Paginya, jam lima pagi setelah beribadah subuh, ustazah aminah memutuskan untuk kembali tidur. Pusing di kepalanya hanya berkurang sedikit meski tadi malam dia sudah melampiaskan syahwatnya menggunakan strapon vibrator perangsang memek hadiah dari Umi Lilik Hamidah.
Ustaz karim memang tidak pulang malam itu dan dia baru saja mengirimi sms mengatakan bahwa dia mungkin akan pulang sore karena masih ada rapat di mabes partai tentang keberangkatannya yang semakin dekat.
Setelah merasakan pengalaman pertamanya tadi malam menggunakan strapon vibrator itu, dia merasa ketagihan. Setidaknya alat itu bisa memberikan kenikmatan pengganti layanan seks dari suaminya. Merasa aman, dia kemudian memakai kembali strapon vibratornya di balik mukenanya.
Dikenakannya mukena hitam sutera yang juga tadi malam dia kenakan. Mukena yang pernah dikomentari oleh suaminya sebagai mukena paling seksi karena mukena itu sangat tipis, tembus pandang, padahal pagi itu dia tidak mengenakan dalaman apapun. Dia berpose di depan cermin besar di pintu lemarinya, sesekali menekan-nekan payudaranya yang nampak membusung indah menggoda dari balik mukena. Putingnya nampak kecoklatan disamarkan oleh bayang hitam kain sutra.
Setelah puas, dibaringkannya tubuhnya di ranjang. Lalu dihidupkannya strapon vibratornya dan dia mulai mendesah-desah merasakan kenikmatan di sekitar memeknya. “Uhh uhhhhhh,” begitu dia mendesah sambil meremas-remas payudaranya sendiri dari balik mukenanya. Dirinya seolah mengenakan lingerie hanya bentuknya sajalah yang membedakan pakaian seksi itu dengan mukena yang sekarang dia pakai. Dia merasa bangga karena di usianya yang sudah tidak muda dia masih nampak seksi.
“Ah aaahhh aahhhh aaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhh,” saat mencapai klimaks dia melenguh keras tanpa sadar. Setelahnya dia pun terlelap dengan pulasnya. Untung sebelum tidur dia sudah mematikan lampu kamar. Dia berpikir bahwa tidurnya saat itu memang akan jadi tidur yang panjang.
“Umi, umi,” Ustazah Aminah setengah sadar merasa mendengar suara memanggil-manggilnya. Kemudian dia rasakan tangan menggoyang-goyang tubuhnya. Dengan malas dia membuka matanya. Nampak alif melihatnya dari atas dengan pandangan takut-takut.
“Ehh, sayang, ada ap…ohh,” ustazah aminah bangkit dan duduk di pembaringan sebelum dia kemudian melihat tubuh alif lengkap yang berdiri di samping pembaringannya. Alif hanya mengenakan kaus singlet, tapi bukan itu yang membuat ustazah aminah memekik melainkan bagian bawah tubuh alif yang tak ditutupi apapun. Penisnya nampak menggantung besar seperti belalai. Ada cairan kental di kepala penisnya yang seperti jamur.
“Alif apa-apaan?” ustazah aminah bertanya sambil memandang ke wajah alif setengah bingung setengah marah. Dia mencoba tidak melihat bagian bawah tubuh anaknya itu.
“Umi, ini kenapa penis alif,” suara alif terdengar takut-takut.
“Kenapa, kenapa?” refleks ustazah aminah mengamati penis anaknya dan dia tidak merasa menemukan sesuatu yang aneh. Yang dia lihat adalah penis yang sangat besar dan sepertinya habis orgasme.
“Itu umi…tadi alif tidur dan mimpi indah, pas bangun penis alif kencing tapi warnanya putih miiii,” alif merengek lagi sambil duduk di pinggir ranjang.
“Oooooohhh,” Ustazah Aminah ujung-ujungnya merasa geli. Dia baru ingat anaknya baru berusia 15 tahun, dalam benaknya kemudian terpikir bahwa anaknya itu mungkin baru saja merasakan spermanya pertama kali keluar, mimpi basah. Dia tidak tahu bahwa sang anak sudah berhasil merenggut keperawanan ustazah raudah dan mengentot ustazah itu dan juga ustazah lia berkali-kali.
“Itu normal sayang, itu tandanya alif sudah dewasa.”
“Normal mi? Beneran?” Alif menyandarkan kepalanya di dada ustazah aminah yang langsung memeluknya penuh kasih sayang seorang ibu. Usatzah aminah mengelus-elus punggung alif.
“Iya, sayang, normal. Tenang ya.” Dalam posisi seperti itu ustazah aminah mau tak mau memandang penis alif yang nampak jelas di depannya. Ada desir birahi di dadanya. Apalagi dirasakannya kepala alif yang bersandar tepat di buah dadanya dari balik mukena itu terasa membuatnya geli.
“Umiii, jelasin dong, alif gak ngerti,”
“Nanti saja ya sayang, nunggu abi.” Ustazah aminah mengelus rambut anaknya kembali kemudian menciumnya.
“Gak mau umi, pengen sekarang, pengen umi yang jelasin.” Alif merajuk dan membenamkan kepalanya lebih dalam di dada uminya.
“Hushhh, sana Alif pake celana dulu, alif kan sudah besar,” suara ustazah aminah sedikit bergetar.
“Gak mau umiii, pokoknya jelasin dulu,” Alif merajuk makin parah. “Sama abi malu, sama umi kan lebih asyik.”
“Yaudah, yaudah, ayo alif bangun dulu, umi jelasin dehh,” akhirnya ustazah aminah menyerah karena rasa sayangnya pada sang anak. Diam-diam dia merasa birahinya membuatnya merasa senang juga karena bisa melihat penis anaknya lebih lama. “Alif duduk diam di sini, umi cuci muka dulu ya.”
Keluar dari kamar mandi, dilihatnya sang anak sedang duduk tenang di pinggir ranjangnya. Penisnya masih menggantung besar dan panjang seperti tadi. Ustazah aminah mengambil kacamatnya dan mengenakannya, kemudian dia menarik kursi dan menaruhnya tepat di depan alif dan duduk di sana.
“Jadi gini, sayang, Alif baru saja resmi akil baligh, itu artinya Alif sudah dewasa, sudah menjadi pria yang seutuhnya.” Suara ustazah aminah terdengar serius. ceritasex.site
“Maksudnya gimana, mi? Apa hubungannya dengan ini?” Ustazah Aminah berusaha keras mengatasi detak jantungnya saat Alif dengan santainya menggerakkan tangannya menggoyang-goyangkan penisnya yang menjuntai seperti belalai gajah. “Kok kencing Alif beda, mi, biasanya kalau Alif ngmpol di kasur kan kencingnya banyak dan gak lengket. Lha kalau ini…”
“Itu namanya sperma, lif, dan meski keluarnya sama lewat….penis Alif,” ustazah Aminah sedikit malu untuk menyebutnya sebagai kontol. “tapi yang keluar itu bukan air kencing. namanya sperma.”
“Oh, sama enggak ma dengan peju?”
“Hussshhh, Alif tahu dari mana kata itu?” Ustazah Aminah mengelus-elus tangan Alif lembut. “Itu kata-kata kotor, sayang.”
“Pernah denger saja mi, hehe. Sama ya?”
“Iya, sama, sayang. Nah, sperma ini pas keluar itu biasanya sambil merasa nikmat, beda sama air kencing.”
“Oh gituuu, oke, oke, Mi. Apa lagi sih yang membedakannya lagi dengan kencing, mi?”
Ustazah Aminah tercenung sejenak. “Begini, kalau air kencing itu kan pengeluaran kotoran, sayang, nah kalau sperma itu pengeluaran bibit yang nantinya bisa menjadi anak.”
“Ehhh, gimana mi membuat anaknya tu?”
“Kan nanti campur sama ovum, sayang, sel telur wanita. Pas nyatu nanti bisa menjadi anak. Alif pasti sudah tahu itu kok dari pelajaran di sekolah.”
“Iya sih mi, tapi dulu di kelas Alif masih gak paham. Prakteknya maksud Alif.”
“Alif, Alif, prakteknya ya nanti kalau Alif sudah menikah.” Ustazah Aminah tertawa menutupi desir-desir syahwat dalam hatinya.
“Lewat senggama itu ya mi?”
Ustazah Aminah mengangguk.
“Lha tapi Alif belum menikah kok sudah keluar sperma mi?”
Ustazah Aminah kebingungan harus menjelaskan bagaimana. Keceplosan dia kemudian bilang: “bisa kok Alif tanpa senggama pun keluar sperma, tapi…..uhhhh,” tanpa sadar Ustazah Aminah menghidupkan strapon vibrator yang masih menempel di selangkangannya.
“Tapi apa mi?”
“Tapi…enghhh…asal dirangsang penish…hh..Alif juga bisa mengeluarkannnya. Istilahnya onani, sayangg,” wajah ustazah aminah mulai berkeringat. Dibetulkannya posisi kacamatanya yang terasa melorot.
“Oh, gitu, gak sehat ya mi kalau gak dikeluarkan?”
Ustazah Aminah mengangguk. “Gak sehat, sayang.”
“Lha gimana caranya onani itu umi? Apa Alif harus nunggu mimpi indah gitu?”
“Ada caranya, sayang,” jantung Ustazah Aminah semakin berdebar-debar. Birahinya sudah naik, dipacu vibrator di memeknya. Dia mencari alasan supaya bisa menyentuh penis itu tanpa terkesan tidak sopan. Walau bagaimanapun Alif adalah anaknya semata wayang, anak kandungnya.
“Gimana mi?”
“Nanti saja tanya abi ya, sayang, masa umi yang ngajarin.”
“Ahhhh umii, lama ah nunggu abi, malu juga.”
“Lho, kalau sama umi tidak malu?” Ustazah Aminah tersenyum. Kata-kata Alif terasa lucu baginya.
“Ya enggak lah umi, umiku sayang, kan dulu yang suka mandiin Alif pas kecil juga umi bukan abi.”
“Emang Alif ingat?” Senyum ustazah aminah makin lebar.
“Eng..pengennya sih ingat, mi,” jawab alif sambil nyengir.
“Huuu. Yaudah deh karena Alif maksa, umi contohin satu kali ya,” ustazah aminah bangkit dari duduknya dan mengambil lotion dari mejanya. Dadanya berdegup kencang membayangkan akhirnya dia bisa menyentuh penis anaknya juga yang besar dan panjang dan pernah dia intip saat di kamar mandi itu dan hampir diciumnya tadi malam. Dirasakannya vaginanya makin becek mengetahui bahwa apa yang dia lihat kini bukan hanya foto di hpnya melainkan memang kontol asli.
“Lihat baik-baik ya sayang,” Ustazah Aminah sebisa mungkin menjaga supaya suaranya terdengar normal. “Lotion ini harus alif gunakan buat pelicin supaya, emmm, penis alif tidak lecet-lecet. Tapi enggak memakai juga enggak apa-apa sebenarnya yang penting tangan alif tidak terlalu ketat mengocoknya.” Ustazah Aminah kemudian membubuhkan lotion itu ke telapak tangannya, meratakannya dengan menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya itu.
“Ada dua cara untuk onani itu sayang. Alif bisa menyuruh istri alif untuk membantu mengocok penis alif….”
“Jadi orang yang sudah menikah pun masih onani, mi?” Alif bertanya heran.
“Mmm, bukan begitu, yah, kadang itu cuma buat seru-seruan saja sayang.” Melihat Alif termenung, Ustazah Aminah melanjutkan. “Sudahlah, kalau hal itu nanti alif sendiri akan paham kalau sudah menikah. Nah sekarang kita lanjut, ini contoh kalau onani dilakukan oleh orang lain…”
Ustazah Aminah kemudian menyentuhkan telapak tangannya ke penis alif yang perlahan bangkit, kemudian dia menggenggamnya dan mengocoknya pelan. Alif merasa kenikmatan itu membuat nafasnnya sedikit memberat. Betapa indahnya, penisnya kini sedang dikocok oleh ibunya sendiri. Ingin rasanya dia meraih kepala yang terbungkus kerudung lebar itu…
“Nahhh, lihat, penis alif sekarang berdiri kan?” terdengar kembali suara ustazah aminah yang kini melepaskan genggaman tangannya. Penis Alif Nampak berdiri menegang sedikit demi sedikit, mengacung membesar membuat berbagai bayangan erotis bermunculan di benak ustazah aminah.
“Kenapa itu umi?”
“Itu artinya alif terangsang, sayang, alif bergairah. Emm, besar sekali kon…eh penis alif….” Tanpa sadar ustazah aminah mulai ngelantur. Vibrator di memeknya membuatnya merasa gelisah dan penuh gairah.
“Kontol ya mi, heee, sama punya abi besaran mana umii?”
“Punyamu, sayang,” wajah ustazah aminah memerah ketika menjawab itu. “Nah, kini umi contohin onani sendiri ya, biar alif nanti kalau sedang terangsang bisa melakukannya, supaya alif tak terjerumus pada dosa zina.” Ustazah Aminah kemudian bangkit, dia menyempatkan diri mengambil air dan meminumnya segelas. Syahwatnya membuat tenggorokannya terasa kering. Kembali dibenarkannya letak kacamatnya yang melorot.
Ustazah Aminah kemudian duduk di ranjang. “Sini Alif, enghhh,” ustazah aminah sedikit menggeliat karena gerakannya duduk itu membuat rangsangan di memeknya semakin menjadi. “Sini alif biar mudahh umi jelasinn nya, duduk umi pangku,”
Alif menurut. Dia meletakkan pantatnya di pangkuan sang umi, sementara punggungnya disandarkannya ke dada sang umi. Dirasakannya ada dua tonjolan raksasa di dada yang menekan-nekan punggungnya, membuat penisnya makin mengacung. Ustazah aminah juga merasakan kenikmatan saat dirasakannnya buah dadanya ditekan kulit telanjang sang anak. Mukenanya yang sangat tipis bahkan membuat putingnya seolah menyentuh kulit punggung anaknya tanpa penghalang.
“Alif, coba tiru tadi tangan umi ngngngasihh lotion,” begitu ustazah aminah meneruskan kursusnya. Tangannya memencet botol lotion itu ke telapak tangan alif. Alif kemudian berlaku seperti ibunya tadi, kemudian dia langsung juga menggenggam penisnya dengan tangannya.
“Umi…” dia bertanya sambil menolehkan kepalanya ke belakang, karena posisi tubuh Alif yang sedikit lebih rendah, maka posisi setelah dia menoleh itu seperti posisi akan mencium. Dirasakannya hangat nafas ibunya menerpa bibirnya. Punggungnya semakin menekan ke belakang.
“Iya sayang?” Suara ustazah aminah bergetar menahan birahinya yang memuncak. Dielus-elusnya rambut sang anak penuh kasih sayang.
“Kontol alif bisa berdiri itu gimana penjelasannya mi?”
“Ohh, itu kalau misalnya alif melihat pemandangan yang membuat alif terangsang.”
“Lha tadi kan alif tak melihat apapun selain…umi?” nada suara alif terdengar ragu.
“Ahh iya yaa, emmm, mungkin alif…euh emang kalau disentuh juga bisa terangsang kok sayang, tak perlu memandang apapun.” Ustazah Aminah hampir kelepasan menyebut “mungkin alif terangsang melihat umi”.
Alif mengangguk-angguk. Betapa inginnya dia mencium bibir yang sangat dekat dengan bibirnya itu. Tubuh sang ibu dirasakannya sangat hangat dan lembut. Dia seolah bisa merasakan kelembutan itu dari balik mukena tipis yang dipakai ibunya. Imajinasi-imajinasi liarnya membuat penisnya semakin menegak.
“Sekarang begini sayang,” ustazah aminah memegang belakang telapak tangan alif, dua-duanya, dari belakang. Membimbingnya menggenggam penis alif, kemudian menggerak-gerakkannya mengocok penis itu. “Alif lakukan ini terus sampai nanti ujung-ujungnya pasti kon..eh, penis alif ngeluarin lagi cairah putih kental kaya tadi. Nah itu namanya alif sudah orgasme, mengeluarkan sperma.” Demikian akhir penjelasan ustazah aminah.
Dalam posisi masih duduk di pangkuan ustazah aminah dan bersandar di dada sang ibu, alif kemudian mengocok-ngocok penisnya cepat. Ustazah Aminah menahankan tangannya ke belakang karena gerakan alif membuatnya hampir terjengkang. Dirasakannnya irama nafas sang anak makin memburu, keringatnya bermunculan, keringat bau lelaki yang sedang bergairah, membuatnya memejamkan mata mencoba menikmati rangsangan yang juga masih dirasakannya dari getaran vibrator di memeknya.
“Ahh, umiii, enakkk, ahhh,” sudah 10 menitan berlalu dan Alif kini mulai meracau. Kepalanya mendongak sementara tubuhnya makin bersandar ke belakang membuat ustazah aminah harus lebih kuat menahan tubuhnya. Tubuh keduanya sudah merapat, buah dada ustazah aminah membusung menggencet punggung alif, dirasakannya juga keringat mulai bermunculan membuat mukenanya lengket ke tubuhnya, sebagian juga karena keringat dari punggung alif.
Alif merasakan dua tonjolan putting susu ibunya seperti menyentuh kulitnya. Mencuat keras membuat birahinya makin meluap. Penisnya dikocok-kocoknya menimbulkan bunyi ploppp plopp yang konstan. Kemudian tangannya yang satu turun meremas-remas pinggiran paha ustazah aminah.
Ustazah aminah berdesir merasakan remasan itu. Dia sebenarnya ingin melarang, tapi rasa nikmat yang ditimbulkannya membuatnya enggan. Lalu dia menenangkan pikirannya bahwa orang yang sedang penuh gairah memang bisa bergerak dengan sendirinya dan otaknya tak memikirkan apapun selain memenuhi kebutuhan syahwatnya. Biarlah alif merasakannya untuk kali ini. Itu naluriah laki-laki. Dipejamkannya matanya menikmati remasan dan usapan di pahanya itu. Nafasnya terasa makin cepat.
“Umiii….” Alif terdengar mendesah.
“Yyyyaa sayangh, ada apa?” di sela gairahnya, ustazah aminah menjawab.
“Pengen dikocok pake tangan umi,” desah alif.
“Jj Jangan, sayang, udah ini Cuma contoh,” terbata-bata ustazah aminah menjawab, tangannya yang satu mengusap-usap kepala anaknya itu penuh sayang. Tapi dia tak menunjukkan penolakan saat tangan alif meraih tangan tersebut, membimbingnya ke penisnya dan menggerak-gerakkannya pelan. “Arhhhh, enakkk hh hh umiii,” alif mendesah-desah, tangannya yang satu makin gencar meremas dan mengusap paha ustazah aminah.
“Hhhhh,” tanpa sadar ustazah aminah mendesah pula merasakan kenikmatan. Naluriah tangannya mengocok penis alif lebih cepat membuat sang anak mendongakkan kepalanya sambil mengeluarkan desahan tertahan. Di memeknya, vibratornya juga masih hidup, membuat perasaannya makin tak karuan.
Didera kenikmatan seperti itu, ustazah aminah membuka belahan pahanya. Tubuh alif pun merosot kini karena posisi paha ustazah aminah pun menjadi mengangkang lebar. “uuuuunghhhh,” ustazah aminah melenguh merasakan pantat sang anak menyenggol vaginanya dari balik mukena tipis yang dia pakai. Dengan pahanya dijepitnya kedua paha alif yang merapat, sementara tangannya masih mengocok-ngocok penis alif yang kian menegang menampakkan urat-urat bertonjolan di sana.
Kepala alif kini sepenuhnya bersandar di bahu ustazah aminah, sementara kepala ustazah aminah justru terdorong ke muka mengamati tangannya yang terus mengocok. Pafff pafff pafff, bunyi kocokan itu terdengar berirama di dalam kamar yang kini terasa menguarkan aroma syahwat ibu dan anak. Mata ustazah aminah melotot memandang penis yang sangat menggairahkannya itu, sementara di lehernya dirasakan basah bibir anaknya menembus melalui kain sutra tipis yang dia kenakan.
Tangan alif di bawah tidak diam, kini kedua tangannya sama-sama meremas paha ustazah aminah, birahinya menggelora merasakan kenyal yang mengganjal di punggungnya, hangat, sementara dirasakannya kedua paha ustazah aminah semakin ketat menghimpit tubuhnya. Diusap-usapnya paha itu dengan bergairah menyusur dari bawah ke atas bolak-balik.
“Umi, hhh, umiiii, enakk, ahh, terus umii, ahhh, umiiii,” Alif terus memanggil-manggil ibunya. Matanya terpejam merasakan tangan lembut yang mengocok penisnya, sesekali pelan, sesekali cepat.
Ustazah Aminah merasa bahwa hal semacam ini sebenarnya tidak diperbolehkan. Dia ibu Alif. Akan tetapi gairahnya membuat otaknya sudah tak berpikir ke sana. Selain itu dia juga beralasan bahwa ini hanya pelajaran satu kali demi tujuan yang baik supaya Alif tidak terdorong untuk berzina. Seorang ibu harus menjauhkan anaknya dari resiko yang buruk, batinnya.
Maka dengan penuh semangat dia terus mengocok penis itu, sesekali dipejamkannya matanya merasakan sentuhan pantat arif di selangkangannya, berpadu dengan getaran vibrator yang merangsang syaraf-syaraf vaginanya itu. Tubuhnya sudah bersimbah keringat birahi. Di lehernya dirasakannya bibir alif sudah sepenuhnya menempel di sana. Basah. Hangat. Tubuhnya bergetar.
“Alifff, masihh h lam lama sayangg?” Ustazah Aminah terdenngar bertanya dengan suara bergetar. Kalau begini terus bisa dirinya yang lebih dulu orgasme, begitu pikir Ustazah Aminah. Dia masih tetap merasa malu jika sampai anaknya tahu dirinya orgasme hanya gara-gara mengocok penisnya.
Alif sadar itu juga. Karena itulah meski dia sebenarnya lebih suka jika sang ibu orgasme lebih dulu dari dia, kemudian dia akan langsung mengeksekusinya, akan tetapi dia tetap berpikir halus juga. Dirasakannya bahwa sekarang belum waktunya dirinya menyetubuhi sang ibu.
Masih ada sisa-sisa kesadaran yang membuat ibunya belum sepenuh hati memasrahkan tubuhnya untuk disetubuhinya. Masih perlu ada rencana lain, begitu pikirnya. Untuk sekarang cukuplah seperti ini, setidaknya hubungan antara dirinya dengan ibunya sang ustazah alim berdada membusung itu sudah naik ke level yang lebih baik.
“Aaaahhh ahhhh ahh, bentar lagi, umi, ahhh, kocok terus umiii,” Alif menjawab demikian. Remasannnya di paha ustazah aminah makin gencar sampai membuat ustazah aminah merem melek menahan rasa geli di sana. Setidaknya dia merasa lega juga mendengar jawaban sang anak. Demi menambah rangsangan, seperti tidak sengaja dimajukannya tubuhnya ke depan sambil sedikit menggeser tubuhnya ke samping.
Dengan demikian, alif merasakan di punggungnya puting susu sang ibu menggelitik membuat gairahnya kian terpacu. Dalam genggamannya, ustazah aminah merasakan penis alif mengedut, batang itu semakin bengkak seiring dengan batang itu yang makin mengeras. Urat-urat yang menonjol di penis anaknya itu terasa menggelitik telapak tangannya yang halus, membuatnya ingin terus mengocok-ngocoknya makin cepat makin cepat…
“Aaa hh aaa hh aa hhhh,” desahan alif terdengar terus seiring dengan kocokan tangan ibunya yang alim itu di penisnya. Ustazah aminah merasakan kembali kedutan di batang itu. dikocoknya lagi dan dirasakannya mulut alif membuka di lehernya seperti akan menggigitnya.
“Ahhh umii, aliff, ahhh, pengen kencing umi, umiiii,”
Untuk sejenak ustazah aminah baru terpikir ke mana sperma anaknya akan dibiarkannya muncrat. Terlintas di benaknya betapa erotisnya jika penis itu ditadahnya dengan menggunakan mulut yang terbuka. Akan tetapi kemudian dia sadar juga bahwa itu akan sangat tidak sopan. Dia masih merasa malu pada anaknya. Akan tetapi jika dibiarkannya penis itu memuntahkan sperma di lantai, dia juga akan repot membersihkannya nanti.
Akhirnya ketika dirasakan tubuh alif mengejang dan menggeletar, dia mengambil keputusan. Diangkatnya tubuh alif sampai tubuh itu terduduk di pinggir ranjang dan dirinya terbebas. Kemudian dengan cepat dia berjongkok di depan anaknya dan disungkupkannya kepala penis itu ke lubang di mukenanya, tepat di sela-sela bawah dagunya.
Saat itu tubuh alif mengejang, kedua tangannya menyangga tubuhnya ke belakang, ke ranjang, kepalanya mendongak ke atas, mulutnya menganga. Kenikmatan yang dirasakannya jauh lebih dari nikmat yang diberikan oleh ustazah lia dan ustazah raudah. Ibunya benar-benar dewi yang dia ingin setubuhi sepuas-puasnya. Baru onani saja nikmatnya sudah seperti ini…
“Aaaaaahh aaaah ahhhhh aaaaaaaaaaaaaaaaaahhh,” sambil kelojotan penisnya yang masih digenggam erat oleh tanga lembut sang ibu memancut-mancutkan sperma. Ustazah aminah memejamkan matanya saat dirasakannya pancutan hangat diiringi bau sperma yang sangat dirindukannya mengenai lehernya, bawah dagunya. Pancutan-oancutan itu terasa seolah tanpa henti, dalam genggamannya dirasakannya penis sang anak menggeliat-geliat liar hampit tak mampu dia tahan.
Setelah dikiranya berhenti, dia kemudian mengeluarkan penis itu dari sela mukena bawah dagunya. Saat itulah ternyata alif sengaja menahan satu kali pancutan sperma dan dia kemudian mendesah, “Ahhh umm miii, masihhh, ahhh,” penis itu menggeliat dari genggaman tangan ustazah aminah yang sudah melonggar, kemudian croottt croottt crootttt, penis itu memancutkan sperma tepat di wajah ustazah aminah yang mendongak, kemudian batang itu menggeletar liar memukul-mukul hidung dan pipi ustazah aminah.
Sementara Alif menikmati orgasme susulannya mengamati wajah alim sang umahat yang masih terlindungi mukena itu berlumur spermanya, ustazah aminah untuk sesaat bengong. Sensasi seperti ini dirasakannya sangat indah, beruntunglah ini kejadian yang tidak dia atur sehingga dia tidka merasa malu, begitu pikirnya.
“Ahhh, alif ini, kotor deh wajah um mi, hhh,” masih ada desah di ujung ucapan ustazah aminah ketika dirasakannya gairahnya mendadak bergejolak membara dirangsang oleh sensasi itu, getaran vibrator di memeknya terasa membuat vaginanya gatal.
“M mm aaaff umi, maaff, sini alif bersihin,” begitu kata alif terbata-bata seolah malu. Dia mengambil tissue dari meja kemudian membantu menyeka wajah umi aminah sang ibu yang alim. Sebagian pancutan itu mengenai kacamata ustazah aminah memberikan kesan seksi yang membuat alif hampir tak tahan ingin menciumi wajah ibunnya itu.
“Makasih sayanggg, nahh,” ustazah aminah terhenti sejenak, memejamkan mata merasakan di balik mukena sutranya air mani sang anak mengalir dari lehernya ke dada, sebagian di area punggung juga, ke ketiaknya. Terasa hangat dan licin. Tubuhnya bergetar seperti digelitik ketika dirasakannya air mani itu melewati sela kedua payudaranya. “ehhh, ahhh, sayang sudah tahu kan begitu caranya onani. Kalau…hh, alif, bergairahhh, begitu saja, jangan berzinaa uhhh,” ustazah aminah merapatkan pahanya merasakan air mani itu sudah sampai ke bawah pusarnya, terasa turun membasahi jembutnya.
“Iya umi, makasih ya. Enak sekali. Alif sayang umi,” alif kemudian mencium pipi sang ibu. Bau sperma. Di bawah penisnya yang masih belum melembek kini kembali tegak.
“Sana alifff bersih bersihh dulu,” ustazah aminah saat itu hampir tak kuat menahan dorongan kenikmatan di tubuhnya yang hampir mencapai puncak. Ditahan-tahannya tubuhnya yang bergetar dengan syaraf kenikmatan semuanya terpacu menuju orgasme yang lama dia rindukan.
“Iya umii, eh, ini tegak lagi mi, gimana ini harus alif…kocok lagi?” Alif bangkit sambil menunjuk penisnya. Tatapan ustazah aminah jatuh ke penis itu. dadanya berdesir melihat penis yang masih nampak gagah mengacung bahkan setelah memancutkan sperma yang sangat banyak itu.
“I iyy yaa sayang, di kamar alif saja yahhh, lakukan sperti, uhh, tad tadiii.” Ustazah aminah bertelekan di meja, pahanya bergerak makin merapat seperti wanita yang menahan kencing. tangannya meraih-raih kertas di meja tanpa tujuan
“Baiklah mi, makasihh yaa,” Alif tersenyum. Dia tahu ustazah alim ibunya itu sebentar lagi orgasme. Diam-diam dia juga tahu bahwa sang ibu saat itu memang sedang memakai strapon vibrator di memeknya.
Benar saja, saat alif sudah menutup pintu penghubung dari balik kamarnya, ustazah aminah mencapai puncaknya. Dia jatuh dengan lutut menekan lantai, bersimpuh sementara tangannya berpegangan pada meja.
“Aaaaaaaaahh aaaaaaaaaaaaaaaaaawwhhhhh h h h h…” mulutnya masih menganga dengan kepala mendongak tapi jeritannya sudah tak terdengar. Matanya membeliak merasakan puncak kenikmatan yang melandanya. Vaginanya berkedut-kedut menyebarkan kenikmatan syahwat ke syaraf-syaraf di sekujur tubuhnya. Tubuhnya mengejang seperti disetrum listrik. Tangannya menggenggam pinggiran meja erat-erat menahan tubuhnya supaya tidak menggelosoh di lantai.
Setelah kenikmatan itu mereda, ustazah aminah mematikan vibratornya. Dia bangkit dengan tubuh lemas dan bertumpu pada meja. Disekanya air liur yang meleleh dari sudut bibirnya. Tubuhnya kini basah oleh keringatnya sekaligus oleh air mani alif membuat mukenanya lekat mencetak bentuk tubuhnya yang sangat menggoda.
Penasaran dimasukkannya jarinya menyeka air mani anaknya yang mencapai jembutnya, kemudian dijilatnya. Terasa asin. Tubuhnya bergetar. Diam-diam dalam pikirannya dia bertanya-tanya: baru membantu sang anak onani saja kenikmatan yang dia dapatkan sudah seperti ini, bagaimana pula jika kontol yang sangat panjang dan besar itu dimasukkan ke memeknya?
Dirabanya memeknya yang basah. Lalu dicopotnya strapon vibrator itu. setelah itu, ustazah alim itu mencopot mukenanya kemudian langsung masuk ke kamar mandi. Dia ingin mandi membersihkan tubuhnya yang berlumuran air mani anak kandungnya. Bau sperma terasa menyengat, bau yang sangat dirindukannya.
Selesai mandi, dilihatnya sudah ada segelas teh hangat di mejanya. Dia tersenyum merasakan tubuhnya yang segar kemudian diminumnya teh hangat itu. sebelum meminumnya dalam pikirannya terbayang alif, anaknya yang sangat dia sayangi telah membuatkan teh itu untuknya.
Akan tetapi beberapa menit setelah meminum teh itu, yang terbayang di benaknya adalah kontol panjang dan besar milik anaknya dan sang anak yang meremas-remas pahanya saat dia pangku tadi, serta desahan nakalnya dan nafas hangat yang menerpa lehernya sebelum sang anak orgasme. Dirasakannya memeknya kembali basah, dan dia mendesah, “Ahhhhhhh, alif sayang.” Tubuhnya kembali dipasok obat perangsang yang dimasukkan alif ke dalam tehnya.
*****
Sore itu, beberapa hari setelah pengalamannya mengocok penis Alif, ustazah aminah nampak sedang merenung di kamarnya. Alif sedang pergi keluar dari tadi siang. Pikiran ustazah aminah sedang ruwet. Sesekali dia meneguk tehnya, teh buatan alif yang seperti biasa dicampuri obat perangsang. Sesekali dia nampak gelisah menyentuh-nyentuh buah dadanya yang nampak membusung dari balik gamis kombor yang dia kenakan.
Otaknya ruwet memikirkan Alif, birahinya, dan juga ustaz karim. Memang sejak dia tahu bahwa suaminya itu ngentot ustazah raudah, ustazah aminah sempat berhenti memberi jatah juga pada suaminya. Tapi itu tak lama, toh birahinya justru lebih besar dari birahi ustaz karim. Akan tetapi kini, tiap dia meminta jatah pada suaminya itu, sang suami selalu punya alasan menolah. Lelah lah, atau sedang gak mood, dan sederet alasan yang lain.
Sementara pada saat yang sama, dirinya juga tak bisa menolak bahwa setelah satu kali mengocok penis anaknya itu, dia selalu terbayang-bayang penis besar dan panjang sang anak. Belum lagi kini sering sekali dipergokinya Alif sedang mengocok-ngocok penisnya di kamarnya ataupun di kamar mandi. Alif memang tak menyebut nama uminya, akan tetapi ustazah aminah terlanjur mendengar desahan sang anak dalam mimpi dan mau tak mau dia pun selalu menduga sang anak membayangkan mengentot dirinya.
Kejadian-kejadian semacam itu membuat pikirannya ruwet dan otaknya kadang terasa sakit. Dia tak tahu memang bahwa Alif sengaja mengocok kontolnya di momen yang kira-kira dipergoki sang ibu. Alif juga masih rutin membubuhkan obat perangsang pada teh sang umi dengan dosis yang kian tinggi.
Maka ustazah aminah pun selalu membayangkan penis yang panjang dan besar itu dikocok kembali oleh tangannya, lalu desahan menggairahkan anaknya yang menyebut namanya, kemudian penis itu memuntahkan cairan putih yang dia tadahi dengan mulut, sebagian muncrat ke kacamatanya….
Tok tok tok, “asalamualaikum,” ketukan di pintu dan ucapan salam membuyarkan lamunan erotis ustazah aminah. Sedikit kaget dia melepaskan tangannya yang tadi tanpa sadar sudah menyusup ke balik gamisnya, mengusap-usap pahanya. Sore itu ustazah aminah mengenakan gamis kombor berwarna hijau tua, nampak serasi dengan kerudung lebar berwarna biru muda yang dia kenakan.
Ustazah Aminah kemudian berdiri sambil menjawab salam. Dibukanya pintu kamarnya. Dia sudah tahu yang datang adalah ustazah lia sebab dia memang mengundang sang ustazah ke kamarnya. “Masuk ukhti,” ustazah aminah mempersilahkan sang ustazah masuk.
Ustazah Lia masuk. Lalu dia duduk di karpet setelah dipersilahkan oleh umi aminah. Dia sebenarnya sudah tahu apa masalah yang mungkin akan dikisahkan sang umi. Dia juga sudah merembuknya bersama ustazah raudah dan alif. Kini adalah bagiannya untuk membantu alif menjalankan rencananya.
“Ada apa umi kok sore-sore begini sepertinya umi sedang ada masalah memanggil ana? Masalah paketan buat ana yang dulu itukah?” ustazah lia pura-pura tak tahu dan menyinggung soal vibrator yang dipaketkan untuknya.
“Bukan ukhti,” jawab ustazah aminah. Di benaknya langsung terbayang vibrator dicolok-colokkan ke dalam memeknya. “Begini, umi ingin curhat. Kebetulan Umi Lilik Hamidah sedang sibuk dan umi tidak punya orang lain yang bisa dipercaya selain ukhti Lia.” Ustazah Aminah menatap ustazah lia yang tersenyum mengangguk.
“Tentang apa, umi?”
Semula ustazah Aminah sedikit ragu harus memulai dari mana, tapi dia kemudian memulai juga berkata. “Ukhti, ini tentang Alif.”
“Oya, gimana umi memang Alif kenapa?”
Ustazah Aminah menghela nafasnya. “Alif sepertinya marah sama umi, dia pergi dari tadi siang belum kembali.”
“Lho kenapa, umi?”
“Euhh, umi malu mau cerita…”
“Sudahlah umi, kayak sama siapa saja. Ana siap bantu kalau memang ana bisa membantu. Minimal ana bisa mendengarkan cerita umi, biasanya nanti perasaan umi menjadi lebih lapang.”
Akhirnya ustazah Aminah bercerita juga. “Gini, ukhti, tadi siang itu Alif bertanya ke umi begini:
“Umi, onani itu rasanya sama enggak dengan bersetubuh?”
Umi menjawab: “Emm, sama, lif,”
“Kalau begitu kenapa orang harus menikah?”
“Ehhh iya iya, beda lif,”
“Lebih enak atau tidak umi?”
Kepalang basah, umi menjawab begini, “lebih enak, Lif,”
“Alif pengen.”
“Husssh, jangan, nanti alif juga nikah.”
“Yaudah. Tapi jangan salahkan Alif kalau Alif kebablasan beli.”
“Beli apa sayang?” ustazah aminah menatap sang anak heran.
“Beli pelacur!” kemudian Alif melengos dan pergi ke luar.
“Begitu, ukhti, sampai sekarang ini Alif belum pulang juga.”
Ustazah Lia mengangguk-anggukkan kepalanya. “Eh, umi, bukannya ana nakut-nakutin, tapi ana pernah punya kisah yang mirip….”
Ustazah aminah melebarkan matanya menatap ustazah lia. “Bagaimana itu, ukhti?”
“Tapi umi jangan cerita-cerita ke siapa-siapa ya?” pinta ustazah lia.
“Iya, sayang, biar ini jadi rahasia kita berdua saja,” jawab ustazah aminah. Hatinya sedikit berdebar-debar.
Dimulailah cerita ustazah lia:
Ustazah Lia memiliki seorang bibi, biasa dipanggil sebagai Umi Purwanti. Umi Purwanti ini seorang janda, suaminya meninggal setelah memberinya anak satu. Namanya Dirga. Umi Purwanti ini memiliki beberapa butik busana muslimah. Dari sanalah dia memiliki uang banyak sehingga mampu menanggung biaya Ustazah Lia juga. Kirimannya rutin setiap bulan dan Ustazah Lia memang sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.
Beberapa tahun yang lalu, ustazah lia pernah selama tiga bulan tinggal di sana. Saat itu ustazah lia cuti dulu dari kuliah karena ada masalah. Usia dia saat itu 20 tahunan. Dirga sementara itu baru berusia sepuluh tahunan. Karena Dirga memang pada dasarnya anak yang baik, maka keduanya pun menjadi akrab, seperti adik dan kakak.
Ustazah Lia sering membantu dirga mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolahnya. Ustazah lia juga sering memberikan pelajaran keagamaan buat dirga. Tentu saja umi purwanti yang saat itu usaha butiknya berkembang semakin pesat dan membuatnya makin sibuk merasa terbantu oleh keberadaan ponakannya itu di rumahnya. Dia tak kuatir bahwa dirga akan terpengaruh oleh pergaulan buruk dari teman-temannya.
Suatu hari, saat itu ustazah Lia sedang membaca buku kerohanian di kamarnya. Dirga tiba-tiba masuk ke kamarnya.
“Mbak Lia,” begitu dia memanggil, kemudian langsung duduk di samping ustazah Lia.
“Iya, dek,” ustazah lia tersenyum. Ditutupnya bukunya. Diusap-usapnya lembut kepala Dirga yang langsung menyandarkan tubuhnya ke tubuh ustazah lia. “Ada apa? Kok kayak sedang pusing,” lanjutnya
Dirga menatap ustazah lia. Kemudian kata-kata yang terlontar dari mulutnya membuat ustazah lia kaget. “Mbak, ngentot itu apa sih?”
Ustazah Lia diam sejenak. “Emmm, siapa yang ngajari dirga bilang begitu?” tanyanya.
“Tadi temen-temen dirga pas ngobrol-ngobrol pada bahas kalau mereka nonton orangtuanya ngentot. Terus dirga tanya apa itu ngentot eh malah diketawain mereka coba. Apa sih mbak?” Dirga makin merapatkan tubuhnya ke ustazah lia yang lalu melingkarkan tangannya memeluk anak itu.
“Hush, itu bukan bahasan untuk anak seumuran dirga lho.” Jawab ustazah lia. Memang meskipun saat itu ustazah lia sudah mengenakan kerudung lebar, tapi dia juga sudah tahu sedikit sedikit tentang seks. Bahkan di saat itu dirinya juga terkadang masturbasi saat gairahnya sedang meninggi. Sebagaimana kebanyakan akhwat, dia memang terhitung memiliki gairah yang sangat tinggi.
“Kok gitu mbakk, kan temen-temen dirga sudah pada tahu.” Dirga terdengar merajuk.
Ustazah lia menghela nafasnya dalam-dalam. Dia kebingungan harus menjelaskan seperti apa. Pada akhirnya dia menjawab juga, “Emmm, ngentot itu kata yang kasar, dek, yang lebih sopan itu senggama, atau bersetubuh. Nah, bersetubuh itu proses yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan. Dirga sekarang ini bisa ada karena Umi sama Abi dirga bersetubuh.”
Dirga diam beberapa saat, mencoba mencerna ucapan ustazah Lia. Dia nampak bingung.
“Gini saja, dirga sudah baligh belum?”
“Baligh itu apa, mbak?”
“Hussshh dirga ini, kemarin sudah pernah mbak jelasin hayoo.” Ustazah Lia mengacak-acak rambut Dirga.
Dirga nyengir. “Ooohh, itu, mbak, keluar air mani yah? Ya kan? Dirga sudah, tahun kemarin.”
“Nah, bersetubuh juga sama, dek, yang laki-laki ngeluarin air mani, terus dimasukin ke punyanya perempuan, nanti gabungannya itu jadi anak, dirga misalnya.” Ustazah Lia mencoba menjelaskan sesederhana mungkin.
Dirga mengangguk-angguk. Tampaknya dia mulai paham. “Pantesan, mbak, temen-teman pada mainin ininya juga pas ngobrolin itu.” Dirga menyentuh selangkangannya pas nyebut “ininya”. Sekejap ustazah lia terkesiap
“Kok temen-temen dirga kayaknya liar gitu. Mending dirga nyari temen yang lain deh.”
“Tapi mereka temen-temen dirga yang paling akrab, mbak.”
“Yaudah, yaudah, tapi dirga janji gak bakalan ikut-ikutan yak? Kalau ada apa-apa tanya ke mbak saja.”
“hehehe, iya, mbak, dirga sayang mbak.” Dirga menatap ustazah lia sambil tersenyum. Kemudian dia bangkit dan keluar dari kamar ustazah Lia. Ustazah Lia hanya memandang kepergian anak itu tanpa mengatakan apapun.
Tiga hari setelah itu.
Saat itu sudah malam. Ustazah Lia sedang gelisah di rumah Umi Purwanti. Umi sedang tidak ada karena sedang ada urusan ke luar kota, tiga hari berselang baru akan kembali. Sementara itu, sudah jam 7 malam tapi dirga belum juga pulang ke rumah. Ustazah lia gelisah, kuatir terjadi sesuatu pada anak itu, sementara dirinya sudah terlanjur dipasrahi tanggung jawab oleh umi Purwanti
Ustazah Lia mondar-mandir saja di tengah rumah. Diingat-ingatnya siapa teman dirga yang mungkin dia tahu dan bisa dimintai keterangan. Ketika itulah dia teringat pada Diki. Diki teman akrab dirga yang rumahnya hanya beda satu blok dari rumah umi purwanti. Akhirnya ustazah lia memutuskan untuk pergi ke rumah itu.
Dengan mengendarai sepeda motor, ustazah lia sampai ke sana. Rumah itu nampak sepi. Akan tetapi ketika sampai ke depan pintu, ustazah lia merasa senang karena di sana dia melihat ada lima pasang sandal dan salah satunya adalah sandal Dirga.
“Mungkin mereka sedang kerja kelompok,” begitu pikirnya.
Dia baru akan memencet bel ketika pintu rumah itu mendadak terbuka. Kemudian dua orang wanita seumuran ustazah lia keluar sambil tertawa-tawa. Yang membuat ustazah lia kaget adalah dandanan mereka yang nampak menor. Ada bau keringat dan bau lain juga menguar ketika mereka berdua melewati ustazah lia. Mereka hanya menatapnya sekilas kemudian keluar rumah dan langsung pergi.
“Mbak?” terdengar suara Dirga. Ustazah lia menoleh. Dirga berdiri di ambang pintu. Tubuhnya berkeringat. Di belakangnya lagi nampak Diki dan satu orang lagi seumuran mereka berdua. “Kok ada di sini?”
Ustazah Lia menatap mereka tajam. “Mbak jemput dirga. Ayo pulang.” Ucapnya tegas. Dirga menurut saja ketika ustazah lia menggamit tangannya dan membawanya pulang dengan mengendarai sepeda motornya.
Sampai di rumah, ustazah lia langsung menyuruh dirga duduk di ruang tengah dan menginterogasinya.
“Dek. Apa yang kamu lakukan tadi di rumah diki? Sampai malam begini? Siapa juga dua cewek tadi?”
Dirga diam membisu. Kepalanya menunduk tak berani menentang tatapan ustazah lia.
“’Jawab, dek! Mbak ini pengganti umi saat umi tidak ada. ayo, apa yang adek lakukan tadi? Gak mungkin kalau Cuma ngerjain pe er.”
“Ngggg, enggak kok mbak…”
“Enggak apa?”
“Dirga Cuma nonton..Diki mbak sama Ihsan yang…ngg…”
“Yang apa, dek?”
“Ngentot, mbak….”
“Apa?!” Ustazah Lia terkaget-kaget.
Dirga akhirnya menjelaskan bahwa Diki mengajak dirinya dan Ihsan ke rumahnya. Kebetulan orang tuanya sedang pergi. Nah, ternyata Diki menyewa dua orang pelacur untuk mengajari mereka ngentot. Tapi Dirga bersikeras bahwa dirinya hanya menonton, sementara Diki dan Ihsan…
Ustazah Lia menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tak habis pikir, anak-anak yang baru berusia sepuluh dan sebelas tahunan kok sudah sejauh itu melakukan maksiat.
“Beneran Dirga tidak ngapa-ngapain?” dia kembali menekankan.
“Iya, mbak. Dirga Cuma nonton…tapi…”
“Tapi apa?”
“Kayaknya ngentot itu enak ya mbak? Ihsan sama Diki sampai menjerit-jerit begitu…” Dirga menatap ustazah lia meminta penjelasan.
“Dirga…dirga…” Ustazah Lia kembali menggeleng-gelengkan kepala. “Itu tidak boleh. Haram. Sudah bagus dirga tidak ikut-ikutan.” Dipeluknya anak itu. dirga balas memeluk. Kemudian tubuh ustazah lia tersentak ketika dirasakannya tangan dirga meremas payudaranya. “Dirga….jangan begitu…”
“Tapi tadi Diki kayak gitu mbak, kata mbak pelacur itu enak… Dirga sayang mbak.”
Merasa putus asa, ustazah lia menatap dirga. Disadarinya memang remasan itu terasa enak, akan tetapi…
“Iya, dek, tapi jangan begitu, adek nanti kalau sudah menikah baru boleh.”
“Lha Diki sama Ihsan boleh, tapi kok Dirga gak boleh?” suara dirga terdengar menuntut.
“Pokoknya dirga gak boleh!”
“Sama mbak juga gak boleh?”
“Apa? Gak boleh!”
“Kalau begitu Dirga milih bareng Diki sama Ihsan saja. Mbak ini apa-apa gak boleh, padahal enak.”
“Bukan begitu…” Ustazah Lia kehabisan kata.
“Mbak jahat! Besok Dirga sewa pelacur saja! Sama kayak Diki.” Dirga berteriak kemudian pergi ke kamarnya. Ustazah Lia menyusulnya. Ternyata pintu kamar Dirga dikunci.
“Dek, dengerin mbak dulu. Dek.” Diketuk-ketuknya pintu kamar dirga. Tapi anak itu tak juga membuka pintu kamarnya. Akhirnya ustazah lia menyerah dan pergi ke kamarnya sendiri. Dipikir-pikirnya semoga saja besok dirga sudah menyadari kesalahannya, begitu dia menghibur dirinya sendiri.
Tapi ternyata harapan ustazah lia itu tak menjadi kenyataan. Esoknya pagi-pagi sekali dirga sudah pergi, dan dia baru pulang malam hari. Berpapasan dengan ustazah lia pun dia tidak menyapa. Dia langsung menuju ke kamarnya.
“Dirga dari mana? Sudah makan? Itu sudah mbak masakin kesukaan dirga.”
“Udah makan tadi di rumah Diki.” Kemudian dia menutup pintu kamarnya dengan keras. Meninggalkan ustazah lia yang menatapnya sedih. Ustazah lia kemudian duduk di kursi ruang tengah. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai prasangka. Pada akhirnya, didorong oleh rasa tanggung jawabnya, dia mengambil keputusan…
“Dek, dek, buka pintunya.” Diketuknya kamar dirga.
Tak terdengar jawaban.
“Dekk…ayo ngentot sama mbak.” Akhirnya dia mengambil langkah terahir.
Sepi, kemudian pintu itu terbuka. Dirga menatapnya tak percaya.
“Boleh mbak masuk?” Dirga tak menjawab tapi dia kemudian menyingkir memberi jalan ketika ustazah lia masuk. Ustazah Lia langsung duduk di ranjang. Dirga berdiri menatapnya.
“Mbak serius?” akhirnya dirga bertanya.
Ustazah Lia mengangguk. “Tapi jawab dulu pertanyaan mbak, dan dirga juga harus janji sama mbak.”
“iya mbak, apa?” Dirga tersenyum. Dia langsung duduk di samping ustazah lia. Mepet. Perasaan ustazah lia berdesir.
“Adek beneran bersetubuh sama pelacur di rumah Diki?”
Dirga menggeleng. “Rencananya besok, mbak, tadi Dirga Cuma nonton lagi, soalnya pelacur yang disewa Cuma ada dua, duitnya kurang.”
Ustazah Lia menghela nafas panjang. “Bagus. Kini mbak mau dirga janji.” Dia berhenti dan menatap dirga.
“Iya mbak,” dirga kini mulai nakal. Tangannya merayap mengelus-elus paha ustazah lia. Seumur-umur baru kali itu ustazah lia merasakan elusan dari laki-laki. Terasa nikmat.
“Dirga harus janji kalau hanya akan ngentot malam ini saja sama mbak. Itu Cuma biar dirga penasaran. Mbak mau ngentot sama dirga, tapi dirga gak boleh ke pelacur sama sekali, oke? Cukup malam ini saja sama mbak, sampai nanti dirga nikah.”
“Oke, mbak.”
“Janji?”
“Iya, mbak, dirga janji.”
Ustazah Lia menatap anak itu, dibiarkannya jemari dirga menyusuri pahanya, membuat gamisnya terangkat sedikit demi sedikit. Kemudian diraihnya kepala anak itu. diarahkannya bibirnya ke bibir dirga, dan cuuppppp, diciumnya lembut. Ahh, rasanya nikmat sekali. Itu ciuman pertama yang dialami ustazah lia.
Dirga nampak sangat menikmati ciuman ustazah lia. Mungkin karena sudah berkali-kali menonton ajaran pelacur di rumah diki, tangannya kini berpindah memeluk ustazah lia, kemudian yang satu meremas payudara ustazah lia, terasa kasar memang, mungkin karena belum terbiasa, tapi sudah cukup membuat tubuh ustazah lia menggelinjang. Birahi mulai merayapi tubuhnya.
Dengan sigap tangan ustazah lia membantu dirga membuka kausnya. Kebetulan saat itu dirga memang hanya memakai kaus dan celana kolor, sementara ustazah lia memakai gamis kombor. Ustazah lia juga menarik celana kolor dirga supaya dicopot. Maka anak itu kini hanya memakai celana dalam saja. Perasaan ustazah lia berdesir melihat benda yang menonjol di sana.
“Mbak naik ke ranjang,” bisik dirga. Ustazah lia menurut. Dia naik dan duduk berselonjor di ranjang. Dirga kemudian naik dan duduk di atas paha ustazah lia, mepet ke tubuh ustazah lia, menghadap ke arahnya. Kemudian dengan liar dia menciumi bibir ustazah lia sampai ustazah lia merasa kesulitan bernafas. “pelan-pelan dek,” bisiknya dengan nafas mulai terengah-engah. Dibayangkannya video porno yang suka dia tonton.
Tangan dirga melingkar ke punggung ustazah lia. Sementara itu kepalanya kini menyuruk ke dada ustazah lia, mulutnya menangkup buah dada yang membusung di sana, tidak terlalu besar tapi sekal, hanya dalam sekejap saja gamis ustazah lia di area buah dadanya itu basah oleh liur dirga. Ustazah lia memejamkan matanya menikmati rangsangan anak itu. di selangkangannya dirasakannya tonjolan kontol alif menekan-nekan.
Ada memang sedikit kegamangan dalam hatinya, sebab dia selama ini selalu berpikir kehormatannya akan dia persembahkan untuk suaminya. Akan tetapi dia menghbur diri juga bahwa apa yang dia lakukan sekarang ini demi kebaikan. Daripada dirga ke pelacur, kemudian terjangkit penyakit aids, betapa sedihnya nanti umi purwanti….
“Ahhhh….” ustazah lia mendesah saat dirasakannya gigitan di payudaranya dari balik gamis. Dirga berhenti dan menatapnya. Nafasnya nampak memburu. Kemudian tangannya mendorong tubuh ustazah lia yang tadi ditahan oleh tangan sang ustazah ke belakang. Ustazah lia paham, dia kemudian menjatuhkan punggungnya ke ranjang, berbaring terlentang
Lalu tanpa diduganya, tangan dirga menelusup ke balik gamisnya dan menarik celana dalam sang ustazah. Ustazah lia membantu menggerakkan kakinya supaya celana dalamnya mudah terlepas. Kemudian dirasakannya kepala dirga menyelusup ke gamisnya dan mendarat di selangkangannya.
“Auhhhh, uhhhh,” tubuhnya menggelinjang saat dirasakannnya pertama kali jilatan di memeknya. Dia sering membayangkannya saat menonton video porno tapi tentu saja dia tak bisa melakukannya sendirian. Terasa sangat nikmat. Desir-desir gairah terasa di berbagai bagian tubuhnya. Dijepitnya kepala dirga dengan pahanya, sementara tangannya refleks meremas-remas payudaranya sendiri.
“Sebelah kiri dek, hhhh, sebelah kiri…” ustazah lia mendesah-desah tanpa terdengar oleh dirga. Dia sangat menginginkan klentitnya dijilat tapi dirga yang belum berpengalaman nampaknya tak mengerti hal itu. “Ahhhhh,” hanya satu kali klentitnya terjilat dan nikmatnya terasa sampai ke kepala ustazah lia, membuatnya mendongakkan kepala dan mendesah.
Hanya lima menitan dirga melakukan itu. dia kemudian mengangkat kepalanya keluar dari balik gamis ustazah lia. Wajahnya merah padam karena gerah dan juga karena gairah. Dia berdiri di ranjang, kemudian langsung mencopot penisnya. Penis itu nampak berdiri tegang menantang. Perasaan ustazah iia berdesir melihatnya. Memang tidak sebesar penis negro yang dilihatnya di video, tapi untuk anak seukuran dirga sepertinya ukuran itu sudah lumayan
Dirga nampaknya sudah tidak tahan. Dia langsung menyingkapkan gamis ustazah lia membuat memeknya nampak jelas di hadapannya. Kemudian dibimbing oleh tontonan di rumah diki, dia memposisikan selangkangannya di atas selangkangan ustazah iia, seperti akan push up. Digenggamnya penisnya, kemudian diarahkannya ke belahan memek ustazah lia.
Ustazah lia memejamkan matanya. Dirasakannya benda hangat untuk pertama kalinya menyentuh bibir memeknya. Hangat, menggairahkan. Kemudian kehangatan itu terasa masuk perlahan-lahan ke dinding memeknya, “Ahhhhh,” tanpa sadar dia mendesah. Dilihatnya dirga menatap wajahnya lekat-lekat, di wajahnya juga tergambar kenikmatan.
Ustazah lia merasakan penis itu tergelincir perlahan di dalam memeknya yang sempit. “Uhhhhhh,” dia merintih saat dirasakannya semakin dalam semakin dalam dan sesuatu dalam memeknya seperti menahan laju penis dirga. “do..rongg…dekk…” dia mendesah. Kepalanya terasa pening diserbu kenikmatan yang baru kali itu dia rasakan.
“Huhhhhh,” dirga mendorong tubuhnya, dan…
“Agghhhhhh,” keperawanan ustazah lia terkoyak. Ada rasa perih sesaat, tapi saat dirga kembali mendorong tubuhnya rasa perih itu mulai tergantikan oleh kenikmatan. Refleks tubuh ustazah lia pun bereaksi, pantatnya bergerak mendorong ke atas, membuat dirga merem melek merasakan sentuhan kulit penisnya dengan dinding vagina ustazah lia.
“Pantas Diki dan Ihsan nampak sangat menikmati,” begitu pikirnya. Ditatapnya wajah ustazah lia. Mulut yang sedikit membuka dan keringat yang mulai muncul itu membuat dia menurunkan bibirnya dan melumat bibir ustazah lia. Ustazah lia membalas melumat bibir dirga. Tangannya memeluk punggung dirga kuat-kuat, sementara di bawah, selangkangan mereka menyatu.
“hhhh Hhhhh hhhhh,” dirga mendesah-desah sambil menggerak-gerakkan penisnya keluar masuk, sementara ustazah lia naluriah mengimbangi dengan gerakan pantatnya. tangan dirga yang satu menahan tubuhnya sementara yang satu lagi meremas-remas payudara ustazah lia bergantian.
Ustazah lia merasakan kenikmatan yang sangat indah. Sudah tak lagi dipikirkannya bahwa apa yang dia lakukan sekarang ini tak boleh. Toh dia menghibur dirinya tentang tujuannya yang baik, dan dirinya juga merasakan kenikmatan yang tak terkira, jauh lebih nikmat daripada masturbasi.
Di balik kerudung lebarnya kepala ustazah lia terasa gerah, begitu juga gamis kombornya yang hanya tersingkap sampai ke selangkangannya. Tubuhnya berkeringat. Bagi dirga keringat ustazah lia terasa wangi, menggairahkannya, beda dengan keringat pelacur di rumah diki yang berbau sengak membuat perutnya mual. Dibelainya pipi ustazah lia lembut. Ustazah lia meraih tangan itu, kemudian mengarahkannya ke mulutnya dan mengulumnya.
“Mbakk, ahhh, mbakk,” dirga mendesah-desah seiring kontolnya yang terasa mulai ngilu. Ada sesuatu mendesak dari pangkal penisnya maju ke batangnya. “mmbakkk ingin…ahh, kencing, dirga kencing mbak, ahhhhh,”
Crott crottt crotttt, penis dirga memancut-mancutkan air mani ke rahim ustazah lia. Untuk ukuran pemula memang dirga terhitung lumayan lama orgasme. Sementara itu, ustazah lia masih merindukan penis itu dan dia masih jauh ke orgasme. Akan tetapi dipeluknya tubuh dirga erat-erat, dilumatnya bibir dirga saat tubuh anak itu mengejang. Dirasakannya cairah sperma dirga mengalir di memeknya menuju ke rahimnya. Terasa hangat dan nikmat.
Plopppp, dirga mencabut penisnya, dia tampak bingung dan duduk bersimpuh di antara paha ustazah lia. Ustazah lia bangkit dengan gairah masih memenuhi pikirannya. Melihat penis yang masih pegang itu, dia kemudian meniru adegan yang pernah dilihatnya di video porno.
Ustazah lia bangun dan memegang pangkal penis dirga. Kepalanya kemudian menghampiri dan “Ahhhh” dirga mendesah lagi ketika dirasakannya penisnya dikulum oleh ustazah lia. Ditahannya tubuhnya dengan kedua tangannya di belakang. Kepalanya mendongak merasakan kenikmatan yang kini terasa kembali. Gairahnya kembali bangkit.
Penis berlumuran cairan kewanitaannya itu dikulum oleh ustazah lia. “Asin,” batinnya. Ternyata begini rasanya mengulum penis. Seperti anak kecil menemukan mainan baru, dikulum-kulumnya dan sesekali dihisapnya penis itu, membuat tubuh dirga berkelojotan. Setelah merasa puas, dikeluarkannya penis itu dari mulutnya. Kini nampak bersih tapi berlumur liurnya
Ditatapnya dirga yang tak tahu harus ngapain. Lalu didorongnya tubuh anak itu dengan lembut supaya berbaring terlentang. Dirga menurut. Penisnya tegak menantang mengacung. Lalu ustazah lia mencopot gamisnya. Dirga merasakan penisnya makin menegang saaat dilihatnya dengan jelas tubuh sang ustazah.
Tubuh itu nampak lebih seksi dari tubuh pelacur. Putih bersih, keringatnya yang tersinari lampu kamar membuat tubuh itu mengkilap. Buah dadanya tegak membusung, “punya pelacur di rumah diki kendor,” batin dirga. Lalu putingnya nampak mencuat membuat naluri laki-lakinya ingin menghisap-hisap puting itu sepuasnya.
Ustazah lia memberikan dua bantal untuk menyangga punggung dirga. Kemudian dia mengangkangkan kakinya di tubuh dirga dan seolah tahu keinginan dirga, disodorkannya payudaranya ke mulut anak itu. “Happp,” dirga menyambut puting susu itu dengan mulutnya. “ngg ngg nggggg,” suara tak jelas keluar dari mulutnya seiring isapannya yang liar. Suaranya kecipak sesekali terdengar, disela juga desahan ustazah lia yang birahinya menuntut untuk dipuaskan
Dengan tangan lembutnya, ustazah lia mengusap-usap dada dirga. Sementara pangkal selangkangannya menyentuh-nyentuh perut dirga membuatnya merasa geli-geli nikmat. Bebuluan di sana sesekali membuat tubuh dirga mengejang saat menyentuh lubang pusarnya. “Ini lebih asyik dari permainan di rumah diki,” batinnya. Dia merasa bangga sudah bisa melebihi teman-temannya dalam hal seks.
“Cuppp cupp cuppp,” ustazah lia mencium bibir dirga. Setelah itu dia beringsut ke belakang, semula dirga mengira sang ustazah akan menghisap kembali penisnya, tapi ternyata tidak. ustazah lia menjilat-jilat belahan dalam paha dirga sementara tangannya mengocok-ngocok penis dirga dengan lembut. Dirga yang sudah melepaskan keperjakaannya tadi kini lebih kuat. Diaturnya tempo supaya dia bisa merasakan kenikmatan itu lebih lama.
Udara kamar dirga terasa semakin panas oleh syahwat. Nafas keduanya sama-sama memburu. Tak tahan karena vaginanya terasa berdenyut-denyut minta dipuaskan, ustazah lia kemudian mengambil posisi WOT. Digenggamnya penis dirga sementara tubuhnya mengepaskan lubang memeknya di penis sang anak.
“Blesss” ahhhhhhhhh,” dirga mendesah kembali saat penisnya untuk kedua kalinya menembus memek ustazah lia. Ustazah lia menaik turunkan tubuhnya dengan gencar seiring rangsangan di tubuhnya yang terasa kian meninggi. Dicondongkannya tubuhnya ke depan sampai wajahnya mendekati wajah dirga sementara selangkangan mereka berdua terus memacu kenikmatan.
“Enak deekkk?” bisiknya lirih.
“En.. nakkk mbakk, ahhh ahhh,” dirga meraihkan tangannya ke payudara ustazah lia, mengusap-usapnya pelan.
“Lebih enak mana sama pelacurrr?”
“Kayaknya enakan ini mbakk, uhhh terus mbak terusssss,” tubuh dirga melenting-lenting merasakan penisnya yang seperti dihisap-hisap memek ustazah lia.
“Makanya besok jangan ke pelacur yaaa?” ustazah lia mengusap-usap dahi dirga, turun ke pipinya, lalu ke mulutnya.
“Iyyyaaaa mbakk, hhh hhhh hhh, auhhhhh, ahhhhh,” dirga mendesah-desah. Kepalanya diangkatnya hendak mencium bibir ustazah lia. Tapi sambil tersenyum ustazah lia menarik kepalanya sehingga bibir dirga hanya menemukan area kosong.
“Dirga jangan nakalll, ke pelacur itu haramm,” ustazah lia kembali berkata.
“Iya mbakkk, iyaaa, dirga janji,” erang dirga. “sini bibirmu mbakkk, hhh hhh,”
“Gak mau, dirga nakal soalnya. Masa dirga pengen ke pelacur. Diki itu anak rendahan. Seleranya pelacur. Dirga kok ikut-ikutan.” Ustazah lia mendekatkan kepalanya seperti akan mencium dirga.
“Iya mbak, ampunnn, ahhhh, mbakkk,” dirga kembali mengangkat kepalanya, tapi untuk kedua kalinya ustazah lia menarik kepalanya. “Mbak jah….ughhhhh uhhh ahhhhhhhh,” mata dirga membeliak-beliak dan nafasnya mendengus-dengus saat ustazah lia tiba-tiba mempergencar kocokan penis dirga di memeknya.
Tubuh keduanya berguncang-guncang di atas kasur empuk kamar dirga. Saat itu ustazah lia merasakan birahinya hampir memuncak. Kenikmatan dirasakannya makin menguasai tubuhnya menunggu saat akan meledak. Digerak-gerakkannya pantatnya semakin cepat, kemudian dengan liar mulutnya mencaplok bibir dirga, “mmmm mmmm mmmmngh,” bibir keduanya saling melumat.
Dengan naluriah, tangan dirga mencengkram punggung ustazah lia erat-erat, mengusap-usap keringat yang mengalir di alur punggun sang ustazah. Kerudung ustazah lia sudah basah juga oleh keringat. Gerah tapi nikmat. Kelak itu juga yang membuat ustazah lia menjadi kecanduan ngentot tanpa membuka kerudungnya.
“Dekk, mbak…ahh,, mbakkk…hampir…ahhhhhhh” ustazah lia meracau merasakan puncak kenikmatannya makin dekat. Dihentak hentaknya pantatnya membuat penis dirga terasa makin dalam menusuk memeknya dari bawah. Dirga tak terlalu paham tapi dia juga merasakan orgasme seperti tadi akan dia alami sebentar lagi, maka digerak-gerakkannya juga pantatnya menyodokkan penisnya dari bawah di lubang nikmat ustazah lia yang saat itu bugil di atasnya dan hanya memakai kerudung.
“Ahhh ahhhh ahhh aaaaaaaaaaaaaahhhhhh,” ustazah lia meraung keras saat orgasme pertamanya melanda. Rangkulan dirga di pinggangnya terlepas, tubuhnya tegak ke atas dengan punggung melenting, disodokkannya memeknya kuat-kuat sementara kepalanya mendongak dengan mulut menganga. Serrrrrr, dirasakannya cairan kenikmatannya muncrat membasahi kontol yang menjejali memeknya.
Sementara itu, dirga merasa memek sang ustazah mengempot penisnya membuat spermanya mendadak terpancing keluar, “auhhhhhhhhh uhh mbakkkk, ahhh, dirga keluarrr,,,,,ahhhhhhh” dipegangnya pantat ustazah lia dan disodokkannya penisnya kuat kuat, crott crottttt, penisnya memuntahkan sperma untuk kedua kalinya di memek sang ustazah, tubuhnya mengejang ngejang diterpa kenikmatan yang luar biasa.
Keduanya merasakan kehangatan di penis dan memek mereka yang menyatu dikelilingi cairan kenikmatan yang keluar. Setelah merasa cukup, ustazah lia menjatuhkan tubuhnya di tubuh dirga yang langsung merangkul tubuh sang ustazah. Cuppp cupppp cupppp, keduanya saling melumat bibir masing-masing, tangan dirga membenahi kerudung ustazah lia yang sudah basah oleh keringat. Kemudian ustazah lia tersenyum menatap dirga.
“Gimana dekkk? Enakk?”
“Ahh, enak mbakkk, pengen lagiiii,”
“Husshhh, ingat janji dirga.” Ustazah lia tersenyum.
“Hehe, iya mbakk, tapi malam ini….” dirga kemudian membalik tubuh ustazah lia kembali dihimpit tubuhnya.
“Dirga nakalll,” jawab ustazah lia. Tapi dia tak mencegah saat dirga kembali menurunkan kepalanya, menyentil-nyentil putingnya dengan lidah. “Ahhh ahhhh ahhh,” dia kembali mendesah-desah. Tubuhnya bergerak-gerak ke sana ke mari di bawah himpitan tubuh dirga.
“Dirga sayang mbakkk,” begitu dirga berkata di sela kesibukannya mempermainkan payudara ustazah lia.
“Mbak juga sayang dirgaaa,” jawab ustazah lia pelan di sela desahannya. Dirasakannya birahinya juga naik kembali. Sepertinya malam ini bakal jadi malam pertamanya bercumbu dengan laki-laki. Benaknya memikirkan berbagai kenikmatan yang pernah dia tonton di video. Malam ini dia akan mempraktekkan semuanya satu demi satu dengan dirga.
Selesai ustazah Lia bercerita, ustazah aminah termenung. Sedikit banyak dia terpengaruh oleh cerita itu. Rasa sayangnya pada sang anak membuatnya sedikit condong ke arah mengabulkan apapun permohonan Alif seperti ustazah lia mengabulkan permohonan dirga. Dia bergidik membayangkan Alif bersetubuh dengan pelacur yang tak jelas bagaimana kesehatan memek mereka. Bagaimana jika kemudian Alifku terkena penyakit gak jelas? Begitu pikirnya.
“Tapi dirga kemudian tidak ke pelacur kan ukhti?” tanyanya pada ustazah lia.
Ustazah Lia mengangguk sambil tersenyum. “Tidak, umi, hanya malam itu saja sama ana. Setelahnya dia tak pernah lagi menyinggung hal itu.” tentu saja tadi saat dia bercerita, ustazah lia sedikit menyensor dengan menyembunyikan fakta bahwa dia sebenarnya juga terangsang dan suka. Dia hanya menyebutkan dalam ceritanya bahwa dia hanya melayani dirga alakadarnya. Hal itu demi menjaga nama baiknya di mata ustazah aminah. Dia juga tidak mengatakan bahwa dirinya suka menonton video porno ataupun sering masturbasi.
Tentang dirga yang hanya meminta malam itu saja pun ustazah lia berbohong, sebab sampai sekarang pun kalau dia main ke rumah umi purwanti, dirga selalu meminta jatahnya, dan dia tentu saja selalu melayaninya dengan senang hati. Karena itu pula dirga selalu mendukung umi purwanti untuk menambah uang yang diberikannya untuk ustazah lia.
Ustazah aminah mengangguk-angguk. Dia tampak berpikir.
“Yang namanya remaja seperti dirga ataupun alif itu, umi, mereka hanya penasaran saja. Kalau kepensarannya sudah terpenuhi, biasanya sembuh. Yah dulu ana juga berpikir seperti itu, dan ternyata terbukti. Maka ana tak menyesal telah melayani dia malam itu, demi kebaikan kok umi, menghindarkan kerusakan yang lebih besar.” begitu ustazah lia menambahkan.
Ustazah Aminah menatap ustazah lia tanpa mengatakan apapun. Saat itulah dari kaca jendela nampak sosok Alif lewat menuju ke kamarnya. Wajahnya nampak muram. “Sebentar, ukhti,” begitu ustazah aminah berkata sambil bangkit menuju ke pintu sambung. Maka saat Alif masuk ke kamarnya, ustazah aminah sudah ada di sana.
“Dari mana saja, sayang?” ustazah aminah melebarkan tangannya memeluk tubuh Alif.
“Dari temen, umi.” Jawaban alif singkat. Dia juga bergegas melepaskan pelukan ibunya itu.
“Kok sampai jam segini? Biasanya kan Alif hanya sebentar saja.”
“Iya, mi,” kembali alif menjawab dengan pendek. Tak nampak senyum di wajahnya. “Sudah ya mi, Alif mau istirahat, lelah banget.”
“Baiklah, sayang, selamat istirahat ya.” Ustazah Aminah mencium dahi Alif, kemudian dia beranjak dengan gontai menuju ke kamarnya. Setelah itu, sambil berbisik dia berkata ke ustazah lia: “Alif tampak beda, ukhti.” Nada suaranya terdengar sedih.
Ustazah Lia memegang tangan ustazah aminah, memberikan dukungan. “Ana tak bisa bantu apa-apa, umi, anda Cuma bisa bantu doa. Umi juga bisa pertimbangkan cerita ana tadi, sebab menyesal biasanya datang belakangan.” Ngocoks.com
Ustazah Aminah tampak merenung sebentar. “Baiklah ukhti, makasih banyak ya sudah mau cerita ke umi, sudah mau mendengarkan cerita umi. Semoga ada jalan keluar yang bagus buat semuanya.”
Ustazah Lia kemudian bangkit. “Kalau begitu, ana pamit umi, sekalian mau ijin sore ini mau nginep di kos teman. Bantu nyelesain skripsi, umi.”
“Oh, baiklah, ukhti, hati-hati ya. Kalau ada apa-apa hubungi saja umi.” Ustazah Aminah tak curiga apapun. Dia tersenyum sambil mengantarkan ustazah lia ke luar. Dia tak tahu bahwa saat itu ustazah lia mengirim pesan ke seseorang: “ana sudah siap, jemput ana 10 menitan lagi di parkiran kampus, tahu kan tempatnya?”
Balasan dari sana pendek saja. “Oke.”
Bersambung…