Tp begitu kagetnya saat di dalam kami melihat masih ada sebuah tas di samping lemari, jg pakaian yg tergeletak sembarangan di sekitar ranjang.-Ditambah suara seseorang yg sedang memakai sedsang mandi, makin lengkaplah kebingungan kami. Harusnya kan kamar ini kosong!
Siapapun orang yg ada di kamar mandi mengetahui kedatangan kami, ia lekas menghentikan kegiatannya dan melongok keluar. Seorang pria muda, seusiaku.
Wajahku kontan memerah, apalagi di belakangnya ternyata jg ada orang lain, wanita, mungkin istrinya. Maka lekas kupalingkan muka.
”Emmmm, begini…” suamiku mulai menjelaskan.
”kami diberi kunci kamar ini, kami kira kosong, tak tahunya…”
”Mungkin ada kesalahan.” kata PRIA itu sambil tersenyum.
”Iya, sepertinya begitu.” sahut suamiku.
”Maaf, kami sangat menyesal.” tambahnya.
Pria itu memperkenalkan diri, namanya Yogi,
”Tdk apa-apa, anda bisa bertanya ke resepsionis.” ia berkata ramah.
”Oke,” suamiku menuruti usul itu.
”Namaku Bryan,” kata suamiku begitu selesai menelepon.
”Apa kata resepsionis?” tanyaku tak sabar, jengah dgn keadaan yg aneh ini.
”Semua kamar penuh. Di hotel lain mungkin jg sama, karena ini memang musim liburan. Kalau sedikit ke luar kota mungkin bisa, sekitar 25 kilo dari sini.” kata suamiku menjelaskan.
Bahuku merosot, itu tdk mungkin. Mencari kamar di peak season seperti ini, di jam segini, sama saja dgn mencari jarum di tumpukan jerami.
”Maaf, kalau boleh aku tau, kalian sedang liburan atau apa?” tanyanya.
”Ah, tdk. Kami hanya ingin bernostalgia, sambil refreshing jg.” jawab suamiku.
”Sekarang ulang tahun pernikahan kami, di kamar inilah kami dulu melewatkan bulan madu.” aku menambahkan.
”Kalau begitu, kalian memang harus menginap di kamar ini. Ulang tahun perkawinan bukan sesuatu yg bisa dilewatkan begitu saja.” katanya sambil menatap tubuhku, seperti menilai dan mempelajarinya.
Aku yakin dia memberi nilai sembilan, atau kalau tdk, delapan. Wajar saja, karena aku memang sangat cantik dan seksi.
Sdh biasa bagi dia melihat diriku ditatap oleh lelaki seperti itu.
”Ah, itu bisa diatur.” Yogi tersenyum samar, memberiku sebuah seringaian aneh, sebelum kemudian berkata,
”kamar ini begitu besar, jg ranjangnya dobel. Kenapa tdk kita bagi dua saja?” tawarnya kemudian.
Suamiku tertawa.
“Mana bisa begitu?” tanyanya heran.
”Bisa saja.” sahut Yogi.
“Dengar, kami sebentar lagi akan pergi makan malam. Beri kami waktu lima belas menit untuk berganti pakaian, selanjutnya untuk tiga jam ke depan, kamar ini jadi milik kalian. Bagaimana? Daripada kalian mengemudi malam-malam begini mencari hotel lain.” bujuknya.
”Ehm, entahlah…” sahut suamiku, sungkan kalau harus mengiyakannya langsung.
”Sebagai imbalan, kita berbagi tarif kamar; 50-50. Adil bukan? Kami akan merasa senang sekali kalau kalian mau menerimanya, setdknya kami bisa menghemat.” kata Yogi.
Ratih yg berdiri di belakangnya ikut mengangguk setuju.
”Sebentar, kurundingkan dulu dgn istriku.” kata suamiku sambil mengajakku bicara, sementara Yogi dgn diikuti Ratih keluar dari kamar mandi dan bersiap untuk berganti pakaian.
Dgn berbagai pertimbangan, kami akhirnya memutuskan akan menerima tawaran itu. ”Terima kasih,” kata suamiku sambil menjabat tangan Yogi.
Suamiku sendiri, dgn sedikit agak tdk sabar, menjabat jg tangan lentik Ratih. Lama ia tdk melepasnya, seperti sengaja meresapi kehalusan dan kehangatannya, sambil matanya melirik belahan payudara Ratih yg mengintip malu-malu dari balik gaun malamnya.
”Eh, m-maaf.” katanya kepadaku, dan jg kepada Ratih. Kami sama-sama tersenyum.
Sebelum pergi, Yogi sempat berkata,
”Selamat menikmati, semoga malam kalian menyenangkan!”
”Terima-kasih, semoga kalian jg.” balas suamiku, matanya tak berkedip menatap goyangan pinggul Ratih yg begitu seksi dan ketat saat pasangan muda itu melangkah pergi.
”Awas tuh matanya copot!” kataku sambil mulai membongkar kopor.
Suamiku tertawa, dan lekas mengunci pintu kamar.
”Aku mau mandi dulu, gerah nih.” katanya.
Tdk lama, suamiku keluar dari kamar mandi. Ia tersenyum saat melihatku yg menimang-nimang beha Ratih. ”Besar mana sama punya mama?” tanyanya dgn tersenyum.
”Sama kayaknya,” sahutku. Tp lebih kencang punya Ratih, dia kan belum pernah melahirkan! tambahku dalam hati.
”Ah, lagi dong! Enak nih!” rintihku. Tp suamiku tetap melepaskan pegangan tangannya.
”Mandi dulu, Ma, biar lebih segar.” ia berbisik.
Aku pun akhirnya mengalah. Cepat kusambar handuk yg ia berikan, sekilas kulirik tubuh suamiku yg telanjang di depan hidungku; air menetes-netes di perutnya yg tampak semakin gendut, sementara di bawah, kulihat k0ntolnya sdh mulai sedikit ngaceng, membuatku jadi tak sabar ingin lekas merasakannya.
Maka segera, setelah memberinya ciuman sekilas, aku bergerak cepat menuju kamar mandi. Jam sdh menunjukkan pukul 7.40 malam, berarti kurang dari 2 jam lagi Yogi dan Ratih akan segera kembali. Aku harus benar-benar memanfaatkan kesempatan yg sempit ini.
”Kamu cantik sekali, sayang!” kata suamiku sambil memeluk dan mencium bibirku.
Tanpa berkata apa-apa lagi, kami langsung saling melumat dan bercumbu mesra. Bisa kurasakan k0ntolnya yg sdh mengeras mengganjal telak di perutku. Segera kubuka celana pendek yg ia kenakan hingga benda itupun langsung terlontar keluar, hinggap di atas telapak tanganku dgn begitu kerasnya.
”Pah, geli, Pah.. aughh,” rintihku sewaktu jari-jari tangan suami mulai menyibak belahan kemaluanku.
”Tahan dikit, Sayang!” rayunya sambil terus menyibak dan terus mengelus-elus bibir bawahku dgn begitu lembut. Seperti biasa, ia membukanya lebar-lebar, memperhatikan bagian dalamnya yg kelihatan memerah sejenak, sambil dua jarinya memainkan biji klitorisku yg sdh menyembul kencang, sebelum akhirnya mulai mencium dan menghisapnya dgn begitu rakus.
Seperti mengerti dgn jeritan itu, sedotan dan gigitan mulut suamiku semakin kencang terasa. Lidahnya jg menusuk semakin dalam, sambil dua jarinya terus memilin dan memainkan tonjolan klitorisku. Diserang terus seperti itu, betapapun aku ingin melawan, tubuhku akhirnya tak kuasa jg. Aku mulai menggelinjang, tubuhku kelojotan, sementara tanganku menjambak rambutnya agar dia semakin kencang merangsang nafsuku.
”Su..sdh, Pah.. sdh!” jeritku saat sdh tak tahan dgn gelitikan lidahnya di daerah sensitifku.
”Sdh, Pah… sdh!” aku kembali meminta, namun lidahnya terus saja bergerak naik turun membelai belahan kemaluanku. Tdk ingin dipermainkan lebih lama, lekas kucari batang k0ntolnya yg sdh ngaceng keras, lalu kuremas dan kukocok-kocok benda itu hingga ujungnya yg tumpul mengeluarkan cairan mengkilat.
”Ahh…” aku mendesis pasrah dgn mata setengah terpejam. Mulutku terbuka, sementara tangan aku taruh di atas kepala. Dgn dada berdebar kutunggu saat k0ntol suamiku mulai menerobos liang memekku.
”Uuuhhhhh…” aku jadi tak tahan. Aku yg sdh merasa sangat gatal, lekas memegangi pinggulnya.
Saat k0ntolnya tepat berada di depan pintu surgaku, segera kutarik pinggulnya kuat-kuat. Tanpa bisa dicegah lagi, k0ntolnya yg besar itupun langsung meluncur masuk, membelah lubang kemaluanku, mengisinya begitu penuh hingga jadi terasa geli dan sangat nikmat.
Namun itu masih setengah jalan; k0ntol itu hanya mengisi, tp masih belum bergerak. Baru saat Suamiku mulai menggoyang tubuhnya, itulah dimana aku mendapatkan nikmat persetubuhan yg sesungguhnya.
”Goyang, Pah… cepat!” rengekku tak sabar sambil mulai menggerakkan pinggul.Gesekan alat kelamin kami, meski cuma sedikit, sdh cukup membuatku merintih nikmat.
Suamiku tersenyum saat melihat ulahku.
”Tdk sabar amat sih!” godanya sambil kembali meremas dan memijit-mijit tonjolan buah dadaku, putingnya yg mungil ia pilin-pilin ringan secara bergantian.
”Ahaahhhh…” aku tak sanggup untuk membuka suara, karena sambil terus meremas, ia jg mulai menggerakkan pinggulnya.
Tusuk-tusukannya terasa sedikit agak kasar, tp tak apa, aku menyukainya. Malah sebenarnya, itu yg aku cari. Entah kenapa, malam ini aku ingin bermain sedikit lebih liar, lain dari yg biasa kami lakukan kalau di rumah.
Suamiku yg rupanya mengerti apa yg aku inginkan, tanpa memberiku kesempatan untuk menarik nafas, terus menggenjotkan k0ntolnya. Dgn posisi miring saling membelakangi, lubangku jadi terasa semakin sempit, menjadikannya lebih legit dan lebih enak. Apalagi kalau sdh terangsang seperti ini, tonjolan buah dadaku jg membengkak semakin besar, membuat suamiku jadi makin gemas lagi mempermainkannya.
Waktu menunjukkan pukul 10.10, ketika terdengar ketukan pelan di pintu kamar. Suamiku lekas mengenakan jubahnya, sementara aku hanya mengenakan pakaian tidur yg sangat tipis. Kuantar suamiku membuka pintu.
”Eh, maaf menganggu.” kata Yogi sambil matanya melirik kepadaku, lalu ke arah sprei tempat tidur yg sangat berantakan.
”Ah, tdk apa-apa.” segera suamiku mempersilahkan mereka untuk masuk.
”Justru kami yg harusnya meminta maaf karena sdh merepotkan kalian.” tambahku untuk mencairkan suasana. Kami berempat saling memandang dan saling tersenyum kikuk, lalu tertawa berderai secara bersama-sama.
Bergiliran kami pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian, selanjutnya bersama-sama kami merapikan tempat tidur. Kuperhatikan beberapa kali suamiku melirik bulatan payudara Ratih yg menggantung indah di balik baju tidurnya, begitu jg dgn yg dilakukan Yogi kepadaku. Anehnya, aku dan Ratih sama sekali tdk merasa keberatan dgn hal itu. Entah apa yg terjadi. Yg jelas, malam ini terasa lain. Aku merasa begitu bebas, jg begitu horny. Memekku terasa basah terus padahal sdh ditusuk oleh suamiku tadi. Dan sepertinya itu jg yg dirasakan oleh Yogi, Ratih dan suamiku.
“Aku punya ide, bagaimana kalau kita bermain strip poker?” usulnya sambil menyeringai, lalu berdiri untuk mengambil setumpuk kartu dari laci meja. Ratih tertawa kecil sebagai bentuk rasa persetujuannya.
Kupandang suamiku, ia mengangguk, mengiyakan ajakan Yogi. Meski masih bingung, aku jadi tak sanggup untuk membantah.
”Aturan? Sederhana saja kok,” kata Yogi, ia duduk kembali di samping istrinya.
”kita hanya telanjang, tdk ada pertemuan kelamin, tdk ada penetrasi tanpa persetujuan dari semua orang, dan kita dapat mengatakan tdk kalau memang tdk ingin.” terangnya.
Kualihkan pandanganku ke bawah, ke arah celana suamiku; sdh ada tonjolan besar disana, begitu jg dgn celana Yogi. Rupanya kedua lelaki itu sdh mulai terangsang, padahal permainan belum jg dimulai. Diam-diam aku tertawa dalam hati. Ratih yg jg mengetahui hal itu ikut tertawa bersamaku. Maka begitulah, setelah kami semua mengangguk setuju, permainanpun dimulai.
Suamiku berkata kepada Ratih dan aku.
”Lepaskan baju atasan kalian!”
”Iya,” dukung Yogi dgn mata terus melirik ke arah tonjolan buah dadaku, ia lalu mengajak untuk meneruskan permainan.
”Eh, tunggu dulu.” tp suamiku menolak, kami semua segera menoleh kepadanya.
”Yogi belum kuberi hukuman.” kata suamiku. Aku dan Ratih langsung mengangguk setuju, sementara Yogi hanya tertawa saja saat tertangkap basah.
”Iya, maaf.” kata Yogi sambil mulai melepas bajunya.
Tp suamiku cepat menahan,
”Eh, bukan itu.”
Yogi menoleh bingung, dan dia langsung tersenyum saat suamiku berkata,
”Maaf, teman, lepas celanamu!”
”Sabar, sayang…” kata suamiku,
”doakan aku menang lagi, kujamin ia akan telanjang.” yakinnya. Aku ikut tersenyum.
Tp ternyata, di putaran kedua, Ratih yg menang.
”Yes! Yessss!” ia bersorak gembira, dan sambil memandang suamiku, ia berkata,
”Ayo, Bryan, lepas celanamu!”
Sama-sama melongo seperti Ratih, kuperhatikan k0ntol suamiku yg berkeringat. Benda itu terlihat begitu panjang dan ramping, ujungnya yg gundul sdh berwarna coklat kemerahan dgn cairan precum mulai membasahi lubangnya yg mungil. Sementara urat-urat halus yg selama ini selalu bisa membuaiku di saat kami bersetubuh, kulihat sdh bertebaran di sekujur batangnya, membuat k0ntol itu jadi terlihat begitu menarik, jg sangat menggairahkan. Suamiku tertawa bangga dgn kejantanannya itu.
”Ah… eh, i-iya… iya…” ia tergagap-gagap. Kami semua tertawa melihatnya.
Ratih lalu berpaling kepadaku dan bertanya,
”Apa kau jg tdk mengenakan apa-apa lagi di balik celana tidurmu?”
Aku tersenyum dan menggeleng; tdk. Aku memang masih mengenakan celana dalam di balik celana tidurku.
”Emm, baiklah.” Ratih mengangguk, tampak berpikir sejenak, lalu berkata kepada semua orang,
”Saya akan menawarkan Angel pilihan. Dia bisa melepas celana atau dia dapat memberikan sebuah ciuman kepada kemaluan kalian.” Ratih menunjuk para suami, yg tentu saja disambut oleh Yogi dan suamiku dgn senyum lebar.
”Hanya sebuah ciuman.” tambahnya untuk menyemangatiku.
”Hhh…” aku menghela nafas lega.
Selesai dgn suamiku, kini tiba giliran Yogi. Mulutku segera beralih ke selangkangan laki-laki itu. Pelan kujilat kemaluannya dari bawah, dari luar celana. Kucucup terus hingga naik ke atas dan sampai di sekitar ujungnya. Disana, aku jg bisa merasakan precum Yogi meski cuma sebagian.Kucucup perlahan dan kujilat sekali lagi sebelum kulepaskan sesaat kemudian.
Permainan kembali dilanjutkan, dan tebak siapa yg menang? Aku! Dgn seringaian penuh dendam, kukatakan pada Ratih,
”Pilih melepas beha atau celana?”
Untuk Yogi, tentu saja kusuruh ia untuk melepas boxer. Sekarang dia benar-benar telanjang, sama seperti suamiku. Kemaluannya yg menegak keras tampak berdiri kencang, bersaing dgn punya Bryann. Mereka saling melihat, seperti ingin membandingkannya. Tp bagiku, punya Yogi tetaplah lebih menarik. Meski batang suamiku lebih panjang dan besar, entah kenapa aku malah melirik terus ke arah selangkangan Yogi. Hal yg sama dilakukan oleh Ratih yg terus mencuri-curi pandang ke arah k0ntol Bryann. Mungkin sdh naluri manusia, tertarik pada barang orang lain.
”Ah, i-iya.” aku tersadar, cepat aku berpikir; tdk seru kalau kusuruh ia melepas baju, jadi yg paling baik adalah…
”Pergi ke Ratih, biarkan ia menjilat dan menghisap k0ntolmu sebentar.” kataku.
Ratih mendelik, sementara Yogi dan suamiku tertawa ringan.
”Hei, mau balas dendam ya?” tanya Ratih sambil mencibir, pura-pura marah.
Aku mengangguk mengiyakan, penuh kemenangan. Rasain! kataku dalam hati.
”Boleh?” tanya suamiku pada Yogi.
”Silahkan,” sahut Yogi santai.
Di putaran berikutnya, Yogi yg menang. Aku jadi deg-degan dibuatnya, melihat senyumnya tadi, sepertinya hukuman kali ini akan sangat-sangat ’berat’. Dan benar saja, untuk yg pertama saja, ia sdh menyuruh suamiku agar melepaskan beha Ratih. Tp bukan cuma melepas biasa, ini harus dgn semesra mungkin.
”Anggap aja Ratih itu istrimu, Bryan!” kata Yogi menjelaskan.
Suamiku mengangguk mengerti, ia lekas menggeser tubuhnya ke belakang tempat duduk Ratih.
”Maaf ya, permisi sebentar.” bisiknya.
Mulutnya sedikit terbuka, sementara matanya terpejam dan erangan kecil terus keluar dari bibirnya yg tipis. Aku bisa melihat kalau celana dalam Ratih jg sdh benar-benar basah.
”O-oke, cukup!” kata Yogi mengagetkan. Suamiku kelihatan kecewa, begitu jg dgn Ratih yg kenikmatannya terputus. Tp memang hukuman harus kembali dilanjutkan. Puting Ratih terlihat sangat tegak saat suamiku melepas pegangan tangannya.
Untuk hukuman kedua, Yogi mengatakan kalau ia akan melepas celanaku dgn tangannya sendiri. Setelah apa yg dilakukan Bryann pada Ratih, aku jadi tdk bisa menolak permintaan itu. Maka jadilah aku duduk mengangkang menghadap Yogi, yg perlahan-lahan menyelipkan tangan dan menarik celana tidurku turun dari lingkaran pantat.
Ratih memenangkan putaran kali ini. Dgn tertawa-tawa ia meminta kepada Yogi dan suamiku agar duduk di tempat tidur.
”Aku ingin mencicipi k0ntol kalian, masing-masing enam kali.” katanya sambil mulai mencium dan mengulumnya. Setelah enam kali jilatan, ia kemudian berhenti dan beralih kepadaku.
”Dan untukmu, Manis,” dia berkata.
”Buka memekmu lebar-lebar dan biarkan suami-suami kita menjilatinya.”
Terengah-engah penuh nafsu, kami berempat, dua pasang suami istri yg sdh sama-sama ingin dan horny, melanjutkan permainan.
Kali ini giliran suamiku yg menang. Ia menyuruh aku dan Ratih agar bersandar di tepi tempat tidur.
”Gi, kamu mainin payudara istrimu, sementara aku menghisap memek istriku. Setelah menit, nanti kita ganti posisi.” kata suamiku.
Yogi terlihat gemas dan penuh nafsu saat menggeraygi payuadara bulat milik Ratih, sementara suamiku dgn pintarnya menjilati klitorisku, menarik kembali gairahku yg tadi sempat terputus. Saat aku sdh hampir sampai, mereka berganti posisi; sekarang Yogi yg menjilati klitorisku, sementara Bryann menggarap gundukan payudara Ratih. Kulihat ia memilin dan menggelitik salah satu putingnya, sambil menjilati yg lainnya, sementara di bawah, hidung dan mulut Yogi terus berada dan bermain-main di lorong memekku. Aku tak tahan, gairahku meledak tak lama kemudian. Cairanku mengalir deras membasahi mulut Yogi. Ratih yg melihatnya jadi kepingin, iapun berniat untuk melepas celana dalamnya, tp suamiku lekas menghentikannya.
”Tetap pakai celanamu!” ia memerintahkan.
Aku berkata,
Kalau saja mereka mengajak untuk orgy sekarang, aku tdk akan menolak.
Tp Yogi sdh menyahut duluan.
”Tentu saja,” Ia melepaskan tubuhku dan kembali membagikan kartu. Kamipun kembali duduk melingkar, meneruskan permainan.
Tanpa disangka, aku yg menang. Segera kuminta Yogi dan suamiku untuk berdiri.
”Ratih, kita jilati punya mereka, tp kita tukar pasangan. Kamu mau?” tanyaku pada Ratih. Perempuan itu langsung mengangguk mengiyakan.
”Belum, belum. Tunggu saat yg tepat!”
Keadaan yg sama kulihat pada diri Yogi dan suamiku. Jilatan kami rupanya begitu nikmat hingga membuat mereka hampir orgasme. Kami semua begitu dekat, begitu nyata. Tp aku lekas menarik semua orang kembali ke dalam permainan.
Putaran berikutnya, Ratih menang. Tanpa bisa dicegah, iapun segera memintacoitus. Tp tentu saja dgn caranya sendiri.
”Jack Hitam berarti wanita akan disikat di pantat. Jack Merah berarti memek. Pria dan wanita dgn warna yg cocok bermain bersama selama 1 menit, dan kita akan terus mengulanginya sampai semua orang mendapatkan orgasmenya. ”
Suamiku menarik kartunya; warnanya hitam. Dialah yg menjadi partnerku. Aku sedikit kecewa karena sempat berharap Yogi lah yg akan menyetubuhiku. Tp tdk apalah, toh masih ada kesempatan kedua.
Satu menit berlalu begitu cepat. Suamiku segera menghentikan gerakannya, begitu jg dgn Ratih. Dari kami berempat, belum ada yg orgasme, maka kami pun memilih kartu lagi.
Aku merasa sangat nikmat, tp aku tdk mungkin orgasme dari doggie style. Aku harus ditusuk di kemaluan kalau ingin menjemput rasa nikmat itu. Dan itulah yg dialami oleh Ratih, ditusuk dua kali di memek dalam waktu yg hampir bersamaan -meski dgn k0ntol yg berbeda- membuat dia melayg begitu cepat, dan akhirnya menjerit pelan tak lama kemudian. Wanita itu orgasme!
Di sebelah, suamiku menyusul tak alam kemudian. Ia menyemburkan spermanya yg kental di dalam lorong memek Ratih.
”A-aku masih belum!” aku berkata dgn suara keras, kepada siapa saja yg bisa mendengarnya.
”Tunggu sebentar,” sahut Ratih sambil bermain-main dgn kemaluan suamiku. Ia berusaha menjilat dan menghisapnya untuk kembali membangunkan benda itu.
Yogi ikut bergabung dgn meraba-raba lorong memekku. Dia mengusap klitorisku dgn lembut sambil membelai bibir memekku berkali-kali. Memang terasa nikmat, tp masih kurang. Melihat usahanya yg tdk begitu membawa hasil, Yogi ganti meletakkan mulutnya di atas gundukan memekku dan mulai menghisapnya rakus. Baca juga: Bacaan Sex Ngentot Perawatan Seks Janda Muda
Segera kutarik dia dan kuminta agar segera memasukiku. Rasanya seperti mendapat segelas air setelah berhari-hari kehausan saat k0ntol besar suamiku kembali bergerak keluar-masuk di lorong memekku. Yogi yg melihatnya, setelah mengecup pelan pipiku, pergi meninggalkanku; ia beralih kepada istrinya sendiri yg kini jg mulai kepingin lagi. Kini kami bermain dgn pasangan sah masing-masing.
Kelelahan, kami tertidur pulas; entah siapa memeluk siapa. Yg jelas, kami sama-sama puas, dan mungkin akan mengulangi lagi saat bangun esok hari.