Kampus sepagi itu sudah ramai. Di antara orang-orang yang bergegas masuk ke sana, terdapat ustazah lia membawa sepeda motornya, jilbab lebarnya warna biru, berkibar-kibar diterpa angin. Dia mengenakan gamis jeans yang sangat serasi dengan kerudung yang dia gunakan itu. Motornya menempuh beberapa belokan kemudian berhenti di parkiran fakultas tarbiyah.
Dari sana dia berjalan sedikit menuju taman fakultas. Di taman itulah kajian akan dilakukan. Taman itu lumayan luas, dipenuhi rumput segar yang tumbuh rapi dan terurus. Selain itu, lokasinya juga sangat teduh meski cahaya mentari sesekali masih bisa menerobos lewat celah-celah gedung kampus.
Ketika ustazah lia sampai ke sana, di sana sudah ada beberapa ukhti yang sampai. Memang kajian itu hanya khusus untuk para akhwat saja. Meski demikian, sudah hadir juga seorang laki-laki yang merupakan pengurus organisasi bidang psdm atau pengembangan sumber daya manusia. Dia merupakan satu-satunya laki-laki yang hadir di sana.
Laki-laki itu biasa dipanggil fahri. Akhi Fahri. Usianya masih sangat muda karena dia masih kuliah semester 4 di jurusan yang sama dengan yang ustazah lia ambil dulu. Wajahnya adalah wajah khas seorang ikhwan, lengkap dengan jenggot tipis dan rambut pendek rapinya. Pembawaannya santun.
Fahri berdiri menyambut ketika ustazah lia sampai. “Ustazah, sama siapa datang?” Fahri menangkupkan tangannya di dada, ustazah lia membalas dengan menangkupkan tangan di dadanya juga. Bukan mahram maka tidak boleh bersalaman, seperti itulah peraturan di organisasi ukhti itu.
“Sendiri, Akhi, deket kok asrama dari sini.”
“Oh gitu. Ustazah di sini saja duduknya.” Fahri mempersilahkan ustazah lia duduk tak jauh dari tempat duduknya.
Ustazah Lia kemudian duduk. Kajian belum akan dimulai masih menunggu beberapa ukhti yang belum datang. Sementara menunggu ustazah lia menngobrol dengan Fahri tentang organisasi. Nampak bahwa Fahri sangat hormat pada ustazah lia yang merupakan seniornya baik di kampus maupun di organisasi.
Diam-diam dalam pikiran ustazah lia timbul niat aneh untuk menggoda pria itu. Dia ingin membuktikan apakah pria seperti Fahri ini masih bisa tergoda olehnya atau tidak. Memikirkan hal itu membuat syahwat ustazah lia bangkit. Diam-diam dia menyentuh selangkangannya tanpa kentara. Memastikan bahwa dirinya memakai strapon vibrator yang ditutupi celana dalamnya.
Kemudian kajian pun dimulai. Dengan telaten ustazah lia menerangkan seluk beluk organ reproduksi wanita. Kajiannya berlangsung dengan serius meski terkadang ustazah lia menyelipkan humor juga. Beberapa kali Fahri hanya tertunduk malu ketika guyonan sedikit tabu untuk diketahui laki-laki seperti dirinya. Meski demikian, kesepakatan di awal kajian memang bahwa kajian itu dilakukan dengan bebas dan Fahri yang memposisikan diri sebagai moderator juga memang mempersilahkan.
Di pertengahan kajian, ustazah lia yang penasaran dengan sensasi yang dibisikkan ustazah raudah tadi malam kemudian diam-diam menghidupkan vibratornya. “Ukhhh,” begitu tanpa sadar dia mendesah dan tubuhnya sedikit menggeliat merasakan rangsangan di vaginanya.
“Ustazah Lia?” Fahri yang menangkap desahan ustazah lia memandangnya dengan penuh tanda tanya. Saat itu seorang ukhti baru saja mengajukan pertanyaan.
“O ya ya, hhh,” wajah ustazah lia sedikit memerah. Dia sedikit menggeser duduknya. “Jadi, emm, gini, ukhh…ti, pertanyaan ukhti tadi, emm, masalah mencukur bulu kemaluan, memang hal itu bagus dari sudut pandang agama, juga dari sudut pandang kesehatan. Akan tetapi hal itu berpulang pada kesepakatan dengan suami ukhti sendiri, jika misalnya suami ukhti tidak membolehkannya, ya tidak apa-apa, yang penting merapikannya, karena seorang istri saleha itu harus bisa menyenangkan suami juga.”
Fahri menundukkan kepalanya. Demikian juga ustazah lia, memejamkan matanya sesaat sambil menunduk. Merasakan birahinya membludak seiring perasaan aneh dirinya sedang dirangsang vibrator di dekat seorang ikhwan yang ganteng. Selanjutnya kajian dilanjutkan. Beberapa kali ustazah lia menggeliatkan tubuhnya dan mengeluarkan desahan pelan yang untungnya tak menarik perhatian. Dirasakannya vaginanya sudah basah, beberapa kali juga dirasakannya dirinya hendak orgasme, akan tetapi ditahan-tahannya.
Kajian dilakukan selama dua jam. Waktu yang terhitung lama tapi ternyata tak terasa juga. Setelah selesai, para ukhti menyalami ustazah lia kemudian pulang ke tempat mereka masing-masing. Pada akhirnya yang tersisa di taman itu hanya Fahri dan ustzah lia.
“Akhi Fahri kos di mana?” ustazah lia bertanya.
Fahri menyebutkan tempat kosnya. Lumayan jauh dari sana, dekat toko buku, kira-kira satu kilometeran dari asrama syahamah. Satu sms masuk ke hpnya dan dia membukanya.
“Jauh juga ya. Biasanya anak kuliah kan suka nyari yang deket kampus. Bawa motor sendiri ya?”
Fahri tersenyum. “Biasanya ustazah, tapi hari ini motor ana dipinjam teman. Tadi katanya mau jemput, tapi ini dia bilang baru bisa ngembaliin motor nanti malam.”
“Yaudah ayo sama ana saja akhi, kebetulan ana juga mau beli buku di toko buku dekat kosan antum.”
“Ah, gak usah, ustazah, merepotkan.” Fahri menggelengkan kepalanya.
“Sekaiian, gak apa-apa. Toh gak bareng Fahri pun ana mau ke toko buku.”
Akhirnya Fahri menurut. Maka mereka pun berlalu ke parkiran. Fahri memposisikan diri di depan mengendarai motor, sementara ustazah lia duduk di belakang dengan posisi menyamping. Untung tadi Fahri membawa helm sebab dia memang berangkat ke kampus diantarkan temannya juga tadi.
Sepanjang perjalanan itu, ustazah lia merem melek merasakan rangsangan tanpa henti di vaginanya. Dia yakin vaginanya sudah sangat becek. Seolah tanpa sadar, tangan kanannya berpegangan pada pinggang Fahri. Untuk sesaat Fahri sedikit tersentak. Tapi kemudian dia diam saja, toh ini memang kondisi darurat, daripada kecelakaan, ya gak apa-apa lah pegangan.
Karena posisi toko buku terlewati sebelum sampai ke kosan Fahri, maka mereka berdua pun mampir dulu ke sana. Demi kesopanan, Fahri mengantar ustazah Lia berkeliling mencari buku yang dia inginkan. Saat itu Fahri merasakan sesekali ustazah lia terasa manja kepadanya. Pernah juga ustazah lia hendak jatuh dan Fahri refleks menahannya dari belakang. Hmmm, wanginya tubuh ustazah lia dan kelembutan tubuhnya yang tersentuh olehnya sempat membangkitkan juga naluri laki-lakinya. Saat itu sebenarnya ustazah lia sedang mengalami orgasme pertamanya. Makanya dia tidak lagsung bangkit, berusaha menahan diri untuk tidak mendesah.
“Ustazah gak kenapa-kenapa?” Fahri sedikit kuatir melihat wajah ustazah lia yang nampak berkeringat.
“Engg…enggak kok akhi, enggak. Maap ya.” Ustazah lia menjawab sebisanya. Nafasnya sedikit memburu.
Akhirnya acara belanja buku itu selesai. Lanjutlah perjalanan mereka ke kosan Fahri. Ternyata kosannya merupakan kosan elit. Lengkap dengan kamar mandi dalam dan juga ranjang dan satu ruangan tambahan berupa dapur kecil.
“Mampir dulu ustazah.”
Ustazah Lia pura-pura menolak. Akan tetapi ketika Fahri mengulanginya lagi, dia pun menerima untuk mampir, sekalian beribadah dulu, kuatir waktunya keburu habis, begitu alasannya.
Masuklah kemudian ustazah lia. Beruntung ustazah lia selalu membawa mukena ke mana pun. Maka sementara Fahri masuk ke dapur, ustazah lia kemudian pergi ke kamar mandi, membersihkan vaginanya yang basah dan mencopot vibratornya. Kemudian dia sengaja mencopot gamis jeansnya dan hanya mengenakan mukena saja tanpa dalaman.
Fahri masih di dapur ketika ustazah lia beribadah. Fahri sedang memanaskan air membuat teh. Dispensernya kebetulan sedang rusak. Ketika teh sudah selesai dibuat, dia pun pergi ke ruang utama kosnya. Saat itu posisi ustazah raudah kebetulan sedang membungkuk. Terlihat jelas betapa menggairahkannya posisi itu, belum lagi mukena yang dipakainya terlihat tipis menerawang. Fahri kembali ke dapur sambil mengusap wajahnya. Dibenarkannya posisi kontolnya yang mendadak tegang. Di satu sisi dia merasa malu karena yang bersamanya itu adalah ustazah, di sisi lain dia tak bisa menipu dirinya sendiri bahwa dirinya pun merasa terangsang.
Ustazah lia sudah selesai, barulah Fahri masuk. Sedikit gagap dia menawarkan teh hangat buatannya, meletakkannya di meja. Di sana memang ada meja dengan dua kursi. Sengaja tanpa mencopot mukenanya, ustazah raudah langsung duduk di kursi. Fahri duduk di kursi yang lain. Saat ustazah raudah ada dalam posisi mencicipi teh itu, mau tak mau pandangan Fahri tertuju pada bagian dada ustazah raudah yang tampak samar. Busungan itu tak terlindungi oleh beha.
Fahri merasakan kontolnya kembali tegang. Sementara itu ustazah raudah yang pura-pura tak tahu padahal dia memang sengaja menggoda kemudian berkata. “Segar sekali akhi, pas manisnya.”
“Uhh, iyaka, ustazah?” sedikit gugup Fahri mencicipi punyanya. Memang manis, tapi merasakan kontolnya menegang, dia merasa harus membenarkannya. Maka dia pun berkomentar. “Punya ana kurang manis, ustazah.” Dia pun bangkit membawa tehnya ke dapur. Meletakkannya di meja tembok yang menyatu dengan dinding di samping kompor.
Kemudian sambil membelakangi pintu masuk, dia merogohkan tangannya ke celananya. Sedikit sukar karena celananya sempit, dia pun melepas kancing celana dan risletingnya. Toh dia tak berpikir bahwa ustazah lia akan menyusul ke sana. Tersentuh oleh tangannya, kontolnya justru kian menegang. “Ukhh,” tanpa sadar dia mendesah merasakan kenikmatan tanpa sengaja. Memang Fahri termasuk ikhwan yang belum pernah mengenal seks.
Ustazah Lia diam-diam mengikuti. Dia berdiri tepat di belakang Fahri, kemudian memanggilnya, “Akhi Fah…uhhh,” ucapan ustazah lia terpotong. Fahri yang kaget dipanggil langsung membalikkan tubuhnya dan hal itu membuat tubuh keduanya langsung merapat. Tubuh ustazah lia hampir jatuh dan Fahri refleks meraihnya. Karena dua tangan Fahri yang tadi memegang celana kini terpaksa meraih ustazah lia, otomatis celananya langsung melorot ke bawah.
Fahri merasa malu. Kepalanya tertunduk. Dia tahu mata ustazah raudah langsung tertuju pada area menonojol di balik celana dalamnya. Dia tak tahu harus bersikap seperti apa. Ustazah lia yang tahu bahwa dirinya harus mengambil inisiatif kemudian mengulurkan tangannya sementara tubuhnya maju. Tangan itu meremas tonojolan di selangkangan Fahri.
“Ustazah….” mulut Fahri yang membuka langsung dilumat oleh bibir ustazah lia. Tubuh Fahri mundur terdesak ke dinding. Dia serba salah. Tapi dia juga meraskaan kenikmatan aneh saat tangan lembut ustazah lia meremas penisnya dari balik celana dalam. “Ustazah…” Fahri kembali berkata ketika mulut itu terlepas dari mulut ustazah lia.
Ustazah lia tak menjawab, dia hanya menatap Fahri dengan mata sayu dan nafas memburu. Di bawah tangannya menyelinap ke balik celana dalam membuat tubuh Fahri sedikit mengejang. Fahri memejamkan matanya merasakan syahwatnya makin memuncak meski di satu sisi dia merasa sungkan.
Ustazah lia kemudian menurunkan tubuhnya. Fahri merasakan kulit penisnya disentuh oleh benda basah dan lunak, juga hangat. Dia membuka matanya. Dilihatnya sang ustazah mengulum dan memaju mundurkan penisnya di dalam mulutnya. “Ahhh, ahhhh,” tanpa sadar dia mendesah, tangannya menggapai-gapai dinding di belakangnya. Hanya berapa menit ustazah lia merasa penis di mulutnya berkedat kedut. Dia tahu penis itu hampir muncrat. “Maklum pemula,” batinnya. Dia kemudian melepaskan penis itu dari mulutnya, selangkangan Fahri sedikit maju seakan tidak rela.
Ustazah lia kembali berdiri menghadap Fahri yang perlahan membuka matanya. Nafasnya kini sama memburunya dengan ustazah lia. Rasa sungkannya sudah digantikan nafsu birahi yang membara. Maka ketika bibir seksi ustazah lia melumat bibirnya kembali, dia pun kini membalas. Tangan ustazah lia membimbing tangan ikhwan juniornya itu ke dadanya. Dituntun naluri kelelakiannya, Fahri meremas busungan sekal itu dari balik mukena. Didengarnya desahan pelan ustazah alim itu yang membuatnya semakin bergairah. Tangannya yang satu kemudian makin canggih menggerayangi tubuh ustazah lia, turun ke bawah dan….
“Akh!” ustazah lia menggelinjang ketika dirasakannya tangan itu menyentuh itilnya. Kemudian dirasakannya tangan itu membelai-belai jembutnya yang dicukur rapi tapi tak gundul. Lidahnya dengan penuh nafsu menjelajahi rongga mulut Fahri. Kemudian turun menjilat-jilat leher sang ikhwan pemula itu yang kini mulai bisa memberikan rangsangan pula pada tubuhnya.
Lama mereka bercumbu di sana. Baru kemudian Fahri membopong tubuh sang ustzah ke ranjangnya. Dibaringkannya sang ustazah di sana yang lalu mengambil posisi menantang. Dikangkangkannya pahanya dengan sedikit bagian mukena dibuka. Dengan menggila Fahri langsung menyingkapkan mukena itu dan membenamkan mukanya tepat di memek tembem ustazah lia. Diciumnya aroma yang baru kali itu dia ketahui, dijilat-jilatnya jembut ustazah lia dan sesekali lidahnya naluriah menjelajahi belahan vagina sang ustazah membuatnya merintih-rintih keenakan.
“Akhh, akhii, sudah,, ahhhh, masuk..kannnn, ahhhh,” akhirnya ustazah lia tak kuat. Dia bangkit dan langsung meraih kepala sang ikhwan dan melumat bibirnya membabi buta. Fahri lalu memposisikan tubuh di atas ustazah lia. Kontolnya diposisikan tepat di belahan memek ustazah lia. Jantungnya berdetak kencang membayangkan pengalaman pertanya ngentot, dengan ustazah pula, seniornya yang alim yang sangat dihormatinya.
Setelah pas, Fahri menurunkan tubuhnya. Kontolnya yang lumayan besar sedikit tertahan oleh vagina ustazah lia meskipun sudah sangat basah. Akan tetapi hanya dengan satu hentakan tambahan, penis itu masuk sepenuhnya menusuk memek ustazah lia.
“Uhhhhhh,” Fahri mengeluh. Untuk sesaat dia mendiamkan saja kontolnya di sana, merasakan kenikmatan kulit penisnya yang bergesekan dengan hangat dinding vagina ustazah lia yang basah. Ustazah lia sementara itu memejamkan matanya. Kepalanya sedikit terangkat dari bantal yang menahannya.
“Gerakkan, akh…akhii,” ustazah lia berbisik.
Fahri paham. Maka dia menurun naikan tubuhnya, merasakan kenikmatan yang kian meninggi seiring maju mundurnya penisnya di lubang kenikmatan ustazah alim itu. Ustazah lia mengimbangi juniornya itu dengan menaikturunkan pantatnya. “Akh akh akhhhh,” desahannya membuat Fahri memacu semakin bersemangat.
Mungkin karena itu merupakan pengalaman pertama Fahri, maka dia belum bisa mengatur tempo. Tak heran hanya dalam beberapa menit pun dia sudah merasakan penisnya terasa hampir meledak. “Agghhhhh,” dia menggeram. Ustazah lia yang melihat wajah Fahri nampak menahan syahwat dan rasa nikmat yang hampir meledak itu langsung surti. Dia menggoyangkan pantatnya makin cepat sambil membusungkan dadanya. Fahri yang paham maksud ustazah lia langsung meremas bungkahan sekal yang menggoda itu dengan gemas.
“Ana…ahh ahhh ahhhhhhh,” baru saja Fahri akan mengatakan dirinya hampir orgasme, ustazah lia sudah merasakan pancutan-pancutan air hangat di dalam vaginanya. Dia pun maklum bahwa sang junior memang masih butuh pelajaran lanjutan. Maka dia mendiamkan saja ikhwan juniornya itu merasakan keperjakaannya yang dilepas di vagina ustazah lia.
Akan tetapi ketika Fahri hendak mencabut kontolnya, ustazah lia melarangnya. Dia bangkit tanpa melepas memeknya dari kontol Fahri yang masih tegang di dalamnya, kemudian dengan gerakan berpengalaman dia mendorong sang ikhwan menjadi berbalik terlentang, dirinya di atas. Sambil tersenyum nakal sang ustazah membiarkan selangkanga mereka menyatu sementara tangannya membelai-belai dada sang ikhwan. Kemudian, cupppp cuppp, bibirnya kembali melumat bibir Fahri sementara tangannya meraih tangan sang ikhwan menekankannya ke buah dadanya yang menggantung sekal.
Dirangsang seperti itu, mau tak mau Fahri kembali bergairah. Dirasakannya penisnya menegang kembali seperti tadi setelah sebelumnya sedikit melunak. Setelah merasakan itu, ustazah lia langsung menaik turunkan pantatnya, posisi WOT. Betapa eksotisnya pemandangan itu di mata fahri. Seorang ustazah mengentotnya dari atas dengan hanya mengenakan mukena. Sementara itu keringat sang ustazah nampak membasahi bagian tubuhnya yang terbuka, membuat kulit mulus yang selalu ditutupi gamis dan kerudung lebar itu nampak mengkilap.
“Ukhh ukhh, ahhhh aaaaahh,” desahan kedua manusia alim itu terdengar syahdu memenuhi ruang kamar Fahri. Fahri sudah tak ingat status wanita yang dientotnya sebagai ustazah seniornya yang seharusnya dihormati, sementara ustazah lia juga sudah tak tahan membutuhkan pelampiasan birahinya yang tadi dirangsang sensasi vibrator selama kajian di kampus dengan para ukhti.
*****
Malamnya, ustazah lia sedang duduk di pinggir ranjang, dia baru saja selesai berganti baju dengan mukena terusan pertanda dia sudah siap-siap akan tidur. Aihhh, begitu dia membatin melihat ustazah raudah masuk. Bakalan tidur telat lagi nih. Tapi jelas dia pun menyukainya.
“Bagaimana tadi pengalaman di kampus, ukh?”
Ustazah lia tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.
“Apa ana bilang,” begitu jawab ustazah raudah. Dia kemudian duduk di samping ustazah lia. Saat itu ustazah raudah juga mengenakan mukena terusan warna putih kembang-kembang. Di area selangkangannya, ustazah lia melihat ada benda mengacung.
“Ukhti memakai strapon kontol dari kamar ukhti?” ustazah lia dan ustazah raudah memang semakin liar saat mereka hanya berdua, istilah kontol dan memek sudah tak terbilang banyaknya keluar dari mulut mereka yang suci.
“Hihi, iya, kan bukan Cuma antum yang pengen ngerasain sensasi nakal, ana juga penngen.”
“Hush, untung tidak ketahuan umi aminah.” Ustazah lia menyentil benda yang mengacung tegak itu. Lalu dia tertawa mengingat kenikmatan yang sudah dilaluinya bersama ustazah raudah dengan menggunakan benda itu. Membalas godaan itu, ustazah raudah memajukan selangkangannya, membuat dildo itu mengangguk-angguk menggemaskan.
Cuppppppppppp, ustazah raudah mencium bibir ustazah lia. Ustazah lia membalas dengan penuh nafsu, tangannya mulai bergerilya ke balik mukena ustazah raudah. Ahh, buah dada sang ustazah itu selalu membuatnya merasa terangsang. Putingnya demikian cepat mengacung, membuatnya ingin mengadukannya dengan bibirnya yang seksi itu.
Setelah cumbuan itu, ustazah raudah langsung mengangkat bagian belakang betis ustazah lia membuatnya terdorong berbaring di ranjang dengan posisi menghadap pintu, artinya posisi itu menyamping di ranjang, tidak membujur seperti biasanya. Akan tetapi hal itu tak jadi pikiran bagi ustazah lia. Dia langsung membuka pahanya, mempersilahkan ukhti rekannya yang alim itu memberikan cumbuan selanjutnya.
Kali ini ustazah raudah tak langsung membenamkan kepalanya di selangkangan ustazah lia, melainkan tangannya mengangkat kaki ustazah raudah kemudian menjilat-jilatnya naik ke betis. Ustazah lia memejamkan matanya merasakan sensasi baru di tubuhnya. Jilatan itu bergantian di kakinya kiri kanan, menyusur ke atas sedikit demi sedikit. “Ahhhhh,” dia mendesah sambil mendongakkan kepalanya saat lidah itu dirasakannya menyusuri pahanya yang mulus.
Tak sesuai harapannya, jilatan itu berhenti sebelum sampai ke selangkangannya. Dia membuka matanya dan melihat ustazah raudah menatapnya menggoda. “Ukhtiiiii, teruuuuussss,” ustazah lia merengek dan menggerak-gerakkan pantatnya. Ustazah lia menjulurnya lidahnya menggoda, membasahi bibirnya seolah menantang.
Merasa jengkel, ustazah lia mencoba bangkit, tapi tangan ustazah raudah menahan tubuhnya. “Ukhtiiiiiiiiiiiiiii,” ustazah lia tak berdaya. Nafsunya meninggi meminta dipuaskan setelah rangsangan tadi, tapi ustazah raudah ternyata hanya mempermainkannya.
“Hihihi.” Ustazah raudah ketawa-ketawa sambil tangannya mengelus-elus betis ustazah lia. Ustazah lia diam. Dia hanya mengoyang-goyangkan pantatnya mencoba bangun, tapi tak bisa. Akhirnya ustazah raudah kasihan juga. Dia kemudian membenamkan kepalanya di selangkangan ustazah lia. Tak diduganya…..
Ceerrr ceeeerrrrr ceeeerrrr, saat kepalanya pas di muka belahan memek ustazah lia, sang ustazah kencing, air kencingnya menyemprot tepat di mukanya, lumayan banyak, luruhan air kencing itu membasahi mukena dan ranjang.
Ustazah raudah mengerjap-kerjapkan matanya yang ikut tersiram air kencing. sementara kini giliran ustazah lia yang tertawa, merasa puas bisa balas dendam mengerjai ustazah raudah. Dilihatnya ustazah raudah menjilat-jilat air kencing yang membasahi bibirnya dan sebagian yang luruh ke sudut bibirnya seolah penuh kenikmatan. Lalu dia berkata, “memek tak sopan, harus diberi pelajarannnn,”
Dengan gemas dibenamkannya mukanya di lembah kenikmatan itu, dihisap-hisapnya klentit ustazah lia sekuat yang dia bisa sementara itu jemarinya juga ikut turun mengobel-ngobel memek ustazah lia dengan buas “Aaaaaanggghhh aaaaanggggh uhhhhhh ukhtiiiiii ampunnnnn uhhhhhhhhhhhhhhh,” ustazah lia hanya mampu merintih-rintih binal. Tubuhnya bergerak ke kanan ke kiri berusaha melepaskan memeknya dari cengkraman ustazah raudah tapi tak bisa.
Rangsangan itu dirasakan ustazah lia tak tertahankan. Tubuhnya seperti tersetrum listrik berkelojotan. Keringatnya turun bercampur dengan air kencingnya tadi. “Cret cret cretttt,” tubuhnya mengejang saat vaginanya mengeluarkan orgasme pertamanya gara-garanya klentitnya yang tak henti dihisap ustazah raudah. Ustazah raudah mengetahui pasangan nya sudah orgasme lalu menelusupkan lidahnya ke belahan memek ustazah lia, merasakan perpaduan cairan orgasmenya yang berkombinasi dengan rasa air kencing.
Ustazah lia berbaring lemas dengan nafas ngos-ngosan. Ustazah raudah yang masih ingin membalas dendam tak memberi ampun. Dihentikannya hisapannya di klentit sang ustazah, tapi dibaliknya tubuh itu menjadi menelungkup dan ditusuknya memek yang sudah sangat licin itu dengan dildonya dalam posisi doggy style. “Aaaaaahhhhhhh,” ustazah lia hanya bisa merintih pasrah saat dirasakannya penis buatan itu menusuk memeknya dengan brutal.
Pada saat itu, posisi tubuh ustazah lia memang membelakangi pintu. Dia lupa bahwa tadi ustazah raudah sama sekali tak mengunci pintu itu. Apa boleh buat, nafsu syahwat sudah terlanjur menguasainya. Apa yang dipirkannya saat itu hanyalah kenikmatan yang diberikan sang ukhti pasangannya itu.
Dia tak tahu bahwa sebenarnya malam itu ustazah raudah sudah kongkalikong dengan alif. Tanpa suara, Alif membuka pintu kamar ustazah lia dan masuk ke dalam. Ustazah raudah merintih agak keras sehingga menutupi suara pintu yang dikunci Alif dari dalam. Kemudian sambil mengendap-endap alif menghampiri kedua ustazah yang sedang diamuk syahwat itu.
“Ahhhhhh, ahhhh, aaaaaaakhhhhhhhhh, appaaa…..” ukhti lia kaget merasakan batang yang menujah memeknya terasa lebih besar dan kenyal daripada tadi. Dia kemudian menoleh. Betapa kagetnya dia melihat sosok Alif yang kini sedang maju mundur menusukkan penisnya di memeknya. Dia akan melepaskan diri, tapi tangan Alif kukuh mencengkeram pinggangnya. Sementara itu, ustazah raudah mengambil posisi di depan ustazah lia dan melumat bibirnya, “Mmmmmm mmmmm mmmm,” suara ustazah lia teredam oleh bibir ustazah raudah.
Ustazah lia merasakan penis Alif menyentuh area-area dalam memeknya lebih nikmat daripada saat tadi menggunakan dildo. Bahkan lebih nikmat juga daripada kontol ahmad soleh. Lumatan di bibirnya juga pada akhirnya membuat otaknya tak peduli apapun selain kepuasan. Maka ketika ustazah raudah melepas bibirnya, yang terdengar dari mulut ustazah berbibir seksi itu hanyalah rintihan kenikmatan.
Sudah dua pertiga penis alif memasuki memek ustazah lia dan dirasakannya memek sang ustazah itu sudah mentok. Diremas-remasnya penuh birahi buah dada ustazah alim itu yang sekal menggantung. Sementara itu, di depannya, ustazah raudah menyodorkan memeknya yang kini sudah tak mengenakan strapon. Ustazah lia menjilati memek sang ukhti yang sudah sangat basah itu dengan buas. Erangan kenikmatan tak henti keluar dari mulutnya seiring tujahan ganas Alif di memeknya.
“Aaaaaanggg aaaa aaaanggg aaaangg unggghhhh uuuuuuuuunggghh,” erangan ustazah lia membuat birahi alif makin meningkat. Tapi pengalaman seksnya membuat dirinya pandai mengatur tempo permainan. Maka bukannya dirinya yang mencapai puncak kenikmatan lebih dulu, melainkan ustazah lia.
Ustazah lia merasakan desiran-desiran syahwatnya sudah hampir tak tertahankan. Bau memek ustazah raudah membantu merangsangnya juga, belum lagi tangan alif yang berjaya meremas-remas dan memilin-milin putingnya sesekali. Jilatan-jilatan alif di punggungnya dari atas ke bawah dan kadang sebaliknya juga memberikan kenikmatan tersendiri baginya.
Maka tak heran dia kemudian menjadi yang mencapai kenikmatan paling dulu di antara mereka bertiga. Ketika orgasme keduanya menggapainya, dirasakannya pandangan matanya berkunang-kunang, Alif menujahkan penisnya kuat-kuat sampai hanya sedikit bagian penisnya yang tak masuk. Ngocoks.com Ustazah lia merasakan penis itu memenuhi memeknya, memberikan rangsangan total pada dinding-dinding memeknya.
Lalu seperti air bah, kenikmatan membanjiri tubuhnya, tak ada erangan keluar dari mulutnya yang menganga, air liurnya menetes dari sudut bibirnya sementara matanya mendelik dan kepalanya mendongak ke atas. Kemudian tubuhnya mengejang-ngejang, ditahan oleh tangan kukuh alif yang untuk sementara menghentikan tujahannya.
Saat kepala ustazah lia sudah ambruk ke ranjang. Alif perlahan mencabut penisnya, ploppppp, bibir vagina ustazah lia melebar seolah akan tertarik keluar juga. Ustazah lia mengerang merasakan kenikmatan terakhir dalam gelombang orgasme keduanya itu, kemudian tubuhnya menelungkup jatuh di kasur.
Ustazah raudah langsung mengangkangkan pahanya di ranjang sementara alif mengocok-ngocok penisnya yang berlumuran cairan memek ustazah lia. Matanya liar menatap tubuh ustazah raudah yang tertutup mukena basah, sebagian oleh air kencing ustazah lia, sebagian oleh keringat. Dengan gaya menggoda ustazah lia mengangkat buah dada kanannya yang masih terutup mukena. Karena mukena itu basah, maka puting susunya nampak tercetak menggairahkan, kemudian dia menjilatinya dengan bibirnya, matanya sementara itu memandang alif penuh birahi.
Alif naik ke ranjang dan meraih tubuh ustazah raudah. Dilumatnya bibir ustazah raudah yang meski tak seseksi bibir ustazah lia tapi juga tak kalah binalnya. Tangan ustazah raudah sementara itu mencekal penis alif yang panjang besar itu membimbingnya ke arah memeknya.
“Akhhhhh,” ustazah raudah mendesah dan melentingkan tubuhnya saat alif menurunkan tubuhnya kuat-kuat. Bahkan meski vaginanya sudah sangat basah, ustazah raudah masih merasakan penis itu perlu beradaptasi sebentar dengan lubang kenikmatannya. Alif yang sudah separuh jalan menuju kenikmatan menaik turunkan tubuhnya dengan liar, tangannya meremas-remas dan sesekali menepuk lembut buah dada ustazah raudah yang hanya bisa menggelepar-gelepar di ranjang.
“Ah!” Alif mendongakkan kepalanya saat dirasakannya sentuhan di pelirnya. Dia menoleh ke belakang sedikit dan dilihatnya ustazah lia berbaring menelentang di bawahnya. Kepalanya terangkat menjilat-jilat pelirnya. “Ahhhhh, terusssshhh ustazahhh, ahhhh,” jilatan di pelirnya itu membuatnya kian liar seperti kuda birahi. Ustazah raudah semakin keras ditujahnya membuat sang ustazah melolong-lolong dengan mata mendelik. Tangannya menggapai-gapai tapi pada akhirnya hanya bisa meremas-remas seprai. Lenguhan seperti suara sapi disembelih terdengar keluar dari mulutnya.
“Ahh ahhh ahhh, ustazahku, ukhti, ukhti alimm, ahhhh, rasakan kontolku ukhtii ukhtiiii,” alif menggeram-geram buas. Dirasakannya mulut ustazah lia mencaplok pelirnya, menghisap-hisapnya membuat rangsangan di tubuhnya terasa kian membabi buta. Di bawahnya ustazah raudah mendesah-desah, “Aliffff, pelannn, ahhh, teruss, lifff, lifffffffff, umi kelu…arrrrrrrrrrhhhh,” ustazah raudah meremas seprai kuat-kuat sampai awut-awutan. Kepalanya terangkat seiring tubuhnya yang melenting, alif meraih kepala itu dan melumat bibirnya dengan dahsyat. tangan ustazah raudah memeluk tubuh alif kuat-kuat sementara kuku jarinya mencengkram punggung alif, menggores-gores liar seiring deru nafasnya yang menahan desahannya keluar.
Alif sementara itu juga merasakan kedutan-kedutan di penisnya mulai mengerap. Kuluman di pelirnya membantu mempercepat orgasmenya. Kenikmatan dalam tubuhnya sudah mendesak di sana sini siap meledak. Membayangkan bibir seksi ustazah lia dia makin tak tahan hingga akhirnya, “Annnn…jinggggg,” dia menggeram,
“ustazahhhhhh, aku keluar, ahhhhhhhh, penisnya menusuk sekuatnya ke vagina ustazah lia yang kembali mendongakkan kepalanya dengan mulut menganga merasakan kenikmatan yang sudah hampir tak bisa dia tahan. Air liur menetes-netes dari sudut bibirnya, membasahi ranjang yang remuk redam oleh remasan tangannya.
Tak diduga alif, tangan ustazah lia mendorong selangkangannya dari bawah saat penisnya baru satu kali memuncratkan sperma. Creetttt, satu kali lagi muntahan spermanya membasahi bagian luar vagina ustazah raudah sementara gesekan tiba-tiba antara kulit penisnya dengan dinding memek ustazah raudah saat penisnya didorong ustazah lia keluar memberikan kenikmatan tersendiri.
Lalu secepat kilat ustazah lia mendorong kepalanya menindih memek ustazah raudah dan creetttt creettt cretttttttt, sperma alif kembali memancut mengenai muka ustazah lia dengan liar. Alif mendongakkan kepalanya merasakan kenikmatan yang melandanya. Di akhir pancutannya, ustazah lia membuka mulutnya dan memasukkan penis panjang besar itu ke dalam mulutnya.
“Akhhhh, ustazahkuuu,” Alif mendesah merasakan hisapan yang membuatnya makin terlena. Ketika ustazah menghisap penisnya, tubuh alif mengejang-ngejang dan penisnya memuncratkan sisa-sisa sperma yang masih tersimpan. Ustazah lia menelannya dengan lahap. Ketika penis itu akhirnya keluar dari mulut ustazah lia yang berbibir seksi, penis itu sudah bersih tapi berlumuran ludah ustazah lia.
Alif duduk mengangkang, nafasnya terengah-engah. Tubuh ustazah lia menggelosoh di ranjang. Kepalanya bertelekan pada pangkal paha Alif. Penis alif yang basah oleh liurnya menyentuh-nyentuh hidungnya. Tidak setegang tadi, tapi ukuran penis itu tetap saja membuatnya kagum. Ahh, bau yang khas, desahnya. Nafasnya masih terengah-engah. Alif dengan lembut membelai-belai kepala ustazah lia yang tertutup mukena.
Sementara itu, hp ustazah raudah berbunyi. Dengan malas-malasan, dengan memek masih berlumuran cairan kenikmatan Alif dan tubuh yang masih lemas, vaginanya juga masih terasa sedikit pegal menyimpan sisa kenikmatan yang tadi menerjangnya lewat sana, dia menggapai hpnya. Setelah membukanya, dia menunjukkannya pada Alif. Ngocoks.com
“Ukhti…” begitu bunyi sms itu. Di bawahnya ada nama pengirimnya: ustaz karim. Alif tersenyum. Ustazah Raudah tersenyum sambil mengirimkan balasan. Sementara di bawah, ustazah lia bangkit dengan wajah masih berlumuran sperma alif, sebagian turun ke bibir seksinya. Dengan buas dia mencaplok bibir alif yang membalasnya dengan penuh gairah.
Dihisapnya sperma yang tersisa di bibir seksi ustazah lia, asin. Dijilatnya spermanya yang membasahi wajah cantik ustazah mungil itu. Dalam posisi alif berselonjor seperti itu, ustazah lia merapatkan tubuhnya dengan posisi yang sama, kedua kakinya membelit pinggang alif sementara memeknya perlahan tapi pasti semakin mendekat ke penis alif.
Bersambung….