Mengenai postur tubuh Budhe Marni hingga aku mau untuk bersetubuh dan berselingkuh dengannya tampaknya bukan hal yg terlalu menarik untuk dipaparkan karena postur tubuh Budhe Marni bukanlah bagaikan seorang artis yg cantik, gemulai, dan menggairahkan seperti layaknya model iklan atau pemain sinetron kelas atas, tetapi ia hanyalah seorang perempuan kampung istri seorang tukang kebun dan seorang ibu rumah tangga yg selalu direpotkan oleh urusan-urusan keluarga hingga tdk sempat untuk melakukan kegiatan BL (body language), renang, dan berolah raga seperti kebanyakan orang kaya. Tentulah dapat dibayangkan bagaimana tubuh Budhe Marni.
Bentuk badan ibu rumah tangga ini adalah biasa saja atau bahkan oleh sebagian besar pemuda body Budhe Marni dapat dipandang sangat tdk menarik. Tinggi badan perempuan beranak tiga itu sekitar 154 cm dan berat badan 50 kg. Anda dapat membayangkan sendiri bagaimana bentuk tubuhnya dengan ukuran seperti itu.
Mengenai nafsu dan gairahku terhadap Budhe Marni bukan terbentuk dalam waktu yg singkat, tetapi nafsu dan gairah itu dapat dibilang mulai terbentuk semenjak aku masih berumur sekitar 14 tahun dan masih menginjak bangku SMP.
Waktu itu aku sering kali bermain-main dan mandi di sungai yg berada di dekat kampungku, dan di saat-saat aku bermain dan mandi di sungai itulah acapkali aku melihat Budhe Marni bertelanjang diri mencuci dan mandi di sungai tersebut. Dan tdk jarang pula sembari mengintip ia mandi aku melakukan masturbasi karena tdk tahan melihatnya bugil tanpa sehelai kain pun yg menempel di tubuhnya.
Setelah menginjak bangku SMU aku pun tdk pernah lagi pergi ke sungai itu baik untuk sekedar bermain atau pun mandi. Lagi pula aku harus bersekolah di SMU yg berada di pusat kota yg letaknya sangat jauh dari perkampunganku hingga aku terpaksa harus indekost selama kurang lebih tiga tahun masa studiku di SMU dan aku jarang sekali pulang ke rumahku di kampung.
Baru sekitar pertengahan tahun 2004 silam aku lulus dari bangku SMU dan kembali ke rumahku di kampung. Dan setelah lulus dari SMU aku pun masih harus menganggur karena tahun ini aku tdk sukses dalam ujian masuk PTN (SPMB). Terpaksa aku harus mencoba lagi di tahun mendatang untuk dapat diterima di PTN.
Selama menganggur aku seringkali luntang lantung sendiri karena tdk punya pekerjaan dan apalagi teman-temanku semasa kecil dulu ternyata kebanyakan sudah menempuh studi di perguruan tinggi di kota dan sebagian lagi sudah bekerja dan jarang sekali pulang, sehingga kondisi perkampunganku acapkali terlihat sepi akan para pemuda. Yg banyak terlihat pastilah hanyalah bapak-bapak atau ibu-ibu dan beberapa anak yg masih kecil.
Di hari-hari itulah aku kembali sering pergi ke sungai dimana aku selalu bermain dan mandi sewaktu aku masih kecil dulu. Suatu ketika pada saat aku sedang pergi memancing di sungai, tanpa sengaja mataku menatap beberapa perempuan yg sedang mandi dan mencuci di sungai itu dan di antaranya ternyata adalah Budhe Marni. Ketika itu body Budhe Marni tampak sudah sangat berbeda dengan yg pernah aku lihat dahulu saat aku masih kecil. Sekarang tubuhnya tampak lebih gemuk dan pantatnya pun tampak lebih besar dan perutnya tampak agak sedikit membuncit karena kegemukan.
Pada awal aku melihat body tubuh perempuan berumur 41 tahun itu sedang mencuci, aku tdk tertarik sama sekali karena ia terlihat tdk seksi dan tdk menggairahkan bagiku hingga aku meneruskan niatku untuk memancing ikan pada hari itu. Setelah beberapa saat berlalu, tanpa sengaja mataku tertuju lagi pada Budhe Marni yg mulai melepaskan pakaian yg dikenakannya. K0ntolku begitu kerasnya menegang saat melihat ia melepas celana dalam hitamnya.
Ia tampak kesulitan melepaskan celana dalam yg ketat itu karena saking besarnya ukuran pantatnya. Sesaat kemudian ia mulai membasahi tubuhnya dengan air. Gairah seksku serasa tdk tertahankan lagi waktu melihat Budhe Marni yg telah bertelanjang bulat dan telah basah oleh air itu mulai menggosokkan sabun ke tubuhnya. Perempuan yg sudah bersuami itu menggosok-gosok tubuhnya dan beberapa kali meremas payudara dan menggosok pantatnya dengan sabun. Ingin sekali aku turun mendekati dan mengajaknya untuk bersetubuh di waktu dan tempat itu. Tetapi masih ada beberapa perempuan lain di sana.
Aku masih memikirkan resiko yg sangat besar yg dapat aku terima jika saja ia tdk mau melakukan hubungan badan denganku, atau suaminya mengetahui tindakan kami, dan bagaimana tindakan orang kampung jika sampai mengetahui perzinahan kami sehingga aku pun memutuskan menahan gairah yg sangat kuat itu. Kemudian aku bergegas pulang dan tdk meneruskan niatku memancing pada hari itu.
Saat tiba di rumah, pikiranku masih saja terganggu oleh bayangan Budhe Marni. Tubuhnya.., celana dalam hitamnya.., pantatnya.., payudaranya.. Pikiran itu terus saja menggangguku. Setelah berpikir beberapa saat akhirnya aku memiliki ide untuk dapat bersetubuh dengan tetanggaku itu dan akhirnya aku memutuskan untuk mulai menggaet Budhe Marni agar mau melakukan hubungan suami istri denganku.
Mulai saat itulah aku acapkali bermain-main ke rumah Budhe Marni saat suami dan anak-anaknya tdk berada di rumah. Dan tdk jarang pula aku bercanda dan menggodanya. Dan hubungan yg menarik pun tampaknya mulai terbentuk di antara aku dan ibu berumur 41 tahun itu. Tampak sekali bahwa ia juga menaruh gairah terhadapku.
Suatu ketika pada saat Budhe Marni sedang menyetrika pakaian di ruang tamunya, dengan memberanikan diri aku berusaha mengungkapkan maksud, gairah, dan keinginanku kepada tetanggaku itu. Dan ternyata keinginan, nafsu, dan gairahku tdk bertepuk sebelah tangan. Ternyata perempuan itu juga memiliki rasa ketertarikan yg sama terhadapku.
Setelah tampak jelas bahwa di antara kami berdua memang saling menaruh ketertarikan, akhirnya aku menjelaskan kepadanya bahwa kami tdk mungkin melakukan hubungan suami istri dan perzinahan itu di rumahnya ataupun di rumahku. Aku pun memaparkan padanya bahwa kami hanya bisa melakukannya di tempat lain misalnya saja di hotel murahan di kota. Hal itu dimaksudkan agar suami dan anak-anaknya atau pun tetangga tdk mengetahui perbuatan kami. Setelah ia setuju akhirnya kami pun memutuskan waktu dan tempat yg pas untuk melaksanakan niat tersebut.
Suatu sore tepat pada waktu yg kami sepakati aku pergi ke kota untuk menyewa sebuah taksi yg akan mengantarkan kami ke hotel yg kami maksud. Selama beberapa saat bernegosiasi dengan sopir taksi, akhirnya tercipta kesepakatan dan sopir pun mau mengantar kami. Setelah aku masuk ke dalam mobil, sopir mulai menjalankan mobilnya menuju tempat dimana Budhe Marni sedang menunggu, yaitu di sebuah taman di pinggiran kota.
Sekitar maghrib akhirnya kami tiba di sebuah taman di pinggiran kota tempat Budhe Marni sedang menunggu. Kemudian aku meminta sopir agar memperlambat laju mobilnya. Setelah beberapa saat terlihat seorang perempuan berpakaian rok terusan sedang berdiri di seberang jalan dan tampak melihat ke arah mobil kami. Dan aku meminta sopir untuk menghentikan laju mobilnya. Setelah itu aku keluar dan menghampiri Budhe Marni, menggandeng tangan dan mempersilakannya masuk ke dalam taksi.
Setelah kami berdua masuk ke dalam mobil aku meminta sopir untuk menjalankan mobilnya ke arah hotel yg kami maksudkan. Dan dengan perlahan-lahan mobil melaju ke arah kota tempat hotel yg kami maksudkan berada.
Beberapa saat di dalam mobil, aku dan Budhe Marni tampak kaku karena di antara kami sendiri belum pernah bercinta sama sekali dan hubungan spesial kami masih baru saja dimulai. Kemudian aku memulai perbincangan dan dengan diselingi oleh canda dan guyonanku, akhirnya kami berdua dapat saling berinteraksi dengan baik bahkan lama-lama pembicaraan kami pun berlanjut ke arah yg jorok-jorok dan tampaknya Budhe Marni tdk berkeberatan dengan hal itu dan ia tampak begitu bergairah.
Beberapa menit berlalu aku mulai menciumnya. Pertama kali ia tampak terkejut melihatku berani menciumnya. Sedetik kemudian aku mulai mendekatkan wajahku ke arah wajahnya dan mulai mencium dan mencumbu leher perempuan 41 tahun itu. Pada awalnya ia menahan tubuhku dengan kedua tangannya seolah ia tdk ingin aku melakukan hal itu. Tetapi aku terus saja berusaha mendekatkan wajahku ke arah lehernya untuk mencumbunya.
Baru setelah beberapa lama akhirnya Budhe Marni tampak pasrah dan membiarkanku mencium dan mencumbu lehernya. Nafasnya mulai tampak ngos-ngosan karena gairah seks yg dirasakannya. Dan sesekali ia mengeluarkan suara-suara desahan yg sangat merangsang dan membuat jantungku semakin berdegub kencang.
Kemudian aku mulai melepas kaos yg aku kenakan. Dan dengan masih bercelana panjang aku kembali mencumbu perempuan beranak tiga itu.
Selama bibirku sibuk mencumbu bibir dan leher tetanggaku itu, tangan kananku sibuk memegang pinggang, pantat, dan sesekali meremas payudara Budhe Marni yg masih mengenakan pakaian lengkap itu. Beberapa menit kemudian tangan kananku mulai meraba-raba punggungnya dan mencari-cari letak resleting rok terusan yg dikenakan Budhe Marni. Setelah menemukannya, dengan tanpa henti aku terus mencium dan mencumbu perempuan itu sambil aku berusaha menurunkan resletingnya dan kemudian berusaha menyibak sedikit demi sedikit pembungkus tubuh perempuan 41 tahun itu.
Dan akhirnya terlihatlah buah dada besar Budhe Marni yg masih terbungkus BH berwarna hitam. Dengan menciumi dan sesekali menggigit-gigit lehernya, tangan kananku meraih tali BH-nya dan mulai menurunkannya ke bawah. Sementara itu tangan kiriku meraih tali BH yg satu lagi dan mulai menurunkannya ke bawah. Di sela-sela cumbuan dan ciuman kami, tangan kananku menyusup masuk ke dalam BH Budhe Marni. Dan setelah mendapati payudara besarnya, tangan kananku tak henti-hentinya meremas-remas buah dada montoknya.
Belum puas aku melakukan hal itu, aku berpaling ke arah sopir yg tampak sedang sibuk mengendarai mobilnya dan mengatakan kepadanya untuk mengurungkan pergi ke hotel yg kami maksudkan dan minta agar ia menjalankan mobilnya untuk berkeliling kota saja dan memintanya untuk memperlambat laju mobil serta menjelaskan kepadanya bahwa aku akan menambah biaya taksinya. Setelah ia setuju, aku kembali berpaling ke arah Budhe Marni dan ia tersenyum ke arahku. Kemudian aku kembali mencumbu perempuan tetanggaku itu.
Beberapa saat kemudian aku mulai melepas celana panjang dan celana dalam yg aku kenakan dan meminta Budhe Marni untuk melepas seluruh pakaian yg dikenakannya. Dan sedetik kemudian kami berdua telah sama-sama telanjang bulat tanpa sehelai kain pun yg melekat di tubuh kami. Keringat yg membasahi seluruh tubuh Budhe Marni semakin menambah gairah seksku karena tubuh montoknya tampak semakin mengkilat dan menggairahkan. Kemudian aku meminta perempuan bersuami itu untuk mengangkang di atasku dan menghadap ke arahku, sementara itu aku dengan k0ntol yg masih terus menegang dan yg tak hentinya mengeluarkan lelehan cairan bening (air madzi) duduk bersandar di tengah jok belakang. Kemudian aku meminta perempuan dengan tiga anak itu untuk menduduki aku dan membenamkan k0ntolku ke dalam lubang anusnya.
Kenikmatan yg sangat luar biasa aku rasakan saat perlahan-lahan k0ntolku mulai terbenam di dalam lubang anus Budhe Marni. Betapa nikmatnya seks itu, betapa nikmatnya tubuh perempuan yg sudah berumur 41 tahun ini, perempuan yg sudah bersuami, memiliki tiga anak, dan masih tetanggaku ini. Sungguh nikmatnya peristiwa saat itu. Dalam benakku terbayang seandainya saja kenikmatan perzinahan ini tdk pernah berakhir, andaikan saja kami berdua bisa terus bersetubuh tanpa mencapai titik puncak kepuasan. Detik-detik perselingkuhan itu kami rasakan bagaikan di surga, nikmat dan menyenangkan.
Budhe Marni yg telah mengangkang di atasku dan telah membenamkan k0ntolku ke dalam lubang anusnya terus saja menggerakkan pantatnya ke atas dan ke bawah, terus mengocok k0ntolku yg terjepit nikmat di dalam lubang anusnya. Di antara kenikmatan luar biasa yg terus aku rasakan, tanganku tdk henti-hentinya meremas-remas pantat Budhe Marni, mengusap-usap pinggangnya, dan sesekali meremas-remas buah dada montoknya. Tdk jarang dengan gerakan pantat Budhe Marni ke atas dan ke bawah itu membuat sesekali k0ntolku yg tegang dan basah itu terlepas keluar dari lubang anusnya hingga aku sesekali harus memperbaiki posisi k0ntolku agar masuk kembali ke dalam lubang anus perempuan montok tetanggaku itu.
Beberapa menit berlalu, aku meminta Budhe Marni untuk mengalihkan gerakan pantatnya. Sesaat kemudian ia mulai memutar-mutarkan pantatnya terkadang searah jarum jam dan kadang pantatnya juga memutar berlawanan jarum jam. Di antara goyangan-goyangan pantat Budhe Marni yg nikmat itu, dari mulutku sesekali keluar desahan dan rintihan. Suara-suara itu adalah refleksi dari kenikmatan luar biasa yg aku rasakan selama dalam melakukan perzinahan dan perselingkuhan dengan Budhe Marni, perzinahan dan perselingkuhan yg nikmat dengan seorang perempuan yg sudah bersuamikan tukang kebun dan sudah memiliki tiga anak, yg bertubuh montok, berpantat dan berbuah dada besar.
Selama beberapa menit berlalu, goyangan-goyangan berputar pantat Budhe Marni yg nikmat hampir membuat aku mencapai titik klimaks. Buru-buru aku meminta Budhe Marni untuk mengangkat pantatnya agar k0ntolku terlepas dari jepitan lubang anusnya. Aku tdk ingin secepat itu mencapai puncak kepuasan dan secepat itu menyudahi hubungan suami istriku dengan Budhe Marni. Kemudian aku berdiam diri sejenak dan mengatur nafasku yg ngos-ngosan. Sementara itu Budhe Marni tampak sibuk membenahi rambutnya yg awut-awutan dan sesekali menyeka keringat yg tampak membasahi seluruh tubuhnya.
Setelah nafasku mulai teratur dan aku tdk lagi merasakan akan memuncratkan sperma dan mencapai titik klimaks, maka aku pun kembali menatap Budhe Marni yg tampak tersenyum ke arahku. Kemudian aku memintanya bersandar di jok taksi bagian belakang dan memintanya untuk agak mengangkangkan kakinya agar memeknya dapat jelas terlihat. Dengan duduk bersandar dan agak merosot ke bawah, Budhe Marni mulai membuka agak lebar kedua kakinya hingga terlihatlah rambut-rambut merah kehitaman yg tumbuh lebat di sekitar selangkangannya dan sebagian besar lagi menutupi lubang memeknya.
Dengan perlahan aku menunduk dan mendekatkan wajahku ke arah lubang memek Budhe Marni. Dengan perlahan-lahan aku menyibak rambut rambut merah kehitaman itu dan berusaha mencari letak lubang memek Budhe Marni. Setelah tampak olehku lubang memeknya, aku mulai menjilatinya dan sesekali memasukkan telunjukku ke dalamnya. Dan tampaknya perempuan 41 tahun itu mulai merasakan kenikmatan.
Waktu terus berlalu dan aku tdk henti-hentinya menjilati dan terkadang memasukkan dua hingga empat jariku ke dalam memek Budhe Marni. Di antara desahan dan deru nafasnya yg memburu, sembari dengan mata terpejam perempuan 41 tahun itu tak jarang meremas-remas kedua payudaranya sendiri dan sesekali memelintir dan menarik puting susunya dengan kedua tangannya.
Melihat tubuhnya yg montok dan tingkah lakunya yg seperti itu, gairah seksku seperti tdk dapat ditahan lagi. Perlahan-lahan aku berdiri dan mulai mendekap tubuh Budhe Marni dan menidurkannya di jok bagian belakang. Setelah itu ia mulai membuka matanya dan dengan tampak sangat pasrah ia hanya mendesah-ndesah saat aku mulai menindihnya dan dengan perlahan-lahan mulai memasukkan k0ntolku yg tegang ke dalam lubang memeknya. Tak henti-hentinya aku menjejal-jejalkan k0ntolku ke dalam lubang memek Budhe Marni yg hangat, lembek, lembut dan basah itu. Baca juga:
Bacaan Sex Ngentot Kocokan Nikmat Anak SekolahBeberapa menit kemudian saat aku terus mengocok k0ntolku di dalam jepitan hangat memek Budhe Marni, tiba-tiba aku merasakan akan menyemburkan sperma sebagai sebuah tanda bahwa aku akan mencapai titik puncak kepuasan. Dan sekali lagi aku tdk ingin secepat itu mencapai titik klimaks. Aku masih ingin berlama-lama bercumbu dan bersetubuh dengan tetanggaku ini. Dan dengan perlahan-lahan aku menarik k0ntolku keluar dari kehangatan memek Budhe Marni agar aku tdk memuncratkan sperma secepat itu.
Tetapi terlambat, sesaat setelah k0ntolku tercabut keluar dari lembutnya memek Budhe Marni, aku tdk tahan lagi menahan spermaku yg memaksa keluar dari dalam k0ntolku sehingga cairan putih kental pun muncrat dan berceceran di perut dan sebagian lagi ke buah dada Budhe Marni. Budhe Marni kemudian mulai mengusap dan meratakan cairan kental itu ke perut dan buah dadanya yg montok dan sesekali ia meremas-remas payudaranya dengan kedua tangannya.
Sementara itu aku masih berlutut di atas tubuh Budhe Marni yg sedang tidur telentang dan dengan tangan kanan aku terus mengocok perlahan k0ntolku untuk mengeluarkan sisa-sisa sperma yg masih tertinggal dan merasakan kenikmatan detik-detik akhir puncak kepuasanku.