ISTRIKU BERKATA JUJUR
Setelah menangis selama beberapa menit, Charlotte akhirnya menjadi lebih tenang. Aria lekas meminumkan teh kepada Charlotte dan menepuk tangan wanita itu. “Kamu pasti sudah menderita sendirian begitu lama.”
Charlotte menyesap tehnya pelan – pelan, kemudian membalas. “Untungnya sekarang aku sudah keluar dari rumah Keluarga Baxter.”
Aria terkejut, “Kamu diusir?”
“Bukan begitu,” Charlotte tertawa kecil. “Aku sudah menikah sekarang, sehingga kini aku tinggal bersama suamiku.”
Bukannya merasa tenang, Aria malah semakin terkejut dan setengah berteriak. “Dengan siapa kamu menikah?! Bukankah namamu masih Baxter?!”
Charlotte, “Aku sengaja tetap menggunakan nama keluargaku untuk sementara karena ingin magang dengan nyaman.”
“Siapa suamimu?! Kenapa kamu harus menggunakan nama sendiri supaya lebih nyaman? Apa dia salah satu karyawan di LNG Corporation juga? Katakan namanya, aku janji akan merahasiakan hubungan kalian sampai mati!”
Walau Charlotte ingin merahasiakan hubungan pernikahannya dengan Elliot kepada karyawan kantor, dia tidak mampu merahasiakan kebenaran itu dari Aria. “Aku sudah menikah dengan Elliot.” Ceritasex.site
“E .. Elliot?” Aria meneguk ludahnya sendiri, “Elliot mana yang kau maksud?”
“Elliot Landegre,” jawab Charlotte.
“Bercanda, kamu pasti bercanda, kan? Apa Elliot Landegre yang kau maksud berbeda dengan Elliot Landegre yang aku pikirkan?”
Charlotte tertawa, “Elliot Landegre yang kumaksud adalah Elliot Landegre yang sedang kamu pikirkan. Aku dijodohkan dengan Elliot karena perusahaan keluargaku sempat mengalami krisis moneter.”
Sontak Aria menepuk kedua pipi Charlotte dan menatap wanita itu dengan pandangan takut. “Apa dia jahat kepadamu saat di rumah? Maksudku, kalian mungkin tidak menikah karena cinta sehingga dia malah kesal setiap kali melihat kamu. Charlotte, Charlotte ku yang malang, kamu bisa tinggal di rumahku untuk sementara apabila Tuan Landegre bersikap kasar kepadamu.”
“Jangan khawatir,” Charlotte tersenyum, “Elliot sangat baik kepadaku. Dia juga menyayangiku sebagai istrinya. Jika boleh jujur, Elliot telah membuat aku mengerti rasanya memiliki rumah yang hangat.”
Penuturan Charlotte membuat Aria merasa lega. Jika memang Elliot dapat membuat Charlotte bahagia, maka Aria juga akan bahagia dengan pernikahan mereka. Akan tetapi, Aria juga merasa takut kalau pernikahan mereka akan terhantam oleh badai suatu saat nanti.
Karena bagaimana pun juga, Elliot Landegre tidak pernah mempunyai citra yang baik di mata Aria. Pria itu memang sudah banyak berubah dan meninggalkan kehidupannya yang lama, tapi siapa yang bisa menjamin Elliot tidak akan kembali ke kehidupannya yang lama suatu saat nanti.
Meski khawatir, Aria sengaja tidak menyuarakan pendapatnya kepada Charlotte karena tidak ingin menghancurkan kebahagiaan sahabatnya itu.
“Aku turut bahagia mendengarnya. Charlotte, semoga pernikahan kalian bisa terus bertahan hingga kematian datang.”
Aria melirik ke arah jam dinding, baru sadar kalau Charlotte sudah berada di dalam kantornya selama hampir 30 menit. Dia memang sudag mewawancarai seluruh calon karyawan, tapi Aria masih mempunyai pekerjaan yang harus dia selesaikan.
“Charlotte, aku masih ada pekerjaan sekarang. Seniorku mungkin akan datang mengecek sebentar lagi, jadi sepertinya kamu harus pergi sekarang.”
Charlotte terkejut, “Ah? Tapi aku belum melakukan wawancara.”
Aria tertawa, “Jangan khawatir, sebelumnya aku sudah melihat portofolio para calon karyawan sebelum ini dan portofolio kamu adalah yang terbaik di antara yang lain. Jadi tanpa wawancara pun aku pasti akan memilih kamu.”
“Tetap saja aku merasa tidak enak,” kata Charlotte.
“Sesi wawancara sesungguhnya hanya formalitas belaka untuk mengetahui karakter dari calon karyawan yang melamar. Karena aku sudah sangat mengerti watak dan karaktermu, kita tidak perlu melakukan wawancara lagi.”
Setelah Aria berkata demikian, Charlotte tidak lagi merasa tidak enak karena takut dianggap lolos wawancara karena bantuan kerabat di perusahaan.
“Bagaimana bila kita makan siang bersama supaya bisa mengobrol lebih banyak?” tanya Aria.
Charlotte ingin menyetujui, tapi diurungkan karena ingat sesuatu. “Maaf, tapi sepertinya Elliot juga ingin mengajakku makan siang bersama. Mungkin kita bisa mengobrol lagi melalui ponsel saat kamu senggang.”
Aria, “Tidak masalah, nanti aku akan menghubungi kamu setelah pulang kerja.”
Charlotte akhirnya keluar dari kantor Aria setelah mengucapkan salam perpisahan. Ketika keluar, tiga calon karyawan sebelumnya sudah pergi dari tempat tunggu.
Namun Charlotte melihat ada pria lain yang duduk di kursi tunggu. Charlotte bisa menebak kalau pria itu adalah karyawan di perusahaan ini karena dia mengenakan name tag karyawan. Ketika Charlotte melangkah maju, pria itu segera berdiri dari kursinya dan tersenyum dengan ramah kepada Charlotte.
“Nyonya Landegre, jika Anda sudah selesai dengan wawancara Anda, saya akan mengantarkan Anda ke ruangan Tuan Landegre.”
Charlotte langsung menyadari identitas pria di hadapannya. “Anda Tuan Erland Davis?”
“Benar, saya Erland Davis, selaku sekretaris pribadi dari Tuan Elliot Landegre. Panggil saja saya Erland.”
“Tuan Davis lebih tua dari saya, jadi saya merasa tidak nyaman kalau memanggil nama.”
Erland tersanjung karena ternyata Charlotte memiliki tata krama yang baik, tidak seperti wanita – wanita angkuh yang biasanya sering berkeliaran di sekitar Elliot. Dia jadi berpikir bila Charlotte memang tepat untuk menjadi istri dari Keluarga Landegre.
“Kalau begitu, panggil saja saya dengan panggilan yang membuat Anda nyaman.”
Erland lantas mengantarkan Charlotte ke ruangan Elliot menggunakan elevator VIP. Ketika berada di dalam elevator, Charlotte mengingatkan Erland. “Tuan Davis, hubungan saya dengan Elliot masih dirahasiakan, jadi ada baiknya bila Anda memanggil saya dengan Baxter.”
“Saya mengerti, Nona Baxter,” kata Erland seraya mengangguk.
Selama berada di elevatoe, Erland tidak bisa berhenti memperhatikan Charlotte. Seperti yang pernah Elliot sebutkan, Charlotte mempunyai kesan yang hangat dan manis sehingga pakaian yang ia kenakan pun kebanyakan mempunyai warna teduh seperti cokelat muda atau warna muda lainnya.
Ting!
Pintu elevator terbuka, menampakkan pintu privat dari ruangan Elliot. Ketika Charlotte memasuki ruangan, dia melihat Elliot tengah sibuk menyusun berkas – berkas yang berceceran di atas meja. Sepertinya dia sesibuk itu karena rapat laporan akhir perusahaan akan diselenggarakan tiga hari lagi.
“Elliot, kamu sedang sibuk?”
Elliot mengangkat kepalanya sebentar dan menyempatkan diri untuk tersenyum. “Duduk saja dulu di sofa, masih ada beberapa laporan yang harus cek.”
Charlotte, “Jika kamu memang sibuk, aku bisa pulang dan menunggu kamu di rumah.”
“Jangan! Aku sudah memesankan makan siang untukmu, Charlotte sama sekali tidak menganggu.”
Karena tidak mau mengganggu Elliot lebih lanjut, Charlotte akhirnya duduk di sofa dan menunggu Elliot.
“Erland, ada empat proyek pembangunan berjalan sesuai dengan perkiraan jadwal. Tapi kenapa proyek Mall Uptown lebih lambat tiga minggu dari jadwal? Bukankah seluruh divisi di proyek ini cukup baik?”
Erland, “Kemarin manajer lapangan dari Mall Uptown menghubungi, katanya musim dingin di daerah pembangunan sedang ekstrim sehingga membekukan kabel listrik dan membuat listrik terganggu untuk sementara. Karena itu, alat – alat pembangunan yang membutuhkan tenaga listrik jadi tidak bisa digunakan.”
“Berapa estimasi listriknya dapat lancar kembali?”
“Perkiraannya minggu depan, Sir.”
Elliot mengetukkan jarinya ke meja, satu proyek yang terkendala ini bisa digunakan oleh Johan untuk menyerang Elliot di rapat akhir tahun nanti. Saudara tirinya itu memang selalu mencari – cari kesalahan sekecil apapun dari Elliot dan akan membahasnya seolah – olah Elliot telah membuat kesalahan besar.
“Beritahu manajer lapangan untuk mengirimkan foto buktinya nanti. Lalu, peringatkan para pekerja di proyek Mall Uptown untuk tetap mengerjakan pekerjaan yang tak membutuhkan listrik sehingga jadwalnya tidak mundur lebih jauh lagi.”
“Saya mengerti, Sir.”
Ketika sudah mendekati tengah hari, Elliot memutuskan untuk beristirahat sejenak. Dia merenggangkan otot – ototnya yang kaku dan berjalan menghampiri Charlotte.
“Charlotte … aku lelah,” Elliot merebahkan dirinya ke pangkuan Charlotte. Setelah lama memandang layar laptop dan kertas terus – menerus, mata Elliot terasa sakit. Dia juga merasa punggungnya terasa sangat pegal akibat duduk terlalu lama selama beberapa hari belakangan.
Charlotte meletakkan ponsel yang ia pegang ke atas meja, kemudian menepuk bagian belakang kepala Elliot. “Apa terkendalanya proyek Mall Uptown tadi bisa membuatmu kesulitan di rapat akhir tahun nanti?” Ngocoks.com
“Mhm, Johan pasti membuatku tampak buruk di rapat akhir tahun nanti. Jika aku tidak mendapatkan peringkat yang bagus, bisa – bisa Departemen Infrastruktur III akan selalu diambil alih oleh Johan. Bahkan sekarang aku tidak bisa menambah proyek karena otoritas utama dipegang oleh Johan dan dia tidak pernah mau memberikan tanda tangannya hingga sekarang.”
Charlotte, “Sebelum Johan membeberkan kesalahanmu. Kamu bisa memberitahu kesalahanmu lebih dahulu ke hadapan dewan direksi.”
Elliot membalikkan tubuhnya sehingga menghadap ke arah Charlotte. “Memangnya ada perbedaannya?”
“Tentu ada,” Charlotte berkata, “Jika kamu sendiri yang melaporkan kesalahan yang kamu lakukan, kamu bisa langsung menjabarkan masalah yang sedang di hadapi beserta solusi akhirnya. Di mata jajaran direksi, kamu tidak akan terlihat dipermalukan, tetapi malah tampak sangat memperhatikan pekerjaanmu dengan baik.”
“Charlotte! Kamu jenius! Aku bahkan tidak sempat memikirkan hal itu.”
Charlotte tertawa, “Kamu hanya sedang merasa tertekan sehingga tidak bisa berpikir jernih.”
Elliot akhirnya bangkit untuk duduk di sebelah Charlotte. “Bagaimana wawancaramu? Apa berjalan dengan baik?”
Charlotte mengangguk senang. “Ternyata HRD yang mewawancaraiku adalah sahabat lamaku. Jadi, aku bisa melakukan wawancara dengan baik.”
Elliot hendak mengatakan sesuatu, tapi berhenti tatkala melihat mata Charlotte terlihat agak bengkak dan memerah. “Charlotte, kamu habis menangis?”
Charlotte terkejut karena Elliot bisa menyadari hal seperti itu. Belum sempat Charlotte mengatakan sesuatu, Elliot sudah menatapnya dengan serius. “Apa ada yang mengganggu kamu tadi? Katakan siapa orangnya? Aku pasti akan memukulnya karena sudah membuat kamu menangis!”
Bersambung…