Bahkan dia lupa mengunci pintu kamarnya. Jam 1an, Ustazah Raudah terbangun. Dia merasakan sesuatu yang aneh: tangannya tak bisa digerakkan, demikian juga kakinya. Setelah pikirannya terang, barulah dia sadar bahwa dia terbaring menelentang dengan kedua tangan dan kedua kaki terikat masing-masing di pangkal dan ujung ranjang, masing-masing kanan dan kiri.
Posisinya membuat tubuhnya terbuka lebar, meski kemudian dia juga menyadari bahwa untunglah dirinya masih mengenakan mukena lengkap. “Sudah bangun, ustazahku?” terdengar satu suara menyapa dari sampingnya.
Terkejut, ustazah Raudah mengangkat sedikit kepalanya menoleh dengan susah payah. Alif. Tapi yang membuat ustazah Raudah makin terkejut lagi adalah remaja itu sedang duduk dengan santainya di kursi samping tempat tidurnya tanpa mengenakan apapun. Bugil. Tumpang kaki. Di tangannya sebuah buku.
“Alif! Apa-apaan ini?” Suara Ustazah Raudah langsung meninggi. “Psst, psst, tenang,” Alif berkata dengan santai. Dia kemudian bangkit. Meletakkan buku di meja Ustazah Raudah. Tadi dia memang mengambil buku yang judulnya “Ukhti Muslimah dan Tantangan Dunia Modern” itu dari sana.
Kemudian dia duduk di dipan samping kepala ustazah raudah. Tangannya membelai kepala ustazah raudah lembut. “Alif kan sudah bilang ustazah harus tanggung jawab.”
“Tanggung jawab apa Lif? Lepasin ustazah.” Ustazah Raudah mencoba menggoyang-goyangkan tangan dan kakinya. Sia-sia. Kain yang mengikat tangannya terasa sangat kuat dan kukuh.
“Percuma, Umi, Alif paling jago di tali temali. Alif kan ikut di pramuka.” Kata Alif. Kemudian wajahnya turun, dan….cuupppp. bibirnya mencium bibir ustazah Raudah dengan mesra.
Ustazah Raudah menggeleng-gelengkan kepala. “Alifffff,” teriaknya. Perasaan jengkel, takut, tegang, bercampur menjadi satu. “Umi teriak, Alif, kalau Alif gak lepasin.” Dia mencoba mengancam.
Alif tertawa. “Teriak saja Umi, emang siapa juga yang mau dengar.”
Ustazah Raudah kemudian menyadari juga kebenaran ucapan Alif. Tak ada siapa-siapa yang lain di rumah ini, rumah tetangga juga lumayan berjarak karena halaman yang luas. Putus asa, dia kembali menggoyang-goyangkan tangannya. “Alif lepasin, Alifff.”
“Enggak mau, umi, enggak mau,” jawab Alif dengan nada menggoda. Kemudian dia mengambil posisi mengangkangi ustazah Raudah di bawah mulut. Sebelum ustazah Raudah sadar, kontol Alif sudah nyelonong menyentuh bibirnya. “Kulum dong umi. Masih ngilu nih kemarin umi pukul.”
Ustazah Raudah memalingkan kepalanya. Dia merasa malu. Ini kali pertama dia melihat benda itu sejelas dan sedekat ini. Ada bau asing menyeruak ke dalam hidungnya.
“Ayo dong umi.”
“Lepasin umii, Aliff! Lepasin!” Ustazah Raudah kembali menggoyang-goyangkan tangannya.
Alif bangkit dari posisinya. Semula Ustazah Raudah mengira bahwa remaja itu sadar dan akan melepaskannya. Akan tetapi ternyata dia hanya mengambil satu benda dari mejanya, kemudian memencet satu tombol di sana.
Drrrrrrrrrrrt, Ustazah Raudah sontak menggelinjang, bagian tengah tubuhnya refleks terangkat. Saat itu dia baru sadar ada benda bergetar di vaginanya, menimbulkan rangsangan yang semakin lama makin meninggi, drrrr drrrrrrrrrrrrrrrrttttt.
“Aliff! Uhhhhh! Liff!” Ustazah raudah menggelinjang gelinjang tidak tahan. Matanya sesekali membeliak, sesekali menutup. Alif sementara itu hanya memandang saja sambil berdiri bersandar di meja. Penisnya perlahan semakin menegang tegak.
Setelah 3 menitan, Alif kemudian memencet kembali tombol itu, dan getaran di vagina Ustazah Raudah terhenti. Tubuh Ustazah Raudah ambruk ke tempat tidur. Nafasnya seperti nafas orang yang sudah berlari jauh. Bulir-bulir keringat nampak di dahinya.
“Gimana ustazah? Mau ngulum kontol Alif apa mau orgasme sendirian?” Alif bertanya kemudian tersenyum nakal. “Ustazah baru sadar ya, ustazah sekarang tu sedang pake produk canggih strapon stimulator itil sama vagina. Tuh,” Alif dengan nakalnya menyingkap mukena bagian bawah ustazah raudah, “warnanya cream lho ustazah, kesukaan ustazah kan?”
Tentu saja percuma, dalam posisinya seperti itu, ustazah raudah tak bisa melihatnya. Dia tak mengeluarkan jawaban apa pun. Nafasnya masih kembang kempis.
“Baiklah kalau gitu…” tangan Alif kembali akan memencet tombol…
“Jangannnn!” Ustazah Raudah menjerit.
“Jadi…” Alif sengaja menggantung ucapannya.
Ustazah Raudah tak menjawab.
“Jadi umi kulum….”Alif berhenti. “Terusin dong mi, kulum apa?”
“Iya.”
“Lho kok jawabannya ‘iya’, kulum apa umi? Sebutin saja.”
“Kon…kontol.” nada ragu terdengar dalam jawaban ustazah raudah.
“Yang tegas dong, gak kedenger nihh.”
“Kontol!” Ustazah Raudah berteriak dengan putus asa.
“Nah gitu.” Alif tertawa terbahak-bahak.
“Awas nanti umi laporin ke ibu, Alif.” Ustazah Raudah masih mencoba mengancam.
“Kita lihat saja nanti.” Alif menjawab sambil mengedipkan matanya. Dia kemudian naik ke ranjang, melongggarkan kain yang mengikat tangan ustazah raudah menjadi lebih panjang terulur. Dengan posisi itu, gampang bagi dia kemudian untuk menegakkan bagian tengah ke atas tubuh ustazah raudah dengan membuat ganjalan punggung menggunakan tumpukan bantal.
Dalam posisi ustazah raudah duduk seperti itu, Alif kemudian berdiri di depannya. Penisnya yang sudah tegak mengacung disodorkannya kembali ke depan mulut ustazah raudah.
Ustazah raudah tak tahu apa yang harus dia lakukan. Akan tetapi naluriah dia membuka sedikit mulutnya, menyungkup kepala kontol alif. Rasa yang aneh yang baru kali itu dia rasakan. Kemudian terdengar suara alif, “jilat dulu, umi, jilat.”
Ustazah raudah mengeluarkan lidahnya menjilat kepala kontol Alif, semula dia nampak ragu, tapi kemudian semakin mantap. Ahhh, terdengar sekilas desahan alif. Setelah puas kontolnya dijilati, alif menyuruh ustazah raudah untuk membuka mulutnya lebih lebar dari tadi dan mengulum kontolnya.
Itulah untuk pertama kalinya Ustazah Raudah merasakan benda asing bernama kontol itu masuk ke dalam mulutnya. Hanya sepertiga yang masuk, dan itu pun sudah membuat dirinya sedikit susah bernafas. Alif tak peduli. Tangannya kemudian memegang bagian belakang kepala ustazah raudah yang terlindung mukena dan mendorongnya ke dapan ke belakang seirama gerakan mengulum ustazah raudah.
Lalu tiba tiba, “drrrrrrrttttt drrrrrrrrrrttt, “ ustazah raudah kembali merasakan getaran merangsang di memeknya. Dia kalang kabut dan akan melepaskan kulumannya di kontol alif, akan tetapi alif memegang erat-erat kepala ustazah raudah sehingga tak bisa melakukan apa-apa selain melakukan gerak mengulum seiring tangan Alif yang menggerakkan kepalanya maju mundur. Sementara itu, rangsangan di vaginanya semakin menjadi-jadi. Saking tak tahannya, dari sela-sela kontol yang memenuhi mulutnya, dari sudut mulutnya menetes air liur.
Setelah merasa puas, alif kemudian mencabut kontolnya. Splasshh, kontolnya nampak licin mengkilap berlumur air liur ustazah raudah. Ustazah raudah sementara itu hanya bersandar di tumpukan bantal sambil mulutnya mengeluarkan erangan-erangan nikmat. Vibrator yang dipasang pada strapon di selangkangannya terus bergetar memberikan sentuhan-sentuhan kenikmatan pada saraf di sekujur tubuhnya.
Semakin lama dia semakin tidak tahan, tangannya ingin melepas vibrator itu, tangan itu juga ingin terbebas, tapi dia tak berdaya. Maka dia hanya bisa membanting-banting tubuhnya di kasur. Erangan tak hentinya keluar dari mulutnya. Alif hanya memandang pemandangan erotis itu sambil berdiri di samping dan mengocok kontolnya.
“Akhh, ukhhhh,” desahan ustazah raudah semakin meninggi. Pada akhirnya dia mencapai puncak kenikmatan. Tubuhnya melengkung seiring lenguhan kenikmatan memancar dari mulutnya. Beberapa detik setelah itu tubuhnya ambruk ke kasur. Alif mematikan vibrator. Dia kemudian duduk di dipan samping kepala ustazah raudah. Tangannya membenahi rambut ustazah yang keluar dari sela mukena. Tangan yang sama kemudian mengusap keringat yang muncul di dahi ustazah.
Ustazah raudah tak mengatakan apapun. Pengalaman orgasmenya barusan masih menyerap separuh kesadarannya. Alif kemudian menyodorkan segelas teh yang dia ambil dari meja, “Ustazah capek kan? Ini minum dulu biar segar.”
Naluriah ustazah raudah menerima teh itu dan meminumnya. Alif tersenyum. Rencana selanjutnya akan berjalan mulus. Dia sudah memberikan beberapa tetes obat perangsang dosis tinggi ke dalam minuman itu. Dengan lembut dia kemudian beranjak ke bagian selangkangan ustazah raudah dan melepaskan strapon yang dipasang di sana. Ustazah raudah melepas lega tanpa tahu apa lagi yang bakal menimpanya. Dikiranya semua ini sudah berakhir.
Beberapa saat hening dalam kamar. Alif merapikan mukena yang dipakai oleh ustazah raudah. Sementara itu ustazah raudah hanya berbaring saja tanpa mengatakan apapun. Semula dia merasa tubuhnya terasa sangat lemas setelah orgasme. Akan tetapi dia kemudian merasakan kekuatan baru memancar dalam tubuhnya. Ada perasaan aneh. Gairah. Dan dia merasa ada rasa rindu untuk merasakan orgasme lagi seperti tadi.
“Alif….aaaaaahhhhhh, ahh aaaahhhhhhhh,” ustazah raudah baru saja hendak mengatakan sesuatu ketika dia kembali merasakan getaran, kali ini bukan di selangkangannya, melainkan di puting susunya. Ternyata alif sudah memasang perangsang puting juga di sana. Bentuknya seperti cup beha super mini, dihidupkan oleh remot yang lain.
Kembali tubuh ustazah raudah menggelepar-gelepar. “Akhhh, liff, akhhhh,” dia hanya mampu mengeluarkan lenguhan-lenguhan tak jelas. Birahinya meningkat drastis dipantik juga oleh obat perangsang yang mulai bereaksi. Alif hanya tersenyum-senyum menatap pemandangan itu sambil kembali mengocok-ngocok penisnya.
“Aduhhh, alifff, tolong, akhhh,”
“Tolong apa, umi,” kata Alif, dia kini duduk di dipan. Tangannya dengan lembut membelai bagian dalam paha ustazah raudah, bergerak pelan ke atas…
“Auhhhhhh, ukhhhh,” ustazah raudah merasakan kenikmatan dari sentuhan itu. Sangat nikmat. Jauh lebih nikmat dari tadi. Tuhan, kenapa nikmat sekali, begitu jerit Ustazah Raudah.
Setelah puas mengusap-usap paha ustazah raudah. Alif kemudian mengambil posisi di antara kedua paha ustazah raudah. Penisnya sudah menegang sempurna, siap menusuk vagina ustazah raudah yang sudah nampak basah. Sebagian karena orgasmenya tadi, sebagian karena cairan birahi yang kembali memancar. Ustazah raudah masih menggelepar-gelepar merasakan rangsangan di puting susunya.
“Jangan, liff, ukhhh, ja…ngan…”
“Jangan apa umi?” tanya Alif. Dia mengusap-usapkan ujung penisnya ke itil ustazah raudah.
“Akhhh, ukhhh…. masukkann.”
Alif tertawa. “Masukkan, umi? Baiklah, Alif masukkan ya.” Alif mengambil posisi siap menusukkan penisnya. Dia singkapkan mukena ustazah Raudah ke atas supaya tidak menghalangi.
“Ahhhh, maksudku…jangann n n…”
Alif tak menjawab. Dia kembali mengusap-usapkan kepala penisnya ke mulut memek ustazah raudah yang tampak bersih tanpa jembut. Dengan satu tangan dia menopang tubuhnya sehingga tidak ambruk menimpa tubuh ustazah raudah. Ustazah raudah sementara itu merasakan vaginanya berkedut-kedut merindukan pasangannya. Di satu sisi nuraninya mengatakan bahwa dia harus bertahan. Akan tetapi gabungan serangan perangsang yang sekarang dialaminya terlalu kuat untuk dilawan.
Akhirnya, ustazah raudah tak tahan. Dia kemudian sedikit mengangkat pinggulnya sehingga untuk sesaat vaginanya membuka menampung sedikit kepala kontol Alif. Hanya sesaat, karena kemudian tubuhnya kembali ambruk. “Uhhhhhhh,” terdengar dia mengerang.
“Umi pengen kontol ya?” Alif berkata menggoda.
“Konn..tolll, uhhh,” ustazah raudah sudah kehilangan kewarasannya. Matanya sayu menatap Alif sementara mulutnya terus menerus mengeluarkan desah yang berkepanjangan.
“Masukkan ya umi?” Alif sedikit menekan kepala penisnya.
“Iyaaaa, masukk…kannn, uhhhh,”
Alif perlahan memasukkan kepala penisnya. Dia tahu bahwa ustazah raudah masih perawan, maka supaya dia tidak merasa kesakitan, dia harus melakukannya perlahan. Sedikit demi sedikit penis itu melesak masuk. Sangat sempit menjepit. Mulut ustazah raudah mengeluarkan lenguhan nikmat. Dia kemudian sedikit menggerakkan pinggulnya membantu, separuh masuk, ujung penis Alif terasa menyentuh sesuatu yang sedikit menahan geraknya, memberikan sensasi tersendiri saat dia kembali mendorong, kemudian….plasssshh
“ukhhhhhhhh,” seiring lenguhan panjang ustazah raudah, penis Alif menembus keperawanannya. Ngilu bercampur nikmat. Apalagi ketika Alif kemudian mulai menggerak-gerakkan penisnya maju mundur dengan perlahan, terasa lembut, membuatnya terlena.
Alif kemudian mengambil insiatif mematikan perangsang di puting susu ustazah raudah. Dengan mudah dia mencopotnya. Kemudian dengan brutal dia melumat dan menghisap puting itu penuh gairah, sementara tangannya yang satu mengentel-gentel puting yang lain.
Irama kedua selangkangan yang saling beradu itu terlihat liar. Ustazah raudah sudah tak memikirkan apapun selain mendapatkan kenikmatan. Dengan naluriah dia menggerakkan pinggulnya penuh semangat mengimbangi gerakan Alif. Tiba-tiba….
Ploppppp, Alif mencabut penisnya. “ngngnghhhh,” Ustazah raudah mengeluh. Matanya menatap Alif seolah bertanya kenapa. Selangkangannya bergerak melelengkung ke atas seperti ingin menggapai penis Alif. Birahinya masih bergejolak sedang nikmat-nikmatnya.
Alif hanya tersenyum. Dia turun dengan sigap dari ranjang kemudian dengan gerakan cepat melepaskan semua kain yang mengikat tangan dan kaki ustazah raudah. Bahkan sebelum ustazah raudah menyadari sepenuhnya apa yang dia lakukan, Alif sudah berada di antara kedua pahanya kembali dan menusukkan kontolnya untuk kedua kali ke dalam memeknya.
“Aggggghhhhhhh, ahhh ahhhh,” ustazah raudah kembali merintih nikmat. Tangan dan kakinya kini bebas, kakinya membelit pinggang Alif dengan kuat sementara tangannya menekan-nekan kepala remaja itu ke buah dadanya. Meminta ransangan yang lebih nikmat.
Gerakan pinggul kedua insan itu semakin harmonis, kian lama kian cepat. “Ahhh, auhhh, umi…hampir…Alif, ahhhh ahhh.”
Alif tahu ustazah raudah kembali hampir mencapai puncak. Maka dia semakin intens menggenjot memeknya sementara mulutnya juga semakin liar menghisap dan melumat puting susu yang menjulang indah dari balik mukena yang sudah dia singkapkan. Betapa indahnya sensasi ini. Dia bisa mengentot ustazah yang dalam kesehariannya sangat alim. Gurunya. Anak buah uminya. Ahhh, alif mendesah penuh kenikmatan.
Tibalah ustazah raudah pada orgasme keduanya. Mulutnya menganga lebar sementara matanya membeliak menatap langit-langit. Tubuhnya melenting sementara selangkangannya mengejat-ngejat seiring dengan sodokan Alif yang kuat. “Aggh, aghhhhhhhhhhhhhhhh.” Setelah itu tubuhnya ambruk ke kasur. Alif diam sejenak memberikan waktu bagi ustazah raudah untuk menikmati puncak kenikmatannya yang kedua kali. Setelah itu dia kembali meneruskan menggenjot tubuh yang sudah mulai lemas itu.
“Ahhhh nngngnggnngng ukhhhh ukhhh,” hanya terdengar lenguhan nikmat ustazah raudah yang dengan susah payah mencoba mengimbangi genjotan Alif. Lama kemudian barulah Alif menggeram panjang, memberikan sodokan-sodokan terakhir yang lebih kuat dari sebelumnya, kemudian dia mencabut penisnya dan menarik ustazah raudah berdiri. Dia arahkan penisnya ke mulut ustazah raudah. Ustazah Raudah surti dan membuka mulutnya kemudian mengulum penis raksasa itu dengan penuh gairah.
“Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh, lonteeee! Lonte ustazah! Umi lontee ahhhhhhhh”. Teriakan panjang Alif mengakhiri persenggamaan pertama mereka. Ustazah raudah merasakan pancutan-pancutan keluar dari penis di dalam mulutnya. Dia hampir tersedak. Ketika kemudian alif mencabut penisnya, cairan putih meleleh keluar dari sudut mulutnya.
Keduanya kemudian berbaring berdampingan merasakan lelah yang luar biasa. Ustazah raudah membalik tubuhnya membelakangi Alif sambil merapikan mukenanya. Alif kemudian memeluk ustazah raudah dari belakang. Hangat dan sedikit basah oleh keringat. Dia memeluknya erat sambil berbisik di telinga: “Ustazah yang minta dimasukkan lho, makasih ya, ustazah sudah mengambil perjaka Alif dengan sangat nikmat.”
Ustazah Raudah tak menjawab. Ada sedikit rasa sedih dibawakan oleh kesadarannya. Tanpa sadar matanya terasa panas. Akan tetapi dia juga sadar bahwa dirinya sangat menikmati persetubuhan tadi.
*****
Setelah persetubuhan pertama mereka, Alif terus mencekoki minuman ustazah raudah dengan obat perangsang sehingga pada akhirnya ustazah raudah pasrah karena merasa bahwa tubuhnyalah yang lebih sering meminta dipuaskan pada alif. Dia merasa kesalahan lebih banyak tertumpu pada dirinya, bukan pada Alif, dan celakanya dia merasa kecanduan.
Seperti suatu sore. Ibu Teti sedang pergi ke arisan ibu-ibu kompleks. Ustazah Raudah sementara itu mencari-cari Alif karena jam kursus sudah mulai tapi remaja mesum itu tak kelihatan. Akhirnya sampailah dia di kolam renang dan menemukannya sedang duduk bersantai di pinggir kolam dengan hanya mengenakan celana kolor.
“Alif,” panggilnya sambil menghampiri.
“Lonteku,” balas Alif.
“Apa?” Ustazah Raudah mengerutkan keningnya.
“Ustazahku.” Balas Alif sambil senyum-senyum menggoda.
“Dasar.” Mau tak mau ustazah raudah tersenyum. Dia menepuk bahu Alif. Ketika itulah tanpa diduganya Alif menariknya ke kolam. Byurrrrrrrrr. Sekujur tubuhnya pun basah kuyup. Tubuhnya erat dipeluk Alif yang masih tersenyum-senyum.
Karena basah, tubuh ustazah raudah yang dibalut mukena sutera kemudian menjadi melekat dan dia tidak mengenakan apapun di baliknya. Dinginnya air kolam membuat puting susu ustazah raudah mencuat dan dadanya perlahan mengeras. Melihat pemandangan itu, mau tak mau penis Alif menegang. Tangannya kemudian menarik tangan ustazah raudah ke arah penisnya, kemudian mengocok-kocokkannya pelan.
Ustazah raudah surti. Dia langsung menggerak-gerakkan tangannya sementara bibirnya menyambut mesra bibir Alif yang melumatnya dengan liar. Air kolam renang berkecipak ketika mereka begerak makin ke pinggi kolam renang. Kemudian Alif mengangkat tubuh ustazah raudah ke tangga. Sampai di sana, Alif menarik tubuh ustazah raudah membelakanginya. Refleks tangan ustazah raudah menggapai pegangan tangga atasnya, membungkuk.
“Ahhhhhhhhhh,” begitu dia mendesah merasakan penis Alif mendadak menerobos memeknya dari belakang. “Alifff, ahhhh, kontolmu nakallll, ahhhh,” satu hal yang sangat disukai Alif adalah ustazah raudah sangat suka meracau saat bersenggama dan itu membuat birahinya makin terpacu.
Mereka beberapa kali melakukan persetubuhan serupa. Ibu Teti sama sekali tak menyadari apa yang terjadi sebenarnya antara kedua insan itu dalam rumahnya. Selain karena sibuk sering pergi dari rumah, Ustazah Raudah dan Alif juga memang pandai menutupi rahasia mereka berdua.
Di waktu yang lain pernah Alif tiba-tiba masuk ke kamar ustazah raudah dan menyodorkan sesuatu. Saat itu habis magrib. Ibu Teti kebetulan sedang mengikuti buka bersama dengan ibu-ibu pengajian dan akan langsung melanjutkan tarawih di sana.
“Apa ini?” tanya ustazah Raudah yang saat itu sedang asyik membaca buku “Ukhti Muslimah dan Kenikmatan Surga”.
“Hadiah buat ukhtiku,” jawab Alif. Tangannya nakal mencolek buah dada ustazah raudah.
Ustazah raudah menggelinjang. Dengan penuh rasa penasaran dia membuka bungkusan itu. Ternyata Alif membelikannya rok pendek berempel seperti yang sering dipakai oleh girlband. Dia kemudian menoleh ke arah Alif meminta penjelasan.
Alif berbisik di telinga ustazah Raudah. “Aku ingin ustazahku pakai ini setiap kali nenek sedang tidak di rumah. Ayo dicoba.” Ustazah Raudah membeliakkan matanya. Tapi dia menurut juga. Ketika dia akan langsung memakainya di balik mukena yang dia kenakan. Alif mengangkat tangannya. “No, no, bukan begitu maksudku. Ini tidak cocok dikombinasikan dengan mukena, lonte. Coba ustazah kombinasikan dengan jilbab lebar cream kesukaan ustazah.”
Kembali ustazah raudah menurut. Dia membuka mukenanya kemudian memakai rok itu tanpa mengenakan celana dalam. Kemudian sesuai permintaan Alif dia melepas behanya juga dan mematut-matut dirinya menggunakan kerudung lebar. Setelah itu dia bercermin.
Tampaklah di cermin itu pemandangan yang sangat menggairahkan. Seorang ustazah berjilbab lebar sepinggang tidak mengenakan apapun di bagian bawah tubuhnya selain rok pendek. Buah dadanya yang besar menggantung indah dengan puting yang menarik mulut untuk menghisap dan melumatnya. Ustazah Raudah kemudian memutar tubuhnya dengan gerakan seperti seorang model, menghadap ke arah Alif yang menatapnya tanpa berkedip. Alif membuka celananya. Penisnya bergerak menegang dengan cepat.
“Tuhh, kok selalu semangat ya meski bulan puasa,” seloroh ustazah Raudah sambil menunjuk penis itu.
“Umi, keluar yuk.” Suara Alif bergetar menahan gairah.
“Ke luar? Hey, kalau ketahuan orang gimana?” Ustazah Raudah mengerutkan keningnya.
“Gak apa-apa.” Alif menarik tangan Ustazah Raudah. Meski sedikit segan, Ustazah Raudah mengikuti. Di lantai bawah, Alif menyambar high heels koleksi Ibu Teti yang sudah tak pernah dipakai kemudian menyuruh ustazah raudah untuk memakainya.
“Aneh-aneh saja,” komentar Ustazah Raudah. Tapi dia memakainya juga.
Angin malam menerpa puting susu ustazah raudah saat mereka sudah di luar. Sedikit kedinginan, ustazah raudah merapikan jilbabnya sambil mengamati sekitar juga siapa tahu ada orang yang memperhatikan. Untunglah tak ada. lampur-lampu jalan sudah menyala. Temaram. Indah.
Alif ternyata membawa ustazah raudah ke bawah pohon rambutan. Sampai di sana dia menyuruh ustazah raudah memegang batang pohon itu dan dengan kasar menyingkap rok pendek itu kemudian mengusap-usap kemaluan dan belahan pantat ustazah raudah. Setelah itu, ustazah raudah merasakan sesuatu yang hangat menekan-nekan lubang memeknya dari belakang, dan…
“Ahhhh,” dia mendesah merasakan kontol Alif memasuki memeknya, “Ah ah ah ahhh, ahhhhhhh” desahannya berkepanjangan saat Alif dengan kasarnya memaju mundurnya tubuhnya. Buah dadanya bergoyang seirama sodokan-sodokan itu.
Sesekali tangannya harus membenahi jilbabnya yang jatuh ke pinggir akibat gerakan yang tak beraturan yang dilakukan mereka. Dari tempat mereka melakukan doggy itu nampak jalan raya dari balik teralis. Cahaya-cahaya lampu mobil dan motor melintas, sesekali ada juga suara penjual bajigur lewat.
Ustazah Raudah merasakan sensasi tersendiri antara merasa takut ketahuan dan kenikmatan yang dia rasakan. Kadang-kadang dia rasakan tangan Alif meremas-remas payudaranya dari belakang. Kadang dia lentikkan punggungnya ketika dia rasakan lidah remaja itu melintasi garis punggungnya dari atas ke bawah.
“Beruntunglah Ibu Teti langsung tarawih,” begitu pikirnya di sela kenikmatan yang mendera. “Jadi kami punya waktu yang banyak.” Semakin lama Alif memang semakin berpengalaman mengatur ritme dan dia juga semakin lama orgasme. Biasanya Ustazah Raudah mencapai puncak duluan.
Persetubuhan semacam itu pun mereka lakukan berkali-kali. Biasanya sebelum memulainya mereka membuat es teh dan menyimpannya di gazebo dekat pohon rambutan itu. Kemudian setelah selesai, mereka akan melepas lelah sambil duduk-duduk berpelukan dan saling bercanda di sana.
Alif biasanya hanya memakai kaus, sementara Ustazah Raudah memakai rok pendek hadiah dari Alif itu, kerudung lebar, dan high heels yang setelahnya sengaja dibelikan oleh Alif untuk ustazah Raudah tanpa sepengetahuan Ibu Teti dan dipakai hanya khusus dalam “acara privat” mereka berdua itu.
Sesekali alif dengan nakalnya kembali mempermainkan buah dada ustazah raudah kemudian ustazah raudah akan membalas dengan melumat atau mengocok penis Alif. Kadang setelah itu mereka kembali mengulangi persetubuhan di bawah pohon rambutan itu kedua kalinya, dengan lebih liar, dan lebih nikmat, kadang juga di gazebo itu dengan posisi WOT kesukaan Ustazah Raudah.
Tanggal 28 ramadhan baru ustazah Aminah pulang ke rumah bersama dengan ustaz Karim. Rumah pun mulai ramai, dan waktu berduaan antara Ustazah Raudah dengan Alif semakin sedikit. Mereka hanya bisa mencuri-curi waktu lewat malam hari, itu pun mesti dilakukan sesepi mungkin supaya tidak ketahuan. Meski demikian, semakin menegangkan justru semakin sensasinya tertanam erat di hati Ustazah Raudah sebagai pengalaman yang sangat mengesankan.
Tanggal 10 syawal mereka bertiga pulang ke asrama syahamah dengan menggunakan mobil. Ustaz Karim memang terbiasa membawa mobilnya sendiri sebagai sopir. Ustazah Aminah sangat bahagia karena selepas kursus sebulan itu Alif Nampak benar menguasai Bahasa Inggris.
“Berkah bulan ramadhan, mi,” kata Alif, “dan berkat Ustazah yang sangat telaten mengajari Alif banyak hal.” Matanya mengerling ke arah Ustazah Raudah yang hanya menundukkan kepala menyembunyikan pipinya yang mendadak terasa panas.
Tapi dasar Alif nakal. Remaja itu masih sempat-sempatnya membisikkan kalimat perpisahan saat dia membantu memasukkan barang bawaan ustazah raudah ke bagian belakang mobil. “Jaga memekmu ustazah sayang.” Kemudian satu gerayangan singkat di dada yang menonjol itu saat ustazah aminah sedang menunduk memasang safety belt di jok depan dan Ustaz Karim masih mengambil dua jilid buku yang ketinggalan di kamar.
Ustazah Raudah sedikit menggelinjang. Semenjak merasakan kenikmatan persetubuhan dengan Alif dia jarang-jarang lagi memakai beha dan celana dalam. Entah kenapa dia suka merasakan debar-debar antara takut ketahuan ataupun merasakan orang terpesona dengan kemolekan tubuhnya. Kemudian Alif menutup pintu mobil dan mengucapkan kata perpisahan pada ibunya.
Ting tongg, kenangan gairah setahun silam Ustazah Raudah diputus oleh bunyi hpnya. Balasan Alif muncul di BBM: “Oke, ustazahku sayang.” Ditambahi dengan emotikon cium. Ustazah Raudah tersenyum. Matanya melirik ke high heels yang tergeletak di atas lemari pakaiannya.
Pada saat yang sama, di kamar samping kamar interogasi, Ustaz Karim baru saja keluar dari kamar mandinya, hanya mengenakan handuk. Penisnya teracung tegak saat melihat Ustazah Aminah sedang membungkuk memasukkan potongan bagian bawah mukena sutera warna hitam ke tubuhnya, sementara bagian atas tubuhnya polos bugil, menampakkan buah dadanya yang bulat membusung, menggantung seperti semangka.
Bersambung…