Namun di satu sisi aku merasa sangat terangsang. Mendengar desahan ayah mertuaku yang sedang bermasturbasi dengan membayangkan diriku, aku menjadi benar-benar tersanjung. Nafsuku kembali muncul, sehingga aku kembali bergegas ke kamar tidurku dan langsung berbaring di atasnya.
Jemari tanganku kembali menyelinap masuk ke dalam celah sempit vaginaku yang masih basah dan aku mulai mengocoknya sambil membayangkan penis ayah mertuaku mengaduk-aduk vagina sempitku.
Aku tutup mata dan mulai mendesah-desah. Masturbasi keduaku pun mulai mendekat, dan tak beberapa lama, aku kembali merasakan nikmat pada pangkal kakiku. Merasakan orgasme yang dahsyat itu membuat tubuhku menggeliat-geliat, hingga pada akhirnya aku merasa lemas, ngantuk dan tertidur pulas dengan pintu kamar yang masih terbuka lebar.
Biarkan saja pintu kamar tidurku itu menjadi saksi bisu tentang kemesuman yang bakal terjadi di rumah ini.
Tak lama, aku mengantuk.
Dan aku tertidur.
Dalam kondisi terlentang tanpa selembar pakaian pun
***
Sore itu, aku sedang menunggu kepulangan mas Budi, suamiku, dan aku benar-benar tak sabar untuk dapat segera bercinta dengannya.
Begitu ia pulang, tanpa basa-basi, aku segera mencium dan mengajaknya masuk ke kamar tidur. Kami berdua langsung bercinta habis-habisan. Berulang kali aku memejamkan mata setiap kali mas Budi menusukkan batang penisnya ke vaginaku. Sambil tersenyum-senyum aku membayangkan jika penis yang menusukku adalah penis Pak Bakri, penis besar ayah mertuaku.
Dengan membayangkan sosok ayah mertuaku, aku merasakan jika ia benar-benar nyata. Aku sama sekali lupa jika saat itu, lelaki yang meniduriku adalah suamiku sendiri.
“Kamu keliatannya sange banget dek malam ini…” Tanya suamiku keheranan.
Sebuah kalimat yang amat teramat susah buat aku jawab. Apa jadinya aku jika menjawab pertanyaan suamiku “Iya mas… adek sange karena tadi siang adek masturbasi didepan bapak…”
Aku hanya bisa mendesah-desah sambil memintanya untuk semakin mempercepat tusukannya. Hingga sebuah gelombang orgasme datang menggulung tubuhku untuk tenggelam bersamanya.
“Maaasss…. Terus mas… adek mau keluar… maaasssss….” Jeritku sambil terus meminta suamiku supaya semakin mempercepat sodokan penisnya.
Seumur hidupku, aku hampir sama sekali tak pernah merasakan kenikmatan orgasme sedahsyat itu.
“Baru membayangkannya saja, aku sudah orgasme sedahsyat ini…” Aku jadi merinding sendiri, membayangkan bagaimana nikmatnya jika persetubuhan yang aku lakukan saat ini adalah persetubuhan dengan ayah mertuaku.
“Aku mau keluar dek…” pekik suamiku yang ternyata belum orgasme.
Karena keasyikan menikmati lamunan dengan ayah mertuaku, aku benar-benar lupa, jika dalam persetubuhan ini, masih ada seseorang yang belum mendapatkan puncak kepuasannya.
Suamiku dengan susah payah mendaki gunung kenikmatan seorang diri.
“Oooouuuugghhtt… terus mas… terus…” desahku pura-pura.
“Aku keluarin di dalam ya dek….?”
“Iya mas… keluarin di memek adek aja…” jawabku sekenanya.
Entah apa yang terjadi dengan diriku saat ini.
Setelah aku orgasme karena membayangkan persetubuhan dengan penis besar pak Bakri, aku menjadi sama sekali kurang tertarik lagi untuk melakukan persetubuhan dengan suamiku. Yang walau aku cukup menikmatinya, aku menjadi kurang bernafsu akan penis kecil suamiku.
Hingga akhirnya, kami berdua sama-sama kelelahan dan ketiduran dalam kondisi tubuh bergelimang keringat.
***
Pagi telah tiba, dan kesibukan aktifitas sudah kembali seperti hari-hari biasanya. Namun ada satu hal yang sedikit beda dari hari-hari sebelumnya. Yaitu, aku yang sekarang merasa agak malu ketika menghadapi pak Bakri.
Tahu jika beliau melihatku kearahku saja, aku sudah merasa belingsatan. Dadaku mendadak berdetak lebih cepat dan nafasku mendadak sesak, seperti orang yang terkena sakit asma. Cara pandang pak Bakri kali ini benar-benar beda dari biasanya, agak aneh. Aku merasa, aku harus menghidar darinya untuk beberapa saat ini.
Namun, tak selamanya aku bisa menghidar dari ayah mertuaku, mengingat jika selama ini aku masih tinggal bersama di rumah ini. karena setelah mas Budi dan bu Murni pergi bekerja, mau tak mau, kamipun berduaan lagi di dalam rumah.
Waktu itu pak Bakri menonton TV dan aku harus melakukan pekerjaan rumah tangga.
Pagi itu, entah kenapa, aku merasa suasana yang terjadi diantara kami begitu canggung. Ini tak boleh terjadi, aku harus bisa memecahkan suasana yang dingin ini.
“Pak… Bapak mau saya buatkan teh…?” tanyaku sopan.
“Hmmm… boleh deh nduk….” Jawab ayah mertuaku.
Mendengar jawaban pak Bakri, aku segera kedapur dan membuatkannya segelas teh. Dan setelah minuman teh itu jadi, aku segera menyajikannya padanya.
Entah karena takut, sungkan, penasaran atau sudah gila, mendadak, niat isengku muncul lagi. Tiba-tiba aku ingin memamerkan tubuhku lagi kepada pak Bakri. Dan sebuah ide terbersit dikepalaku.Jika biasanya aku membuat teh, di dapur, kali ini aku ingin membuatkan teh untuk beliau tepat didepan mukanya.
Segera saja aku siapkan secangkir air panas, teh celup, gula dan sendok kecil yang aku susun diatas nampan. Setelah itu, aku menuju ruang tengah untuk membuatkan secangkir teh untuk ayah mertuaku.
“Pak ini tehnya…” ucapku sambil meletakkan secangkir air panas itu di hadapannya. Aku sengaja memilih posisi berdiri di depan TV, sehingga mau tak mau, pak Bakri melihat diriku.
“Tehnya dicelup dulu ya pak….” Ucapku lagi sambil mencelupkan kantong teh ke dalam cangkir yang berisi air panas itu.
Dikarenakan posisi meja ruang tengah yang cukup rendah, aku harus membungkuk guna bisa agak nyaman mencelupkan kantong teh ke dalam cangkir. Sekaligus memamerkan daging payudaraku yang tersembunyi di dalam dasterku dari celah leher daster.
Aku tahu jika celah leher daster yang rendah ini dapat memberikan penampakan payudaraku dengan begitu jelas, oleh karenanya aku sengaja berlama-lama berdiri dalam posisi membungkuk seperti ini.
“Gulanya berapa sendok ya pak…? Saya lupa…” tanyaku lirih, sambil melirik genit kearah pak Bakri.
“Sa… satu sendok….” Ucapnya terbata-bata. Pak Bakri mendadak mengalihkan pandangan kearah TV ketika aku bertanya. Padahal aku tahu, jika sedari tadi,beliau sedang asyik-asyiknya menatap goyangan payudara menantunya.
Kembali aku tinggal di posisi membungkuk seperti itu selama lebih dari waktu yang dibutuhkan, dan sekilas aku melihat mata ayah mertuaku kembali menatap paudaraku yang masih menggelantung di dalam dasterku.
Dan kejadian lucu terjadi.
Saat ayah mertuaku mengangkat cangkir tee, tangannya gemetar dan napasnya menjadi lebih cepat.
“Kenapa pak….?” Tanyaku pelan.
“Ennggaa… Enggak kenapa-napa kok…” jawabnya sambil cepat-cepat menyeruput teh yang masih mengepulkan asal putih.
“Wuha,,, fuuuhhh…fuhhh… ternyata tehnya masih panas nduk…” tambahnya lagi.
“Hati-hati pak…” saranku sambil tersenyum.
Melihat pak Bakri yang kikuk seperti itu, aku menjadi merasa yakin, jika saat ini, pikirannya sudah mulai teracuni kembali oleh imajinasi liarnya tentang diriku. Karena ketika melihat kearah sarung yang selalu ia kenakan ketika dirumah, aku melihat ada sebuah benda yang mencuat dari tengah selangkangannya.
“ASTAGA… pak Bakri sama sekali tak mengenakan CD di dalam sarungnya…” kagetku dalam hati.
Tiba-tiba aku merasa sangat canggung dan aku segera pamit lalu bergegas ke kamarku. Setelah beberapa saat, aku mendengar ayah mertuaku beranjak dari ruang tengah dan pergi dengan buru-buru kearah kamar tidurnya.
“Dia pasti sedang sange-sangenya…” ujarku dalam hati.
Melihatnya gelisah karena nafsu, semangatku untuk mendapatkan cinta ayah mertuaku pun semakin menjadi-jadi. Karena, segera saja sebuah ide, kembali muncul dalam pikiran jorokku.
“Aku ingin pak Bakri mengintipku ketika aku mandi…” itu ide cemerlangku hari ini.
Cepat-cepat, aku segera ke dalam kamar, mengambil handuk dan segera berjalan ke arah kamar mandi yang ada di dekat dapur. Dan ketika aku lewat di depan kamar tidur ayah mertuaku, dengan sengaja aku mengetuk pintu kamarnya.
“Pak… saya mau mandi dulu…kalo butuh apa-apa tinggal bilang saja… “ kataku pelan dari balik pintu kamar tidur ayah mertuaku.
Entah keberanian darimana, aku berkata seperti itu. Karena perbuatan barusan sama sekali tak pernah aku lakukan selama ini.
Rumah kami, hanyalah rumah kecil yang hanya memiliki dua kamar mandi. Satu kamar mandi utama yang ada di dalam kamar tidur pak Bakri, dan satu kamar mandi umum yang ada di dekat dapur. Kamar mandi di rumah ini, semua menggunakan pintu yang memiliki gagang kenop pintu model kuno. Gagang kenop yang memiliki lubang kunci dibagian bawahnya.
Biasanya, aku menggantungkan salah satu pakaian di gagang kenop pintu tersebut guna mencegah orang lain mengintip. Namun kali ini, aku sengaja tak meletakkan apapun pada gagang kenop pintu itu supaya pak Bakri bisa mengintip tubuh telanjangku ketika mandi dari luar.
Supaya beliau tahu jika aku sudah berada di dalam kamar mandi, aku dengan sengaja sedikit membanting pintu kamar mandi. Cepat-cepat aku melepas semua pakaian yang ada di tubuhku dan bersiap-siap untuk melakukan pameran tubuh telanjangku padanya.
Sementara aku melucuti semua pakaian, berulang kali aku melirik ke arah lubang kunci yang ada di pintu kamar mandi, untuk memastikan apakah pak Bakri sedang menonton. Penantian ini membuat tubuhku menjadi panas dingin.
Putting payudaraku langsung mengeras dan lendir vaginaku mulai merembes. Nafsu birahiku pun mulai datang, tubuhku mulai merinding dan detak jantungku mulai berdetak dengan kencang.
Kucubit putting payudaraku dan kuremas daging 36Dku keras-keras. Aku mengerang keras keenakan merasakan sensasi geli yang mendadak timbul seiring remasan tanganku ke payudaraku. Tak tinggal diam, dengan tangan kananku, aku meraba vaginaku yang sudah benar-benar basah. Menggelitik klitorisku dan mulai memasukkan jari tengahku kedalam celah kenikmatanku.
Kali ini aku tak langsung mandi, melainkan bermain-main dengan aurat tubuhku terlebih dahulu. Sampai beberapa saat kemudian, dari bawah pintu kamar mandi, aku melihat ada bayangan mondar-mandir di depan pintu kamar mandi. Hingga pada akhirnya, bayangan itu sekarang tak bergerak, berada tepat di depan pintu kamar mandi. Aku kembali melihat ke arah lubang kunci dan, YUP.
Aku bisa memastikan jika pak Bakri sedang mengawasiku dari situ.
Dan aku tahu apa artinya, inilah saatnya pertunjukanku dimulai.
Dengan punggung yang menghadap ke arah lubang kunci, aku sengaja melebarkan kedua kakiku. Hal pertama yang akan aku pamerkan kali ini adalah, pantat bulatku. Pantat indah yang cukup lebar, yang selalu membuat banyak lelaki melirik ketika aku berjalan, dan aku bangga karenanya.
Kulebarkan kedua kakiku, membuat pipi pantatku terlihat menonjol. Perlahan, sambil menyenandungkan sebuah lagu, aku geleng-gelengkan bongkahan pantatku dan kemudian aku meraba serta meremas daging bulat yang ada di balakang tubuhku ini.
Dari bayangan yang ada di bawah pintu kamar mandi, aku tahu jika pak Bakri saat ini masih mengintip. Dan hal itu membuatku semakin bernafsu.
Aku lalu membungkuk dan membuka celah pantatku lebih lebar lagi. Aku sengaja menarik pipi pantatku kekanan dan kekiri, guna mempertontonkan celah kenikmatanku yang sudah benar-benar membecek. Merasa pertunjukkan tubuh telanjangku sudah terlalu lama, aku memutuskan untuk segera mandi.
Aku guyurkan air dingin melaui shower yang menggantung di atas kepala, dan mengusap kulit putih mulusku. Aku mengambil sabun dan mulai kululurkan ke sekujur tubuhku. Dari posisi yang memunggungi lubang kunci, sekarang aku memutar tubuh ke samping dan mulai menggosokkan sabun pada payudaraku.
Aku sengaja menggosok payudara dengan posisi menunduk, supaya pak Bakri bisa melihat, betapa indahnya daging yang menggelantung di dapan dadaku ini. Setelah itu, aku kembali memutar tubuhku dan bersandar pada dinding kamar mandi. Kali ini posisiku berdiri, tepat berhadap-hadapan dengan arah lubang kunci.
“Ooouuugghh….Ssshhh…..” desahku ketika aku berulang kali mengusap dan meremas payudaraku sembari mandi.
Dengan kedua tangan, aku tangkap daging besar payudaraku dan mulai memijit mereka bersama-sama. Putting merah mudaku yang mengeras pun seolah tak mau ketinggalan, mereka sepertinya ingin dipertontonkan juga.
Aku pilin kedua putting payudaraku dan kembali mendesah…
“Ooouuughh.. Pak Bakri… kenapa kau selalu menggodaku…? Daging besar yang menonjol di selangkanganmu… Mendadak membuatku terangsang…” bisikku lirih sambil terus menilin putting payudaraku.
“Pasti kontolmu jauh lebih besar daripada kontol mas Budi… pasti bu Marni selalu ketagihan merasakan sodokan kontol panjangmu…” desahku lagi sembari mulai menyentil-nyentil daging klitorisku.
“Ouuugghhh… Pak Bakri… andai kau adalah suamiku… aku akan selalu memintamu untuk meniduriku setiap saat… Entotin aku pak Bakri… ENOTin menantumu ini…”
Melakukan adegan menggairahkan seperti ini, aku merasa tubuhku menjadi begitu panas. Dengan satu tangan, aku dorong payudaraku ke atas dan mencoba untuk menghisap salah satu putingku. Tanpa kesusahan, lidahku mulai menyentuh puting dan menggoda mereka dengan menggerak-gerakkan lidahku.
Aku lalu membalikkan tubuhku kembali, membelakangi lubang kunci dan memamerkan kebulatan pantatku. Lagi-lagi, aku membungkukkan tubuhku dan melebarkan kakiku jauh-jauh.
Aku ingin memperlihatkan kepada pak Bakri, sebecek apa vaginaku saat ini. Jari yang semula hanya mengais-ngais klitorisku, sekarang sudah mulai mengobok-obok dengan gencarnya. Tidak hanya satu jari, melainkan 2 jari.
Keluar masuk, keluar masuk, keluar dan masuk dengan lincahnya.
“Oooouughh… pak Bakri… entotin menantumu ini…” ucapku lagi dengan nada yang agak lebih keras.
Entah darimana aku mendapat ide untuk melontarkan kalimat-kalimat mesum itu, yang jelas, aku semakin terangsang dan bersemangat ketika melakukannya.
Walau aku tak tahu apakah kalimat-kalimat mesum barusan bisa terdengar oleh pak Bakri yang sedang mengintip dari lubang kunci, tapi aku yakin jika beliau mampu melihat nafsu gerak tubuh telanjangku. Saat ini, ayah mertuaku pasti sangat menginginkanku.
Dan pastinya, aku juga sangat menginginkan dirinya.
Kutusukkan jari tanganku lebih dalam lagi, dan kukencangkan desahan eranganku.
Dari gerak-gerik bayangan yang ada di balik pintu, aku bisa tahu jika saat ini, ayah mertuaku sangat terangsang. Dan dengan membayangkan yang ia lakukan dibalik pintu, membuatku semakin bersemangat untuk mempertontonkan adegan mesumku kepada beliau.
“Masa bodoh pak Bakri akan menganggapku seperti apa… Yang jelas… Aku sama sekali tidak rugi untuk mempertontonkan kemesumanku padanya…” batinku.
Merasa sedikit capek karena melakukan masturbasi sambil berdiri, aku memutuskan untuk berbaring di lantai kamar mandi dengan vagina yang mengarah frontal ke lubang kunci. Kulebarkan kaki jenjangku dan kuberikan pandangan organ intimku yang sedang aku hajar dengan jemariku pada pak Bakri.
Aku angkat salah satu kakiku ke udara dan berusaha membuat posisi yang lebih menantang. Dan dalam posisi itu aku mendorong jari-jemariku lebih gencar lagi, dan berusaha menunjukkan pada ayah mertuaku jika aku adalah wanita yang benar-benar cabul. Hingga beberapa saat kemudian, aku merasakan kehangatan yang muncul dari dalam rahimku.
Aku akan orgasme…
“Ooohhhh… oooohhh… ohhhhsss…. Pak Bakri…. Aku mau keluar pakk… menantumu akan keluar….” Teriakku lantang. Kali ini, tanpa rasa malu sedikitpun aku sengaja meneriakkan namanya.
Tubuhku bergetar tak karuan, sensasi gelijang kenikmatan itu membuat tubuhku mendadak lemas tak berdaya. Empotan daging vaginaku terasa begitu kencang, mengigit jemari tanganku yang masih menggosok dan mengobel lirih celah kenikmatanku.
“Ooohhh.. pak Bakri…” teriakku lagi.
Nafasku terasa begitu pendek, aku terengah-engah sambil sejenak istirahat, menggeletakkan badanku di dinginnya lantai kamar mandi.
Orgasme kali ini terasa begitu dahsyat, begitu nikmat.
Untuk beberapa saat, aku coba mengatur nafas, dan sedikit melirik ke arah lubang kunci di pintu kamar mandiku. Ayah mertuaku masih setia mengintipku dari situ. Namun, tunggu sebentar. Ketika aku melihat celah yang ada di bawah pintu kamar mandi, sepertinya aku menemukan ada sedikit hal yang janggal.
Aku melihat, ada tetesan lendir kental berwarna bening yang menetes turun dari balik pintu kamar mandi. Dan setelah sedikit aku perhatikan, ternyata lendir itu adalah.
“AASSSSTTAAAGAAA…”
Aku bisa memastikan jika lendir kental itu adalah sperma. Pak Bakri pasti beronani dari balik pintu kamar mandi. Ayah mertuaku pasti sangat terangsang dan membayangkan kenikmatan yang ia peroleh jika bersetubuh denganku.
Mendadak, aku ingin sekali menyentuh tetesan sperma yang menetes di balik pintu kamar mandiku. Aku ingin mengendus aroma sperma dari lelaki yang selalu aku bayangkan. Aku ingin merasakan bagaimana rasa dan teksturnya ketika sperma itu berada di dalam mulutku. Aku ingin merasakannya.
Tiba-tiba, aku memutuskan untuk menangkap basah ayah mertuaku.
Aku ingin dia tahu jika sedari awal aku sadar akan kehadirannya di luar kamar mandi. Jadi aku sengaja mengambil keran shower, dan menyemprotkannya keras-keras ke arah lubang kunci kamar mandi.
Dan benar, sepertinya semburan air dari keran shower itu mengenai tubuhnya. Karena beberapa saat kemudian, aku melihat bayangan yang ada di balik pintu kamar mandi ini bergerak mundur dan terdengar suara pantat terduduk mirip suara orang terjengkang.
Lalu dengan buru-buru, aku selesaikan mandiku yang tertunda, membungkus tubuh basahku dengan handuk dan langsung membuka pintu untuk keluar.
Seterbukanya pintu kamar mandi, aku tak melihat pak Bakri disitu.
“Cepat sekali perginya bapak tua itu…” batinku dalam hati.
Alih-alih mendapati ayah mertuaku di balik pintu, aku malah mendapati aroma aneh yang sangat aku kenal. Aroma lendir lelaki yang berasal dari pintu kamar mandi. Ngocoks.com
Dari luar pintu kamar mandi, aku dapat melihat dengan jelas. Tetesan lendir kental berwarna keputihan yang masih terlihat begitu segar. Aku berjongkok dan memperhatikan dengan seksama gumpalan lendir itu. Dan dengan ujung jari telunjukku, aku usap lendir yang menempel lengket di pintu kamar mandi itu. Kuendus pelan ujung jariku, dan mencoba meresapi aroma aneh itu.
“Ini pasti sperma pak Bakri….”
“Pak Bakri pasti baru saja masturbasi disini….”
“Dan Pak Bakri pasti membayangkan diriku ketika ia bermasturbasi…”
Aneh, tiba-tiba aku merasa tersanjung. Aku merasa bangga akan diriku.
Kembali aku cium lendir kental yang ada di ujung jemariku, kuhirup dalam-dalam sperma ayah mertuaku dan lalu, menjilatnya.
“Rasanya asin….” Seumur hidupku, aku baru tahu jika rasa sperma adalah asin.
Karena masih merasa penasaran, aku kembali mengusap lendir yang masih menempel di pintu kamar mandi dan lalu memasukkan ujung jari yang berlumuran sperma ayah mertuaku itu ke dalam mulutku. Seolah kesetanan, berulang kali aku mengusap dan menjilat lendir ayah mertuaku, hingga hampir semua lendir itu bersih dari pintu kamar mandi.
“Aku merasa kurang puas… aku butuh sperma lelaki idamanku…” ucapku dalam hati sambil buru-buru meninggalkan kamar mandi.
Kembali, aku melihat ke sekeliling kamar mandi dan dapur, namun aku tak juga menemukan sosok ayah mertuaku.Ternyata,setelah aku akan berjalan menuju kamar tidurku, aku mendapati pak Bakri sedang duduk di ruang tengah sambil mengelap leher bajunya yang basah.
Bersambung…