Orang-orang bilang tahi lalat di daguku seperti Berliana Febriyanti, dan bentuk tubuhku mirip Minati Atmanegara yg tetap kencang di usia yg semakin menua. Mungkin mereka ada benarnya, tetapi aku memiliki payudara yg lebih besar sehingga terlihat lebih menggairahkan dibanding artis yg kedua. Semua karunia itu kudapat dgn olahraga yg teratur.
Badannya kurus kekar karena Fandi seorang atlit karate di tempatnya. Oh ya, Fandi ini pernah menjadi muridku saat aku masih menjadi guru SD.
Fandi sangat sopan dan tahu diri. Dia banyak membantu pekerjaan rumah dan sering menemani atau mengantar kedua anakku jika ingin bepergian. Dalam waktu sebulan saja dia sudah menyatu dgn keluargaku, bahkan suamiku sering mengajaknya main tenis bersama.
Aku jg menjadi terbiasa dgn kehadirannya, awalnya aku sangat menjaga penampilanku bila di depannya. Aku tdk malu lagi mengenakan baju kaos ketat yg bagian dadanya agak rendah, lagi pula Fandi memperlihatkan sikap yg wajar jika aku mengenakan pakaian yg agak menonjolkan keindahan garis tubuhku.
Sekitar 3 bulan setelah kedatangannya, suamiku mendapat tugas sekolah S-2 keluar negeri selama 2, 5 tahun. Aku sangat berat melepasnya, karena aku bingung bagaimana menyalurkan kebutuhan sex-ku yg masih menggebu-gebu.
Kudengar suara langkahnya mendekatiku.
Setelah beberapa saat lengang, tiba-tiba aku tercekat ketika merasakan sesuatu di pahaku. Kuintip melalui sudut mataku, ternyata Fandi sudah berdiri di samping ranjangku, dan matanya sedang tertuju menatap tubuhku, tangannya memegang bagian bawah gaunku, aku lupa kalau aku sedang mengenakan baju tidur yg tipis, apa lagi tidur telentang pula. Hatiku menjadi berdebar-debar tak karuan, aku terus berpura-pura tertidur.
“Bu Ranti..?” Suara Fandi terdengar keras, kukira dia ingin memastikan apakah tidurku benar-benar nyeyak atau tdk.
Lalu kurasakan Fandi mengelus bibirku, jantungku seperti melompat, aku mencoba tetap tenang agar pemuda itu tdk curiga. Kurasakan lagi tangan itu mengelus-elus ketiakku, karena tanganku masuk ke dalam bantal otomatis ketiakku terlihat. Kuintip lagi, wajah pemuda itu dekat sekali dgn wajahku, tapi aku yakin ia belum tahu kalau aku pura-pura tertidur kuatur napas selembut mungkin.
Mula-mula ia cuma mengelus-elus, aku tetap diam sambil menikmati elusannya, lalu aku merasakan buah dadaku mulai diremas-remas, aku merasakan seperti ada sesuatu yg sedang bergejolak di dalam tubuhku, aku sudah lama merindukan sentuhan laki-laki dan kekasaran seorang pria. Aku memutuskan tetap diam sampai saatnya tiba.
Kurasakan tangannya gemetar saat memencet puting susuku, kulirik pelan, kulihat Fandi mendekatkan wajahnya ke arah buah dadaku. Lalu ia menjilat-jilat puting susuku, tubuhku ingin menggeliat merasakan kenikmatan isapannya, aku terus bertahan.
Tangan kanan Fandi mulai menelusuri selangkanganku, lalu kurasakan jarinya meraba memekku yg masih tertutup CD, aku tak tahu apakah memekku sudah basah apa belum. Yg jelas jari-jari Fandi menekan-nekan lubang memekku dari luar CD, lalu kurasakan tangannya menyusup masuk ke dalam CD-ku.
Jantungku berdetak keras sekali, kurasakan kenikmatan menjalari tubuhku. Jari-jari Fandi mencoba memasuki lubang memekku, lalu kurasakan jarinya amblas masuk ke dalam, wah nikmat sekali. Aku harus mengakhiri Fandiwaraku, aku sudah tak tahan lagi, kubuka mataku sambil menyentakkan tubuhku.
“Fandi!! Ngapain kamu?”
“Kamu kan bisa denagan teman-teman kamu yg masih muda. Ibukan sudah tua,” Ujarku lembut.
“Tapi saya sudah tergila-gila dgn Bu Ranti.. Saat SD saya sering mengintip BH yg Ibu gunakan… Saya akan memuaskan Ibu sepuas-puasnya,” jawab Fandi.
“Ah kamu… Ya sudah terserah kamu sajalah”
Lalu Fandi melumat bibirku dan pelan-pelan aku meladeni permainan lidahnya. Kedua tangannya meremas-remas pantatku. Untuk membuatnya semakin membara, aku minta izin ke WC yg ada di dalam kamar tidurku. Di dalam kamar mandi, kubuka semua pakaian yg ada di tubuhku, kupandangi badanku di cermin.
Benarkah pemuda seperti Fandi terangsang melihat tubuhku ini? Perduli amat yg penting aku ingin merasakan bagaimana sich bercinta dgn remaja yg masih panas.
Keluar dari kamar mandi, Fandi persis masuk kamar. Matanya terbeliak melihat tubuh sintalku yg tdk berpenutup sehelai benangpun.
Tubuhku disandarkannya di tembok depan kamar mandi. Lalu diciuminya sekujur tubuhku, mulai dari pipi, kedua telinga, leher, hingga ke dadaku. Sepasang payudara montokku habis diremas-remas dan diciumi. Putingku setengah digigit-gigit, digelitik-gelitik dgn ujung lidah, jg dikenyot-kenyot dgn sangat bernafsu.
“Ibu hebat…,” desisnya.
“Apanya yg hebat..?” Tanyaku sambil mangacak-acak rambut Fandi yg panjang seleher.
“Badan Ibu enggak banyak berubah dibandingkan saya SD dulu” Katanya sambil terus melumat puting susuku. Nikmat sekali.
Dgn bergegas kuloloskan celana hingga celana dalamnya. Mengerti kemauanku, dia lalu duduk di pinggir ranjang dgn kedua kaki mengangkang. DIbukanya sendiri baju kaosnya, sementara aku berlutut meraih batang k0ntolnya, sehingga kini kami sama-sama bugil.
Agak lama aku mencumbu kemaluannya, Fandi minta gantian, dia ingin mengerjai memekku.
“Masukin aja yuk, Ibu sudah ingin ngerasain k0ntol kamu San!” Cegahku sambil menciumnya.
Fandi tersenyum lebar. “Sudah enggak sabar ya ?” godanya.
Fandi tersenyum lalu menarik tubuhku. Kami berpelukan, berciuman rapat sekali, berguling-guling di atas ranjang. Ternyata Fandi pintar sekali bercumbu. Birahiku naik semakin tinggi dalam waktu yg sangat singkat. Terasa memekku semakin berdenyut-denyut, lendirku kian membanjir, tdk sabar menanti terobosan batang kemaluan Fandi yg besar.
“Memek Ibu bagus, tebel, pasti enak ‘bercinta’ sama Ibu…,” dia berbisik persis di telingaku.
Suaranya sudah sangat parau, pertanda birahinya pun sama tingginya dgn aku. Aku tdk bisa bereaksi apapun lagi. Kubiarkan saja apapun yg dilakukan Fandi, hingga terasa tangan kanannya bergerak mengangkat sebelah pahaku.
Sejenak aku tdk dapat bereaksi sama sekali, melainkan hanya menggigit bibir kuat-kuat. Kunikmati inci demi inci batang kemaluan Fandi memasuki liang memekku. Terasa penuh, nikmat luar biasa.
“Oohh…,” sesaat kemudian aku mulai bereaksi tak karuan. Tubuhku langsung menggerinjal-gerinjal, sementara Fandi mulai memaju mundurkan tongkat wasiatnya. Mulutku mulai merintih-rintih tak terkendali.
“Fandi, k0ntolmu enaaak…!!!,” kataku setengah menjerit.
“Oohh…, toloongg.., gustii…!!!”
Fandi malah semakin bersemangat mendengar jerit dan rintihanku. Aku semakin erotis.
“Aahh, k0ntolmu…, oohh, aarrghh…, k0ntolmuu…, oohh…!!!”
Fandi terus menggecak-gecak. Tenaganya kuat sekali, apalagi dgn batang k0ntol yg luar biasa keras dan kaku. Walaupun kami bersetubuh dgn posisi menyamping, nampaknya Fandi sama sekali tdk kesulitan menyodokkan batang kemaluannya pada memekku. Orgasmeku cepat sekali terasa akan meledak.
“Yah, yah, yah, aku jg, aku jg! Enak banget ‘bercinta’ sama Ibu!” Fandi menyodok-nyodok semakin kencang.
“Sodok terus, Fandi!!!… Yah, ooohhh, yahh, ugghh!!!”
“Teruuss…, arrgghh…, sshh…, ohh…, sodok terus k0ntolmuuu…!”
“Ohhh, ah, uuugghhh… ”
“Enaaak…, k0ntol kamu enak, k0ntol kamu sedap, yahhh, teruuusss…”
Pada detik-detik terakhir, tangan kananku meraih pantat Fandi, kuremas bongkahan pantatnya, sementara paha kananku mengangkat lurus tinggi-tinggi. Terasa memekku berdenyut-denyut kencang sekali. Aku orgasme!
Kuturuti permintaan Fandi. Dgn agak lunglai akibat orgasme yg luar biasa, kuatur posisi tubuhku hingga menungging. Fandi mengikuti gerakanku, batang kemaluannya yg besar dan panjang itu tetap menancap dalam memekku.
Aku menikmati gerakan maju-mundur k0ntol Fandi dgn diam. Kepalaku tertunduk, kuatur kembali nafasku. Tdk berapa lama, memekku mulai terasa enak kembali. Kuangkat kepalaku, menoleh ke belakang. Fandi segera menunduk, dikecupnya pipiku.
“Emangnya Ibu suka kalau aku cepet keluar?” jawabnya lembut di telingaku.
Aku tersenyum, kupalingkan mukaku lebih ke belakang. Fandi mengerti, diciumnya bibirku. Lalu dia menggenjot lebih cepat. Dia seperti mengetahui bahwa aku mulai keenakan lagi. Maka kugoyang-goyang pinggulku perlahan, ke kiri dan ke kanan.
“Oorrgghh…, aahh…, ennaak…, k0ntolmu enak bangeett… Fann!!”
Fandi tdk bersuara, melainkan menggecak-gecak semakin kuat. Tubuhku sampai terguncang-guncang. Aku menjerit-jerit. Cepat sekali, birahiku merambat naik semakin tinggi. Kurasakan Fandi pun kali ini segera akan mencapai klimaks.
Tiba-tiba Fandi menyuruhku berbalik. Dicabutnya k0ntolnya dari kemaluanku. Aku berbalik cepat. Lalu kukangkangkan kedua kakiku dgn setengah mengangkatnya. Fandi langsung menyodokkan kedua dengkulnya hingga merapat pada pahaku. Kedua kakiku menekuk mengangkang. Fandi memegang kedua kakiku di bawah lutut, lalu batang k0ntolnya yg keras menghunjam mulut memekku yg menganga.
“Aku hampir keluar!” Fandi bergumam.
Gerakannya langsung cepat dan kuat. Aku tdk bisa bergoyang dalam posisi seperti itu, maka aku pasrah saja, menikmati gecakan-gecakan keras batang kemaluan Fandi. Kedua tanganku mencengkeram sprei kuat-kuat.
“Ooohhh, enak sekali…, aku keenakan…, enak ‘bercinta’ sama Ibu!” Erang Fandi
“Ibu jg, Ibu jg, memek Ibu keenakaan…!” Balasku.
“Aku sudah hampir keluar, Buu…, memek Ibu enak bangeet… ”
“Ibu jg mau keluar lagi, tahan dulu! Teruss…, yaah, aku jg mau keluarr!”
“Ah, oh, uughhh, aku enggak tahan, aku enggak tahan, aku mau keluaaar…!”
“Yaahh teruuss, sodok teruss!!! Ibu enak enak, Ibu enak, Fandin…, aku mau keluar, aku mau keluar, memekku keenakan, aku keenakan ‘bercinta’ sama kamu…, yaahh…, teruss…, aarrgghh…, ssshhh…, uughhh…, aarrrghh!!!”
“Oohhh…!!!” dia pun menjerit, sementara terasa kemaluannya menyembur-nyemburkan cairan mani di dalam memekku. Nikmatnya tak terkatakan, indah sekali mencapai orgasme dalam waktu persis bersamaan seperti itu.
“Enak banget,” bisik Fandi beberapa saat kemudian.
“Hmmm…” Aku menggeliat manja. Terasa batang kemaluan Fandi bergerak-gerak di dalam memekku.
“Memek Ibu enak banget, bisa nyedot-nyedot gitu…”
“Apalagi k0ntol kamu…, gede, keras, dalemmm…”
Fandi lalu menetek seperti bayi. Aku mengikik lagi. Putingku dihisap, dijilat, digigit-gigit kecil. Kujambaki rambut Fandi karena kelakuannya itu membuat birahiku mulai menyentak-nyentak lagi. Fandi mengangkat wajahnya sedikit, tersenyum tipis, lalu berkata,
Aku tersenyum saja, dan itu sudah cukup bagi Fandi sebagai jawaban. Alhasil, seharian itu kami bersetubuh lagi. Setelah break sejenak di sore hari malamnya Fandi kembali meminta jatah dariku. Sedikitnya malam itu ada 3 ronde tambahan yg kami mainkan dgn entah berapa kali aku mencapai orgasme. Yg jelas, keesokan paginya tubuhku benar-benar lunglai, lemas tak bertenaga.
Hampir tdk tidur sama sekali, tapi aku tetap pergi ke sekolah. Di sekolah rasanya aku kuyu sekali. Teman-teman banyak yg mengira aku sakit, padahal aku justru sedang happy, sehabis bersetubuh sehari semalam dgn bekas muridku yg perkasa.
“Masuk.. Nggak dikunci,” panggilku dgn suara halus.
Lalu Fandi masuk dgn menggunakan T-shirt ketat dan celana putih sependek paha.
“Malam ibu… Sudah siap..?” Godanya sambil medekatiku.
“Sudah sayang…” Jawabku sambil berdiri.
“Bu.. Ibu mau tahu nggak dari mana biasanya saya mengintip ibu?”
“Memangnya lewat mana..?” Tanyaku sambil membalikkan setengah badan.
Dgn lembut ia menyentuh daguku dan mengarahkan wajahku kemeja rias. Lalu sambil mengecup leherku Fandi berucap.
“Dari sini bu..” Bisiknya.
“Inilah yg membuat saya selalu mengingat ibu sampai sekarang,” Bisiknya ditelingaku sambil meremas kedua susuku yg masih kencang ini.
Ia lalu memandang tubuh depanku yg terbuka, dari cermin aku bisa melihat BH hitam yg transparan dgn “push up bra style”.
Ditekan dan dicarinya puting susuku, lalu Fandi memilinnya secara halus dan menariknya perlahan. Perlakuannya itu membuatku melepas ciuman Fandi dan mendesah, mendesis, menghempaskan kepalaku kekiri dan kekanan.
Selepas tautan dgn bibir hangatku, Fandi lalu menyapu dagu dan leherku, sehingga aku meracau menerima dera kenikmatan itu.
Fandi lalu menghentikan kegiatan mulutnya. Tangannya segera membuka kaitan bra yg ada di depan, dgn sekali pijitan jari telunjuk dan ibu jari sebelah kanan Fandi, Segera dua buah gunung kembarku yg masih kencang dan terawat menyembul keluar menikmati kebebasan alam yg indah.
Aku hanya bisa mengerang dan mengeluh, sambil mengangkat badanku seraya melepaskan baju dan rok kerjaku beserta bra warna hitam yg telah dibuka Fandi dan kulemparkan kekursi rias. Dgn giat penuh nafsu Fandi menyedot buah dadaku yg sebelah kiri, tangan kanannya meraba dan menjalar kebawah sampai dia menyentuh CDku dan berhenti digundukan nikmat yg penuh menentang segar ke atas.
Adapun tangan kanan itu segera mengelus dan memberikan sentuhan rangsangan pada memekku, yg dibagian atasnya ditumbuhi bulu halus terawat adapun dibagian belahan memek dan dibagian bawahnya bersih dan mulus tiada berambut. Rangsangan Fandi semakin tajam dan hebat sehingga aku meracau.
“Fannnn.. Sentuh ibu sayang, .. Fandii bikin.. Ibu terbaang.. Pleaase.”
Aku menggelinjang dan teriak tak tahan menahan orgasme yg akan semakin mendesak mencuat bagaikan merapi yg ingin memuntahkan isi buminya. Dgn terengah-engah kudorong pantatku naik, seraya tanganku memegang kepala Fandi dan menekannya kebawah sambil mengerang.
Aku tak kuasa menahannya lagi hingga menjerit saat menerima ledakan orgasme yg pertama, magma pun meluap menyemprot ke atas hidung Fandi yg mancung.
“Fandi.. Ibu keluaa.. aar.. Sann..” Memekku berdenyut kencang dan mengejanglah tubuhku sambil tetap meracau.
“Fandi.. Kamu jago sekali memainkan lidahmu dalam memekku sayang.. Cium ibu sayang.”
Fandi segera bangkit mendekap erat diatas dadaku yg dalam keadaan oleng menyambut getaran orgasme. Ia lalu mencium mulutku dgn kuatnya dan aku menyambutnya dgn tautan garang, kuserap lidah Fandi dalam rongga mulutku yg indah.
Setelah merasa aku cukup beristirahat Fandi mulai menyentuh dan membelaiku lagi. Aku segera bangkit dan medorong belahan badan Fandi yg berada diatasku. Kudekatkan kepalaku kewajahnya lalu kucium dan kujilati pipinya, kemudian menjalar kekupingnya.
Kuelus lembut dgn jemari lentikku batang kemaluan Fandi yg menentang ke atas, berwarna kemerahan kontras dgn kulit Fandi yg putih kepalanya pun telah berbening air birahi.
“Buuu.. Dera nikmat darimu tak tertahankan.. Kuingin memilikimu seutuhnya,” Fandi mengerang.
Dan kumasukkan kontol Fandi yg keras dan menengang ke dalam relung nikmatku. Segera kuputar memompanya naik turun sambil menekan dan memijat dgn otot memek sekuat tenaga. Ritme gerakanpun kutambah sampai kecepatan maksimal.
“Buu Dennook.. Aku tak kuat lagi.. Berikan kenikmatan lebih lagi bu.. Denyutan diujung kontolku sudah tak tertahankan” Baca juga: Bacaan Sex Terbaru 2023 Pengantin Yang Masih Lugu
Lalu Fandi memintaku untuk memutar badan manghadap pada dirinya dan dibalikkannya tubuhku sehingga. Sekarang aku berada dibawah tubuhnya bersandarkan bantal tinggi, lalu Fandi menaikkan kedua kakiku kebahunya kemudian ia bersimpuh di depan memekku. Sambil mengayun dan memompa kontolnya dgn yg cepat dan kuat. Aku bisa melihat bagaimana wajah Fandi yg tak tahan lagi akan denyutan diujung kontol yg semakin mendesak seakan mau meledak.
“Tungguu Fandi.. Orgasmeku jg mauu.. Datang ssayaang.. Kita sama-sama yaa..”
Akhirnya… Croottt.. Croottt.. Croottt tak tertahankan lagi bendungan Fandi jebol memuntahkan spermanya di memekku. Secara bersamaan akupun mendengus dan meneriakkan erangan kenikmatan.
Segera kusambar bibir Fandi, kukulum dgn hangat dan kusodorkan lidahku ke dalam rongga mulut Fandi. Kudekap badan Fandi yg sama mengejang, basah badan Fandi dgn peluh menyatu dgn peluhku. Lalu ia terkulai didadaku sambil menikmati denyut memekku yg kencang menyambut orgasme yg nikmat yg selama ini kurindukan.
“Buu.. terima kasih, i love you so much.. Terus berikan kenikmatan seperti ini untukku ya..” Bisiknya lembut.
Aku hanya mengangguk perlahan, setelah memberikan ciuman selamat tidur aku memeluknya dan langsung terlelap. Karena besok aku harus masuk kerja dan masih banyak lagi petualangan penuh kenikmatan yg akan kami lalui.