tentu anda tahu seleraku. Aku sangat menyukai wanita yg berumur sekitar 25 hingga 30 tahun dimana mereka umumnya sangatlah cantik, dewasa dan terlihat sangat anggun. Entah mengapa Tuhan memberi anugerah kecantikan wanita yg sempurna bila mereka berumur sekitar yg kusebutkan di atas. Aku bekerja di perusahaan P**** (edited) yg sangat syarat berhubungan langsung dgn pelayanan masyarakat dgn posisi yg lumayan srategis.
Setelah puas dgn ngobrol ini itu dan matahari pun malu menampakkan wajahnya ternyata sdh pukul 19:00 WIB, tak terasa sdh perkenalan yg begitu lama di atas dek dan kami memutuskan untuk kembali ke bangku masing-masing. Kami berjanji akan bertemu kembali jam 21:30 di tiang besi saksi perkenalan kami.
Setelah mandi dan merapikan diri, tak sadar handphone-ku berdering, alarm yg sengaja kupasang telah memanggilku untuk segera naik ke dek karena sdh waktunya kujemput bidadariku di atas dek. “Hai Novem..” sapa merdu Rindi menyapaku dgn menepuk punggungku saat aku memandang lautan.
“Hai, Rin..” sedikit taktik, kubelai rambutnya.
“Maaf Rin..” kataku mesra.
“Ada apa Novem..” balasnya manja.
“Nih benang bikin rusak pemandangan,” jawabku, padahal benang itu sejak tadi ada di tanganku.
“Oh kamu ini bisa aja Novem..” bisiknya manja.
“Kenapa kamu tak cari suami lagi, Rin..” tanyaku untuk memecahkan keheningan.
“Ah.. nantilah,” jawabnya, “Aku masih suka sendiri dan masih kunikmati peran gandaku sebagai ibu dan ayahnya Ranny (anaknya, red) toh masih cukup gajiku untuk membiayainya.”
“Ah kamu ini pantesnya jadi adikku,” jawabnya melecehkan.
“Hahahaha.. aku malah,” terbahak-bahak karenanya, “Lho meskipun adik tp bisa buat adik si Ranny lho.”
“Mana mungkin,” jawabnya.
“Lha kok nggak percaya.. jangan ketagihan ya nanti,” jawabku.
“Yee.. siapa yg mau,” godanya manja.
“Aku yg mau,” jawabku.
Kamipun tertawa riang.
“Dasar buaya,” jawabnya.
“Menggoda ya..” bisiknya.
“Ah masa, tp suka kan,” jawabku.
“Hahahaa..” gelak tawapun tak terhindarkan lagi.
“Dasaar.. dasaar, bener-bener buaya kamu Novem,” balasnya manja.
“Upsssss.. bukan buaya tp biawak.. hahahha..” balasku.
“Seperti masih ABG saja,” pikirku.
“Hmm.. ach.. hmm.. sppt.. Novem teruskan Novem.. aacch, enak Novem..” Kepalaku pun ditekannya ke dadanya, tak kupedulikan dia, kuhisap, kugigit-gigit kecil putingnya hingga ia makin menjambak rambutku. Dgn jenggot yg baru kucukur 2 hari yg lalu kugesek-gesekan daguku di gunung kembarnya.
“Oooh Novem.. please masukin dong.. sstt..” Tak kupedulikan ocehannya hingga kulumat perutnya, pusarnya dan akhirnya sampailah di gundukan surga dunia, sungguh indah.
“Ohh.. apa yg akan kau lakukan.. akh..” desahnya sambil memejamkan mata menahan kenikmatan yg dirasakannya.
“Nyam-nyam..” Nikmat sekali kemaluan Rindi.
Oh, bukit kecil yg berwarna merah merangsang birahiku. Kusibakkan kedua bibir kemaluannya dan,
“Cleeekk..” ujung hidungku kupaksakan masuk ke dalam celah kemaluan yg sdh sejak tadi becek.
“Aaahh.. kamu nakaal,” jeritnya cukup keras.
“Ooohh lidahmu.. ooh nikmatnya Novem..” lirih Rindi.
“Novem, udah dong Novem masukin aja.. Novem oohh.. aku udah nggak tahan nich, please setubuhi aku..” pinta Rindi lirih.
“Ach pelan dong Say.. sstt..” Kugenjot dgn penuh perasaan, sementara tanganku tdk tinggal diam, kupilin-pilin puting susunya yg mungil.
“Novemmm.. aahh.. aku nggaak.. nggak kuaat aahh.. aahh.. oohh..” desahnya tertahan.
“Tahan Rin.. tunggu saya dulu ngg.. ooh enaknya.. tahan dulu.. jangan keluarin dulu..” Tp sia-sia saja, tubuh
Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu, mungkin karena lamanya ku-oral kemaluannya yg enak itu.
“mmmppphhhh.. ooohhhhh.. aahh.. Novem sayang.. Novem.. ooh enaak.. aku kelauaar.. oohh.. oohh..” teriaknya panjang mengakhiri babak permainan itu.
“Novem, ayo dong Say aku udah nggak tahan nich.. Novem keluarin dong.. aku hisap aja ya, biar cepat keluar..” Tanpa kusuruh dia sdh melumat dan menyedot kemaluanku.
“Rin.. Rin.. stop Rin.. aku mau keluar nich..” desahku tertahan.
“Ya udah Novem, masukin aja ke mekiku.. aku jg ingin merasakan pejumu membajiri mekiku.. aku kangen, udah lama nggak ada yg membanjiri mekiku dgn peju..” balas Rindi dgn nada manja dan sedikit genit.
“Aach.. Rin, aku mau keluar nich Rin.. ach.. achh..” aku lemas lunglai tak berdaya di atas tubuh Rindi yg sexy itu.
Setelah merapikan diri, kamipun kembali di kursi masing-masing dan kami berjanji akan bertemu kembali di kota, kebetulan kami satu kota. Sampai saat ini kamipun masih sering berhubungan dgn komitmen kebebasan yg menghargai serta menjunjung seks yg sehat..