Elliot Landegre merasa menikah dengan Charlotte Baxter adalah sebuah kesialan, karena dia tidak mampu mengandung anak, sehingga Elliot tidak akan mempunyai ahli waris.
Karena terlalu memikirkan diri sendiri, Elliot jadi mengabaikan istrinya dan lebih memilih untuk bermain bersaman teman serta wanita lain.
Akan tetapi, ternyata Elliot membuat kesalahan besar. Ketika roda nasibnya berputar ke bawah, semua orang membuang pria itu dan bahkan merasa enggan menjalin hubungan lagi dengannya. Pada akhirnya, satu – satunya orang yang menemani Elliot dalam kesusahan adalah Charlotte, istri yang telah ia abaikan selama 10 tahun.
Ketika sang istri telah terbujur kaku akibat melindungi Elliot dari senjata api, pria itu memohon kepada Tuhan agar ia diberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki segalanya.
Tanpa disangka, permohonannya ternyata dikabulkan dan Elliot kembali ke kehidupannya di 10 tahun silam.
Setelah mendapatkan kesempatan yang kedua, Elliot bersumpah kepada langit dan Tuhan bahwa dia akan melakukan segalanya demi membahagiakan istrinya, Charlotte.
PROLOG THE BELOVED WIFE
Ngocoks Pada akhir desember, cuaca di Kota New York mencapai minus derajat, membuat semua orang merasa enggan untuk melangkahkan kaki keluar dari rumah. Dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya, musim salju tahun ini lebih dingin dan lebih mencekam. Badai salju menghantam kota sedari pagi hingga malam, membuat setiap sudut – sudut kota menjadi beku.
Meskipun begitu, masih ada beberapa orang yang terpaksa berlarian di antara badai salju. Elliot mendekap tubuh Charlotte dengan begitu erat, berusaha keras supaya suhu tubuh istrinya itu tidak membeku. Ia berlari dengan cepat, menembus badai, dan menapaki salju yang tinggi. Kedua kakinya tenggelam setiap kali melangkah maju, bahkan beberapa kali sempat terjatuh akibat tidak kuat menarik kakinya dari dalam salju.
Napas Elliot putus – putus, kakinya sudah gemetar akibat tak kuat berlari lagi dan ujung – ujung jari tangannya mulai membeku.
“Elliot, aku sudah tidak kuat lagi, tinggalkan saja aku di sini supaya kamu bisa kabur lebih cepat,” pinta Charlotte dengan suara pelan.
Elliot menggertakan giginya, “Tidak mau, aku tidak akan meninggalkan kamu lagi.”
Selama sepuluh tahun terakhir, Charlotte Baxter telah banyak menderita. Dia yang seorang anak haram dari Keluarga Baxter harus rela dinikahkan dengan Elliot Landegre, putra kedua dari Keluarga Landegre yang memiliki sebuah perusahaan besar di bidang konstruksi.
Keduanya dijodohkan melalui sebuah perjodohan sepihak, di mana Charlotte tidak mampu menolak dan Elliot diancam harus hengkang dari garis keturunan Landegre apabila tidak mau menurut. Perjodohan mereka diatur oleh Ibu tiri Elliot —Brianna Landegre—, wanita itu sengaja memberikan saran kepada Ayah Elliot —Arthur Landegre— untuk menikahkan Elliot dengan seorang wanita, supaya Elliot bisa hidup dengan lebih teratur dan meninggalkan kehidupannya yang dipenuhi oleh alkohol dan klub malam.
Akan tetapi, Elliot jelas – jelas bukanlah seseorang yang akan menurut dengan mudah. Ia tidak sudi menikah dengan Charlotte, terutama setelah mengetahui kondisi medis Charlotte yang menyatakan bila wanita itu tidak lagi bisa hamil karena pernah menjalani pengangkatan rahim. Saat berada di rapat keluarga, Brianna menuturkan bila Elliot memang seharusnya tidak perlu diberikan keturunan supaya obsesinya untuk mengambil alih perusahaan LNG Corporation dapat ditekan.
Karena merasa bila Charlotte hanyalah duri yang menghalangi jalan Elliot untuk menggapai kekuasaan, pria itu merasa enggan untuk mengakui Charlotte sebagai istrinya, dia bahkan tak pernah menganggap Charlotte sebagai bagian dari Keluarga Landegre.
Bagi Elliot, Charlotte hanyalah orang luar yang menumpang di rumahnya.
Sejak awal pernikahan, Elliot kerap memandang Charlotte dengan dingin, seolah menjadi tanda bahwa dia tidak mau Charlotte berdiri di sampingnya. Lebih parah lagi, Elliot juga tidak segan untuk membentak Charlotte hanya karena masalah sepele.
Pria itu bahkan belum pernah menyentuh tubuh Charlotte sejak malam pertama mereka, dengan alasan bahwa percuma saja berhubungan apabila Charlotte tidak mampu menghasilkan keturunan.
Alih – alih memperhatikan istrinya di rumah, Elliot malah lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di luar sepanjang malam, ia akan pergi ke klub malam bersama teman – temannya, dan bahkan menjalani hubungan rahasia dengan seorang teman wanitanya —Irene Addison—. Elliot bahkan tidak segan untuk membawa pulang Irene dan bermesraan di hadapan Charlotte, mengukir luka yang begitu dalam di hati wanita itu.
Tapi, Elliot tidak pernah menyangka bila Charlotte akan menjadi satu – satunya orang yang tinggal disisinya saat kehidupannya hancur dan remuk hingga tidak menyisakkan apa – apa lagi.
“Berhenti! Jangan melarikan diri lagi!”
“Dasar koruptor siallan!”
Teriakan – teriakan itu menggaung di belakang Elliot, menerjangnya laksana panah yang mampu menembus jantungnya. Para pria berbadan besar terus berusaha mengejar Elliot, mereka bahkan sesekali menembakkan peluru ke udara sebagai peringatan agar Elliot berhenti berlari.
“Jika kamu meninggalkanku, aku tidak akan terkena masalah. Tapi, kalau kamu sampai tertangkap karena aku, kamu akan mendapatkan masalah. Jadi, pergilah, Elliot,” Charlotte memandang rahang pria itu dari bawah, “Pergilah yang jauh supaya kamu bisa hidup dengan layak.”
“Omong kosong! Apa luka tembakan di punggungmu tidak cukup untuk menjadi bukti bahwa mereka bukanlah polisi?! Charlotte, mereka itu adalah pembunuh bayaran yang ditugaskan untuk membunuh kita berdua. Jika aku meninggalkan kamu, maka kamu bisa mati!”
Sebelum ini, ada seseorang yang ingin menembak Elliot dari belakang ketika mereka tengah melarikan diri, tetapi Charlotte malah mendorong Elliot sehingga punggungnya sendiri yang terkena tembakan, membuat wanita itu berada di kondisi kritis.
Charlotte tertawa kecil, “Sedari dulu, kamu ingin menyingkirkan aku dari hidupmu. Namun, kenapa sekarang malah bersikeras untuk bersamaku?”
Elliot menggertakan giginya, “Charlotte, sekarang aku menyesali seluruh perbuatanku. Aku berjanji, apabila kita selamat, maka aku akan memperlakukan kamu dengan baik.”
“Tidak apa – apa, aku bisa mengerti alasanmu membenciku selama bertahun – tahun. Bagaimana pun juga, aku tidak mampu memberikan kamu keturunan sehingga kamu tidak bisa mendapatkan ahli waris penuh.”
“Persetan dengan ahli waris! Aku tidak lagi membutuhkannya! Charlotte, sekarang ini, aku hanya ingin melihatmu sehat dan bahagia.”
Setelah mendapatkan tuduhan melakukan penggelapan dana perusahaan, Elliot tidak lagi mengharapkan apa – apa dari keluarganya. Dia sudah berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, tetapi semua bukti mengarah kepada Elliot dan sialnya Elliot tidak bisa menyangkal bukti – bukti itu.
Sejak remaja, semua keluarganya tahu jika Elliot adalah seseorang yang senang menghamburkan uang untuk barang – barang mewah atau kegiatan yang tidak berguna. Selain itu, dia juga selalu memiliki obsesi untuk menjadi ahli waris utama sehingga Ayahnya berpikir bila Elliot ingin menghancurkan perusahaan karena dipaksa untuk keluar dari daftar ahli waris utama.
Tidak ada yang percaya dengan kata – kata Elliot.
Tidak pula ada yang membelanya kala ia dituding dengan fitnah – fitnah palsu.
Semua orang meninggalkannya, melangkah pergi dari ambang pintu rumah dan tidak pernah sekali pun menoleh ke belakang.
Namun, Charlotte tidak pergi.
Alasan wanita itu sederhana, karena dia tidak mempunyai kerabat lain yang bisa menampungnya selain Elliot.
Meski begitu, Charlotte juga berkata bila dia percaya Elliot tidak melakukan penggelapan dana itu.
Charlotte percaya bahwa meskipun suaminya tidak becus mengurus keuangan, dia bukanlah seseorang yang ingin mengeruk keuntungan dengan merugikan orang lain.
DOR!
Sebuah tembakan dilesatkan ke kaki kanan Elliot, membuat pria itu terjerambat jatuh di atas tumpukan salju sehingga tubuh Charlotte Charlotte terlempar dari dekapannya.
“Elliot! Elliot, kakimu terluka!” Charlotte tampak pucat saat melihat ada darah mengalir deras dari bagian paha Elliot. Wanita itu berusaha keras untuk menghampiri Elliot, tetapi luka di punggungnya membuat Charlotte tidak mampu bergerak lebih jauh.
“Sialan! Sialan! Sialan!”
Elliot memukul permukaan salju berulang kali. Dia merasa sangat marah, bukan kepada para pria yang mengejarnya, bukan pula kepada takdir, melainkan dirinya sendiri.
Seandainya saja Elliot tidak menyia – nyiakan kehidupannya, dia pasti mampu terhindar dari masalah seperti ini.
Pria itu meringis, berusaha menahan rasa perih yang mendera paha dan pergelangan kakinya yang terkilir. Tanpa memperdulikan rasa sakitnya, Elliot berjuang untuk bangkit, tapi baru berdiri sebentar ia sudah tersungkur lagi akibat tidak kuasa berdiri menggunakan kakinya.
“Charlotte, ini salahku, semua ini salahku,” Elliot perlahan menyeret tubuhnya untuk menghampiri Charlotte, kedua bola matanya berair tatkala melihat permukaan kulit Charlotte yang sudah pucat hampir membiru.
Luka di punggung wanita itu bertambah parah akibat terjatuh, sehingga membuat Charlotte hampir tidak mampu mempertahankan kesadarannya.
“Elliot … aku mengantuk, mataku tidak kuat lagi …”
Elliot berseru, “Charlotte jangan tidur! Kalau kamu tidur, kamu mungkin tidak bisa bangun lagi! Bertahanlah, aku pasti akan membawamu pergi dari tempat ini!”
Charlotte tersenyum kecil, “Elliot … tidak perlu membawaku lagi .. Hidupku mungkin cukup sampai di sini …”
“Tidak! Tidak! Charlotte! Aku belum pernah membahagiakan kamu satu kali pun, belum pernah juga memperlakukan kamu dengan baik. Kumohon, kamu harus tetap hidup supaya aku bisa menebus seluruh kesalahanku.” Aliran air mata berjatuhan dari pelupuk mata Elliot, menetes ke atas permukaan salju yang dingin dan membeku.
Kedua kelopak mata Charlotte terasa semakin berat, ia bahkan tidak mampu melihat sosok Elliot lagi dengan jelas. “Tidak apa – apa … kamu sudah baik kepadaku selama satu bulan terakhir ini … Aku tidak mungkin meminta lebih …”
“Charlotte … kumohon Charlotte ..”
“Elliot …” Charlotte menatap Elliot dengan lirih, “Seandainya kehidupan setelah kematian itu nyata … mari bertemu lagi …”
Setelah menyelesaikan kalimat itu, uap dingin tidak lagi keluar dari hidung dan mulut Charlotte, pertanda bahwa wanita itu sudah berhenti bernapas.
Elliot membuka mulutnya, berusaha berteriak tapi suaranya tertahan di tengah tenggorokan. Buliran air mata berjatuhan semakin banyak, menetes bagaikan embun yang terjatuh dari daun.
Charlotte telah meninggal.
Istri yang selalu ia abaikan itu telah tiada dan ternyata mengukir luka paling dalam di hati Elliot.
“Charlotte, maaf .. maafkan aku …”
Elliot menyeret tubuhnya untuk berbaring di sebelah Charlotte, kemudian meletakkan tangannya di atas tangan Charlotte yang terasa dingin. Ketika ia memperhatikan tangan Charlotte, Elliot mampu melihat cincin pernikahan mereka masih tersemat di jari manis wanita itu, terlihat sedikit kotor akibat terlalu banyak mengerjakan pekerjaan rumah selama satu bulan terakhir.
Di atas lapisan emas yang berkilau, ada bercak noda darah yang tampak kontras, seolah memberitahu bahwa pernikahan mereka telah berakhir di atas genangan darah, di bawah langit malam yang gulita, dan di antara hamparan salju yang dingin.
“MEREKA DI SANA!! CEPAT BUNUH KEDUANYA!”
“ORANG YANG MEMBUNUH ELLIOT LANDEGRE AKAN MENDAPATKAN IMBALAN BESAR DARI TUAN!”
Suara belasan langkah kaki yang berat terdengar dari kejauhan, orang – orang yang ditugaskan untuk melenyapkan nyawa Elliot telah datang, tetapi Elliot sudah tidak lagi mempunyai tenaga untuk melarikan diri.
Elliot memejamkan matanya, kemudian berbisik pelan, “Seandainya waktu dapat berputar ulang, aku pasti akan melakukan segala hal untuk membahagiakan kamu, Charlotte. Aku tidak akan lagi menginginkan kekuasaan atau pun kekayaan, selama bisa melihatmu tersenyum, segalanya pasti akan baik – baik saja.”
“Tidak masalah jika kamu ingin pergi dariku, tidak masalah juga bila kamu tidak mencintaiku. Asalkan kamu hidup, asalkan kamu bernapas, aku pasti akan menerimanya …”
Sesaat kemudian, hal terakhir yang Elliot dengar adalah suara lesatan peluru yang bergerak lurus dan menembus punggungnya beberapa kali. Genangan darah tercipta di bawah tubuhnya yang terbujur kaku, kedua mata Elliot perlahan mulai terasa berat dan tangannya tidak lagi mempunyai tenaga untuk menggenggam tangan Charlotte.
Di penghujung napasnya, Elliot berbisik teramat pelan, “Charlotte … selamat tidur …”
Bersambung…