ISTRIKU MULAI BEKERJA
Keesokan harinya, Charlotte mendapatkan panggilan untuk memulai magangnya. Wanita itu dengan senang hati bangun lebih pagi dan berangkat ke perusahaan sebelum Elliot pergi. Dia hanya tidak mau terlambat di hari pertama bekerja dan memberikan kesan buruk kepada para senior.
Karyawan di Departemen Infrastruktur III menempati 2 lantai gedung kantor, yaitu lantai 14 dan 15. Kebetulan divisi konsultan arsitek berada di lantai 15 sehingga Charlotte bisa melihat ruangan Elliot yang terletak di paling pinggir ruangan. Ruangan tersebut ditutupi oleh jendela – jendela kaca, sehingga Charlotte bisa melihat orang yang ada di dalamnya selama Elliot membuka kisi penutup jendela.
Biasanya, Elliot tidak pernah membuka kisi penutup karena tidak suka diperhatikan oleh orang lain. Namun hari ini berbeda, para karyawan melihat Elliot datang dan membuka kisi penutup. Dia tersenyum tatkala para karyawannya memperhatikan dia, meski sesungguhnya Elliot sedang tersenyum kepada Charlotte yang berdiri di samping meja senior dan menunggu instruksi.
Saat melihat Charlotte ikut tersenyum kepadanya, hati Elliot menghangat, dia merasa senang karena bisa melihat istrinya meski sedang bekerja.
Elliot memandangi Charlotte selama beberapa detik, kemudian duduk di mejanya dan menyalakan komputer seperti biasa.
Senior wanita yang duduk di hadapan Charlotte akhirnya berdiri dari kursinya setelah memilah – milah kertas kerja. Dia tersenyum ramah kepada Charlotte dan mulai memperkenalkan diri. “Sebelum membicarakan pekerjaan, mari berkenalan dahulu. Namaku Sean Thompson, aku baru bekerja di sini selama dua tahun, jadi kamu tidak perlu terlalu formal kepadaku karena sepertinya usia kita juga tidak jauh.”
“Selama magang, aku yang akan menjadi pembina kamu. Kalau ada hal yang tidak kamu mengerti terkait pekerjaan, jangan ragu untuk bertanya kepadaku.”
Charlotte turut memberikan senyuman manis, lalu memperkenalkan diri. “Namaku Charlotte Baxter, aku harap senior tidak akan lelah membimbingku.”
Sean tertawa, “Omong kosong, aku sudah mendapatkan rekap nilai kuliah dan portofoliomu dari HRD. Kamu mempunyai GPA yang hampir sempurna di setiap semesternya, jadi kurasa kamu bukanlah orang yang lambat.”
Kesan Charlotte terhadap Sean semakin baik. Intonasi suara dari Sean selalu terdengar halus dan tidak sombong, pertanda bila dia bukanlah seorang senior yang senang menindas juniornya. Wanita dengan rambut sepundak itu juga selalu tersenyum ramah kepada Charlotte setiap kali berbicara.
“Sean, apa dia karyawan magang baru?” tanya seorang pria yang baru saja datang. Pria itu terlihat lebih tua dari Sean, mungkin usianya sepantaran dengan Elliot.
“Ya, namanya Charlotte Baxter,” Sean menoleh ke Charlotte. “Charlotte, perkenalkan ini adalah Tuan Benedict Cooper. Dia sudah bekerja di sini selama kurang lebih 5 tahun.”
Benedict mendekati Charlotte, lalu memperhatikan wanita itu dari atas ke bawah, menatap Charlotte seolah wanita itu merupakan barang antik yang indah. “Kamu bisa memanggilku Ben jika ingin. Hmm … sepertinya kita punya tambahan bunga di divisi ini.”
Ungkapan seperti itu seringkali dilontarkan para karyawan pria kepada karyawan wanita, terutama kepada wanita cantik. Mereka kerap kali dipanggil sebagai ‘Bunga’ yang tumbuh di padang rumput, atau bisa di artikan sebagai wanita cantik yang berdiri di antara pria.
Di dalam divisi konsultan, setidaknya ada 40 karyawan yang terdiri atas 34 pria dan 6 wanita. Jadi wajar saja bila para pria di divisi ini selalu senang apabila ada tambahan wanita yang bisa menyegarkan mata mereka.
“Ben, jangan mengganggu anak baru! Bukankah kamu juga menjadi pembimbing anak magang yang lain?” seru seorang karyawan wanita yang duduk tidak jauh dari mereka.
Benedict menghela napas, “Anak magang di bawah bimbinganku juga pria, pasti merepotkan. Sean, tidak bisakah kita bertukar?”
Sean menanggapi dengan senyuman sopan. “Pengaturan ini di buat oleh Tuan Elliot. Kalau mau bertukar, senior harus berbicara dengannya.”
“Lupakan,” Benedict berkata, “Tuan Elliot mungkin akan melihatku sebagai karyawan yang pilih – pilih rekan kerja.”
Setelah menggoda Charlotte beberapa kali, Benedict akhirnya pergi meninggalkan mereka dan duduk di kursinya sendiri. Sean menghela napas lelah, tampaknya sudah menduga bila Charlotte akan menarik banyak lebah jantan untuk datang. “Maaf, terkadang memang ada beberapa karyawan pria yang senang menggoda karyawan baru. Setelah bekerja satu atau dua minggu, mereka pasti akan melupakanmu. Segera laporkan saja kepadaku kalau ada karyawan pria yang mengganggu kamu.”
Charlotte mengangguk paham, meski sejujurnya juga tidak begitu khawatir karena Elliot sedari tadi terus memperhatikannya dari kejauhan. Jika ada karyawan pria yang mengganggunya, mungkin Elliot akan langsung mendobrak pintu ruangannya dan berlari ke tempat Charlotte.
“Karena ini hari pertama kamu bekerja, aku tidak akan memberikanmu terlalu banyak pekerjaan.”
Sean lantas memberikan Charlotte lima lembar gambar kerja yang masih menggunakan coretan tangan. “Ubah sketsa ini menjadi gambar For Con menggunakan Autocad. Kamu bisa menggunakan komputer yang ada di sebelah Leonard.”
Sean menunjuk ke arah sebuah meja kosong di samping seorang pria bernama Leonard. Diam – diam Charlotte menghela napas lega saat melihat Leonard tidak menatapnya dengan tatapan menggoda seperti Benedict.
“Nanti kirimkan ke emailku jika sudah selesai,” Sean menuliskan alamat emailnya di secarik kertas note, lalu menyerahkannya kepada Charlotte.
Charlotte mengangguk, “Aku mengerti.”
Ketika Charlotte baru saja menyalakan komputer, seorang pria yang terlihat familier datang dengan tergesa – gesa. Mungkin karena dia telat beberapa menit, dia jadi berlari dan terlihat agak berantakan.
Sean yang berada di dekat pria itu menunduk untuk melihat name tag pria itu. “Kamu anak magang baru juga? Namamu Morgan Peterson?”
Morgan mengangguk cepat. “Maaf, saya terlambat. Di jalan ada kemacetan parah, makanya bus saya terkendala.”
Sean tidak begitu menanggapi alasannya, lalu berbalik untuk menghadap Benedict. “Tuan Cooper, sepertinya ini adalah anak magang Anda.”
Tatkala Morgan berjalan menuju meja Benedict, Charlotte baru sadar kalau pria itu adalah pria yang mengobrol dengannya di depan ruangan HRD kemarin. Morgan juga tampak terkejut saat melihat Charlotte sudah duduk di meja kerja.
Tiba – tiba saja Morgan berpikir sepertinya dia terlalu meremehkan kemampuan Charlotte kemarin.
*****
Meski berkata tidak akan memberikan banyak pekerjaan di hari pertama. Sesungguhnya pekerjaan yang diberikan oleh Sean cukup banyak. Gambar sketsa yang diberikan pun juga tidak begitu jelas, sehingga Charlotte harus beberapa kali bertanya kepada Sean agar tidak salah memahami gambar.
Beruntung Sean merupakan orang yang sabar, sehingga dia tidak marah walau Charlotte terus bolak – balik ke mejanya untuk bertanya. Akan tetapi, terkadang ada beberapa karyawan yang menganggap Charlotte sebagai seseorang yang bodoh karena terus bertanya.
“Senior, maaf karena menyusahkanmu,” bisik Charlotte.
Berbeda dengan Charlotte, Morgan mengerjakan tugasnya dengan lebih tenang. Dia hanya bertanya sesekali dan mampu memahami gambar lebih baik dari Charlotte. Pemandangan ini membuat keduanya tampak kontras, bahkan Morgan mulai bertanya – tanya kenapa Charlotte bisa diterima sedangkan temannya tidak.
Sean menjawab dengan lembut, “Jangan khawatirkan tatapan karyawan lain. Ketika masih baru, mereka semua juga lamban.”
Ucapan Sean berhasil menyejukkan hati Charlotte. Dia tidak lagi merasa begitu tertekan dan bisa menegakkan kepalanya. Ceritasex.site
“Kamu kesulitan membaca gambar karena memang sketsanya tidak terlalu jelas. Aku juga beberapa kali perlu mengkonfirmasi gambar ke Arsitek yang bersangkutan. Haruskah aku merubah tugasmu ke tugas yang lebih ringan?”
Charlotte menggeleng cepat, “Tidak, aku bisa mengerjakannya. Aku hanya perlu mengkonfirmasi beberapa hal lagi, setelah itu aku sudah bisa memproyeksikan gambarnya dengan jelas.”
Sean tersenyum, tangannya menegaskan beberapa garis di atas kertas sketsa. “Ikuti saja garis yang kutebalkan. Kamu tidak perlu takut salah, nanti aku akan mengoreksinya terlebih dahulu sebelum kuserahkan kepada ketua divisi.”
Usai mendapatkan gambar sketsa yang lebih jelas, Charlotte mulai bekerja dengan serius. Matanya begitu fokus ke layar komputer sampai jarang berkedip. Kedua tangannya sibuk mengoperasikan mouse dan keyboard secara bersamaan, berusaha bekerja secepat dan seefisien mungkin.
Drtt… Drtt ..
Charlotte melirik ke arah ponselnya yang bergetar di atas meja. Layar ponsel lantas menampilkan sebuah pesan singkat dari seseorang yang kini duduk di ruangan lain.
[Semangat! Beritahu aku jika ada yang menindas kamu.]
Charlotte tersenyum saat membacanya, lalu dia dengan cepat memberikan balasan.
[Tidak ada yang menindasku.]
Elliot: [Kamu ingin makan siang apa?]
Charlotte tertawa kecil, jam makan siang bahkan masih empat jam lagi. Namun Elliot sudah bertanya dengan antusias. Meki merasa itu lucu, Charlotte tetap memberikannya sederetan menu.
[Pasta dan Croffle. Aku juga mau Ice Green Tea Latte.]
Setelah itu tidak ada balasan lagi dari Elliot, Charlotte berpikir mungkin pria itu sudah kembali bekerja. Tapi baru saja Charlotte menaruh ponselnya, Elliot sudah mengirimkannya pesan lagi. Kali ini ada pesan berupa screenshoot delivery yang akan datang nanti siang.
[Doned.]
*****
Begitu jam makan siang datang, Charlotte buru – buru turun bersama para senior ke bawah. Namun, dia tidak ikut sampai ke lantai dasar dengan alasan ingin pergi ke toilet terlebih dahulu. Setelah para senior pergi, Charlotte segera naik lagi menggunakan elevator VIP, kali ini Charlotte tidak perlu dijemput oleh Erland karena Elliot memberikan dia kartu pass miliknya kepada Charlotte.
Ketika Charlotte datang, dia melihat Elliot menutup tirai jendela. Makanan yang sebelumnya dipesan sudah diletakkan di atas meja, masih tampak hangat dan juga lezat. Tapi pandangan Charlotte langsung beralih ke minuman dingin yang berembun. Tanpa mengatakan apa – apa, Charlotte lekas meminum Green Tea Latte yang dia inginkan sejak tadi. Minuman dingin yang menyegarkan itu pun akhirnya masuk ke tenggorokan Charlotte dan turut mendinginkan kepala Charlotte.
Elliot tertawa saat melihat Charlotte sudah minum hampir setengahnya. “Pelan – pelan, memangnya kamu tidak minum sejak pagi?”
Charlotte menghembuskan napas setelah minum. “Aku sangat takut membuat kesalahan tadi, sehingga tidak punya pikiran untuk minum.”
Elliot membuka laci meja kerjanya, kemudian mengambil sebotol air mineral dan memberikannya kepada Charlotte. “Minum air mineral juga supaya lambungmu tidak sakit.”
Charlotte mengangguk patuh dan langsung meminum air mineral tersebut.
“Apa pembimbing yang kupilihkan untukmu tidak baik sampai kamu tertekan?”
“Tidak! Senior Sean sangat baik kepadaku, dia juga selalu menjelaskan detail pekerjaan dengan sabar. Aku tertekan karena berpikir tidak akan bisa memenuhi ekspektasi mereka.”
“Kenapa kamu perlu memenuhi ekspektasi mereka?” tanya Elliot.
“Karena mereka seniorku.”
“Tapi yang memberi penilaian kerja akhir adalah aku. Jadi, kenapa kamu harus memperdulikan ekspektasi mereka?”
Pertanyaan Elliot membuat Charlotte tertegun. Kenapa dia ingin memenuhi ekspektasi para seniornya?
Karena takut akan dipecat? Tapi yang bisa memecatnya hanya Elliot.
Takut dinilai buruk? Tapi Elliot yang akan menilai kinerjanya setiap bulan.
Jadi, kenapa dia harus takut kepada senior – seniornya?
Charlotte menggigit bibirnya. “Kalau begitu, aku takut tidak bisa memenuhi ekspektasi kamu.”
“Apa yang perlu kamu takutkan? Walau kamu istriku, aku tidak pernah merekrut karyawan sembarangan. Kalau kamu sudah ada di sini, artinya aku mengakui kemampuanmu. Jadi tidak perlu takut dianggap buruk.”
“Tapi aku bekerja dengan lamban tadi, bahkan terus bertanya kepada Senior Sean.”
Elliot menepuk kepala Charlotte dan berkata dengan lembut. “Kamu tidak bisa langsung mahir saat baru bekerja kurang dari sehari. Segalanya membutuhkan proses, saat ini kamu masih menyesuaikan diri, setelah beberapa minggu kemudian pasti mampu bekerja dengan lebih baik. Tenang saja, kamu itu sedang magang dan belajar, jadi jangan takut membuat kesalahan.”
“Ayo makan dulu agar pikiranmu tidak lagi kacau dan bisa bekerja dengan baik.”
Bersambung…