Aneh, kenapa setelah aku puas bermasturbasi dengan membayangkan ayah mertuaku, aku selalu merasa kikuk dan canggung? Seolah ada perasaan bersalah setiap kali aku harus memandang ataupun bertegur sapa dengannya?
Tapi, jangan panggil namaku Fara jika aku harus mengalah pada situasi kikuk seperti ini.
“Kerah baju bapak kenapa? Kok basah gitu…?” Tanyaku dengan berani sambil berjalan mendekat kearahnya.
Pak Bakri tampak terkejut mendengar pertanyaanku, tapi kemudian ia tersenyum ke arahku sambil berkata “I..iya tadi kecipratan air…”
“Air apa…? Kok bisa kecipratan air…?”
“Tadi habis kena semprot seseorang dari kamar mandi….” Jawabnya santai sambil menatap tubuhku yang masih basah kuyup karena air mandi.
“ Loh…Memangnya bapak tadi ada di dekat kamar mandi?”
“Nggak juga sih…. “
“Lah terus kok bisa basah pak…?”
“Iya.. Tadi bapak butuh sesuatu dan bapak ingin memanggil kamu… Tapi karena kamu masih mandi, bapak tungguin aja… Tapi kok setelah bapak tunggu-tunggu, kamu nggak selesai-selesai mandinya… ”
“Iya pak… saya sedang menggosok badan… biar bersih pak… maklum abis berkeringat…”
“Pantesan lama… tapi tadi kok tadi sepertinya kamu merintih-rintih di dalam kamar mandi, apa kamu kesakitan…? Apa kamu terjatuh…?”
DEG…
Ternyata desahan nafasku tadi, dapat terdengar oleh beliau, dan mendadak, mukaku langsung terasa panas.
“Ohh enggak pak… itu saya sedaaang…“ aku tak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba otakku tak dapat aku gunakan untuk memikirkan jawabannya.
“Nggak apa-apa kok… Bapak sudah tahu… Lagian bapak juga sudah puas…”
“Puas…puas kenapa pak?”
Pak Bakri tak menjawab pertanyaanku, ia hanya tersenyum sambil meneruskan membersihkan cipratan air yang membasahi leher bajunya.
“Yaudah… kamu buruan pake baju gih… handuknya khan masih basah, ntar kalo nggak buru-buru ganti, kamu bisa masuk angin loh…” ucapnya santai sembari kembali menatapku sambil tersenyum.
Untuk pertama kalinya, aku dapat melihat secara langsung kearah mata ayah mertuaku. Dan dari perhatiannya, aku merasa jika dadaku seolah mau meledak karena gembira. Mendengar perhatiannya barusan, aku merasa seperti baru saja ditembak oleh panah asmara. Senang, bangga, bingung, malu, semua emosi bercampur menjadi satu.
Sejenak, kami berdua saling bertatapan pandang. Kami sama-sama malu, dan kami sama-sama mau.
“Saya ganti baju dulu ya pak…” ucapku pamit dan memutar tubuhku ke arah kamar tidurku.
Namun, ketika aku mulai melangkahkan kakiku, tiba-tiba pak Bakri langsung memegang ujung bawah handuk mandiku dan menariknya dengan paksa.
“Oouuuww…. bapak… jangan ditarik, ntar handuk saya lepas….” ucapku genit.
Alih-alih menjawab pertanyaanku, pak Bakri hanya tersenyum simpul. “Toh aku sudah melihat isinya…” ucapnya singkat. “Dan itu yang membuatku susah melupakanmu nduk….”
Mendengar kalimatnya barusan, aku kembali terbang ke awang-awang, saking senangnya.
“Kamu cantik nduk….” kata ayah mertuaku “Dan akan lebih cantik lagi jika kau mendekat kesini tanpa selembar pakaian pun…” tambahnya lagi, sambil kembali menarik handuk mandiku dengan cepat.
ASTAGA….
Handuk kecil yang menutup tubuhku langsung terlepas, dan seketika aku kembali telanjang. Telanjang di depan mata ayah mertuaku. Telanjang di depan mata ayah suamiku. Telanjang di depan mata lelaki lain.
“Nggak usah malu nduk…. bapak tahu kok jika kita saling menginginkan hal ini terjadi…” ucap pak Bakri dengan nada pelan. Melihat ketelanjanganku, beliau hanya tersenyum tenang dan memintaku mendekat kearahnya duduk.
Dengan tubuh telanjang bulat, aku berjalan menuju ayah mertuaku berada.
“Tunjukan kenakalanmu nduk…” pinta ayah mertuaku “Bapak tahu, jika sebenarnya kamu adalah wanita yang sangat nakal… Wanita nakal yang sangat bapak inginkan…”
Malu tapi mau, sungkan tapi pengen, itulah perasaan yang aku alami ketika mendengar kalimat permintaan dari ayah mertuaku.
Namun, PERSETAN, aku sudah sangat terangsang, aku sudah tak peduli dengan image seorang istri setia. Yang jelas, saat ini, aku ingin segera ditiduri pak Bakri, ayah mertuaku. Aku ingin mengarungi kenikmatan birahi bersama ayah suamiku. Aku ingin memiliki suami ibu mertuaku seorang diri.
Terlebih lagi, ketika aku melihat ayah mertuaku kembali mengelus-elus tonjolan sarung yang ada di depan selangkangan beliau yang sudah menjulang tinggi, aku langsung membayangkan batang kejantanannya.
“Belum juga beberapa waktu tadi penis itu baru saja orgasme namun sekarang sudah mengacung tinggi lagi….” Heranku
“Pasti penis pak Bakri bukan penis biasa….”
“Pasti penis itu mampu menggaruk kegatalan liang vaginaku….”
“Pasti penis itu dapat selalu memuaskankan dahaga birahiku….”
Merasa nafsuku yang sudah berada di ubun-ubun, sedikit demi sedikit aku mulai menghilangkan rasa malu dan sungkan yang ada di dalam diriku. Sedikit demi sedikit, aku mulai memberanikan diri lagi untuk memamerkan tubuh telanjangku di depan ayah mertuaku. Dan sedikit demi sedikit, aku mulai memerintahkan alam bawah sadarku supaya membuatku merasa menjadi pelacur pribadinya.
“Sini nduk… duduk di samping bapak…” pinta pak Bakri sambil melambaikan tangannya kearahku.
Aku mengangguk dan mulai berjalan mendekat. Sambil berjalan pelan, kutangkap pipi pantatku dan mulai kuremas gemas. Kugoyangkan pinggulku dengan genit sembari berjalan mendekat.
ASTAGA…
Melakukan gerakan-gerakan erotis secara langsung di hadapan ayah mertuaku, aku seolah merasakan sensasi birahi yang sangat menggebu. Rasanya begitu indah, begitu menantang, dan begitu menggairahkan. Aku sebenarnya tahu, jika apa yang sedang kulakukan saat ini adalah sebuah perbuatan dosa, sebuah dosa yang akan membawa kenikmatan bagi diriku, dan ayah mertuaku.
Dan ketika aku sudah mendekat ke arah tempat pak Bakri duduk, aku tak langsung duduk disampingnya, melainkan memutar tubuhku dan membelakanginya.
Aku tiba-tiba ingin menunjukkan organ terpenting dari tubuh wanita kepada ayah mertuaku. Aku ingin menunjukkan celah kenikmatanku yang sudah sangat membasah kepada beliau. Aku ingin pak Bakri menangkap dan menusuk vaginaku dengan penis besarnya dari belakang lalu menumpahkan sperma panasnya di dalam rahimku.
“Jembut kamu lucu nduk… hitam dan tebal sekali…” puji pak Bakri “Sibakkan pantatmu lagi donk… bapak pengen lihat liang memekmu…” pintanya lagi.
Seolah mendapat hypnotis, entah kenapa aku menarik lebar-lebar pipi pantatku kesamping.
“Woooww…. Memek kamu sudah benar-benar basah ya nduk…?” Tanya pak Bakri sambil memiringkan kepalanya, berusaha melihat liang kewanitaannku dengan lebih jelas lagi.
“I…iya pak…. Sudah sangat basah….”
“Kamu benar-benar wanita nakal nduk…”
“Tapi bapak suka khan…?”
Kembali, aku raba dan remas pantat bulatku tepat di depan ayah mertuaku duduk, berusaha menggodanya sambil terus menggoyang-goyangkan pinggulku. Dengan jelas, aku berlagak seperti seorang pelacur yang sedang memberikan undangan gratis kepada lelaki lain untuk dapat meniduriku. Yang yang pasti, saat ini aku benar-benar ingin mendapatkan entotan dari ayah mertuaku.
“Entotin aku pak… entotin menantu binalmu ini….” ucapku membatin sembari bergoyang erotis. Aku seperti cacing yang kepanasan.
Sekarang, karena nafsuku sudah tak tertahankan lagi, aku menjadi buta akan rasa malu ataupun sungkan. Sekarang, aku berani untuk mengulum puting payudaraku, aku berani untuk menyentil klitorisku, dan aku berani untuk mengobel liang vaginaku. Sekarang, aku melakukan masturbasi di depan mata ayah mertuaku.
“Oooggghh… ooouugghhhh… sshhhh….” desahku pelan sambil menggelinjang-gelinjang keenakan. Kutusuk vagina basahku dengan jemari-jemari tanganku, kukobel klitorisku, dan kupilin-pilin putting payudaraku berulang-ulang. Semakin lama semakin enak, enak dan enak. Hingga pada akhirnya, gelombang hangat itu kembali aku rasakan.
“Ooouuuugggggghhhhhhh…. Paaaakkk… Fara keluar….” Desahku spontan.
Tubuhku menggigil merasakan gelombang orgasme yang segera aku rasakan ini. Orgasme special yang aku dapatkan hanya dari bermasturbasi di hadapan lelaki yang bukan suamiku. Orgasme special yang aku peroleh hanya karena mendapat tatapan mata lelaki lain. Orgasme special yang aku rasakan hanya karena imajinasiku dengan pak Bakri, ayah mertuaku.
Gelijang nikmat, tak mampu aku tahan lagi. Otot tubuhku mengejang, lututku melemas, dan pandangan mataku mengabur. Aku tak sanggup lagi berdiri dihadapan ayah mertuaku, aku harus menyandarkan tubuhku.
Dengan sisa-sisa tenaga dan vagina yang masih berdenyut hebat,, aku bergegas ke kamar tidurku dan merebahkan tubuhku disana. Aku berbaring dengan kondisi tubuh telanjang dan mencoba mengatur nafas.
Sambil merasakan denyut-denyut kenikmatan di vaginaku yang tak kunjung berhenti. Perlahan, aku merasa tubuhku menjadi terasa begitu ringan, seringan kapas. Saking ringannya, hingga terasa melayang ke udara.
***
Terlelap. Aku tertidur.
Aku tak tahu, sudah berapa lama aku tertidur seperti ini. Kubuka mataku perlahan, kutatap pintu kamar tidurku yang masih terbuka lebar. Aku tidur dalam posisi miring, meringkuk dengan posisi udang. Yang jelas, ketika aku terbangun, aku merasa ada sesosok lelaki yang juga ikut tidur di belakang tubuhku.
‘Ooooohh…. TUHAN….!!! Apakah dia pak Bakri…?” batinku mempertanyakan sosok lelaki yang ada di belakang tubuh telanjangku.
Kuhirup nafas dalam-dalam dan mencoba mengendus aroma lelaki yang tidur dikamar ini. Dan dari aroma khas ini aku yakin jika,
“Astaga…. dia benar-benar ayah mertuaku…”
Entah karena gengsi atau malu, yang jelas aku tak berani menunjukkan kepada pak Bakri jika saat itu aku sudah benar-benar terjaga. Jadi satu hal yang bisa aku lakukan saat itu adalah, hanyalah berpura-pura tidur.
Tiba-tiba, sebuah tangan menyentuh pantatku. Sentuhan itu sangat ringan seolah-olah dia juga takut jika aku akan terbangun. Dari sentuhan perlahan berubah menjadi rabaan, dan dari rabaan perlahan berubah menjadi remasan. Pelan tapi pasti, ayah mertuaku mulai mempermainkan tubuh telanjangku.
Awalnya pak Bakri hanya mengusap pantat, mengelus paha, meraba pinggang hingga pada akhirnya, tangan mesum ayah mertuaku mulai meremas-remas daging bulat pantatku. Mendapat perlakuan tak senonoh dari lelaki yang sering aku bayangkan, gairahku mulai merasuk dan aku merasakan sesuatu yang mulai menghangat di celah kewanitaanku.
Lendir waginaku seolah tak pernah ada habisnya, ia akan selalu keluar setiap kali aku merasakan gelombang birahi sekecil apapun.
Dengan terus berpura-pura tidur, secara inisiatif aku mencoba untuk membalas godaan ayah mertuaku dan menggerakkan tubuhku seolah merasa agak terbangun. Bukannya aku membuka mata dan menegur ketidak sopanan ayah mertuaku yang saat itu sedang meraba-raba tubuhku, aku malah berpura-pura tidur lagi.
Namun bedanya, aku mulai berani mendorong pinggulku kebelakang, sengaja menyajikan pantat bulatku ketangan ayah mertua kesayanganku itu.
Tahu alam bawah sadarku merespon tangan mesum ayah mertuaku, tak beberapa lama, aku mendengar gemerisik pakaian dan yang aku tahu, kasur tempat tidurku sedikit berguncang. Aku yakin jika saat itu pak Bakri sedang melepas semua pakaian yang menempel di tubuhnya.
Dan setelah telanjang bulat, kembali ia memposisikan tubuhnya searah denganku serta meletakkan tangan mesumnya di pantatku sambil berbisik pelan,
“Ohhhh Fara! Mengapa kamu menggoda bapak seperti ini nduk? Mengapa kamu tidak meminta bapak secara langsung….Apakah kamu ingin jika bapak yang mengambil langkah pertama..?” ucap ayah mertuaku lirih.
“Kalo memang itu yang kamu mau, OK nduk…. Ok… Bapak disini sekarang!… Bapak sudah siap melayani semua kebinalanmu…” tambahnya sambil terus mengusap dan meremas pantat bulatku.
Mendapat perlakuan mesum seperti itu, aku sudah pasti tak akan mampu menahan birahiku. Nafasku mulai memburu dan detak jantungku berdetak semakin cepat.
“Fara…! Fara Sayang…! Ya Tuhan… Tubuhmu begitu indah nduk… Tubuhmu begitu menggoda… Jika seandainya Budi bukan anakku, bapak rela nduk memperebutkan dirimu dengannya…. Bapak rela nduk menukar hidup bapak demi bisa mendapatkan kenikmatan dari tubuhmu… Bapak rela…”
WOW…
Mendengar kalimat dari ayah mertuaku, apa yang bisa aku katakan untuk ini? Aku merasa benar-benar tersanjung. Aku merasa benar-benar senang. Namun karena saat itu aku masih dalam kondisi berpura-pura tertidur, aku merasa tidak berani bangun.
Tiba-tiba, tangan mesum ayah mertuaku yang semula meremas-remas bongkahan pantat bulatku pindah, naik kearah pinggang, lengan dan akhirnya berhenti di samping payudaraku.
“Oooohhhh….” Rasanya begitu berbeda.
Pak Bakri kemudian meraba pelan daging payudara sebelah kananku. Dan dengan perlahan, beliau mulai meraba, mengusap dan meremasnya.
“Ohhh Tuhaaannn….!” Merasakan perlakuan mesum ayah mertuaku, aku seperti merasa berada dipenjara. Aku bisa merasakan nikmat sentuhannya tetapi tidak bisa bereaksi lebih banyak.
ANEH
Melihat tubuhku yang masih terdiam, Ayah mertuaku semakin berani melakukan aksi mesumnya. Beliau dengan sengaja memajukan tubuh telanjangnya dan menempelkannya ke tubuh telanjangku dari belakang.
ASTAGA
Aku bisa merasakan, batang panas yang sangat panjang menempel diantara celah pantatku. Batang yang aku tahu pasti sedang berusaha menunjukkan kebesaran dan kekokohannya pada diriku.Pasti ayah mertuaku saat ini sudah sangat terangsang. Terbukti dari batang penisnya yang sudah terasa begitu keras mendorong daging pantatku.
“Batang berkedut pak Bakri mertuaku sudah ada di dekat celah kenikmatanku….”
“Sepertinya batang berurat ayah mertuaku sudah siap untuk menjajah lubang kewanitaanku…”
“Sebentar lagi, batang panjang ayah suamiku pasti bakal memuaskan vagina milik istri anaknya…”
Tiba-tiba aku merasa serba salah.
Disatu sisi, aku yang masih berpura-pura tidur dan sama sekali tak berani membuka mata, namun disisi lainnya, aku sangat mengingikan untuk dapat menanggapi semua kemesuman ayah mertuaku.
“Fara…. Tubuhmu seksi sekali nduk… Bapak benar-benar tak bisa menahan nafsu…” bisik lirih ayah mertuaku ke telinga kananku “Bapak benar-benar ingin menikmatin tubuh indahmu ini…” tambahnya lagi.
Aku tetap terdiam. Tetap berpura-pura tidur.
Tiba-tiba, aku merasakan tangan mesum ayah mertuaku menulungkupkan jemarinya dipayudara kananku. Meraba, meremas dan memilin putting payudaraku dengan gemas. Garusan dan usapan kulit tangan kasarnya di kulit payudaraku, membuat bulu kudukku merinding.
“Ooouuuhhhh….” Desah nafasku tertahan. Remasan tangan ayah mertuaku terasa begitu nikmat. Walau Mas Budi, suamiku sering sekali meremas dan memilin putingku, tapi entah kenapa rasanya sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh ayah kandungnya ini.
Pak Bakri, ayah mertuaku, terus meremas payudaraku dengan perlahan.
“Tetekmu benar-benar besar nduk… Sampai tak muat tanganku meremas daging bulatmu ini…” ucap ayah mertuaku sambil sesekali mengecup lengan dan bahuku.
Perlahan, remasan tangan ayah mertuaku dipayudara kananku semakin kuat. Sepertinya ia sengaja ingin membuatku terbangun. Namun. Entah kenapa, walau sudah jelas beliau mengajakku untuk melakukan perzinahan, aku masih benar-benar malu dan takut.
Walau aku masih berbohong dengan berpura-pura tidur, tubuhku seolah mengkhianatiku. Wajahku mulai bersemu merah, nafasku mulai menderu, payudaraku mulai mengeras, puttingku mulai mencuat, dan vaginaku semakin membasah. Semua karena perlakuan mesum ayah mertuaku.
Pak Bakri masih terus merangsang tubuh diamku. Berulang kali beliau meremas dan memilin payudaraku demi mendapat respon dariku. Hingga tiba-tiba tangan mesum beliau berpindah dari payudaraku dan meraba vaginaku.
“Wooow… sepertinya sudah ada yang sange nih… “ Tanya ayah mertuaku perlahan sambil mulai memilin-milin rambut kemaluanku sembari menggelitik klitorisku yang sudah mengeras.” Nduk… Ternyata kamu sudah siap dientot ya…?” tambahnya lagi.
Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya bisa terus berpura-pura tidur. Padahal, jika ayah mertuaku tahu yang sebenarnya, aku sudah benar-benar sangat menginginkan tawaran beliau.
“Iya pak… iya… aku sudah benar-benar sange… aku sudah sangat ingin ditusuk oleh kontol besarmu… entot aku pak…” pintaku dalam hati. Kuhembuskan nafas panjang dan terus berpura-pura tidur.
Melihat responku, tiba-tiba ayah mertuaku menusukkan salah satu jemarinya ke dalam celah vaginaku.
“Hhhhssssshhhh Ooouuuhhh….” Teriakku tertahan dan secara reflek aku memundurkan pinggulku.
Akibatnya, pantatku menabrak penis pak Bakri yang sudah berkedut hebat. Didepan vaginaku ada jemari tebal pakri yang mulai mengocok vaginaku, dan di belakang pantatku ada batang raksasa ayah mertuaku yang sudah siap menusuk.
Maju kena, mundur kena. Malu, sungkan, geli, merinding, pengen, semua emosi bercampur menjadi satu. Emosi yang pada akhirnya hanya menyimpulkan satu kata. NIKMAT.
“Kamu sudah siap nduk…?” Tanya ayah mertuaku lagi. “Kamu terus tidur saja nduk…biar bapak yang bakal memuaskanmu….”
“OOhhh… jangan goda aku lagi pak… aku sudah nggak tahan lagi… Buruan pak… Buruan ENTOTIN menantumu binalmu ini….” pintaku dalam hati sambil kembali menarik nafas panjang.
“Hmmm… Okelah nduk… bapak anggap kamu juga ingin segera merasakan kenikmatan bersama-sama… Siap-siap nduk… Bapak bakal memuaskan birahimu….”
Seolah mampu membaca kata hatiku, pak Bakri segera menyelipkan telapak kaki kanannya di antara kedua kakiku, dan dengan perlahan ia mulai mengangkat betis kaki kananku keatas. Mencoba untuk membuka celah vaginaku lebar-lebar. Dan setelah betisku terangkat, ia segera memajukan pahanya dengan tujuan mengunci paha dan kakiku supaya tetap membuka. Cara yang unik sekali.
PLEKK…
“Panas sekali…” kurasakan penis besar pak Bakri yang tiba-tiba menempel pada mulut vaginaku.
“Memek kamu benar-benar hangat nduk…. Gemuk…” bisiknya pelan sembari mulai memajukan pinggulnya.
Dan dengan tangan kanannya yang masih mengobel celah vaginaku, tanpa kesulitan beliau menempelkan batang penisnya yang sudah mengeras panjang pada pembukaan celah vaginaku. Ngocoks.com
“Pasti memek kamu sempit sekali ya nduk…?” ucap pak Bakri yang mulai memajukan batang penisnya.
“Inilah saatnya…. Inilah kenikmatan yang aku tunggu-tunggu sejak lama…”
“Ayo tusuk pak… tusuk memek anak menantumu… setubuhi istri anakmu…”
Kumundurkan lagi pantatku guna menyambut batang kejantanan ayah mertuaku. Kubuka kakiku lebar-lebar dan bersiap-siap merasakan kenikmatan darinya. Dan karena saat itu vaginaku sudah benar-benar membanjir basah karena cairan kenikmatanku, dengan sekali dorong, penis raksasa ayah mertuaku itu dapat menguak liang tubuhku.
LOOOOHHHH…
Ternyata pak Bakri tak segera melesakkan kepala penisnya kedalam celah kewanitaanku. Beliau malah sengaja menggoda birahiku dengan cara menggesek-gesekkan batang penisnya di mulut vaginaku. Maju mundur, maju mundur, maju dan mundur. Berulang kali pak Bakri menggaruk lubang kenikmatanku dari luar.
“Ssshh….Enak nduk…?” desah pak Bakri pelan sambil terus memaju mundurkan pinggangnya. “Luar memeknya aja sudah legit gini… apalagi lubangnya ya nduk…pasti menggigit sekali…” tambahnya.
Tiba-tiba, pak Bakri menggenggam telapak tanganku dan membawanya turun ke selangkanganku. Di tempelkannya tanganku pada selangkanganku dan meminta jemari lentikku untuk mengurut kepala penisnya setiap kali kepala penis itu muncul dari gundukan vaginaku.
Dan dari situ, aku bisa tahu jika pak Bakri memiliki penis yang istimewa.
Merasakan ada suatu keanehan dibawah sana, aku yang masih berpura-pura tidur, mencoba untuk melirik kearah selangkanganku.
“Astagaaaa… ternyata penis pak Bakri benar-benar panjang…” kagumku yang melihat batang hitam milik ayah mertuaku berulang kali nongol dan tenggelam di balik tonjolan daging gemuk vaginaku. Walau sudah melewati tubuh bawahku, aku masih bisa melihat kepala dan sedikit batang penis pak Bakri.
Penis yang ada di bawah selangkanganku itu terlihat begitu mengkilap karena terbasuh oleh lendir vaginaku. Dan karena gesekan-gesekan batang berurat millik ayah mertuaku itu, aku merasa vaginaku menjadi semakin gatal.
“Ooouuugghhh pakk… Jangan siksa aku seperti ini pakk… aku sudah nggak tahan lagi…” ucapku dalam hati.
Berulang kali, pak Bakri menggodaku. Memaju mundurkan pinggul dan batang penisnya. Namun alih-alih mendapat kenikmatan akan sodokan batang berurat miliknya, aku hanya merasa gatal karena gesekan batang penisnya di mulut vaginaku.
“Aku harus bisa memasukkan penis itu ke dalam vaginaku…” Aku sudah kehabisan akal, tak tahu harus berbuat apa. Hingga tiba-tiba terbersit sebuah ide.
Bersambung…