Ruang kerjaku memang teramat luas, dan semua meja terhubung dengan internet. Kalau kerja sedang senggang aku sering chatting. Kuperhatikan kalau aku melintas di belakang kursi si Rini yang gemuk itu dia juga sering chating. Sepanjang aku bekerja di situ belum pernah kulihat Si Rini diajak makan siang seesorang. Aku termasuk pemburu makanan enak dan murah. Wisata kuliner sering kali membuat temanku yang kuajak makan geleng kepala. Karena untuk makan siang kadang-kadang aku memerlukan memacu mobilku dari Jakarta ke Bogor.
Godaan ku yang paling sering kulontarkan adalah setiap kali ketemu selalu ku sapa
“ Eh kok sekarang keliahatan agak kurusan,”. Biasanya kalau aku goda begitu dia lalu memonyongkan bibirnya.
Aku sama sekali tidak pernah berencana memacari si Rini. Selain aku udah punya bini dan 2 anak, Lagian ngapain cari penyakit macarin temen sekantor dan gemuk pula.
Tapi khayalanku yang tidak ada tepinya tiba-tiba memunculkan pertanyaan,
“Sebagai wanita Rini pastinya punya juga keinginan untuk bermesraan atau bahkan merasakan rangsangan sex dari lelaki.”
Pada awalnya dia bertanya pada diriku,
“ apa kamu nggak malu jalan ama cewek segemuk aku.”
Aku tau dia hanya ingin memastikan dirinya bahwa aku tidak mempersoalkan bentuk tubuhnya yang super gemuk itu. Aku jawab
“ jalan ama nenek-nenek ke dufan aja aku gak malu, kenapa sama kamu harus jadi malu,”
Meski kelihatannya sering, tapi sebenarnya makan siang bareng dia paling banyak sebulan 3 kali dan makan malam paling 2 kali.
Suatu kali aku bertanya, apakah dia pernah menikmati suasana cafe sambil mendengar musik sampai larut malam. Jawabannya seperti sudah kuduga adalah belum.
Sejauh ini aku tidak merasa berpecaran dengan Rini, kurasa dia pun merasa begitu. Tidak ada kata atau tindakanku yang mengarah mengajak dia menjadi pacarku. Dia pun begitu. Meski kadang menggandeng atau merangkulku kalau dia rada berat kepalanya kebanyak minum wine. Tetapi aku tetap membawa diri sebagai seorang teman. Itu saja.
Misiku terhadap Rini hanya untuk membuka wawasannya sebagai wanita yang hidup di kota besar. Kalau tidak ada cowok yang ngajak, mana mungkin dia tau kehidupan dugem. Sebetulnya apa perlunya membuka wawasan soal dugem, kalau gak tau juga gak apa-apa sih. Tapi maksudku Rini yang gembrot itu tidak perlu terkungkung dalam perasaan rendah diri.
Nyatanya setelah hampir 5 bulan aku sering ngajak Rini, dia emang tampil lebih percaya diri. Tapi itu menurut pandangku, mudah-mudahan nggak salah ah.
Dari pergaulanku dengan Rini itulah kemudian timbul, keisenganku. Bagaimana ya rasanya main sex ama cewek yang super gendut. Tapi di samping itu aku juga ingin jadi sukarelawan untuk menyediakan diri menjadi patner sex si gembrot.
Aku berhubungan dengan beberapa wanita sama sekali tanpa landasan cinta. Aku menyenangi dia karena menarik, smart dan bicaranya nyambung. Mereka juga begitu mau akrab denganku karena aku dianggap menyenangkan dalam bergaul dan pandai menjaga hati perempuan.
Sebagai sahabat tentu aku dan Rini sering berbagai cerita mengenai berbagai masalah hidup. Dia kelihatannya cukup percaya terhadapku, sehingga sering dia curhat. Namun curhat itu sama sekali tidak ada yang menyinggung soal sex. Jadi aku pun tidak pula mau memulai bicara soal itu. Padahal di dalam benakku ada rasa penasaran
Berbicara tatap muka kadang-kadang terkendala oleh malu, makanya meski aku dan Rini sekantor, kami sering chating untuk menyampaikan berbagai masalah yang kalau diucapkan langsung dengan kata-kata tidak akan terlontar.
Satu kali entah darimana datangnya keberanian, ketika chating terlontar pertanyaanku.
“ kamu pernah gak dicium cowok”.
Setelah terkirim aku terkesiap, kaget. Malu rasanya kalau dia sampai merespon negatif.
Lama dia tidak menjawab dan aku pun diam saja. Mana mungkin aku tarik lagi kata-kataku itu.
“ Belum gimana sih rasanya, aku pingin, tapi orang gak punya cowok,” jawaban yang sama sekali tidak aku duga.
“ kenapa harus punya cowok kalau hanya ingin merasakan ciuman,”
“Maksudnya,” katanya
Cukup lama aku memikirkan untuk menyusun kata-kata untuk mereply agar tidak menyinggung tapi juga sekaligus menjawab.
“Saya siap membantu , jika tuan putri menginginkan” kata ku .
“Maksudnya “ tanya dia lagi.
Aku langsung menangkap bahwa dia suka jika aku melakukan untuknya, namun dia masih menjaga harga diri.
“Maksudnya gini lho, aku siap mencium kamu kalau diizinkan,” kata ku nekat.
Dia tidak membalas.
Kalau dia tersinggung atau marah pasti dia sudah membalas dengan kata-kata yang negatif. Tapi rasanya untuk mengatakan,
“Ntar disambung lagi, gue ada kerjaan ,” katanya.
Sekarang aku yang pusing berpikir, dimana dia akan aku cium. Kalau langsung dibawa ke motel, rasanya terlalu pagi untuk ambil keputusan begitu.
Di mobil kayaknya sudah cukup memadailah, toh sekedar ngajari ciuman. Lagipula lapangan parkir kantorku ini cukup aman untuk melakukan kegitan semacam itu.
“Makan bebek goreng yuk ntar malam, aku dapat alamat baru,” ajakku melalui chatting.
“ ah kamu selalu menggagalkan program dietku. “ jawabnya.
“ Ah diet itu masalah gampang, kamu pasti bisa turun beratnya kalau tidak makan pedas,” kataku.
“Aduh sulit meninggalkan cabe,” katanya.
Aku tau dia memang maniak makanan pedas. Kalau tidak ada sambal dia sama sekali memang tidak selera makan.
Mobil aku hidupkan dan AC segera kunyalakan. Suasana mobil yang tadinya panas dan pengap berangsur-angsur sejuk dan nyaman. Aku tidak segera begerak, tetapi tetap bertahan di tempat parkiran.
“Lho kok nggak jalan-jalan,” tanyanya.
Mesin lalu kumatikan setelah suhu cabin cukup dingin.
Rini kelihatannya bingung harus bereaksi bagaimana. Tapi aku sudah meningkatkan serang dengan menyedot kuat bibirnya dan mulai memainkan lidahnya. Terasa sekali jika Rini belum pernah berciuman , karena responnya yang masih bingung.
Rini malu dia menyandarkan kepalanya ke dadaku sesaat setelah ciuman kami terlepas.
Tanganku segera maraih tuas sandaran kursi tempat Rini bersandar dan selanjutnya sandaran kursiku juga aku rebahkan. Rini aku posisikan terlentang. Nafasnya mulai memburu, suatu pertanda nafsu birahinya mulai bangkit. Kuciumi keningnya, pipinya, lalu telinganya kiri dan kanan. Aku kemudian dipeluknya erat sekali. Aku pun merespon memeluknya. Tanganku menggapai punggungnya. Disana terasa lemak yang sangat tebal dan empuk.
Untuk menaikkan rpmnya aku kembali mencucup bibirnya. Kali ini ia mersepon dengan tepat. Bibirku dan mulutku disedotnya kuat sekali. Aku membiarkan menuruti kemauannya. Rasanya nyaman sekali menyium mulut Rini karena terasa aroma pepermint. Dugaanku dia sudah bersiap sedia untuk dicium sehingga dia menjaga bau mulutnya .
Setelah berciuman seru sekitar 10 menit aku kembali ke sisiku telentang di kursi yang rebah dan Rini juga rebah di kursi disamping ku. Beberapa saat kami terdiam. Hanya tangan kiriku yang meremas tangan kanannya dan dia membalas meremas juga.
Terus terang aku hampir kehabisan nafas mentraining Rini berciuman. Meski bibirnya tebal dan enak dikenyot, tetapi posisi yang kurang leluasa di mobil membuatku mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengatur posisi menyerang Rini.
“Sorry ya Mi aku tadi langsung nyosor tanpa minta izin. Abis kalau mau ciuman pake minta izin dulu rasanya koq lucu.” Kata ku, setelah kudengar Rini mereda nafasnya.
“ Kamu jahat , tapi enak koq, makasih ya , aku rasanya bahagia sekali malam ini bisa merasakan seperti yang dirasai cewek-cewek lain,” katanya.
Aku merasa trenyuh di dalam hati mendengar pengakuan polosnya.
“ Your wellcome Mi, kalau perlu bantuan lainnya jangan malu-malu bilang ke aku, yuk sekarang kita menuju bebek.
Di kantor sikap kami bias-biasa saja. Namun pembicaraan di chatting makin hot.. Dia katanya banyak membuka informasi mengenai ciuman sampai-sampai dia menyebutkan teknik berciuman berbagai rupa.
Aku membalas dengan mengatakan teknik itu tidak bisa dilakukan leluasa kalau di dalam mobil. Itu membutuhkan tempat yang khusus. Kapan dia merasa siap aku menyiapkan diri untuk membawanya melayang lebih tinggi dengan berbagai teknik ciuman yang katanya ingin dia coba.
Aku tidak ingin kemesraan ku terputus hanya gara-gara ada room service mengantar makanan.
Rini agak ragu melangkah ketika pintu garasi motel tertutup. Tapi kuyakinkan bahwa tidak perlu takut, Aku tetap memegang komitment melakukan sejauh yang dia inginkan.
Kusarankan dia untuk melepas hajat ke kamar mandi, setelah sebelumnya aku membuang cairan di kantong kemihku. Untuk menghadapi kemungkinan terjauh, aku sudah menyabuni barangku sehingga aroma wangi sabun menyelimuti barangku.
Sementara dia melakukan ritual di kamar mandi aku mencari chanel musik di televisi. Aku bertahan duduk di pinggir bed menunggu dia selesai beraktivitas di kamar mandi.
Dia agak malu melangkah mendekatiku, tangannya kutarik agar duduk disampingku. Bagitu duduk aku langsung merangkul pundaknya dan mulailah ritual berciuman. Seperti semula dia agak malu menyambut serbuan mulutku. Ini aku maklumi, karena birahinya belum on. Aku harus meningkatkan rpm birahinya agar dia mulai berkurang rasa malunya.
Berbagai teknik ciuman kami praktekkan sampai sampai dia tidak sadar bahwa kedua kakinya sudah naik seluruhnya ke atas tempat tidur. Aku mengambil posisi telungkup sedang Rini telentang. Tangan kanannya tidak sempat lolos dari tindihan badanku. Ini memang aku sengaja dan dengan gerakan yang seperti tidak sengaja aku menepatkan posisi alat vitalku yang masih terbungkus celana berada persis di atas telapak tangannya. Dia pasti merasakan kerasnya senjataku menekan telapak tangannya. Aku juga menekan beban badanku sepenuhnya ke tangannya sehingga tangannya makin tertekan oleh senjataku yang sudah mengeras.
Telapak tangannya terasa tidak bergerak, tetapi dengan gerakan yang seolah-olah tidak sengaja aku menggoyang-goyang senjataku menekan telapak tangannya. Meski rasanya dia agak ragu, tetapi telapak tanganya mulai bereaksi menggamit alat vitalku yang mengeras. Aku coba mengangkat sedikit posisi badanku sehingga tidak terlalu menindih telapaknya, tetapi telapaknya mengejar alat vitalku yang bergaerak agak menjauh sedikit.
“keras banget ya,” katanya
“Aduh jangan keras-keras bagian itu sakit kalau terlalu keras di remas,”kataku.
Penasaran ingin melihat bentuk yang sesungguhnya Rini bangkit dari tidurnya dan duduk disamping aku yang berbaring . Kubiarkan dia memperhatikan seluruh bentuk senjata andalanku. Yang menjulang bebas tegak kokoh.
“Sekarang puas-puasin deh menonton yang aslinya “kataku.
Aku minta izin sebentar untuk membuka bajuku dengan alasan takut kusut bajuku. Alasan yang masuk akal itu memberi kesesempatan bagiku untuk bertelanjang bulat di depannya.
Aku kembali berbaring, sementara Rini kembali menggenggam batangku yang semakin keras dan semakin tegak. Sementara itu Rini masih berpakaian lengkap, dengan celana jean yang ketat karena memang pahanya yang besar.
Aku ajari dia untuk mengenggam batangku sambil melakukan gerakan naik turun. Sementara dia melakukan itu aku berpura-pura keenakan sambil mendesis dan mengerang. Rupanya reaksiku itu memancing dia tambah semangat mengocok batangku.
Kalau aku biarkan terus, peluruku bisa melesat keluar. Kutahan kocokannya, dengan alasan batangku terasa panas dan pedih.
“ Emang rasanya kaya apa, apa lebih enak ya kalau dicium,” tanyanya.
Aku membenarkan dicium akan menimbulkan kenikmatan yang lebih tingi, kataku.
Perlahan-lahan direndahkan wajahnya dan dia mulai menciumi batangku . Sambil dia mencium, tanganku yang satu mengusap-usap kepalanya dan yang satu lagi mengarahkan agar batangku masuk ke dalam mulutnya. Meski agak lama tetapi akhirnya berhasil juga sedikit kepala alat vitalku masuk kemulutnya.
Dia mulanya agak ragu melomot batangku. Namun ketika, kepala barangku sudah berada di dalam mulutnya aku menekan kepalanya dan badanku kudorong keatas sehingga makin banyak batangku masuk ke dalam mulutnya.
Dia tiba-tiba komplain, karena mulutnya merasa ada lendir dari kemaluanku dan terasa sedikit asin, sehingga dia berhenti mengoralku. Terpaksa kujelaskan cairan itu adalam pre cum, suatu cairan yang secara alamiah membantu pelumasan.
Rini lalu kubaringkan. Aku memindihnya dan mulai kembali mencium mulutnya dan perlahan-lahan turun ke leher. Sambil menciumi aku berusaha membuka kancing bajunya satu persatu dengan gerakan hati-hati. Sampai batas BHnya terlihat tanganku mulai menjamah susunya yang ternyata cukup gembul terbungkus BH berukuran cukup besar. Banyak sekali lemak di situ, membuatku geram untuk meremas. Mulanya temasanku ditahannya. Tetapi rasanya dia menahannya tidak sungguh-sungguh. Aku kembali meremas susu yang masih terbungkus BH. Setelah aku dibebaskan memeras susu kiri kanannya tanganku mulai menelusup ke bagian belakang tubuhnya untuk mencari kaitan BH. Tangan yang memang terlatih dengan mudah melepas kaitan BH.
Kusibak penutup susunya dan aku kini meremas langsung susunya. Rini pasrah di perlakukan begitu. Sampai akhirnya aku mulai memilin dan menjilat sekitar puting susunya. Puting susunya tidak terlalu besar. Dengan jilatan yang terlatih, birahi Rini makin tinggi.
Aku tidak ragu lagi lalu berusaha membuka seluruh celananya. Rini pasrah malah memberi ruang agar aku lebih mudah membuka semua celananya.
Kami berpelukan bugil.
Tanganku kembali bermain di kemaluannya yang hanya ditutupi bulu agak jarang. Sementara kedua putingnya kuserang dengan jilatan lidahku.
Rini sudah terangsang berat. Pelan-pelan aku ciumi kebawah arah perut, lalu perlahan-lahan kulebarkan kedua kakinya. Dia agak menahan, mungkin masih ada sisa rasa malu yang belum lenyap. Kubiarkan dia bersikukuh begitu, tetapi serangan jilatanku makin kebawah sampai akhirnya mencapai belahan kemaluannya. Lidah yang trampil dengan segera mencari titik clitoris. Agak susah juga menemukan karena timbunan lemak yang terlalu tebal dan kakinya kurang membuka. Tetapi jilatan disekitar kemaluannya membuat dia mau juga melonggarkan kakinya sehingga lidahku bisa menemukan ujung lipatan kemaluan dimana bertengger clitoris yang sudah mencuat mengeras.
Sampai akhirnya mendapat posisi yang pas aku mulai menyerbu klitorisnya. Rini mengerang-ngerang sejadi-jadinya menimpali kenikmatan yang dia rasakan. Dia tidak bisa bertahan lama sampai akhirnya mencapai orgasme yang kedua. Kepalaku dijepitnya dengan dua paha yang minta ampun besarnya. Untungnya aku masih punya ruang sedikit untuk bernafas. Setelah orgasmenya berakhir, jari tengahku pelan-pelan aku sodokkan ke dalam lubang memeknya. Tujuanku mencari G spot. Agak sulit juga menemukan G spotnya karena dinding memeknya penuh dengan timbunan lemak.
Kutunggu sampai denyutan itu selesai lalu tanganku kulepas dari gundukan memeknya.
Aku mengambil posisi berbaring disampingnya. Menyadari aku disampingnya Rini lantas memelukku dan bagian kemaluannya ditekankan ke pahaku kuat-kuat. Sesekali aku masih merasa ada denyutan yang ritmenya agak jarang. Mungkin itu sisa orgasmenya.
Rini kemudian menarik badanku agar berada diatas tubuhnya. Kuturuti saja kemauannya. Rasanya dia memposisikan agar memeknya bertemu dengan batangku. Tapi dia tidak tahu bagaimana selanjutnya. Dia hanya menekan-nekankan kemaluannya ke kemaluanku.
Aku lalu berbaring disampingnya. Rini terlihat sangat lelah di tertidur dan tak lama kemudian mulai mendegkur halus. Aku sering memperhatikan, jika cewek mencapai orgasmenya yang tertinggi, maka dia akan ngantuk dan jatuh tertidur lelap.
Aku tidak tahu berapa lama tertidur. Aku merasa dingin dan barangku seperti sedang digarap. Aku melirik ke bawah, ternyata Rini sedang mengoralku. Barangku sudah mengeras dengan sempurna. Aku tidak sadar sejak kapan dia mulai bangun, mungkin barangku lebih dulu bangun dari majikannya.
Kelihatannya Rini ketagihan dengan pengalaman pertamanya yang membawa dia ke langit ke 7.
Aku tetap pura-pura tidur untuk melihat apalagi yang akan dilakukan Rini terhadapku. Karena aku telah mengalami ejakulasi pertama, maka pertahananku sekarang cukup tangguh. Aku bisa menahan selama mungkin agar tidak muncrat ketika dioral.
Rini lalu bangkit dan dia berlutut mengangkangki tubuhku. Dipegangnya k0ntolku lalu dia membawa ke gerbang memeknya. Pelan-pelan direndahkan badannya sampai pelan-pelan batang k0ntolku masuk ke dalam memeknya. Rini kelihatannya agak mengernyit. Mungkin masih ada rasa perih ketika peniku menerobos masuk memeknya. Tapi dia tetap memaksakan agar seluruh k0ntolku ditelan memeknya.
Setelah masuk sempurna. Rini mulai meniak turunkan badannya. Mungkin kontrol terhadap keluar masuknya barangku kurang bagus, sehingga sering terlepas.
Setelah dia kembali menjebloskan k0ntolku ke lubang memeknya dia tidak lagi bergerak naik turun, tetapi bergerak maju mundur.
Akhirnya dia menemukan posisi yang tepat dimana kemaluanku bisa menyentuh clitorisnya dan menekan G spotnya. Dia tidak bergerak terlalu jauh kecuali menekan-nekan badannya ke badanku dan maju mundur sedikit saja.
Badannya berkeringat meski ruangan ini cukup dingin. Setelah dia menyelesaikan orgasmenya , aku membalikkan badannya dan posisi berganti, aku berada di atasnya.
Aku menemukan posisi yang kurasa cukup maksimal merangsang k0ntolku. Aku bertahan pada posisi itu. Ternyata Rini juga merespon dan kelihatannya dia juga merasakan nikmat. Dia mendesis-desis . aku terus memompa sampai dipertengahan jalan Rini sudah mencapai orgasme ditandai dengan tiba-tiba dia memelukku dan berusaha menghentikan gerakankua dengan menjepitkan kedua kakinya melingkari badanku. K0ntolku yang terbenam dalam merasakan denyutan di seluruh liang memeknya. Aku memang berhenti sebentar. Begitu himpitan kakinya melonggar sedikit aku kembali menggenjot.
Aku menurutinya, karena badanku juaga lelah akibat melakukan gerkan-gerakan kasar, tadi. Badanku penuh dengan keringat. Disamping itu, perutku terasa lapar.
Aku jadi ingat oleh mie pangsit yang tadi kami beli. Aku berdiri mengambil dua bungkus mie pangsit dan dua botol air mineral. Aku meneguknya sampai setengah botol, dan Rini aku minta bangun dan kuberi air dingin. Dengan semangat ditenggaknya air itu sampai hampir habis. Rupanya dia haus luar dalam.
Aku menjelaskan ke Rini bahwa dia tidak perlu kuatir akan hamil, karena aku sudah melakukan vasektomi. Aku tahu dia tadi mungkin khawatir hubungan ini akan berakibat kehamilan. Di usiaku 35 tahun dan sudah mempunyai 2 anak, aku merasa tidak perlu lagi menambah keturunan.
Rini berkali-kali memujiku, bukan hanya kemampuan sex ku tetapi posisi makan sambil menyambungkan badan ini, Rasa sensasinya luar biasa.
Kebanyakan berceloteh membuat kekerasan k0ntolku berkurang, sampai akhirnya terlepas dari memek Rini.
Kami sempat istirahat sejenak dan diakhiri dengan permainan satu ronde, sampai aku ejakulasi. Aku tidak ingat lagi di ronde terakhir itu, Rini berapa kali mencapai orgasme.
Sejak itu aku katakan ke Rini, jika dia menginginkan sex, berterus terang saja memberi tahu ke aku. Bagi laki-laki setiap saat selalu siap. Tetapi wanita pastinya tidak begitu.
Setelah aku berhasil menyingkirkan rasa malu yang ada pada diri Rini untuk meminta sex dia akhirnya sekarang berterus terang kalau menginginkan. Biasanya dia memberi kode di chatting,
“ Mas punya waktu enggak”.