Setelah abangku yang nomro dua dan adikku, aku akan melampiaskan dendamku pada abangku yang paling tua. Namanya Nasrun 25 tahun, bertubuh tinggi berotot, hitam legam dan kuat.
Dia temperamental dan suka marah, bahkan pernah menamparku beberapa kali jika aku salah, walau aku adalah anak perempuan satu-satunya dalam keluarga kami.
Aku diperkosa, bukan kemauanku. Bahkan sampai tiga kali. Justyru aku yang diminta diam dan dimarahi habis-habisan. Semua menyalahkan aku dan aku tak boleh bicara soal ini, karean ini adalah aib keluarga.
Panen sudah usai. Kini sawah, akan dikeringkan dan akan dibabat, lalu akan dibuatkan bedengan, akan ditanami kedelai, agar nanti sawah jadi subur lagi saat menanam padi.
Harus kerja keras, karean ayahku sebagai orang terkaya di desa kami ingin terus menambah lahan perladangan. Banyak sudah lahan orang lain yang kepepet dibelinya. Katanya untuk diwariskan kepada kami anak-anaknya dan cucunya nanti.
Soal membabat, Abang Nasrun ahlinya. Aku ditugasi membantunya, untuk membawakan makan siang sepulangku sekolah dan menyerakkan batang padi yang sudah dibabat, agar kering dan nantinya akan dibakar, agar bias menjadi pupuk.
Sengaja aku tidak memakai BH. Aku pakai baju kaos oblong yang tipis dan rok kembang dan aku tidak memakai celana dalam. Abangku yang galak ini, harus kutaklukkan. Aku akan menggodanya, biar semuanya tuntas.
Aku melayaninya makan siang. Au sengaja menunduk agar tetekku yang ranum kelihatan. Saat makan aku sengaja menyibakkan rokku seaakan tidak sengaja sampai pangkal pahaku kelihatan.
Sembari makan, aku dengan hati-hati meliriknya. Hmmm… matanya mulai melirik pahaku dan bayangan tetekku di kaos oblong yang tipis.
Kususun pirng dan rantang bekas makanan ke lantai dangau. Aku melihat seekor tikus mulai mendekat, mau memakani sisa makanan kami. Otak berpikir keras. Tikus ini akan kumanfaatkan.
Benar saja, begitu tikus mendekat, aku menjerit dan menghambur ke pangkuan Nasrun dan memeluknya kuat-kuat. Kurapatkan buah dadaku ke dadanya yang tak memakai baju dan baru kering keringatnya.
Kupeluk tubuhnya dan kutempelkan wajahku ke lehernya, seakan aku ketakutan. Nasru mulau mengelus punggungku dengan lembut.
“Udah jangan takut. Kan ada aku Mas mu,” katanya lembut seakan melindungiku. Aku sudah merasakan kemaluannya yang keras di balik celana pendeknya. Dia mau turun mengisur tikus itu, tapi aku tak mau turun dari pangkuannya, seakan aku ketakutan sekali.
AKhirnya dia mengambil kayu dan masih mengendongku dia mengusir tikus.
“Sudah,” katanya. Tapi aku tak mau turun, sepertinya aku trauma. Dia mengelus punggungku. Saat itu sebelah tanganku menaikkan kaos oblongku ke atas dari depan dengan hati-hati, agar dia tak mengetahuinya.
Perutku dan perutnya mulai berlaga. Kulit kami sudah saling gesek. Aku merasakan kontolnya semakin mengeras. Tangannya sudah menyelusup ke bali kaosku yang mengelus kulit punggungku.
Perlahan dengan hati-hati aku menaikkan bajuku bagian depan semakin tingi. AKhirnya buah dadaku sudah berlaga dengan dadanya. Aku merasakan nafasnya semakin memburu. Dia mulai mengelus tetekku. AKu priotes.
“Mas… jangan. Nanti diilihat orang. Malu Mas,” kataku.
“Udah, kamu diam saja,” katanya setengah membentak. Aku pura-pura menolak. Aku ditidurkannya di atas lantai dangau yang tingi itu.
Ditariknya baju kaosku ke atas dan mulai menjilati dan mengisapi tetekku. Mampus kau, bisik hatiku. Aku ingin buktikan, kalau sebenarnya seisi rumahku, tidak ada yang benar, semua akan menyetubuhi diriku.
“Maaasss…” kataku dalam desah seakan aku memprotes. Eh… malah dia makin galak dan ganas. Tangannya mulai meraba memekku yang tidak memakai celana dalam.
“Mas… aku enggak mau Mas. Aku ini adikmu, adik kesayanganmu..” kataku merintih pura-pura, padahal aku sudah benar-benar basah. Dilepasnya celana pendeknya dan aku melihat kontolnya yang hitam besar, panjang berurat dank eras.
Di kangkanginya kedua kakiku dan dia berada di antara kakiku. Dia menuntun kontolku ke dalam Memekku. Saat ujungnya sudah menempel di memekku, aku protes lagi.
“Mas… jangan Mas… nantui ketahuan. Aku dimarahai lagi….” Kataku seperti mau menangis. Dan…
Kontolnya sudah menembus memekku dan ujungnya sudah menelusuri memekku yang terdalam. Mulutnya terus mengisap tetekku dan sebelah tangannya mengelusnya dan sebelah tangannya yang lain menekan di lantas menyimbangkan dirinya.
“Mas… bagaimana ini…?” protesku. Dia malah beringas dan semakin menggila. Aku meremas punggungnya seakan protes, padahal aku ingin memeluknya. Dia pun terus menutupu mulutku dengan bibirnya dan mengisapi bibirku.
Kocokannya pada memekku benar-benar semakin cepat dan aku tak mau kehilangan momen itu. Aku tak mau dia puas sendiri. Aku megejarnya dengan berpura-opura protes, aku menggoyang-goyang pantatku, sampai akhirnya aku melepaskan nimatku, sebelum dia lebih dulu.
Setelah beberapa kali aku melepas nikmatku, aku seperti diam kayak orang tak bertnaga. Memang aku sudah kehabisan tenaga, karena aku menggoyangnya dengan pura-pura protes. Lalu Nasrun pun menembakkan spermanya dalam rahimku beberapa kali semabri memelukku kuat sekali. Nafasnya terengah-engah.
Aku menangis pura-pura, tapi air mataku memelh juga. Kututuip memekku pakai rok ku. Dan diasegera memakai celananya.
“Di… kamu gak boleh bilang siapa-siapa, ya…” katanya membujuk. Aku diam dan membelakanginya seakan marah besar. Dalam hatiku, sudah kau puaskan dirimu, lalu kau minta aku diam. Diam lagi… diam lagi!. Saat dia ke kali kecil mencuci kontolnya, aku duduk. Saat dia datang, aku pura-pura termenung.
“Sudah dik… kita kerja lagi yuk. Supaya orang gak suriga,” katanya dan menaik tanganku dengan lembut. Aku diam saja dan mengikut. Dia mulai lagi membabat dan aku menyerakkan batang padi dengan merasa dalam diam. Aku berusasha tidak jauh darinya, agar ketika aku membungkuk, dia tetap melihat tetekku menggantung dari leher baju kaos ku yang lebah.
“Tetekmu bagus, dik…” katanya seakan berbisik. AKu diam saja. Dalam hatiku, biat kau tahu, siapa aku.
“Udah, kalau panas dan capek, sana ke gubuk, biar nanti Mas yang kerjai sendiri,” katanya. Mampus kau. Kau akan kuperbudak lagi, bisik hatiku.
Aku melepaskan batang-batang padi dan pergi ke gubuk. Aku monum dan merebahkan diriku. Dari sela-sela dinding tepas (Bambu yang dianyam) aku melihat dia mulai mendekati gubuk. Kusingkap rokku ke atas, hanya sedikit menutupi memekku saja. Aku pura-pura tidur lelap. Dia menaiki tangga dangau dan langsug mendekatiku.
“Kau tidur?” sapanya lembut. Aku pura-pura terjaga.
“Capek Mas. Mas sih… ngentotnya kuat banget,” kataku seperti sedih. Dia pun mendekat dan langsug mencioum bibirku.
Dia meminta aku mengeluarkan lidahku dan kuturuti. Di elus-elusnya memekku dan aku tetap protes. Tapi kali ini dengan paksa dia kangkangkan kedua kakiku dan menjilati memekku yang basah dan belum aku cuci. Pasti dia menjilati spermanya sendiri.
Paling banyak spermanya yang keluar, karena aku tadi terkencing . Rakus sekali dia. Akhirnya aku merasa sampai pada nikmatku, aku menjepit kepalanya dengan keduka pahanya dengan gaya protes lalu melepaskan nikmatku.
“Maaass… jangan,” kataku. Kurenggangkan kembali kedua kakiku dan menarik rambutnya sebagai protesku, padahal aku melarang, karena aku sudah merasa sangat geli.
Dia buka kembali pahaku dan dilepaskannya celanaanya dan kembali dia masukkan kontolnya ke dalam memekku. Genjotannya semakin keras saja dan pelukannya semakin erat saja. Aku merasakan kontolnya demikian penuh dalam memekku.
Dia pun akhirnya melepaskan spermanya beberapa kali dalam memekku. Dia cium pipiku. Sejak itu, kami selalu melakukannya. Bahkan aku katakana kepadnya, kalau kami pacaran. Dia setuju, kalau akulah pacarnya.
Lagi-lagi hatiku berkata:” Mampus kau!” Kami selalu berdua membuat bedengan dan selalu melakukan persetubuhan. Kalau aku mau mau menolongnya, aku menolongnya, kalau tidak, aku duduk saja di dangau. Kubiarkan dia bekerja sendirian.
Adaq satu lagi janji kami. Jika mau bersetubuh, dia harus memuaskan aku dulu, dengan menjilati memekku, megisapi tetekku, bahka menjilati lubang duburku. Dan itu dia lakukan dengan senang hati.
Sampai suatu hari, aku mengatakan, aku hamil. Dia terkejut sekali. Aku ancam dia, kalau tak mau kulaporkan pada ayah dan ibu serta semua orang, dia tak boleh menyuruhku apa saja dan wajib membelaku. Dia setuju.
Setelah abangku yang nomor dua dan adik bungsuku, kini akumendapat kesempatan dengan ayahku. Inilah saatnya aku akan melampiaskan dendamku pada ayahku. Aku berjanji dan bersumpah, akan menjadikan mereka semua keluarga ku yang laki-laki akan menjadi budakku.
Agar mereka tau, betapa sakit hatiku yang diperkosa, malah aku yang diminta diam dan boleh melaporkan kejadian kepada siapapun juga.
Ayah telah berhasil dengan cita-citanya. Kini ayah telah membeli sebuah kebun di hulu desa, berkisar 25 kilometer dari desa kami. Pelit, ayah tak mau mengupahkan pekerjaan itu kepada orang lain. Dia harus mengerjakan sendiri.
Abangku, mulai menyadap karet berdua. Adik laki-lakiku mengangon sapid an ibu berjualan di pasar. Aku mendapat tugas untuk menemani ayah ke lading baru untuk ditebas untuk kebun kopi. Sebuah gubuk sudah berdiri di sana.
Aku diminta untuk menemani ayah selama tiga malam. Setelah sadapan karet selesai dan ibu ada kelonggaran, aku akan digantikan oleh ibu. Aku ikut ayah naik sepeda. Semua orang terkagum-kagum pada ayah yang menjadi orang terkaya di desa kami.
Semua anak-anaknya manut padanya. Ayahku juga bangga sekali. Begitu sampai di perladangan baru, kami mulai memasuki gubuk. Aku mendapat tugas untuk menanak nasi dan rebusan sayur serta menjerang air untuk kopi ayah. Aku mulai melancarkan aksiku, seperti kepada abang-abang dan adikku.
Kulepas bra yang kupakai dan celana dalamku. Aku sengaja memakai rok longgarku. Kuhidangkan nasi di teras gubuk di ketinggian dengan angina yang berhembus kencang.
Baju kaos tipis yang kupakai membuat pentil tetekku transparan. Kami duduk di lantai tanah dengan berkembang tikar seadanya. Aku sengaja mengambil posisi duduk di depan ayahku. Pahaku yang putih mulus mulai kuperlihatkan.
Aku sengaja duduk sembarangan, antara kelihatan bagian memekku dan tidak. Ayahku makan dengan lahapnya. Aku juga makan dengan lahap. Kusodorkan kopi panas pada ayah selesai dia makan dan aku meneruskan makanku.
Angin kencang mengangkat rok ku yang kembang hingga memekku sedikit tersingkap dan cepat kututup. Memek yang belum berbulu itu, membuat ayah sempat meliriknya. Dadaku berdegup kencang. Ayah kulihat diam tanpa bereaksi. Aku meneruskan makanku. Jelas kulihat mataayah, mul;aimelirik-lirik. Aku diam saja seakan tidak tahu.
Seusai aku makan, aku mengambili piring kotor dan akan mencucinya. Aku sengaja jongkok mengangkang. Saat itu aku tahu, memekku jelas terlihat ayah. Aku melihat matanya melirik ke selangkanganku. Aku diam saja, lagi-lagi seakan tidak tahu.
“Sudah nanti saja nyuci piring. Kamu duduk di sini saja dulu,” kata ayah. Hatiku bersorak. Semoga ayah tidak marah. Aku sengaja duduk di sampingnya dan aku pun bermanja. Aku ngelendot pada ayahku.
Kurapatkan buah dadaku ke punggungnya. Waktu aku duduk, aku mengangkat kakiku sebelah, hinga rok ku melorot ke pahaku. Pahaku yang mulus putih itu kelihatan jelas. Ayah memeluk bahuku. Aku pun memeluk pinggang ayah dan merapatkan tetekku ke dekat dadanya, seakan aku bermanja.
“Kamu cantik sekali nDuk…” katanya.
“Kalau aku cantik, kenapa ayah marah padaku,” kataku bermanja.
“Soalnya, kenapa kamu mau diperkosa Paklek mu?” kata ayah.
“Namanya diperkosa, ayah. AKu menolak, tapi aku tidak kuat menolak…” kataku bersedih.
Tanpa sengaja, aku menjatuhkan tangan. Kuperlihatkan, kalau aku benar-benar tidak sengaja. Kemaluan ayahku tersentuh tanganku.
“Hi… ini apa? Apa ayahamembawa kayu dalam celana?” kataku seakan lugu. Ayahku tersenyum. Ayah mengatakan itu bukan kayu. Aku pun pura-pura bertanya lugu. Kalau bukan akyu apa, kok keras? Ayah hanya tersenyum.
“Boleh aku melihatnya, ayah?” kataku memberanikan diri. Lagi-lagi ayah tersenyum. Dalam hatiku, aku akan berhasil memperdaya ayahku. Tanpa menunggu jawabannya, aku memagang kontol menegang itu dari luar.
“Hii… kayak ular, yah?” kataku pura-pura lugu.
“Ya… memang ular,” kata ayahku. Aku pura pura melompat ketakutan. Ayah tersenyum. Aku kembali jongkok dan berhadapan dengan ayah. Aku memasukkan tanganku ke dalam celana pendek ayah dan memegang kontol ayahku.
“Boleh aku melihatnya, Yah?” kataku penuh keluguan. Ayah diam. Aku menarik celana ayahku sampai melorot sampai aku melihat kontol ayahku yang tegang. sumber Ngocoks.com
TIba-tiba saja saya ayah merengkuhku. Ditariknya tubuhku dan dibawanya tubuhku merapat ke tubuhnya. Kedua kakiku mengangkangi kedua kakinya. Aku dipeluknya. Ayah meraba-raba memekku.
“Kenapa ayaha berbuat seperti ini?” tanyaku pura-pura lugu, seakan tidak mengerti. Ayahku tidak menjawab. Dia terus menarik tubuhku semakin merapat ke tubuhnya. Perlahan dia arahkan kontolnyamenempel di memekku. Dia tekan ke atas kontolnya sampai memasuki memekku.
“Yah… sakit…” kataku berpura-puramerintih. Ayah tidak menjawab.
“Tak mau Yah… sakit…” kataku dalam rintih kepura-puraan. Memekku memang belum beasah, hingga sedikit sakit dan kesat. Ayahku terus memaksakan kontiolnya memasuki memekku. Aku meneteskan air mata keperihan memekku yang masih kering dipaksa dimasuki kontolayah yang besar dan panjang.
“Sakit Yah…” rintihku. Ayahku diam saja. Terus dimasukkannya kontolnya ke dalam memekku. Sampai akhirnya semuanya sudah masuk dan rasa perihnya sudah berkurang dan kemudian hilang.
“Yah… kenapa ayah buat aku seperti ini?” tanyaku dalam isak tangis yang kubuat. Lagi-lagi ayah diam. Dia terus memelukku dan mengelus-elus punggungku. Memekku sudah basah. Keluarmasuk kontol ayahku semakin cepat dan aku memeluk ayahku, ayahku juga memelukku dengan kuat.
Aku tahu, sebentarlagi ayah orgasme. Aku tidak mau sia-sia. Aku terus mengarahkan kontolnya menyentuh klentitku saat ayah mengoyangnya. AKu tak mau kehilangan kenikmatanku dan aku cepatkan kenikmatanku harus tercapai.
Akhirnya aku mjencapainya juga. Tak lama ayahpun orgasme. Ayah memelukku dengan kuat sembari mendengus-dengus. Lalu ayah mencium pipiku dan berkata:” “Tak boleh cerita kepada siapapun.” Aku pura-pura menangis. Ayah membujukku.
Aku mencuci piring, kemudian aku memasuki gubuk dan tidur. Aku tak mau membantu ayah dengan alasan aku letih. Saat aku tertidur aku sejenak dan mendengar langkah kaki mendekati gubuk, aku mengintip dari sela-sela mataku yang tertutup sarung.
Aku melihat ayah mendekatiku. Membuka rok ku, kemudian menjiolati memekku. Diangkatnya baju kaos oblongku, lalu dijilatinya tetekku, kemudian memekku dan aku menggeliat.
Ayah tak membuang waktu, langsung mengangkangkan kedua pahaku dan menyetubuhi ku. Aku pura-pura terbangun setelah aku basah dan mulai memeluk ayahku.
Sejak itu, sampai tiga hari yang dijanjikan, setiap hari kami melakukan persetubuhan dengan ayahku. AKu pun tak malu-malu lagi dan takberpura-pura lagi. Bahkan ada dua hari, kami melakukan persetubuhan sampai dua tiga kali.
Saatayah duduk, aku meminta untuk disetubuhi, sampai aku tau ayah sangatletih sekali. Aku tak memikirkan dia letaih. Yang penting aku nikmat dan dendamku terlampiaskan.
Saat ayah membabat di pucak, aku mendatanginya dan menariknya, lalu melepaskan celananya, kemudian mengelus kontolnya. Ayah yang mau marah, aku pelototi dan aku tak peduli. Begitu kontol ayah tegang.
Aku menariknya ke tanah dan merebahkannya, lalau aku tunggani dari atas dan memasukkan kontolnya ke memekku dan mengoyangnya da ri atas sampai aku puas. Aku tak perduli ayahku puas atau tidak
Bersambung…