KELAHIRAN KEMBALI
“Elliot! Elliot bangun! Cepat belikan aku makanan, aku lapar!”
Suara nyaring seorang wanita menembus telinga Elliot berulang kali, membuat pria itu akhirnya membuka mata. Kepalanya terasa sakit begitu menghirup aroma alkohol yang kuat di dalam ruangan, ia lantas memijat pelipisnya menggunakan tangan dan melirik sosok wanita yang tengah mengguncang tubuhnya.
Awalnya penglihatan Elliot agak kabur, sehingga dia menyipitkan matanya untuk melihat wanita yang sedari tadi berisik itu. Begitu penglihatan Elliot menjadi jelas, ia langsung membulatkan matanya dan mendorong wanita itu supaya menjauh darinya.
“Irene?!” pekik Elliot tidak percaya.
Ia langsung bangkit, kemudian memperhatikan lingkungan disekitarnya. Elliot sadar bahwa sekarang dia berada di dalam ruangan hotel, terdapat botol – botol alkohol yang berserakan di lantai, sehingga membuat lantai hotel menjadi kotor dan aroma alkohol menguar dengan sangat pekat.
Ketika Elliot menoleh, ia mendapati beberapa kondom habis pakai tergeletak di atas nakas, tampak menjijikan dan membuat Elliot mengernyitkan keningnya.
Bukankah dia sudah mati?
Sekelebat ingatan akan wajah Charlotte yang membeku masih terukir jelas di dalam kepala Elliot, ingatan – ingatan tentang kehidupan akhirnya juga mulai berdatangan sehingga membuat kepala Elliot terasa semakin sakit.
Tapi, kenapa sekarang dia malah berada di hotel bersama dengan Irene, seorang wanita yang jelas – jelas sudah mencampakkannya setelah Elliot jatuh miskin.
“Elliot, ada apa denganmu? Kenapa kamu mendorongku?!” Irene Addison menatap Elliot dengan pandangan bingung.
Elliot mengalihkan pandangannya ke tubuh Irene, kemudian ke tubuhnya sendiri dan baru sadar bahwa mereka berdua sama – sama tidak berbusana. Bahu dan leher Irene penuh dengan bercak – bercak merah bekas gigitan, menandakan bila keduanya habis melalui malam yang panas kemarin.
Elliot seketika sadar, sepertinya dia pernah melewati kejadian seperti ini sebelumnya.
“Tanggal berapa sekarang?” tanya Elliot.
“Kenapa kamu menanyakan tanggal? Memangnya ada meeting penting yang harus kamu hadiri?” Irene tertawa, “Sayangku Elliot, sejak kapan kamu perduli dengan pekerjaanmu?”
Elliot bergidik jijik saat mendengar ucapan Irene. Tanpa membalas Irene, dia mengambil ponselnya yang terjatuh ke lantai untuk melihat tanggal.
18 November 2020
Elliot membeku.
Hari ini adalah tepat satu minggu setelah pernikahannya dengan Charlotte.
Pria itu masih ingat dengan jelas tentang dirinya yang langsung pergi keluar rumah seusai pesta pernikahannya dan Charlotte selesai. Kala itu, Elliot merasa bila wajah Charlotte tidak enak untuk dipandang dan memutuskan untuk berpesta pora bersama teman – temannya di klub malam. Tak hanya itu, Elliot bahkan lebih memilih tinggal di hotel bersama Irene selama dua minggu penuh karena tidak mau tidur satu atap dengan Charlotte.
Saat di sisa terakhir hidupnya, Elliot selalu menyesali waktu – waktu ini. Namun, sekarang dia tidak percaya kalau dia telah kembali ke masa kini, tepatnya 10 tahun sebelum dirinya mati di antara salju.
Apakah permohonannya benar – benar dikabulkan?
Tuhan ternyata masih berbelas kasih kepadanya! Dia bahkan tidak membiarkan Elliot meninggal dalam penyesalan!
Seulas senyuman lebar terukir di wajah Elliot, kemudian dia tertawa begitu keras sampai membuat Irene merasa takut.
“Elliot, apa kamu tidak waras setelah menikah dengan wanita sampah itu?!”
Sontak Elliot menoleh kepada Irene, tatapan matanya begitu tajam seolah ingin membakar Irene dengan timah panas. “Perhatikan ucapanmu, Charlotte itu istriku.”
Semakin Elliot melihat wajah Irene, semakin rasa jijik dihatinya kian memuncak. Di kehidupannya yang lalu, Elliot sangat tergila – gila dengan wanita ini, bahkan ia rela memberikan apa saja selama Irene merasa bahagia. Akan tetapi, ternyata Elliot hanyalah sebatas bank berjalan untuk Irene, wanita itu sengaja menjadi kekasih gelap Elliot hanya untuk mengeruk harta kekayaannya.
Irene Addison bahkan sebenarnya mempunyai kekasih lain di belakang Elliot. Pasangan sampah itu telah lama berfoya – foya menggunakan uang serta properti yang Elliot berikan kepada Irene.
“Elliot kamu …”
“Aku harus pergi,” potong Elliot.
Tanpa mengindahkan kehadiran Irene lagi, Elliot segera memakai pakaiannya yang berserakan di atas lantai, kemudian mengirimkan pesan kepada supir pribadinya untuk menjemput Elliot di hotel.
“Elliot, apa kamu marah denganku karena aku menghina Charlotte? Bukankah selama ini kamu yang memanggil dia dengan sebutan sampah, kenapa sekarang malah marah kepadaku?”
Elliot masih tidak menanggapi. Setelah ia berpakaian dan memakai sepatu, Elliot mengeluarkan belasan lembar 100 USD dan melemparkannya ke wajah Irene. “Untukmu. Setelah ini jangan menghubungi atau mendatangiku lagi.”
Elliot memang merasa marah dengan Irene karena sudah mengkhianatinya di kehidupan lampau. Namun, jika dia memukul wanita itu untuk melampiaskan emosi sekarang, pasti dia akan terlihat seperti pria tidak waras yang kasar.
“Elliot Landegre! Kamu keterlaluan! Kesalahan apa yang pernah kuperbuat sampai membuatmu bersikap kasar kepadaku!!”
Elliot menunduk, kemudian berkata lirih. “Aku ingin bertobat dan menjadi hamba Tuhan yang patuh. Karena itu, mulai hari ini aku tidak ingin menyakiti hati istriku.”
“Omong kosong! Kamu bahkan tidak pernah perduli dengannya sampai kemarin malam, kenapa sekarang malah berkata seperti itu?”
Elliot menghela napas, “Singkatnya, aku tidak ingin masuk neraka setelah mati.”
Dia sudah diberikan kesempatan satu kali oleh Tuhan untuk memperbaiki masa lalu, jika dia masih mengulangi kesalahan yang sama, maka Elliot pasti akan langsung dilemparkan ke kuali panas begitu ia mati.
Sebelum Irene membalas ucapannya, Elliot sudah lebih dahulu keluar dari kamar hotel. Tapi, baru beberapa langkah pergi, Elliot masuk lagi ke dalam kamar sehingga membuat Irene tersenyum puas. “Apa sekarang kamu berubah pikiran?”
Elliot memasang wajah datar saat dia berkata. “Tidak. Kembalikan kartu kreditku, aku malas mengurus pemblokirannya di bank.”
Irene mendengus dan melemparkan kartu kredit milik Elliot. “Pria siallan! Mati saja sana!”
Secara teknis, dia memang sudah mati.
Setelah mendapatkan kartu kreditnya, Elliot buru – buru turun ke lobby hotel dan menemukan supir pribadinya sudah menunggu di area drop off. Matanya sedikit menyipit tatkala melihat cahaya matahari siang yang menyilaukan.
Samael Clark segera turun dari mobil dan membukakan pintu penumpang untuk Elliot. “Tuan, apa hari ini Anda akan pulang?”
“Ya, aku akan pulang, tidur terlalu lama di luar rumah juga tidak menyenangkan.”
Samael ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya tetap tutup mulut. Bagaimana pun juga, dia sudah terbiasa melihat Elliot menghabiskan waktu di rumah bordil atau pun klub malam. Tapi hari ini tiba – tiba saja Tuannya berkata tidur di luar tidaklah nyaman.
Mungkinkah Tuannya sedang dirasuki oleh hantu?
“Samael, kenapa kamu belum masuk?” tegur Elliot.
Samael terkesiap, kemudian langsung masuk ke kursi pengemudi.
Di dalam hati, Samael diam – diam berdoa supaya Elliot tidak lagi menyukai hiburan malam dan menjalani kehidupan dengan layak.
*****
Sesampainya di rumah, Elliot langsung berjalan masuk ke dalam rumah dan mengamati tempat tinggalnya itu.
Elliot menghela napas lega saat melihat semua perabotan mahalnya masih tertata dengan rapih, terpoles sampai tampak berkilauan. Di kehidupan lampau, seluruh hartanya telah disita oleh pihak bank atas tuduhan kasus korupsi dan tentu saja Elliot masih merasa tidak rela karena seluruh harta ini sesungguhnya dibeli menggunakan uangnya sendiri.
Siallan! Sekarang bukan saatnya untuk mengatamati harta bendanya.
Sesuatu yang sangat ingin Elliot cari adalah Charlotte.
Dia memang bersyukur Tuhan telah membiarkannya kembali ke masa lalu, tapi alangkah lebih baik lagi bila Tuhan mengembalikan Elliot ke hari sebelum pernikahannya dengan Charlotte.
Karena seingat Elliot, dia sepertinya sudah berkata kasar kepada Charlotte sebelum pergi bersama teman – temannya di malam pernikahan mereka.
“Kamu itu tidak bisa mempunyai anak, untuk apa melakukan hubungan suami istri denganmu! Kamu boleh tinggal di rumah ini, tapi segalanya tidaklah gratis! Terkecuali saat orang tuaku datang berkunjung, kamu hanyalah pelayan di sini! Aku akan langsung mengusirmu apabila menemukan setitik debu begitu aku pulang ke rumah!”
Saat mengingat kata – katanya sendiri, Elliot merasa ingin memukul kepalanya menggunakan palu dan membiarkan orang lain menguburnya di liang lahat.
Hal apa yang harus ia katakan begitu bertemu dengan Charlotte?
Haruskah ia benar – benar mengecek debu di rumah dan berpura – pura tidak melihat satu pun debu?
Di kehidupan lampau, sepertinya Elliot melupakan perkataannya sendiri dan malah mengacuhkan Charlotte selama bertahun – tahun.
Demi Tuhan! Sepertinya Elliot memang lebih baik mati daripada menghadapi pergulatan batin seperti ini!
Selagi Elliot berjalan mondar – mandir di ruang tamu, seorang wanita bersurai kecoklatan datang seraya menundukkan pandangannya. “Tuan Landegre, selamat datang.”
Elliot terdiam, kedua manik sapphirenya memandangi sosok wanita yang berdiri di hadapannya. Di bawah pantulan cahaya matahari, wanita itu tampak secantik yang ada di ingatan Elliot. Fitur wajahnya begitu lembut dengan permukaan kulit yang begitu halus, kedua manik mata Emeraldnya selalu terlihat indah setiap kali bertemu pandang dengan Elliot.
Alis Elliot berkedut, mulai mempertanyakan kewarasannya di masa lalu karena telah mencampakkan wanita yang keindahannya bagaikan pahatan dewi ini.
“Tuan Landegre?” tegur Charlotte.
Kelopak mata Charlotte mulai berkedip beberapa kali karena merasa khawatir kehadirannya telah mengganggu Elliot. Mungkin seharusnya Charlotte memang tidak perlu menyambut kedatangan Elliot dan menunggu saja di dapur sampai pria itu memanggilnya.
Akan tetapi, kekhawatiran di hati Charlotte tergantikan oleh rasa terkejut tatkala Elliot tiba – tiba saja berjalan ke arahnya dengan cepat dan memeluk tubuhnya begitu erat.
“Charlotte, maafkan aku.”
Kedua bola mata Charlotte membulat dan ia membalas dengan ragu. “Kenapa Tuan meminta maaf?”
Elliot tidak menjawab, tetapi malah menenggelamkan wajahnya ke dalam ceruk leher Charlotte, berusaha menghirup aroma manis yang ada di tubuh wanita itu.
“Tuan Landegre, maaf, tapi tubuh Anda bau alkohol.”
Secara mengejutkan, Elliot melepaskan pelukan mereka dan menatap Charlotte dengan mata yang kesal. “Bisakah kamu berhenti mengatakan itu?!”
Di tatap seperti itu membuat punggung Charlotte terasa dingin, apa sekarang dia telah mengucapkan kalimat yang salah lagi?
“Apa ada kalimat saya yang tidak mengenakan hati?” tanya Charlotte dengan sorot mata yang dipenuhi oleh ketakutan dan kekhawatiran.
“Coba ulangi kalimatmu sebelum ini.”
“Tuan Lande—”
“Itu! Berhenti memanggilku dengan honorifik Tuan dan nama belakangku. Kamu itu kan istriku bukan pelayanku, jika kamu memanggilku Tuan Landegre, haruskah aku memanggilmu Nyonya Landegre?”
Elliot meringis di dalam hati saat melihat ada sorot kebingungan di mata Charlotte. Wanita itu pasti merasa heran dengan tingkah lakunya. Di masa lalu, Elliot tidak ingin ada pelayan memanggil Charlotte dengan nama belakang Landegre, dia berkata bila itu terdengar memuakkan, sehingga para pelayan tetap memanggil Charlotte dengan panggilan ‘Nona Baxter’.
“Saya … saya tidak pantas menyandang nama itu,” bisik Charlotte.
“Apanya yang tidak pantas? Namamu sudah terdaftar di catatan sipil sebagai istriku, jadi nama belakangmu sudah bukan lagi Baxter, melainkan Landegre.”
Elliot menambahkan, “Mulai hari ini, kamu harus memanggilku dengan nama depanku dan juga berhenti berkata dengan formal.”
Kepala Charlotte mulai terasa pening saat menerima permintaan yang asing itu. “Tapi, And .. kamu sendiri yang memintaku untuk memakai kalimat formal saat berbicara denganmu.”
Elliot menahan napasnya sejenak sebelum berkata. “Charlotte, dengarkan aku baik – baik.”
Charlotte mengangkat kepalanya dan terkejut saat menemukan kedua mata Elliot tampak begitu lembut ketika pria itu berkata. “Aku minta maaf atas seluruh perlakuan kasarku kepadamu satu minggu yang lalu. Saat itu, pikiranku masih terlalu sempit sampai – sampai menumpahkan amarah ke kamu. Charlotte, selama satu minggu terakhir, aku mulai merenungkan seluruh kelakuanku selama ini dan akhirnya sadar bahwa tidak sepatutnya aku terus menjalani kehidupan yang tidak teratur dan menyia – nyiakan seorang wanita yang telah resmi menjadi istriku.”
“Charlotte, mulai detik ini, aku bersumpah akan membuatmu bahagia dan tidak membiarkan kamu mencicipi segala kesusahan di dunia lagi.”
Perkataan yang dilontarkan oleh Elliot terdengar begitu tulus dan tidak mengandung kepura – puraan. Charlotte bahkan tidak mampu melihat adanya jejak kebohongan di mata Elliot. Kelembutan yang dipancarkan oleh tatapan Elliot tanpa sadar membuat Charlotte merasa begitu nyaman dan tidak lagi tegang saat bertemu pandang dengan pria itu.
“Tapi, seperti yang kamu tahu, aku tidak bisa lagi memberikan kamu keturunan, sehingga kamu pasti akan kecewa denganku di kemudian hari.”
“Aku tidak perduli dengan keturunan! Jika seandainya kita tidak mempunyai anak sampai mati pun aku tidak lagi perduli!”
Charlotte terkejut, ia tidak menyangka bahwa kalimat seperti itu akan keluar dari mulut Elliot.
Sebelum dia menikah dengan Elliot, semua orang di keluarganya selalu bergosip bahwa Tuan Muda Kedua Landegre sangat terobsesi untuk menjadi ahli waris utama dan mereka mulai menanamkan ketakutan kepada Charlotte bila Elliot pasti akan membenci Charlotte seumur hidup karena tidak mampu memberikannya keturunan.
“Kamu perlu keturunan supaya bisa menjadi ahli waris utama.”
“Aku tidak ingin menjadi ahli waris utama! Bukankah tanggung jawabnya terlalu besar? Separuh waktuku juga pasti akan dihabiskan untuk bekerja dan banyak meninggalkan kamu di rumah seorang diri,” Elliot menghela napas, “Terlalu merepotkan, aku tidak ingin menghabiskan waktu untuk bekerja sampai mati.”
“Tapi …”
Sebelum Charlotte menyelesaikan kalimatnya, Elliot lebih dahulu menggenggam kedua tangan Charlotte dan mengalihkan topik pembicaraan. “Astaga, kenapa tanganmu bisa memiliki banyak luka seperti ini? Apa saja yang kamu lakukan selagi aku pergi?”
Charlotte menggigit bibir bawahnya dan kembali menunduk. “Kamu bilang akan mengusirku jika ada setitik debu di rumah ini. Selain rumah ini, aku tidak punya tempat tinggal lain. Karena itu, aku membersihkan seluruh rumah saat pagi dan malam supaya kamu tidak marah.”
Elliot merasa bila kepalanya telah ditimpa oleh besi panas seusai mendengar penuturan Charlotte.
Benar, luka di tangan Charlotte adalah hasil dari kesalahannya yang pertama.
Meski Charlotte hanyalah anak haram dari Keluarga Baxter, setidaknya dia masih tidak perlu melakukan pekerjaan rumah selama ia tinggal dengan Keluarga Baxter. Akan tetapi, Elliot malah meminta Charlotte untuk melakukan pekerjaan rumah setelah menikah dengannya.
Seandainya Elliot bisa bertemu dengan dirinya sendiri di masa lalu, dia pasti akan mencekik dirinya sendiri sampai mati.
“Pelayan! Kemarilah!”
Teriakkan Elliot yang menggelegar membuat seluruh pelayan di dalam rumah segera berhamburan dan berbaris di hadapan Elliot. Semuanya memasang wajah waspada dan beberapa ada yang tampak masam saat melirik ke arah Charlotte, berpikir bahwa Charlotte pasti telah memancing amarah Elliot sampai Tuan mereka berteriak seperti itu.
“Selama seminggu ini, apa kalian tidak bekerja dengan baik! Bagaimana mungkin masih ada debu yang tersisa di rumah ini sampai Charlotte harus terus membersihkan rumah dari pagi hingga malam?! Oh, atau kalian malah memanfaatkan Charlotte untuk membersihkan rumah sedangkan kalian hanya bersantai – santai?!”
Keheningan lantas menyambut ruangan itu, tidak ada satu pun pelayan yang berani menjawab pertanyaan Elliot karena tebakan Elliot sepenuhnya tepat.
Mereka mengira bila Elliot tidak menyukai Charlotte, sehingga mereka memanfaatkan wanita itu untuk melakukan berbagai macam pekerjaan rumah dari membersihkan lantai, mencuci pakaian, hingga memasak.
“Kenapa hanya diam?! Charlotte, apa mereka pernah menyuruh – nyuruh kamu?”
Charlotte melirik para pelayan di hadapannya satu – persatu, ingatan akan intonasi kasar yang diberikan oleh mereka kepada Charlotte masih terpatri kuat di dalam kepalanya.
Wanita itu mungkin selalu bersikap lembut dan bertutur kata halus, tetapi sesungguhnya Charlotte tidaklah sebaik yang mereka kira.
“Ya, mereka melimpahkan pekerjaan mereka kepadaku.”
Habislah sudah, para pelayan itu akhirnya sadar bahwa mereka telah menyentuh sesuatu yang seharusnya tidak mereka sentuh.
Bersambung…