia cepat-cepat ejakulasi. Ternyata…”
“Ternyata dia memang lemah?” seloroh Elvira sambil tersenyum. Vania mengangguk sambil tertawa. Dia sebenarnya tidak tega mengatakan hal itu, tapi Elvira dengan santainya mengatakannya.
“Sebenarnya aku mengintip sedikit tadi. Suaranya aneh. Saat kulihat, hmm… memang kamu tersiksa. Kasihan kamu,” kata Elvira sambil mengelap pipi Vania yang basah. Vania memandang sayu ke arah Elvira, mengiyakan kata-kata Elvira tadi.
“Sebenarnya aku sayang banget sama dia. Meskipun dia sering membuatku sakit, tapi entahlah. Aku tetap sayang,” jelas Vania.
“Tapi bahaya kalau begini, kamu. Ini belum menikah. Kalau sudah menikah nanti bagaimana?” kata Elvira. Vania hanya menunduk diam.
Elvira memegang dagu Vania dan menarik wajahnya mendekat. Sebuah ciuman diberikan di bibir Vania. Vania terkejut dengan perlakuan temannya, tapi dia tidak marah. Melihat tidak ada reaksi penolakan, Elvira mencium lagi bibirnya.
Kali ini bibir Vania membalas ciumannya. Bibir mereka saling bertaut perlahan, bergantian menyerang. Tidak terburu-buru, semuanya dilakukan dengan penuh perasaan.
Vania mulai menikmati ciuman itu. Tidak menyangka akan berciuman dengan perempuan. Dan ternyata jauh lebih nikmat daripada berciuman dengan Jasmin. Vania mulai tenggelam dan khayal. Inilah yang dia butuhkan.
Saat asyik berciuman, Elvira mulai meremas payudara Vania yang terdedah tanpa lapisan. Putingnya mulai tegang setelah digentel Elvira. Mereka terus bercumbu melayani perasaan. Vania merasa sangat tenang dan aman.
Tangan Elvira mulai turun ke lembah nikmat yang sudah basah. Inilah foreplay yang Vania butuhkan. Cairan lubrikasinya mulai membasahi vaginanya yang kering. Ini memudahkan Elvira untuk menggesekkan jarinya sepanjang alur vagina licin Vania.
“Ahhhh…,” desah Vania saat klitorisnya diulik. Elvira memijat lembut klitoris yang mulai bengkak sambil menggosok alur vaginanya. Semakin lama vaginanya semakin berair. Vania sudah tidak tahan lagi.
“Elvirass… Ahhhh… Enaknya kamu mainin,” bisik Vania di telinga Elvira. Bibir mereka tidak lagi bertaut karena Vania tidak dapat menahan nafsunya. Ngocoks.com
Tanpa membuang waktu, Elvira mulai menjolok jari telunjuknya ke dalam lubang vagina Vania. “Ssss… Ahhhh… Elvirasss…,” desah Vania yang semakin girang. Jarinya masuk dengan lancar ke dalam gua nikmat itu. Ruang dalamannya agak longgar mungkin karena baru saja ditusuk penis panjang Jasmin tadi.
Jari Elvira mulai mengorek lubang vagina dengan cepat. Tepat mengenai titik nikmat Vania. Panggul Vania bergoyang mengikuti irama. Sangat nikmat diperlakukan seperti itu. Vania tenggelam dalam lautan berahi.
Elvira lalu memasukkan jari tengahnya. Kini dua jari memenuhi lubang vagina Vania. Jari-jari itu dibengkokkan lalu ditarik-tarik cepat. Tusukan demi tusukan diberikan. Vania mulai gila. Nikmat ini belum pernah dirasakannya. Lebih enak daripada penis pacarnya.
“Ahhhh Elvirasss. Kamu ngapain iniiii… Kenapa… Ahhh… Enak bangettt…,” teriak Vania menggila. Kepalanya berpindah-pindah dari kiri ke kanan. Matanya terpejam rapat. Seperti dirasuki, Vania berteriak nikmat, “AHHHHH… AHHHHHHHH!”
Tubuh Vania melambung ke atas mencapai klimaks agungnya. Nikmatnya sampai ke otak. Elvira yang terkejut dengan reaksi Vania cepat-cepat menarik jarinya keluar. Penuh dengan lendir putih yang menempel di kedua jarinya. Lubang Vania juga meleleh dengan cairan yang sama. Elvira memasukkan jarinya ke mulut dan membersihkan cairan itu.
Tubuh Vania masih bergetar-getar, panggulnya terangkat-angkat. Elvira membiarkan temannya menikmati klimaksnya. Cukup lama Vania mencapai klimaks. Sementara menunggu selesai, Elvira beralih ke celah paha Vania dan menjilat air mani yang mengalir ke lubang anus. Vania terkejut menerima kejutan dari Elvira.
Habis licin air mani ditelan Elvira. Betapa senangnya Elvira bisa menikmati air mani perempuan yang sudah lama ia idamkan.
Vania mulai tenang dan matanya masih terpejam. Ketika diamati, ternyata Vania sudah tertidur. Elvira tersenyum melihat Vania lalu mengambil selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya. Khawatir kedinginan karena AC kamar hotel yang sangat dingin.
Elvira pun berbaring di sebelah Vania dan tidur bersama-samanya.
Bersambung…