ISTRIKU MELAKUKAN WAWANCARA
Pada akhirnya, Charlotte tetap tidak mau berganti pakaian di depan kamera. Dia baru muncul lagi di hadapan Elliot usai memakai pakaiannya dengan rapih.
Dari pandangan mata Elliot, Charlotte tampak begitu elegan dengan dress yang ia kenakan. Perpaduan warna hitam dan putih tidak membuat kesan mencolok, tetapi membuat Charlotte memiliki kesan yang lembut.
“Bagaimana?” tanya Charlotte seraya berputar beberapa kali.
“Cantik,” Elliot memuji, “Istriku sangat cantik, aku jadi ingin segera pulang dan memelukmu.”
Charlotte tertawa, kemudian dia memperhatikan latar belakang Elliot yang tak terlihat seperti sedang di kantor. “Kamu sedang di luar? Apa aku mengganggumu?”
“Tidak, tidak. Kamu tidak menggangguku. Aku hanya sedang mengajak karyawanku makan siang di restoran,” Elliot mendekatkan bibirnya ke ponsel dan berbisik. “Jangan katakan ini kepada orang lain, tapi aku mentraktir mereka supaya mereka berhenti bergosip buruk tentangku.”
“Manusia pada dasarnya senang menggosip. Mereka pasti tetap akan bergosip tentangmu nanti meski hal yang digosipkan tidak lagi buruk,” balas Charlotte. Ceritasex.site
Keduanya berbicara selama beberapa menit, sebelum akhirnya Charlotte menutup panggilan lebih dahulu karena ingin merapihkan pakaian – pakaian itu ke dalam lemari. Elliot tidak menahan, karena waktu untuk istirahat juga tidak banyak.
Ketika Elliot kembali masuk ke ruangan, wajahnya terlihat lebih cerah dari sebelumnya. Para karyawan diam – diam saling memandang satu sama lain, sampai akhirnya ada yang membuka suara. “Sir, sepertinya Anda baru saja mendapatkan telepon dari orang yang spesial, sampai – sampai terlihat begitu bahagia.”
Elliot menenggak air putih lebih dahulu, kemudian membalas dengan santai. “Ya, istriku baru saja menghubungiku.”
Ucapan Elliot sontak membuat para karyawan berhenti bergerak dan berbicara. Ruangan itu bahkan menjadi hening sampai – sampai suara sendok yang terjatuh ke lantai dapat terdengar dengan begitu jelas.
Elliot mengangkat kepalanya, kemudian bertanya dengan bingung. “Ada apa?”
“Kami … kami tidak tahu kalau Anda sudah mempunyai istri.”
“Dia agak pemalu, jadi aku belum bisa memperkenalkannya kepada kalian sekarang. Tapi, suatu saat aku pasti akan membawanya ke kantor,” kata Elliot dengan santai.
Pada kenyataannya memang Charlotte agak pemalu, dia bahkan tidak mau datang ke kantor sebagai istri Elliot.
Para karyawan juga tidak lagi bertanya karena mereka tidak mau mengorek privasi Elliot terlalu dalam.
Mereka kemudian kembali ke kantor usai selesai makan. Diam – diam para karyawan mulai menyebarkan gosip pernikahan Elliot ke karyawan di Departemen lain. Mereka juga bahkan berusaha mencari informasi tentang identitas istri Elliot, tapi tidak menemukan apa – apa karena Elliot sudah tidak lagi mempunyai sosial media.
*****
Sesuai dengan janjinya kepada Charlotte, Elliot sudah pulang ke rumah sebelum makan malam sehingga mereka bisa makan bersama.
Ketika duduk di ruang makan, Elliot merasa bila aroma makanan yang disajikan lebih menggugah selera dari biasanya. Mungkin karena menu hari ini kebetulan adalah makanan kesukaannya, yaitu Pasta Fettucini yang dibalur oleh saus Carbonara. Di atas pasta, terdapat banyak irisan daging panggang serta parutan keju yang tampak lezat.
Elliot lantas mengaduk pasta tersebut sampai seluruh bahannya tercampur rata, kemudian baru memakannya. Begitu pasta itu masuk ke dalam mulutnya, sebuah cita rasa yang sulit untuk dideskripsikan. Pasta itu tidak terasa terlalu berlemak, tapi juga mempunyai cita rasa yang kuat sehingga tidak terasa hambar.
“Rasanya enak?”
Elliot mengangguk, “Mhm, pelayan mana yang memasaknya? Aku baru pertama kali mencicipi rasa ini.”
Charlotte tersenyum senang. “Aku yang memasaknya.”
Setelah mendengar penuturan Charlotte, Elliot langsung tersenyum begitu tinggi. “Rasanya sangat enak! Charlotte, kamu benar – benar berbakat dalam memasak!”
“Aku bisa memasak setiap hari kalau kamu suka.”
Elliot, “Tidak perlu dipaksakan, memasak saja saat kamu senggang. Aku tidak mau kamu kelelahan.”
Charlotte tidak membantah, tahu betul bila Elliot hanya merasa khawatir dengannya. Setelah selesai makan dan membersihkan diri, keduanya beranjak ke ranjang untuk tidur.
*****
Tanpa terasa, Elliot sudah menghabiskan waktu bersama Charlotte selama satu bulan lebih. Selama satu bulan terakhir pula, Elliot berusaha untuk membantu Charlotte dalam menyelesaikan tugas kuliahnya. Dia juga selalu menyempatkan waktu untuk mengantarkan Charlotte ke universitas dan menjemput istrinya bila memang senggang.
Di akhir tahun, Charlotte akhirnya menyelesaikan ujian akhir semester dan akan melamar magang di perusahaan Elliot. Beberapa hari sebelumnya, dia sudah mengirimkan CV ke bagian HRD melalui surel, dan ternyata langsung mendapatkan panggilan wawancara dua hari kemudian.
“Kamu yakin tidak mau ikut denganku?” tanya Elliot sekali lagi untuk memastikan.
Charlotte mengaitkan tali sepatunya dan berkata, “Yakin. Aku tidak mau ada yang melihat kita datang bersama ke kantor.”
Elliot menghela napas, “Baiklah, kamu pergilah bersama Samael. Aku akan pergi dengan Austin.”
“Mhm, sampai jumpa di sana.”
Sebelum beranjak pergi, Elliot mencium bibir Charlotte dan menepuk kepalanya pelan. “Saat siang datanglah ke kantorku, ada pintu private yang tidak harus melewati ruang karyawan. Nanti Erland akan menjemputmu.”
Charlotte mengangguk, kali ini tidak menolak. “Aku mengerti.”
Keduanya lantas pergi dengan mobil yang berbeda. Elliot pergi dahulu, kemudian Charlotte menyusul beberapa menit setelahnya. Sesampainya di perusahaan, Charlotte segera naik ke lantai 13 untuk ke ruang wawancara.
Ketika tiba, Charlotte melihat ada tiga orang pria yang juga sedang menunggu giliran untuk di wawancara. Mereka semua terlihat rapi dengan mengenakan jas dan rambut yang ditata. Ketiganya menoleh ke arah Charlotte dan tersenyum singkat.
“Kamu juga ingin melakukan wawancara?” tanya salah seorang pria saat Charlotte duduk di sebelahnya.
Charlotte tersenyum ramah. “Iya, aku juga ingin melakukan wawancara.”
“Posisi apa yang ingin kamu ambil?”
“Aku ingin magang sebagai Junior Arsitek.”
Pria itu sedikit terkejut. “Aku dan temanku juga akan mengambil posisi yang sama. Kudengar hanya ada 2 orang saja yang bisa mendapatkan posisi ini.”
“Begitukah?”
Pria yang lain menimpali. “Iya, tapi jangan khawatir selama kamu mempunyai kemampuan, mungkin kamu juga bisa diterima.”
Mereka berdua berkata seolah – olah akan mendapatkan posisi tersebut dengan mudah. Beruntung Charlotte tidak mudah tersinggung, sehingga hanya membalas sekenanya. “Aku masih banyak belajar, tapi mungkin cukup memenuhi kualifikasi untuk bekerja di sini.”
Pria di sebelah Charlotte tertawa. “Omong – omong, kenapa kamu harus mengambil jurusan Arsitektur? Pekerjaan ini membutuhkan pemikiran yang kompleks dan kerja keras. Bukankah kebanyakan wanita tidak mampu kuliah di jurusan ini dengan baik? Teman wanitaku selalu mengeluh ketika harus begadang dan sering tidak mampu menggunakan software dengan baik.”
Charlotte, “Mungkin itu karena temanmu saja yang tidak belajar dengan baik. Selama ini aku dan teman – teman wanitaku bisa mencerna pelajaran dengan baik.”
“Tapi bekerja di kantor itu berbeda dengan kuliah. Kamu mungkin harus sering lembur. Nona, tidakkah sebaiknya kamu magang di perusahaan kecil saja agar tidak lelah?”
“Kenapa aku harus melamar di perusahaan kecil ketika bisa melamar di perusahaan besar? Lagipula, kenapa kalian seyakin itu akan diterima?” Charlotte menampakkan senyum, tetapi ucapannya membuat mereka terdiam.
Mereka seharusnya tidak boleh sepercaya diri itu hanya karena mereka berdua pria. Charlotte sudah biasa direndahkan oleh keluarganya, jadi dia tidak begitu marah ketika ada orang lain yang merendahkannya. Namun kalau sampai kedua orang ini juga merendahkan wanita lain, mungkin mereka akan terkena kesialan di masa depan.
Satu – persatu dari mereka pun masuk ke dalam ruang wawancara secara bergantian. Karena Charlotte datang paling akhir, maka dia juga masuk terakhir. Ketika keluar dari ruangan, para pria itu tampak tersenyum dan semakin percaya diri mereka akan masuk ke perusahaan dengan mudah. Mungkin mereka berpikir demikian karena menganggap Charlotte bukanlah saingan yang patut untuk dipikirkan.
Setelah menunggu lama, akhirnya Charlotte bisa masuk ke dalam ruang wawancara. Ia merapihkan setelan kemejanya sebelum membuka pintu, kemudian tersenyum dan menyapa. “Selamat pagi.”
Seorang wanita yang duduk di kursi kerja segera mengangkat wajahnya usai menulis nilai dari calon karyawan sebelum Charlotte. Ketika dia dan Charlotte saling berpandangan, wanita itu langsung membulatkan mata dan berdiri dari kursinya. “Charlotte! Kamu benar – benar Charlotte?!”
Ketika membaca nama ‘Charlotte Baxter’ di file pelamar kerja, dia tidak menyangka bahwa itu memang benar – benar Charlotte yang dia kenal.
Charlotte tertegun, memperhatikan wanita di hadapannya dengan lebih seksama sebelum menyadari sesuatu. “Aria?”
“Ya, aku Aria. Charlotte, kemana saja kamu selama ini? Aku sudah mencarimu sejak dahulu.”
Wanita itu adalah Aria Moore, sahabat dekat Charlotte di sekolah menengah atas. Aria juga merupakan satu – satunya orang yang selalu menampung keluh kesah Charlotte dahulu. Sayangnya, karena alasan tertentu mereka jadi berpisah dan tak bertemu selama bertahun – tahun.
Aria buru – buru mempersilahkan Charlotte untuk duduk di kursi dan mempersiapkan teh untuk Charlotte.
“Kamu sepertinya lulus kuliah lebih awal ya?” tanya Charlotte kepada Aria.
Aria meletakkan cangkir teh di hadapan Charlotte. “Benar, aku sudah lulus tahun ini. Sesungguhnya aku bisa langsung bekerja sebagai HRD di perusahaan ini karena pernah magang saat kuliah dan mendapatkan citra yang baik di mata senior. Lupakan cerita tentangku, kamu bahkan belum menjawab pertanyaanku.”
“Charlotte, sejak insiden dahulu, aku tidak pernah bisa hidup dengan tenang karena takut kamu tidak selamat. Aku tidak mengetahui alamat rumahmu dan juga tidak bisa menghubungi sanak keluargamu. Ketika aku bertanya kepada guru pun mereka enggan untuk memberikan alamat rumahmu karena menyangkut privasi Keluarga Baxter.”
Charlotte tersenyum, kemudian menundukan kepalanya sebentar. “Aku sempat koma selama tiga bulan. Jadi aku tidak bisa menghubungi kamu selama itu.”
Aria terkejut, kemudian segera memegang tangan Charlotte. “Bagaimana setelah kamu bangun? Kamu harusnya bisa menghubungiku.”
“Maaf Aria, saat itu pikiranku sedang kacau. Jadi aku tidak kepikiran untuk menghubungi kamu. Aku juga tidak mau mengganggu kamu yang sedang mempersiapkan diri mengikuti ujian untuk mendapatkan beasiswa ke perguruan tinggi.”
Mendengar intonasi suara Charlotte kian melemah, Aria sadar bahwa ada yang salah dengan sahabatnya itu. Jadi dia bertanya dengan lembut, “Apa yang terjadi Charlotte? Kamu bisa mengatakannya kepadaku.”
“Aria,” Charlotte menghela napas dalam – dalam, dia tidak menyangka bisa mengeluarkan keluh kesahnya kepada Aria setelah lama tidak berjumpa. “Setelah mendapatkan luka tusuk di perut, dokter berkata bahwa rahimku terluka parah sehingga aku harus menjalani operasi pengangkatan rahim.
Aria, saat masih sekolah, kamu pasti tahu kalau aku sangat menyukai anak – anak dan berharap melahirkan beberapa saat menikah nanti. Tapi, ternyata Tuhan tidak mengizinkanku untuk melahirkan seorang anak.” Ngocoks.com
Charlotte akhirnya tidak mampu membendung air mata yang telah ia tahan selama beberapa tahun belakangan. Dia selalu ingin menceritakan keluh kesahnya kepada orang lain, tetapi dia tak mempunyai teman selain Aria dan rasanya Charlotte tidak sanggup untuk menceritakan kesedihannya ini kepada Elliot.
Aria dengan sigap menghampiri Charlotte dan memeluk wanita itu dengan erat. Dia membiarkan Charlotte menangis sejadi – jadinya, karena paham bahwa mempunyai anak merupakan sebuah harapan yang selalu Charlotte miliki sejak lama.
Beberapa tahun yang lalu, tepatnya tiga bulan sebelum ujian kelulusan mereka. Ada seorang pria yang menusuk perut Charlotte menggunakan pisau saat dia baru saja melangkah keluar dari gerbang sekolah. Pada saat itu, Aria bahkan bisa melihat sahabatnya bermandikan darah dan berbaring tidak berdaya di tanah.
Setelah insiden itu, sekolah menghubungi pihak kepolisian untuk menyelidiki pria tersebut. Namun, pihak kepolisian malah menyatakan sulit untuk menemukan pelaku karena pelaku menggunakan masker dan kacamata hitam sehingga wajahnya tak nampak dari CCTV.
Keluarga Baxter juga tidak mengusut lebih lanjut karena mereka merasa sia – sia menghabiskan waktu untuk menangani kasus seorang anak haram. Pada akhirnya, Charlotte tidak mendapatkan keadilan dan harus menanggung kondisi fisiknya yang sudah tidak lagi mempunyai rahim.
Charlotte juga berpikir lebih baik tidak perlu menikah daripada harus mengecewakan suaminya. Namun, ayahnya memaksa Charlotte untuk menikah dengan Elliot untuk menyelamatkan perusahaan keluarga mereka.
“Tidak apa – apa Charlotte, Tuhan pasti mempunyai rencana lain. Aku yakin kamu akan baik – baik saja.”
Bersambung…