Sementara ustazah Lia pergi dari ruang interogasi ke kamarnya, pada saat yang sama ustazah Aminah pergi dari ruang interogasi ke kamarnya. Samar terdengar suara shower di kamar mandi menyapa telinganya bahkan saat tangannya baru saja memegang handle pintu kamar: sepertinya ustaz karim masih mandi. Ustazah Aminah mendorong pintu dan masuk ke dalam kamarnya.
Kamar ustazah Aminah sangat rapi. Satu rak besar dengan buffet di bagian bawahnya nampak langsung saat kau berdiri di ambang pintu. Tidak penuh memang raknya, beberapa jilid yang terbaca adalah buku “Kumpulan Fatwa untuk Ummahat”, dan “Menjadi Ummahat Modern”. Alihkan pandanganmu ke pojok sebelah kanan rak maka akan kau temukan meja belajar lengkap dengan lampu dan beberapa buku yang berserakan di sana.
Di pojok sebelah kiri ada lemari pakaian, di sampingnya tepat kapstok di mana tergantung beberapa pakaian Ustaz Karim dan sebuah mukena sutera warna hitam bercorak kembang-kembang. Ke sanalah Ustazah Aminah menuju. Dia mengambil mukena sutera itu, menilik-niliknya sebentar, kemudian meletakkannya di dipan. Berdiri menghadap dipan, dia mencopot gamis dan kerudungnya, berniat menggantinya dengan mukena itu.
Memang di asrama Syahamah ada peraturan yang unik. Setiap jam tidur ataupun jam-jam kegiatan asrama seperti jam kajian keagamaan ataupun jam rapat, setiap ukhti penghuninya diwajibkan menggunakan mukena, baik itu mukena terusan ataupun mukena dua potong atas bawah. Konon, alasan peraturan itu adalah karena mukena merupakan pakaian yang melambangkan seorang ukhti yang sangat agamis.
Mukena sutera hitam Ustazah Aminah adalah mukena dua potong. Dengan posisinya berdiri menghadap dipan itu, pada saat yang sama dia membelakangi pintu kamar mandi yang terletak di satu pojok yang lain di deretan yang sama dengan posisi kapstok. Sudah beberapa saat tadi suara shower di sana berhenti.
Ustazah Aminah sudah hanya mengenakan celana dalam dan beha saja. Dua-duanya warna hitam. Dua-duanya dihiasi dengan renda-renda di pinggirnya. Kulitnya putih bersih memantulkan cahaya neon yang bersinar di atasnya. Rambutnya lumayan panjang, dia kibaskan ke belakang. Di bagian depan, buah dadanya mengkal bulat seperti semangka hanya tertutupi separuh oleh cup beha.
Ke bawah dari buah surga itu Nampak perut yang masih terhitung rata. Hanya ada sedikit perubahan setelah melahirkan dua orang anak. Sebagai seorang ukhti, Ustazah Aminah memang sedikit telat menikah, dia menikah usia 25an, dua tahun kemudian dia melahirkan anak pertamanya yang sayangnya meninggal di tahun keduanya.
Usia 30 tahunan, barulah Ustazah Aminah melahirkan anak keduanya, Alif Nazarudin, kini tinggal bersama dengan ibunya Ustazah Aminah di bandung, sekolah di sana. Sebulan dua kali biasanya Ustazah Aminah dan Ustaz Karim mengunjungi sang anak semata wayang.
Dari perut terus turun ke bawah, pusar yang menggoda untuk dikucup, lalu area yang ditutupi celana dalam seksi berhias renda…. Ustazah Aminah perlahan membuka kaitan behanya. Di benaknya terbayang malam ini yang akan menjadi malam istimewa setelah seminggu lebih dia ditinggal dalam sepi oleh sang suami.
Membayangkan penis suaminya, puting-puting susunya perlahan menegak mencuat. Entah apa rahasianya, yang jelas buah dada Ustazah Aminah meskipun sangat jumbo tapi tidak melorot. Bahkan setelah beha hitam berendanya tergeletak di dipan di samping mukena, dua bulatan besar itu nampak anteng menantang.
Ustazah Aminah tersenyum-senyum sendiri mengingat suaminya yang sangat suka bermain-main dengan buah dadanya itu, sekaligus juga tak pernah tahan lama tiap kali penisnya bersentuhan dengan bulatan itu. Sedikit membungkuk, Ustazah Aminah kemudian ganti melepaskan segitiga berenda di bagian bawah. Saat benda itu terlempar sempurna menumpuk dengan beha di dipan, bagian bawah tubuh Ustazah Aminah pun nampak seutuhnya.
Dari belakang, punggung tonggek yang membuat dua bulatan di dadanya semain nampak membusung sekaligus juga bulatan pantatnya semakin menungging. Jika kau punya kesempatan, telusurilah dari pantat itu ke paha kemudian ke pangkalnya. Maka akan kau temukan di sana belahan yang indah dan jelas, dengan jembut yang tercukur rapi. Memang ustaz Karim paling benci pada vagina yang berjembut lebat, maka Ustazah Aminah pun selalu rutin mencukurnya.
Perlahan tangan ustazah Aminah mengelus belahan itu lembut, menguakkannya pelan. Di benaknya mendadak terbayang dildo berbentuk kontol yang masih tersimpan di gamisnya. Ah, begitu desahnya pelan. Jemarinya lembut menelusuri belahan surgawi itu, mengarah ke itilnya yang mencuat sedikit tersembunyi…
Kemudian dia tersadar. Tangannya segera meraih mukena sutera hitam, bagian bawah, bagian yang digunakan menutupi area pinggang ke bawah. Tanpa mengenakan dalaman apapun, dia langsung memakainya. Hawa malam itu lumayan panas, musim pancaroba, musim cuaca yang tak jelas, maka dia pikir tidak apa-apa dia tidak mengenakan apapun. Lagipula dia sudah sholat isya, kegiatan asrama sudah selesai pula.
Tanpa Ustazah Aminah ketahui, Ustaz Karim keluar dari kamar mandi, diam-diam, tanpa suara. Sejenak di ambang pintu kamar mandi dia berdiri, matanya terpaku menatap Ustazah Aminah yang sedang membungkuk memasukkan bagian bawah mukena ke tubuhnya. Ustaz Karim merasakan kontolnya yang hanya ditutupi handuk bangkit mengeras tanpa tedeng aling-aling. Dengan handuk yang perlahan melorot karena tertarik oleh penisnya yang menujah ke depan, dia begerak maju dan langsung memeluk sang istri dari belakang.
“Akh!” Ustazah Aminah memekik kaget, tapi kemudian dia tertawa senang saat menyadari suaminyalah yang memeluknya itu. Dia sandarkan kepalanya ke bahu kanan sang suami sambil mulutnya mencium leher. “Wangi banget, abii.”
Tangan Kanan Ustaz Karim sementara itu memeluk bahu kanan Ustazah Aminah, sementara tangan kirinya meremas-remas payudara kiri Ustazah Aminah gemas. Di bagian bawah, ustazah Aminah merasakan sesuatu yang keras menyentuh-nyentuh belahan pantatnya gemas.
“Iya dong, Umiku,” Mulut Ustaz Karim kemudian menggapai bibir Ustazah Aminah yang sedikit tebal dan sedikit terbuka. Cuppp, dengan penuh gairah keduanya berciuman, kemudian ustaz Karim mengendorkan ciumannya dan lidahnya keluar menyapa lidah ustazah Aminah. Ustazah Aminah membalasnya tak kalah panas. Dihisapnya lidah yang masuk itu sampai Ustaz Karim merem melek menahan kenikmatan.
Masih dengan gemas tangan ustaz Karim menggerayangi tubuh ustazah Aminah. Dielus-elusnya perut ustazah sampai dia menggelinjang penuh kenikmatan, tangan ustazah aminah kemudian juga tak tinggal diam. Tangan kirinya menggapai-gapai ke belakang, meraih benda yang mengacung tegak di balik handuk yang lantas terlepas saat tangan ustazah aminah dengan liar menggenggam batang pemberi kenikmatan itu.
“Ahhhh, umii, umi, abi kangen memekmu.”
Ustazah Aminah hanya mendesah-desah. Birahinya memang selalu mudah naik saat payudaranya diremas-remas. Buah yang bulat besar itu memang sangat sensitif. Sebagai balasan, dia mengocok-ngocok penis ustaz karim dengan penuh gairah sementara bibirnya kembali menggapi bibir ustaz karim, melumatnya seolah gregetan.
Saat itulah hp Ustazah Aminah berbunyi. Kedua insan yang sedang naik-naiknya gairah itu tersentak kaget dan sama-sama memandang nama yang tertera di display hp.
“Alif, mi,”
“Iya, bi,”
“Yaudah umi terima dulu,” sambil mengatakan demikian, ustaz karim bukannya melepaskan tubuh sang istri tapi malah mulutnya dengan buas melumat bibir seksi ustazah Aminah.
Rambut ustazah aminah yang tak tertutupi apapun karena memang dari bagian pinggang ke atas tubuhnya telanjang bulat itu tergerai berantakan. Sementara tangan sang ustaz yang satu merangkul tubuh ustazah, tangan yang satunya lagi dengan nakalnya menelusup ke dalam terusan mukena bagian bawah yang dipakai ustazah Aminah.
Ustazah aminah menggelinjang merasakan usapan lembut yang menelusuri area vaginanya. Nafsunya kembali memuncak. Akan tetapi naluri keibuannya di satu sisi juga membuatnya merasa terganggu oleh dering telpon dari anak kesayangannya itu. “Abi nakalll,” ucapnya di sela nafasnya yang terengah-engah setelah ustaz karim melepaskan mulutnya.
Ustaz karim hanya tertawa. Dia kemudian mengendorkan pelukannya, Ustazah Aminah kemudian mengambil hpnya dan menerima telpon dari anak tunggalnya itu.
“Asalamualaikum Umi,” terdengar sang anak mengucapkan salam dari seberang.
“Waalaikumsalam, sayangku. Gimana kabarmu di sana? Sehat? Maap ya umi belum bisa mengunjungimu, mungkin dua hari ke depan, sama abimu.” Ustazah Aminah menoleh sambil tersenyum ke arah ustaz karim yang saat itu sedang membungkuk mengambil handuknya yang tergeletak di lantai. Ustaz karim mendongak kemudian mencubit pantat menggoda ustaz Aminah.
“aww.” Tanpa sadar ustazah aminah memekik.
“Ada apa umi?” terdengar nada heran dari seberang. “Alif baik-baik saja, umi. Iya gak apa-apa, mi. Cuma kangen umi.” Ada nada manja dalam ucapan anaknya itu.
Umi Aminah tertawa sementara matanya memelototi ustaz karim yang cengar-cengir nakal dan berdiri di belakangnya sambil mengusap-usap kontolnya yang makin mengacung tegak. “Baiklah, Alif sayang. Umi juga kangeeeen banget sama alifku yang ganteng, yang cerdas, yang saleh, ya.” Kemudian membalas cengiran nakal Ustaz Karim, dia menambahkan, “ ngomong-ngomong Alif kangen juga sama abi enggak nihh?”
“Hehe,” terdengar tawa alif di seberang. “ya kangen dong mii, tapi kan kata hadis juga dahulukan dulu umi tiga kali, baru abi.”
Umi Aminah menjulurkan lidahnya ke arah ustaz karim yang juga mendengar jawaban alif itu. Ustaz karim cuek, dia kemudian memasang gaya hendak memeluk kembali ustazah aminah. Ustazah aminah bergerak menghindar.
“Aihhh, anak soleh, anak umi, ya, sini umi kecup, cuppp, cuppp,” Ustazah Aminah melanjutkan. “Alif minta oleh-oleh apa besok?”
“Emmm, Alif minta dibeliin jaket saja mi, ada model baru yang keluar, alif suka.”
“Jaket? Baiklah, sayang, besok pasti umi beliin.” Melihat Ustaz Karim yang hanya duduk di dipan mengamatinya, ustazah aminah tergerak untuk kembali menggoda suaminya itu. Dia menghampiri meja belajar, kemudian sambil menungging berposisi seperti orang yang sedang ruku, dia melanjutkan berkata, “yang penting alif belajar terus yang rajin ya.”
“Iya, umi.” Jeda sebentar. Ustaz Karim saat itu tampak asyik mengusap-usap kontolnya sambil matanya berbinar-binar menatap bokong ustazah aminah yang menugging menggoda. Semakin menggoda lagi, ustazah aminah menggeol-geolkannya seolah memanggil-manggil. “Eh umi,” Alif meneruskan.
“Iya ada apa sayang?” Ustazah Aminah menjawabnya. Saat itu suaminya sudah ada di belakangnya dan mengusap-usap belahan pantatnya dengan menggunakan kepala penisnya yang nampak seperti jamur. Besar. perasaan ustazah aminah berdesir kencang.
“Alif cium lagi dong, umi, biar bisa bobok pules.”
“Hehe, alif ini, ada-ada saja.” Tangan ustazah aminah yang satu memegang hp sementara yang satunya lagi mencoba menepis tubuh dan tangan ustaz karim yang makin nakal. Penis yang tegak itu mengangkat ujung bawah mukena ke atas, makin ke atas, “cuppp, cuppp, umi kecup alif ya, anak pintar, anak….ahhhh” tanpa sadar ustazah aminah mendesah kencang di hpnya saat dia rasakan penis suaminya menerobos lubang memeknya.
“Anak apa umi? Umi kenapa?” Ada nada heran dalam pertanyaan Alif.
“Ahhh, gak kenapa…kenapa….sayanggg, anak…saleh,” sekuat tenaga ustazah aminah mencoba bersuara biasa. Sementara itu dengan kuat tangan ustaz karim memegang satu tangan dan pinggang ustazah aminah. Penisnya bergerak liar keluar masuk liang vagina ustazah aminah dalam posisi doggy. “Alif…cepat tidur..yaa…ukhh.”
“Iya, umi,” entah kenapa ustazah Aminah merasa suara anak kesayangannya itu sedikit bergetar. Dia sebenarnya berharap anaknya itu segera menutup telponnya, tapi dia tunggu hal itu tak juga terjadi. Sementara itu, perasaannya semakin tak terkendali merasakan kenikmatan yang sangat sempurna saat penis besar suaminya mengobok-obok vaginanya. Ditambah lagi kini kedua tangan suaminya meremas-remas buah dadanya dengan kasar.
Ustazah Aminah tak tahu seperti apa sebenarnya anak lelakinya, Alif Nazarudin itu. Dia juga tak tahu apa yang sedang dilakukan sang anak di seberang saat dia menelponnya. Alif nazarudin sekarang berusia 14 tahunan, remaja yang sedang puncak-puncaknya gairah. Dan, sudah lama sekali sang Alif ini menyimpan rasa birahi terhadap ibu kandungnya sendiri. Ya, Ustazah Aminah. Tentu saja rasa birahi itu selama ini dia simpan rapat-rapat.
Selama ini Alif memang terlindungi oleh kenyataan bahwa dia dan ibunya jarang bertemu, jadi siapapun menganggap wajar-wajar saja jika remaja itu saat bertemu dengan ibunya selalu menggelendot manja, memeluk, kadang tiduran di paha sang ibu sambil nonton televisi.
Padahal sementara melakukan hal itu, selalu ada denyar-denyar birahi di ujung penis Alif. Biasanya dia melampiaskannya dengan onani. Alif juga menyimpan banyak koleksi foto ibunya dalam berbagai posisi, tentunya yang dia simpan adalah posisi yang menampakkan bulatan besar di dada dan bokong sang ibu.
Alif sepertinya mewarisi birahi bapaknya, Ustaz Karim. Malam itu, sambil menelpon ibunya, Alif duduk di kursi sementara di depannya laptopnya menayangkan foto ibunya sedang mengenakan gamis kaftan, salah satu jenis gamis favorit kesukaan Alif karena membuat dada ibunya nampak tercetak menggairahkan.
Saat mendengar desahan ibunya di telpon, alif tahu ibunya, umminya, pasti sedang bercumbu dengan abinya. Birahinya pun langsung terpacu. Dia langsung mengocok-ngocoks penisnya dengan liar. Dia tahu ibunya mengharapkan dirinya menutup telpon, tapi dia sengaja menunda-nundanya.
Di saat yang sama, Ustaz Karim semakin menggoda menyetubuhi istrinya dengan posisi doggy style. Tubuhnya mendorong tubuh istrinya semakin mepet ke meja. Dengan serampangan ustaz karim mengambil kerudung lebar istrinya yang tersampir di kursi dekat meja dan menaruhnya di kepala istrinya. Dengan satu tangan, Ustazah Aminah yang tahu maksud suaminya kemudian memantaskan posisi kerudung itu sebisa mungkin. Ia tahu bahwa suaminya selalu lebih bergairah saat dia memakai kerudung tapi dengan buah dada terpampang bebas.
Seperti saat itu. Perasaan ustazah Aminah sudah sepenuhnya tak terkendalikan. Dia hanya pasrah. Hanya desahan-desahan tertahan keluar dari mulutnya yang terbuka, pipinya menempel erat pada meja, tepat pada sampul buku berjudul “Akhwat Muslimah Calon Istri Sejati” yang ada di sana. Satu tangannya terjulur ke dapan tanpa sadar masih menggenggam hp yang dia harap sudah dimatikan, sementara tangan yang satunya meremas-remas buah dadanya sendiri.
Sementara itu, ustaz karim dengan penuh semangat menusuk-nusukkan kontolnya di vagina istrinya yang dia rasakan semakin lama semakin rapat, memberikan sensasi menghisap seperti pompa. Dia merasakan sensasi tersendiri mengetahui bahwa dirinya sedang bersetubuh saat tadi istrinya itu sedang menelepon sang anak.
Keduanya tak tahu bahwa di seberang sana, Alif masih bisa menikmati sensasi mendengarkan orang tuanya bersetubuh dengan penuh gairah karena sambungan hpnya masih belum dimatikan. “Ahhh, ahhhhh,” begitu dia mendesah-desah sambil mengocok penisnya.
Ustazah Aminah merasakan seolah aliran listrik mulai menjalari tubuhnya dalam voltase kecil tapi membuat ada banyak kedutan terasa di bagian-bagian tertentu tubuhnnya. Dia mencoba menggapaikan tangannya ke belakang.
Ustaz karim menyambutnya, kemudian dia mengangkat tubuh sang istri dan kembali meremas kedua payudaranya. Gerakan di pinggulnya tidak berhenti. Dengusan nafasnya hangat di punggung ustazah Aminah. Ustazah aminah sendiri saat itu sudah melupakan hpnya. Kedua tangannya yang sudah bebas kemudian merapikan kerudungnya susah payah.
Melihat istrinya sudah berkerudung lebar, ustaz karim yang merasakan pertahanannya tak akan lama lagi, ingin merasakan sensasi yang lain. “Ploppp,” dia menarik penisnya dari vagina sang istri. Bokong sang istri nampak sedikit bergerak ke belakang, seolah tak rela kenikmatan itu terhenti. dia kemudian menarik istrinya berdiri dan membalik tubuh molek menggiurkan yang kini mulai dibasahi keringat itu.
Kemudian mulutnya dengan buas melumat bibir sang istri. Liur meleleh dari kedua bibir yang bertemu itu seiring dengus nafas panas beradu. Tak ada yang peduli. Lalu tubuh ustazah aminah diangkat sang suami dan didudukkan di meja.
Ustazah Aminah refleks meletakkan tangannya ke belakang, menahan tubuhnya. “Arrrrrrggghhh, ahhh, abiiii, ahhhhhh,” desahannya terdengar merangsang birahi saat dia merasakan penis ustaz karim yang sudah basah itu kembali menusuk memeknya, kali ini dari depan. Tangan ustaz karim bergantian dengan mulutnya meremas dan menghisap dua buah dada sang ustazah membuatnya makin blingsatan.
Kepala ustazah aminah mendongak ke atas, mulutnya tercungap-cungap tak mampu mengeluarkan kata apapun. Ada air liur menetes sedikit dari pojok mulutnya. Dia sudah pasrah. Kerudung lebarnya bagian depan menutupi sela kedua buah dadanya yang jumbo, sementara bagian belakang menjuntai menyentuh permukaan meja membuat posenya nampak semakin seksi di mata ustaz karim.
“Ahhh, ahhh, umi, umiku, lonteku, abi mau keluar, umi, argghhhhh,” ustaz karim mendengus-dengus dan mempercepat laju batang kontolnya di lubang yang semakin lama semakin kuat menghisap, membuat dirinya yakin sebentar lagi keluar.
“Akhhh, akh, aaaaaaah, abi….akh, umi ju..ga…abi…konnnttoollmuuu buat umiiiii!”
Dengan satu sentakan yang membuat tubuh ustazah aminah terdorong sedikit ke belakang, ustazah aminah akhirnya merasakan puncak kenikmatannya. Mulutnya mengeluarkan racauan tak jelas, matanya membeliak mennyimpan kenikmatan yang tak terkatakan. Ustaz karim membiarkan istrinya merasakn kenikmatan beberapa saat, kemudian dia meremas buah dada sang istri dan menyodokkan kembali penisnya keluar masuk dengan gencar.
Ustazah aminah merasakan tangan yang menyangga tubuhnya mulai gemetar. Kenikmatan ini terlalu indah baginya, dia hanya berharap sang suami pun segera mencapai puncaknya. Harapan yang bukan hanya harapan. Di satu titik ustaz karim mencabut penisnya kemudian menarik tubuh ustazah aminah bangun sambil menggeram.
Dia memposisikan sang istri yang hanya memakai bagian bawah mukena dan kerudung lebar itu dalam posisi bersimpuh. Kemudian… Crott, crott, crotttt, penisnya memuntahkan lahar putih kental berkali-kali mengenai wajah istrinya, kacamatanya, kerudungnya, bibirnya. Ustazah aminah tersenyum lalu mengeluarkan lidahnya dan menjilat-jilat bibirnya atas bawah.
Tak tahan melihat pemandangan ustazah berkerudung lebar dan alim dalam kesehariannya itu kini bertabur sperma miliknya, ustaz karim membungkuk dan dengan rakusnya melumat bibir sang istri, lidahnya menerobos dan saling berjalin dengan lidah ustazah aminah, saling berbagi wangi sperma yang dimuncratkannya.
Sementara itu, penisnya yang masih mengeluarkan muncratan-muncratan kecil dalam posisi membungkuk itu memberikan noda-noda warna putih di bagian selangkangan mukena sutra bagian bawah yang dipakai oleh ustazah aminah.
Penis besar itu mengangguk-angguk semakin lemah semakin lemah sampai akhirnya berhenti. Ustazah Aminah tersenyum sambil mendongak menatap wajah suaminya yang meneduhinya. “Makasih abi, abi hebatt.”
“Umi juga sayang.” Ustaz Karim mencium sang istri sebelum menariknya bangkit. Ustaz karim mendahului sang istri mengambilkan gamisnya. Saat itulah tangannya memegang sesuatu yang mengganjal di saku gamis sang istri. Dildo. Dia mengeluarkannya, menimang-nimangnya, kemudian sambil tersenyum menoleh pada sang istri. Di bawah, penisnya kembali bergerak mengacung…
Pada saat yang sama, keduanya tak tahu bahwa sambungan telpon dari Alif baru saja dimatikan. Tadi saat ustazah aminah meracau tak jelas merasakan kenikmatan mencapai puncaknya, pada saat yang sama penis Alif juga mengangguk-angguk memuncratkan benih si anak remaja, membasahi kerudung hitam kaus yang dia curi dari lemari sang ibu.
Tubuhnya mengejang-ngejang membayangkan sang ibu menampakkan wajah puas di bawah himpitannya. Ya, sang ibu yang memakai gamis kaftan dengan kerudung lebar sepinggang. Sampai saat dia mematikan sambungan telponnya, penisnya masih mengacung tegak.
Bersambung…