Sehari-hari aku bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga, meskipun memang ironisnya aku belum pantas menyandang predikat “ibu”. Mungkin memang belum rejeki, dan memang saatnya belum tepat bagi kami untuk memiliki keturunan. Jadi sehari-hari aku mengisi waktu luangku dengan membereskan rumah dan memasak. Komplek tempat tinggalku tergolong baru, dan banyak rumah belum terisi jadi aku banyak melakukan aktivitas apapun itu untuk menghilangkan kesepianku.
Sudah 5 hari ini aku memiliki aktivitas baru, yaitu mengawasi pekerjaan tukang yg tengah memperluas bangunan rumahku. Kebetulan bulan lalu mas Deni mendapat tambahan uang dari bonus akhir tahunnya. Uang tersebut lantas kami tabung dan sisanya kamu pergunakan untuk membangun kanopi penutup garasi di areal depan rumah kami.
“Selamat pagi bu..” Sapa sang mandor pak Ihksan dengan ramah.
“Oh pak Ihksan, silakan masuk pak” Ujarku dengan tak kalah ramah.
Tepat pukul 9 pagi pak Ihksan dan anak buahnya memulai pekerjaannya. Pekerjaan membangun kanopi tergolong mudah dan tak memakan banyak tenaga, sehingga mampu dilakukan hanya dengan 2 orang saja. Pagi itu seperti hari-hari sebelumnya pak Ihksan datang bersama Wawan atau biasa dipanggil Acong keponakannya untuk membantu mengerjakan kanopi kami.
Pak Ihksan yg sudah berumur sekitar 40-an itu lebih kearah me-mandori pekerjaan anak buahnya saja yg tenaganya lebih kuat. Sedangkan Wawan keponakannya itu yg kira-kira berumur sekitar pertengahan 20-an, tak jauh beda denganku, lebih banyak melakukan pekerjaan berat dibawah komando pak Ihksan.
“Silahkan pak diminum airnya” Sapaku ramah sambil membawakan nampan berisi kopi dan air putih dan menaruhnya di teras.
“Oh iya makasih bu Santi..” Jawab pak Ihksan dengan sopan sambil tersenyum sambil terus melanjutkan pekerjaannya.
Berbeda dengan pak Ihksan, Wawan tak banyak bicara. Ia lebih banyak diam dan berkonsentrasi bekerja. Bahkan pada awalnya kukira ia memiliki kelainan sangking ia tak pernah kudengar berbicara satu kali pun. Namun satu hal yg membuatku agak risih dengan Wawan adalah bagaimana ia kerap memperhatikanku. Seringkali ia menatapku dengan tajam, yg membuatku jadi agak salah tingkah apabila bertemu mata dengannya.. Hal itulah yg kadang membuatku tak ingin lama-lama di luar, padahal kapan lagi aku punya teman mengobrol meski hanya sebatas pak Ihksan.
Dan saat itu sama seperti hari-hari sebelumnya, kali ini pun Wawan menatapku dengan seksama. Ia memandangiku lekat-lekat dari ujung rambut hingga ujung kaki sembari menggergaji rangka kanopi di teras rumah. Harus kuakui, Wawan memiliki aura misterius yg membuatku penasaran. Entah karena sikapnya yg begitu pendiam, atau karena alasan lain. Bukan sekali dua kali ia memergokiku dengan cepat ketika aku tengah diam-diam memperhatikannya. Dengan cepat menoleh dan membalas tatapan mataku seakan tahu bahwa aku sedang mengamatinya.
Akan tetapi ada satu hal yg mengusik rasa penasaranku. Meski selalu bekerja tanpa menggunakan baju, Wawan tak pernah melepaskan Kalung hitam yg melingkar di lehernya. Kalung wasiat itu seperti terbuat dari kulit dengan bandul berbentuk persegi berwarna hitam juga yg mengingatkanku pada aksesoris yg sering dipakai di sinetron laga di televisi. Ada satu hal lagi yg membuatku janggal, yaitu ia kerap kali mengusap-usap atau memain-mainkan kalung yg terlingkar di lehernya tersebut sembari ia berbisik-bisik seperti berdzikir. Tak jarang ia memandangiku lekat-lekat sembari melakukan kebiasan anehnya tersebut yg membuatku makin risih saja.
Entah sejak kapan dimulainya, tapi akhir-akhir ini aku kerap mendapat mimpi aneh. Sebuah mimpi samar dimana aku didatangi sesosok pria tanpa busana. Aku tak dapat mengingat jelas bagaimana wajah pria tersebut kecuali badannya yg tegap berotot. Tanpa basa-basi si pria dalam mimpiku tersebut mendekapku dan mulai merengkuh tubuhku. Kemudian entah bagaimana ceritanya, si pria tersebut mulai menggauliku. Ia dengan beringas menyetubuhiku hingga akhirnya akupun terbangun di tengah-tengah mimpi aneh/buruk tersebut dengan bercucuran keringat.
Yg membuatnya makin aneh adalah aku terus mendapat mimpi tersebut terus menerus selama beberapa setelahnya. Dan seperti biasa, didalam mimpi tersebut sang pria tiba-tiba datang dan kemudian menyetubuhiku. Satu hal yg menjadi kesamaan di setiap mimpi adalah sebelum menggauliku, sosok misterius itu selalu memaksaku untuk mengoral kemaluannya, yg anehnya dalam mimpi itu selalu kulayani dengan senang hati.
Meski aku tak bisa ingat bagaimana perawakan si sosok yg kerap datang di mimpiku itu, uniknya aku bisa ingat betul bagaimana bentuk kemaluan si pria itu.
Aku dapat merasakan bagaimana baunya, teksturnya ketika aku mengulumnya dalam mulutku. Bahkan aku bisa mengingat rasanya di kemaluanku. Aku jadi seperti dibuat mimpi basah tiap malam, dan terbangun dengan cairan kemaluan yg menetes-netes di celana dalamku.
Dan begitulah selama beberapa hari berturut-turut, aku terbangun dari mimpi buruk tersebut dengan keringat yg mengucur deras. Namun tetap saja aku tak bisa mengingat wajahnya seperti apa. Hingga pada suatu saat aku tengah duduk di teras, memperhatikan pekerjaan pak Ihksan dan Wawan. Tanpa sadar aku tengah mengamati Wawan lekat-lekat. Kuperhatikan badannya yg berotot, berkilat keringat diterpa matahari, kulitnya yg gelap namun bersih.. dan akupun tercekat ketika Wawan balik memandangku, seakan mengetahui bahwa ia tengah diamati.
Akupun segera masuk kedalam rumah dan menenggak air putih dengan nafas terengah-engah. Mungkinkah aku memimpikan Wawan selama ini?
Semakin hari aku semakin tak bisa melupakan mimpi-mimpiku di malam hari tersebut. Kadang aku merasa bingung menemukan diriku tengah melamun membaygkan mimpiku tersebut. Akupun tak mengerti kenapa aku jadi sering mengingat-ingat mimpi erotis itu, dan membaygkan bilaman si pria yg datang itu adalah Wawan. Akupun terus berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran aneh tersebut dan berusaha untuk tdk memikirkannya sama sekali dan membuangnya jauh-jauh.
Suatu ketika di minggu ke dua, aku tengah mempersiapkan kopi dan air putih bagi pak Ihksan dan Wawan. Hari itu aku malas sekali untuk mandi pagi, dan tetap menggunakan gaun tidurku semalam yg dilapis oleh cardigan tipis sewarna dengan gaun tidurku itu. Aku terkaget ketika melihat Wawan datang sendiri tanpa didampingi pak Ihksan.
“Eng.. pak Ihksan kemana?” Tanyaku dengan canggung.
“……..Pak Ihksan sakit. Istirahat dirumah.” Jawab Wawan pendek. Kupikir-pikir baru kali ini aku mendengar suaranya dan bertanya langsung kepadanya.
“Ooh.. Saya taruh disini ya minumnya..” Ujarku pelan sembari menaruh nampan. Entah kenapa suaranya yg berat membuatku jadi sedikit ciut.
Wawan tak menjawab dan langsung menaruh peralatan yg dibawanya. Dengan santai ia melepas bajunya dan menggantungnya di pagarku. Aku terdiam. Entah kali ini aku begitu berhasrat untuk memandangi badannya lama-lama. Kupandangi badannya yg mulai berkeringat mengaduk semen, berkilat-kilat. Entah bagaimana reaksi mas Deni apabila memergokiku tengah melamun memelototi pria lain seperti ini. Yg jelas saat itu aku sama sekali lupa dengan mas Deni, benar-benar lupa.
Lamunanku tersadar ketika lagi-lagi Wawan memergokiku tertangkap basah memandanginya. Dengan wajah bersemu akupun segera masuk tanpa banyak bicara. Didalam rumah aku mengatur napas, aku tak habis pikir bisa berbuat sebodoh itu. Beberapa waktu berselang aku memutuskan untuk menonton tv saja. Namun lagi-lagi aku tak bisa berkonsentrasi dan pikiranku melayg membaygkan mimpi-mimpi erotis yg kualami.
Sebuah ketukan pelan membuyarkan fantasiku. Akupun terlonjak duduk dari lamunanku. Kucoba untuk meredakan debaran jantungku yg sedari tadi berdegup kencang melamunkan mimpi tak senonoh tersebut. Akupun segera berjalan keluar dan membuka pintu.
“Permisi bu. Hujan, saya berhenti dulu.” Ujar Wawan pendek.
Aku seperti orang bodoh hanya berdiri didepan pintu dengan mata terbelalak dan mulut menganga. Tak menygka Wawan berada di depan pintu berdiri sedekat itu denganku.
“I-iya mas, silakan saja.” Ujarku cepat.
Kulihat tubuhnya basah kuyup diguyur hujan. Ternyata aku tak menyadari turun hujan sangking asiknya melamun tadi. Akupun balik badan dan meninggalkan Wawan yg berdiri mematung di teras memandangi hujan lebat yg mengguyur teras rumah. Rupanya ia tadi sempat memindahkan rangka-rangka kanopi terlebih dahulu sehingga badannya basah kuyup kehujanan. Kupikir-pikir kasihan juga kalau ia kedinginan seperti itu, bisa-bisa ia sakit juga dan malah pekerjaan rumahku jadi terbengkalai.
“…. Eng, silakan mas kalau mau bersih-bersih di kamar mandi..” Ujarku canggung sambil tertunduk membuka pintu sedikit mempersilahkannya masuk.
Sementara Wawan balas memandangiku sejenak, kemudian berjalan mengikutiku masuk kedalam rumah. Segera setelah memberikannya handuk akupun berlari kedalam kamar dan berdiam diri.
“Duh, kenapa jadi deg-degan begini sih?!” Umpatku dalam hati.
Aku terduduk di atas kasur, kemudian merebahkan diriku dengan kedua kakiku menjuntai kebawah. Aku memejamkan mata berusaha meredakan debaran jantungku. Pikiranku melayg tak terkendali, membaygkan tubuh kekar Wawan yg tengah diguyur shower di dalam kamar mandiku, membaygkan bulir-bulir air jatuh ke sela-sela tubuhnya. Aku menghela napas panjang, tak mengerti dengan pikiranku sendiri.
Tanpa kusadari Wawan ternyata telah selesai membersihkan tubuhnya. Ia berjalan pelan keluar kamar mandi dan memandang masuk kedalam kamar. Posisi kamar mandi tersebut berseberangan dengan kamar tidurku, jadi siapapun yg keluar dari kamar mandi dapat dengan mudah melongok kedalam kamar tidurku apabila pintunya terbuka. Dan sialnya kala itu aku lupa menutup pintu kamar tidurku, sehingga Wawan dapat langsung melihatku yg tengah merebahkan diri diatas kasur begitu ia keluar dari kamar mandi.
“Saya sudah selesai, bu.” Ujar Wawan pendek.
Aku terlonjak kaget dan terduduk. Suara tersebut sangat dekat. Dan benar saja, Wawan berada di ambang pintu kamar tidurku. Aku terdiam mematung menunduk kebawah menghindari sorotan matanya. Entah sejak kapan ia berdiri disana. Mungkinkah sedari tadi ia memandangiku yg sedang merebahkan diri di kasur?. Yg paling mencengangkan adalah tiba-tiba dengan perlahan Wawan melangkah masuk kedalam kamarku, dan merapatkan pintu dibelakangnya.
Aku tercekat diam seribu bahasa. Otaku berusaha mencerna apa yg tengah dilakukan Wawan, dan memikirkan bagaimana ia berani-beraninya punya nyali masuk kedalam kamarku. Nyaliku makin ciut tiap kali Wawan melangkah mendekat, perlahan ia mempersempit jarak antara kami berdua. Badanku lemas, antara panik, takut dan terkesima. Terkesima oleh tubuh telanjangnya yg menawan yg kala itu hanya terlilit selembar handuk putih diatas lututnya. Wawan memandangiku lekat-lekat tanpa kata-kata.
Sementara aku makin tertunduk ketakutan dan panik diterpa sorotan matanya yg tajam.
Jantungku berdegup kencang ketika kurasakan sentuhan lembut Wawan di ujung-ujung rambutku. Benarkah itu tangannya? Apa ini hanya Khayalanku belaka?. Sementara itu aku masih tak berani mendongak dan memastikannya. Entah kenapa tak terbesit untuk mengusirnya. Kenekatan Wawan kala itu menciutkan nyaliku.
Sementara itu jantungku tak berhenti berdetak kencang tak terkendali tiap punggung jemari mengusap lembut rambut pendek terurai ku. Diusapnya lembut dari pangkal ke ujung rambutku yg tergerai di sisi wajahku. Aku tak mampu melawan dan hanya bisa mematung. Ingin rasanya aku melawan, namun anehnya aku tak mampu. Jangankan berontak, mengangkat wajah melawan tatapannya pun aku tak sanggup.
Hingga akhirnya dengan segenap kekuatanku, aku berhasil berontak dan menepis tangannya dari wajahku. Kutampar tangannya hingga melayg, dan dengan serta merta kudorong badannya dengan kedua tanganku dengan niatan mengusirnya keluar dari kamarku.
“Egghh! Keluar kamu!!”
Namun badanku yg jauh lebih mungil darinya tentu tak membuatnya bergeming sedikitpun. Malah berbalik aku yg terjengkang kebelakang dan jatuh berlutut di lantai. Saat itulah tiba-tiba Wawan menggenggam pinggir handuknya, dan meloloskan handuknya turun hingga jatuh ke lantai. Posisi ku yg berlutut di hadapannya otomatis langsung berhadapan dengan bagian tubuh bawahnya, sejajar dengan pinggangnya. Kini Wawan telanjang bulat di depanku tanpa sehelai benangpun kecuali kalung wasiat yg melingkar di lehernya.
Dan di saat itu lah semuanya menjadi makin tak terkendali. Sesaat kemudian aku kembali terdiam mematung berlutut, antara kaget dan terpana. K0ntol Wawan yg setengah keras itu tepat berhadapan satu jengkal jauhnya dari wajahku. Otakku langsung bereaksi mengusik alam bawah sadarku, mengulang lagi memori mimpi-mimpi yg kualami beberapa malam ini. Bentuk k0ntol yg berada di depanku ini benar-benar familiar. Ya, ini adalah k0ntol si sosok misterius yg kerap menghantui malamku. Aku memang tak pernah ingat dengan sosoknya, namun aku hapal betul dengan k0ntol itu. Ternyata memang benar, tak lain dan tak bukan k0ntol itu adalah k0ntol Wawan sendiri.
Seperti dirundung rasa haru dan rindu karena akhirnya bisa melihatnya langsung, kuperhatikan dengan seksama k0ntol Wawan yg tepat menodong wajahku itu. Bagaimana tiap-tiap guratan di batang k0ntolnya, kantung zakarnya, urat-urat di sekliling batagnya, kepala k0ntolnya yg sedikit lonjong berkilat, bahkan bentuk rambut kemaluannya memang benar sangat kuhapal.
Bak tengah melihat ular kobra yg siap mematuk, kupandangi k0ntolnya yg gagah menantang. Kuakui panjangnya mungkin hanya selisih lebih panjang 2-3CM dari milik mas Deni. Mungkin karena ukuran kepala k0ntolnya yg berbeda dan sedikit lebih besar. Tapi yg paling kentara adalah diameternya. Meski juga barangkali hanya berselisih 2-3CM diameternya dari milik mas Deni, tapi yg jelas membuatnya jadi terlihat lebih tebal dan gendut. Aku jadi menelan ludah grogi ketika teringat bagimana rasa k0ntol itu di mulutku dan di kemaluanku di dalam mimpiku.
Dan kemudian tanpa berkata-kata, Wawan kembali mengelus wajahku lembut dengan tanganya. Sementara itu ia perlahan memajukan pinggangnya kian mendekat, mengecilkan jarak antara wajahku dan kemaluannya. Namun kali ini aku tak lagi panik atau berontak, aku malah merasa tenang bahkan menunggu-nunggu. Hingga akhirnya aku bisa menghirup aroma kemaluannya yg bercampur sabun merasuk kedalam hidungku. Secara naluriah aku memejamkan mata menikmati baunya yg khas. Mataku perlahan terpejam syahdu seiring Wawan mendekatkan k0ntolnya.
“Ach…”
Aku terpekik kecil ketika pipi halusku bersinggungan dengan hangatnya kulit batang k0ntol Wawan. Teksturnya yg tak rata begitu terasa di pipi kananku. Masih dengan mata terpejam kubiarkan k0ntol Wawan menjelajahi wajahku. Mulai dari pipi, kemudian beralih ke hidungku hingga daguku bisa merasakan kantung zakarnya di daguku. Tangan Wawan yg tadinya hanya mengelus pipiku, kini beralih memegangi belakang kepalaku. Otomatis bibirku jadi mengecup pangkal kemaluan Wawan. cerita sex
“Hhhmm…”
Wawan mendengus pelan. Diarahkannya lagi kepalaku hingga kini bibirku mengecup naik ke batang kemaluannya, dan kemudian mengecup kepala k0ntolnya lembut. Dan akupun seperti mengerti akan keinginan Wawan, kugerakkan bibirku mencumbui lubang urine nya yg terasa sedikit basah dan asin.
“Mmhcch.. Mmmhcccup.. Cuppphmm.. Cupphhmmmmm…”
Dengan jinaknya kutimpali dengan kecupan mesra gerakan kepala k0ntol Wawan yg berputar di sekeliling bibirku. Perlahan namun pasti Wawan menggerakan k0ntolnya maju, membuka bibirku yg tertutup rapat. Kini tanpa harus banyak menggerakan tangannya, kepalaku secara otomatis bergerak pelan mencumbui k0ntolnya hingga masuk sedikit demi sedikit.
Bibirku kini sedikit menganga, berganti dari menciumi menjadi mengulum kecil meski baru sebatas kepala k0ntolnya saja.
Kunikmati dan kukecap mesra rasa k0ntol Wawan di mulutku. Aku tak pernah mengoral k0ntol siapapun sebelumnya, bahkan k0ntol mas Deni sekalipun. Pengalaman oralku hanya dari mimpi mimpi yg kualami saja. Namun kini dengan giatnya aku mengisapi batang kemaluan Wawan kian dalam hingga kini sudah setengah batangnya masuk kedalam mulutku.
Wawan pun kian bersemangat dan mulai menggerakkan pinggulnya lebih kencang. Kini aku hanya diam dan pasif saja melebarkan mulutku membiarkan kontol tebal Wawan mengawini mulutku. Kepalaku kini bersandar di pinggir kasur menahan sodokan k0ntol Wawan keluar masuk di mulutku. Wawan pun mulai agak sedikit beringas. Dipeganginya kuat-kuat kedua sisi wajahku sambil sesekali ia menjejalkan k0ntolnya hingga ke kerongkonganku. Aku terbatuk-batuk mual akibat ulahnya, namun tetap saja aku memasrahkan diriku sepasrah-pasrahnya.
“Uuggghhhhh…”
Wawan pun menggeram ketika ia membenamkan k0ntolnya dalam dalam kedalam mulutku. Barulah aku tahu besarnya beda 2-3CM tersebut. Dadaku terasa sesak, oksigen tertahan di kerongkonganku akibat k0ntol Wawan yg terbenam dalam. Aku tercekik hingga tak terasa wajahku merah padam dan air mataku mengalir dari sisi sisi mataku yg masih terpejam. Terasa ujung k0ntol Wawan menyentuh sisi terdalam kerongonganku.
“OHOK.. OHOK.. OHOKKK..!!!”
Aku terbatuk-batuk ketika oksigen kembali masuk ke paru-paruku. Kumuntahkan sedikit lendir lengket kerongonganku hingga jatuh membasahi gaun malamku. Nampak k0ntol Wawan berkilat basah oleh ludahku ketika ia mencabutnya dari dalam mulutku. Tersisa jalinan bening lendir ludahku tadi yg masih tertaut di sisi bibirku dan kepala k0ntolnya. Rasanya lama sekali tadi ia men- deep throat ku, mungkin 30 detik, mungkin 1 menit aku tak tahu. Tapi entah bagaimana aku tak marah malahan begitu puas bisa mengoral k0ntolnya seperti itu.
Wawan dengan lembut menyeka sisa sisa ludah di bibirku. Dengan perlahan ia mambantuku berdiri yg masih agak lemas tadi. Namun kemudian dengan cepat Wawan mendorong tubuhku hingga aku jatuh terbaring di atas kasur. Dengan sedikit berdebar-debar aku memperhatikan Wawan yg masih berdiri di sisi kasur. Dengan perlahan diangkatnya kedua kakiku keatas kasur. Diusapnya lembut telapak kakiku, dan dimainkannya sebentar gelang kaki yg terikat di pergelangan kananku. Tanpa basa-basi kemudian Wawan mencium telapal kakiku gemas. Dikecupnya jemari kaki mungilku dan diisapnya kuat-kuat.
“Emggghhh..!”
Serta merta badanku menggeliat karena sensasi geli yg ditimbulkannya. Kemudian seperti macan yg mendekati mangsanya, Wawan ikut naik keatas kasur dan merangkak diatas tubuhku. Telapaknya yg kasar meraba pergelangan kakiku dan naik hingga ke lututku. Badanku kini merinding sejadi-jadinya. Apalagi kini tangannya sudah naik lagi menyusuri pahaku dan bahkan sudah tiba di tepian celana dalamku. Kontan aku merapatkan pahaku malu barangkali ia hendak melucuti celana dalamku. Namun aku dikejutkan oleh gerakannya yg sangat mendadak, ketimbang menurunkan cd ku ia malah menjambak ujung gaun tidurku dan menyingkapnya keatas.
Aku menggeliat kecil menahan wajahku yg merah padam ketika Wawan berhasil menyingkap gaunku hingga ke atas dadaku. Terpampanglah sudah kedua payudaraku di hadapannya. Aku yg memang kala itu tak mengenakan bra, kini harus merelakan kedua gunung kembarku menjadi tontonannya. Yg membuatku makin malu adalah kedua puting sususku ternyata sudah mencuat keras, tanda bahwa aku memang juga senang diperlakukan seperti itu olehnya.
Wawan menatapi nanar dadaku. Kuakui memang payudaraku tak terlalu besar (hanya 32B), tapi bentuknya yg bulat padat serta kedua puting susuku yg sedikit panjang berwarna kemerahan pastilah tetap membuat Wawan dahaga. Benar saja, tanpa banyak bicara Wawan segera melahap dada kiriku hingga habis.
“Aaaauuhhh..!!”
Aku mendesah geli sembari membungkam bibiku ketika Wawan menyedot payudaraku kuat-kuat. Tak hanya dilahapnya dadaku, namun juga dengan lidahnya ia menjawil-jawil puting susuku dalam mulutnya seperti hewan yg kelaparan.
“Aaahmmm…sslrrrpp.. Nyaammhhh…ccttttt..”
Hingga berdecit-decit bibirnya menetek di payudaraku. Payudaraku yg sebelahnya juga ikut dimainkannya menggunakan tangannya. Kasar memang, tapi terasa begitu nikmat menurutku. Puting susuku berganti-ganti digelitkinya, ditariknya, dipuntirnya, ditariknya kuat-kuat hingga makin memanjang, bahkan disentil-sentilnya hingga terasa agak ngilu.
Puas menetek kanan dan kiri, Wawan menyudahi permainannya. Tak hanya dia, akupun jadi terengah-engah dibuatnya. Setelah nafasnya terkumpul kembali, Wawan kini beranjak turun menciumi perut dan pusarku. Aku hanya bisa tengadah kegelian dan sesekali melirik kebawah mencari tahu perbuatannya.
“Aakh!!”
Kembali aku tersentak kaget ketika tangan Wawan mengusapi paha dalamku dan kemudian berganti mengusapi selangkanganku. Percuma saja kuapit pahaku erat-erat, karena Wawan pun sudah menyadari ada sesuatu di celana dalamku. Dengan bertenaga disentaknya kedua pahaku hingga terkangkang. Kembali kualihkan wajahku menahan malu kala Wawan menemukan noda basah memanjang di muka celana dalamku. Noda basah vertikal itu tercetak di sepanjang garis khayal bibir kemaluanku. Dengan lembut, Wawan mencolek noda basah tersebut yg tak pelak ikut mencolek kemaluanku dari luar.
“Aungghhhh…”
Aku meringis dan kembali membungkam bibirku tatkala kurasakan aliran listrik yg memecut tubuhku saat Wawan mencolek celana dalamku. Melihat reaksiku Wawan makin menggencarkan gerakan telunjukku. Kini diusap dan digosok-gosokkannya makin cepat telunjuknya, seakan memancinf cd aku agar lebih basah lagi. Aku hanya bisa menggeliat dan mendesah terbata-bata berjinjit diatas kasur akibat rasa enak yg ditimbulkannya.
Badanku makin menggeliat liar ketika akhirnya telunjuk Wawan berhasil masuk menelusup dari sela-sela celana dalamku. Kugigit bibirku kuat-kuat ketika akhirnya kurasakan secara langsung telunjuk Wawan di bibir kemaluanku. Telunjuknya mengusapi bibir kemaluanku naik turun dari sudut atas hingga kebawah berulang kali. Dinikmatinya telunjuknya yg kini jadi basah berminyak oleh memekku. Yg membuatku makin lupa daratan yaitu ketika Wawan menggelitiki sudut atas bibir memekku. Dengan tepat ia menemukan tonjolan kecil yg tersembunyi itu dan diutak-utiknya dengan cepat. Kontan saja badanku makin menggeliat bak cacing kepanasan.
“Heemmmff..heeemmmgfffff….”
Aku mendesah berat ketika klentitku dirangsang oleh ujung telunjuknya. Ia tahu betul aku benar-benar menikmatinya hingga ia kini hanya berfokus memainkan klentitku saja. Badanku melayg layg keasyikan ketika Wawan memutuskan meloloskan cd ku, dan kemudian dengan cepat mengganti telunjuknya dengan ujung lidahnya. Lidahnya yg basah yg hangat, serta Teksturnya yg khas makin menambah keasyikan yg kurasakan.
Kini berganti giliran Wawan yg mengoral diriku. Aku baru kali merasakan rangsangan foreplay yg begini nikmatnya, nyaris menyamai nikmat hubungan seks yg kulakukan dengan mas Deni. Mas Deni tak pernah merangsangku sedemikian binal dan kotor. Kemana saja aku selama ini? Baru kali aku begitu puas dan tak ingin sudah dipermainkan seperti ini. Wawan dengan semangat mencumbu memekku. Bibirnya dan lidahnya men- French kiss kemaluanku tanpa ragu. Baru kali inilah kurasakan memekku sebecel ini.
Tak hanya dari cairan pelumasku saja, tapi juga dari ludah Wawan yg mencumbu kemaluanku Posisiku yg kini nampak seperti katak yg siap dibedah, mengangkang selebar-lebarnya membiarkan Wawan terus melakukan perbuatan bejatnya kepadaku. Mataku terpejam-pejam sangking begitu nikmatnya rangsangan Wawan. Namun tepat saat dimana tinggal sedikit lagi aku mencapai puncak kenikmatan, Wawan menyudahi oralnya. Entah karena lelah, atau memang ia sengaja. Yg pasti aku langsung dongkol dan merasa kesal. Ingin rasanya aku berteriak dan merengek-rengek kepadanya minta diteruskan lagi, namun aku malu. Aku hanya bisa melirik Wawan dengan pandangan bertanya-tanya dan sedikit melirik memohon.
Wawan nampaknya memang tahu jelas aku sudah mempasrahkan diriku sepenuhnya padanya. Dengan perlahan ia mensejajarkan dirinya diatasku. Tanpa ingat malu kurengkuh leher Wawan dan kuciumi gemas bibirnya. Biarlah ia berpikir aku pelacur atau binal, yg penting aku ingin sekali dituntaskan birahiku saat ini juga. Wawan pun untungnya diam dan hanya membalas cumbuanku tanpa berkata apa-apa. Kuciumi bibirnya mesra seakan merayunya lagi untung melanjutkan pencabulannya terhadapku. Wawan ternyata diam-diam sudah mempersiapkan diri.
Tanpa kusadari Wawan sudah mengarahkan moncong k0ntolnya tepar di depan bibir memekku. Mataku membelalak berbinar ketika kurasakan kepala k0ntolnya mencocol lembut lubang kemaluanku. Dengan berdebar-debar tak sabaran, segera kuposisikan lagi kedua kakiku mengangkang bersiap menyambut k0ntol yg amat kurindukan itu.
Wawan tak terlalu buru-buru mempenetrasi diriku, hingga aku jadi kegatalan sendiri dibuatnya. Pertama-tama Wawan menggesek-gesekkan batang k0ntolnya dahulu, melumurinya dengan cairan pelumasku. Lalu dengan lembut digosoknya pula kelentitku dengan moncong k0ntolnya, yg membuat badanku ngilu-ngilu sedap. Sembari terus kucumbui lehernya dan dagunya, kadang kala sengaja kuangkat dan kumajukan pinggulku agar cepat-cepar Wawan memasukkan batang jantannya meski terus meleset.
Akhirnya disaat birahiku sudah tak terbensung lagi di ubun-ubunku, saat itulah Wawan membidik lubang kemaluanku. Perlahan namun pasti kepala k0ntol Wawan mulai terbenam masuk di rongga memekku. Dengan mendesah tertahan, kunikmati segenap batang Wawan yg berjejal masuk di lubang yg selama ini hanya boleh dimasuki oleh maa Deni.
“Ooooouugghhhhhh…nggg..oohhhhhhh…”
Kurasakan bagaimana sedapnya otot dinding kemaluanku yg dipaksa merenggang lebih dari biasanya. Diameter k0ntol Wawan yg mengungguli punya mas Deni memaksa memekku beradaptasi lagi. Meski licin dan sudah amat basah, tetap saja terasa bagaimana sesak dan sempitnya memekku melawan k0ntol gendut Wawan. Wawan dengan lihainya menarik mundur batang k0ntolnya, kemudian menggenjot lebih dalam lagi dari sebelumnya. Terus perlahan seperti itu hingga akhirnya bermenit-menit kemudian kedua pangkal kemaluan kami bertemu. Wawan menggeram puas merasakan k0ntolnya yg terbenam dalam di rahimku. Begitu pula aku yg menemukan sensasi kenikmatan mampu menelan habis k0ntol Wawan yg notabene jauh lebih dahsyat yg biasanya kurasakan.
Kami berdua lalu terdiam sejenak menikmati pertautan kemaluan kami. Terasa ada chemistry diantara kami lantaran kedua kemaluan kami terasa begitu pas satu sama sama lain. Biasanya milik mas Deni tak pernah bisa se-pas ini. Namun kini k0ntol Wawan menyatu dengan sempurna dengan memekku. K0ntolnya mampu meraih sudut-sudut rongga terdalam yg tak pernah dicapai mas Deni sebelumnya. Begitu pula besarnya, baru ini aku merasakan memekku penuh sesak dijejali k0ntol sedemikian gendut. Meskipun agak ngilu kurasa, namun tak bisa kupungkiri aku benar-benar menyukai otot memekku merenggang lebar seperti ini.
Bermenit-menit kemudian kami masij saja diam saling menikmati kedutan dan remasan kemaluan satu sama lain. Kami saling berpandangan mesra sembari berciuman lembut. Hingga akhirnya Wawan berinisiatif menggenjot pinggulnya perlahan.
“PLOK!”
“Ouuwwwwhhh..mmsssssshhh”
Sekali tamparan cepat bunyi kemaluan kami beradu. Wawan dengan sangat pelan menarik mundur k0ntolnya keluar. Aku dapat merasakan bagaimana rongga memekku seakan ikut tertarik keluar kala ia mengambil ancang ancang mundur. Dan kemudian dengan cepat Wawan mendesak maju menghantam memekku hingga mentok lagi seluruhnya.
Ranjang pernikahanku dan mas Deni kini berderit-derit kencang. Nampak bagaimana tubuh Wawan yg berkilat seksi oleh keringat bergerak berirama diatasku. Dari belakang aku nampak tenggelam dibawah badan Wawan. Yg terlihat mungkin hanya punggung Wawan saja, dan juga hanya ada dua buah tangan yg mencengkram tengkuk serta mencakar punggungnya gemas. Juga sepasang kaki yg melilit pinggul Wawan erat-erat sembari merenggangakan dan menjinjitkan jari-jari kaki mungilnya bak seorang balerina.
“Ouggh.. Ugghh.. Uuuuuhmmmm…”
Wawan menggeram ketika menyudahi genjotannya setelah temponya menurun. Aku hanya bisa terengah-engah dengan ekspresi sakau dibawah tubuh Wawan. Wawan menoleh sekilas ke arah lemari di seberang ranjang, dan kemudian ia punseperti mendapatkan ide. Ia pun memutar tubuhku hingga aku berbaring kesamping. Kemudian diputarnya badanku dengan mudahnya (karena memang badanku jauh lebih kecil darinya) sehingga kini aku berposisi merangkak di depannya.
Semua dilakukanya tanpa mencabut k0ntolnya dari memekku. Lantas ia menggeser tubuhku hingga kini kami berdua berhadapan dengan cermin di pintu lemari tersebut. Kini aku berpegangan di pinggir kasur sementara Wawan mulai memacu lagi kuda poninya.
“Aaaawwwwh… Aaaaaaahhhh… Aaaaaaaaaaaaahhh…!”
Kini tanpa lagi malu-malu aku mulai berteriak sekencang-kencangnya. Aku menjerit-jerit bak orang disiksa. Tentunya aku tengah disiksa kenikmatan oleh Wawan saat ini. Entah kenapa dengan menghadap cermin seperti itu naluri binalku muncul perlahan. Aku seperti tak mengenal sosok wanita yg tengah asyik menjerit-jerit didalam cermin itu.
Benarkah itu santi? Istri dari Deni? Akupun tak percaya bahwa itu adalah diriku. Wanita didalam cermin itu tengah asyik mengaduh dan mendesah membiarkan dirinya dinikmati oleh tukang bangunan yg hina. Ya, mungkin wanita di cermin itu juga wanita hina. Hina karena membiarkan dirinya menikmati kenikmatan terlarang dan mengkhianati suaminya. Baca juga:
Bacaan Sex Terbaru 2023 Ibu Sandra Pimpinan Bank“Aaaghhh terusss.. Terus mas Wawaniiii.. Terussssssss”
Akupun mulai berani membuka mulut dan memanggil-manggil Wawan. Wawan dengan beringasnya menjambak rambutku dan mencengkram pundakku dari belakang, agar hentakannya bisa lebih kuat lagi. Wawan pun mencondongkan badannya dan berbisik tak kalah binal dariku.
“Iyaaa mas Wawan.. Aaauwwwwh… Hajar terus masss hajar masss..”
“Hmmmggg..rrrr…kamu suka kan?!”
“Iya masss… Santi suka masss.. Suka banget maaaasssh.. Aaaauuggghh”
“Hmmmgghhh.. Aku kuat khan? Ugfhh.. Uffghh.. Ga kaya suami kamu loyo.. Uffghh”
“He eh mass.. Enakk masss.. Santi seneng massss.. Auuuuhh!!
“Pilih mana.. Uffgh.. Aku apa suami.. Ufgh.. Kamu??”
“Aaaasgghh… Santi sama mas Wawan ajaaa… Aaahhh santi nikmatt sama aauhh.. Mas Wawaniiii…!”
“Mulai sekarang.. Nffhhh…kamu jadi..ssshhm..istriku aja yah.. Uufgghh…”
“Mhmhhh.. Iyah iyah mass.. Santi mau jadi istri mas Wan.. Awwugh.. Mas Wawanii…!!”
“Gghrrrr.. Bagusss… Tak hamilin yaah?? Mau?? Uffgh..”
“Iya mas Wawaaannnn.. Hamilin santi masshhh.. Hamilin masss.. Semprotin aauwwwhh yg.. Banyak massss.. Ighhh..aaahhhh…”
“Uggfhhg nih.. Nih… Mmmggaaaaaaaaahhh!!!!”
Wawan kemudian menghentakkan dalam-dalam k0ntolnya dan menyemburkan benihnya kedalam rahimku. Tentu saja kusambut semburannya dengan orgasme ku yg talah kalah dahsyat. Kami berdua sama-sama kejang menikmati klimaks terindah yg pernah kami alami ini. Hingga kemudian tubuh kami berdua rubuh diatas kasur. Benih Wawan meleleh-leleh diantara sela kemaluanku. Kami berdua segera nyaris terlelap bahkan tak sampai ingat untuk mencabut kemaluan kami berdua. Kamipun akhirnya tertidur saling menimpah satu sama lain masih dalam keadaan seperti tadi. Kurengkuh mesra suami baruku yg mendengkur diatas tubuhku ini dan kemudian ikut terlelap bersamanya.