ISTRIKU TIDAK MEMILIKI PERHIASAN
Ketika Elliot keluar dari ruangan Arthur, dia mendapati Charlotte tengah duduk bersama Jessica dan Ian di kursi santai yang ada di samping kolam renang. Wanita itu tampak tersenyum setiap kali Jessica mengajaknya berbicara dan akan tertawa saat putra kakanya —Izekiel— menggelayuti kaki Charlotte karena ingin bermain.
“Charlotte,” panggil Elliot.
Charlotte lantas menoleh dan tersenyum manis, “Urusanmu sudah selesai?”
“Mhm, ayo kita pulang,” ajak Elliot.
Ian yang sedari tadi hanya diam akhirnya berbicara. “Kenapa tidak menginap saja malam ini? Sangat tidak etis hanya menumpang makan di rumah orang tua.”
Elliot menoleh kepada Ian, senyuman di wajahnya merekah saat mendengar suara dari saudaranya itu. Ian bukanlah orang gemar berbicara, dia juga selalu tampak dingin di hadapan Elliot. Sejak mereka kecil, hal – hal yang sering diucapkan oleh Ian hanyalah seputar omelan dan perkataan ‘Ini tidak etis’ atau ‘Itu tidak baik’. Dahulu Elliot pasti akan menutup telinganya rapat – rapat dan segera kabur dari rumah apabila saudaranya sudah mengomel.
Namun, sekarang Elliot malah merasa omelan Ian terdengar menyenangkan di telinganya. Karena dia akhirnya sadar bila saudaranya itu hanya sedang mengkhawatirkan Elliot.
“Apa kamu akan menginap?” tanya Elliot.
“Ya, aku akan menginap. Hari sudah larut, sebentar lagi Izekiel pasti akan mengantuk sehingga lebih baik menginap,” kata Ian seraya mengelus kepala putranya itu.
“Kalau kamu menginap, maka aku juga akan menginap.”
Ian terkejut saat mendengar ucapan adiknya. Ketika Elliot menikah dengan Charlotte dan terbuang dari daftar pewaris utama, Ian berpikir bila Elliot mungkin akan membencinya atau mengabaikannya. Namun, sekarang adiknya itu malah menuruti ucapannya tanpa bantahan.
“kamu bisa menggunakan kamar lamamu. Minta saja pelayan untuk membersihkannya.”
“Aku bisa menyampaikannya,” kata Jessica.
Elliot melambaikan tangannya. “Tidak perlu, biar aku saja.”
Jessica tertawa. “Tidak apa, aku sekalian ingin membuatkan su-su untuk Izekiel, kamu mengobrol lah dengan Ian di sini.”
“Baiklah, terima kasih Jessica.”
Jessica tersenyum kepada Charlotte. “Tolong jaga Izekiel sebentar.”
Charlotte mengangguk, “Mhm, jangan khawatir.”
Jessica lantas masuk ke dalam rumah dan pergi ke dapur. Ketika Izekiel ingin menyusul Jessica, Charlotte segera menggendong anak itu dan menggoyangkan tubuhnya supaya Izekiel merasa nyaman. “Mama hanya ingin membuat su-su, Izekiel bermain saja dulu dengan auntie, oke?”
Izekiel mengangkat tangannya, kemudian berusaha menarik jepit mutiara yang ada di kepala Charlotte. “Auntie, aku mau itu … terlihat cantik.” Ceritasex.site
Berdasarkan keterangan Jessica, Izekiel baru berusia 3 tahun, tahun ini. Sehingga wajar bila anak itu selalu tertarik dengan benda – benda berkilauan seperti jepit rambut Charlotte. Jika Charlotte tidak memberikannya, maka anak itu akan berusaha keras untuk menariknya. Namun, tatkala Izekiel hampir berhasil menarik jepit rambut Charlotte, Ian lebih dahulu melepaskan tangan Izekiel dari kepala Charlotte dan menggendong anaknya.
“Kamu tidak boleh bersikap seperti itu, sangat tidak sopan,” kata Ian.
Izekiel yang belum mengerti norma kesopanan mulai mengerutkan wajahnya karena berpikir Ian sedang memarahinya dan memisahkan anak itu dari Charlotte. “Tapi … tapi aku mau itu. Auntie juga tidak keberatan.”
“Walaupun dia tidak keberatan, tetap saja kamu tidak boleh merebut barang milik orang lain.”
Karena Charlotte merasa tidak tega saat melihat wajah Izekiel yang hampir menangis, ia segera melepaskan jepit rambutnya dan memberikan benda berkilau tersebut ke hadapan Izekiel. “Ini, Izekiel boleh memilikinya.”
Ian, “Charlotte, kamu tidak perlu melakukan itu. Nanti dia jadi terbiasa merebut barang orang lain.”
Charlotte tersenyum kepada Ian. “Izekiel tidak merebutnya, tapi aku yang memberikannya. Maka seharusnya tidak apa – apa, ini ambilah.”
Izekiel menatap Ian terlebih dahulu, setelah Ian mengangguk, anak itu baru berani mengambil jepit rambut pemberian Charlotte. “Auntie, terima kasih.”
Ian menghela napas. “Aku akan membelikanmu perhiasan yang baru nanti.”
“Tidak perlu,” Charlotte berkata, “Itu hanyalah jepit rambut biasa, tidak terlalu berharga.”
Ketika Charlotte mengatakan ‘biasa’, Elliot memandang wajah istrinya dengan hati yang terenyuh. Ia jadi ingat bila Charlotte tidak pernah mempunyai perhiasan seumur hidupnya di kehidupan lalu. Kedua orang tuanya tidak memberikan Charlotte uang saku lebih dan Elliot juga tidak pernah memperdulikan kesenangan istrinya. Jadi semua barang – barang milik Charlotte tidak pernah berasal dari brand tertentu. Perhiasan yang ia punya pun kebanyakan imitasi.
Elliot lantas melingkarkan tangannya di bahu Charlotte dan menepuk bagian samping kepalanya. “Benar, kamu tidak perlu mengembalikannya. Aku cukup mampu untuk membelikan perhiasan baru untuk istriku.”
Elliot kembali berkata untuk mencairkan suasana. “Lagipula, kenapa Izekiel senang sekali dengan perhiasan? Apa kamu juga ingin memakainya?”
Ian membalas. “Sejak kecil dia selalu saja senang mengambil perhiasan mamanya. Tapi bukan untuk digunakan, melainkan untuk dipreteli dan dikoleksi dalam sebuah kotak. Jessica bahkan harus meletakkan kotak perhiasannya di tempat yang tinggi supaya Izekiel tidak bisa menggapainya.”
“Oh, rupanya kamu mempunyai penglihatan yang bagus! Ketika sudah besar, mungkin kamu bisa menjadi kolektor berlian,” Elliot kemudian merebut Izekiel dari tangan Ian. “Jika Paman ingin membeli perhiasan, aku pasti akan meminta saranmu supaya tidak memilih perhiasan yang salah. Bagaimana?”
“Aku tidak melakukannya dengan gratis! Paman juga harus membelikanku satu!”
Elliot tertawa, “Baiklah, Paman akan membelikanmu sekotak penuh! Selain perhiasan, apalagi yang kamu sukai? Bagaimana dengan mobil – mobilan? Paman punya banyak koleksi mainan mobil – mobilan di rumah Paman. Kamu bisa mengambil satu jika berkunjung.”
Elliot dan Izekiel lantas terlarut pada pembicaraan mereka. Pria itu bahkan tidak sadar melangkah jauh dari tempat Charlotte dan Ian berdiri.
Meskipun Elliot selalu membenci keluarganya dahulu, ia sama sekali tidak menaruh kebencian pada Izekiel. Selain karena anak itu memang tidak mempunyai kesalahan, Elliot juga secara pribadi menyukai anak – anak, sehingga selalu berkeinginan untuk memanjakan Izekiel setiap kali mereka bertemu.
Di lain sisi, Charlotte memandang Elliot dengan tatapan sendu. Jika saja dia bisa memberikan keturunan, keluarga mereka pasti bisa lebih sempurna, dan Charlotte tidak akan menjadi batu sandungan untuk Elliot.
Sayangnya angan – angan hanyalah sebatas mimpi, karena dia langsung terhempas oleh kenyataan pahit.
“Charlotte,” Ian menepuk pundak wanita itu. “Aku tidak menyangka bila kehadiranmu mampu merubah Elliot hingga ke titik ini.”
Charlotte, “Aku tidak melakukan apapun, perubahannya pasti karena dirinya sendiri.”
“Tidak,” Ian berkata, “Dia itu adalah anak yang keras kepala. Sangat sulit diatur dan akan marah apabila keinginannya tidak tercapai. Secara logika, dia pasti tidak akan berubah tanpa alasan.”
“Dan sepertinya kamu adalah alasannya untuk berubah. Karena itu, kamu tidak perlu mengkhawatirkan masa depan. Sebab Elliot tidak akan pernah melepaskan sesuatu yang ia sayang,” lanjut Ian.
Saat mereka masih kecil, Elliot selalu mempunyai kebiasaan untuk membawa pulang hewan – hewan kecil. Walau anak itu selalu bertingkah sembrono, setidaknya dia selalu berusaha untuk merawat hewan yang ia sayang, apabila hewan itu mati, maka adiknya itu akan menangis dan mengurung diri selama tiga hari. Oleh karena itu, ketika Elliot berkata akan menjaga Charlotte, Ian tahu betul bahwa adiknya tidak main – main dengan ucapannya.
Mulut mungkin bisa berdusta, tetapi mata tidak bisa. Dan Ian bisa melihat pancaran penuh kasih sayang selalu keluar dari mata Elliot setiap kali dia memandang Charlotte.
“Elliot menyayangimu Charlotte, kamu harus percaya dengan fakta itu,” ujar Ian.
*****
Pada tengah malam, Charlotte tidak mampu memejamkan mata meski dia sudah berusaha untuk mengubah posisinya beberapa kali. Ucapan Ian masih terngiang – ngiang dengan jelas di dalam benaknya, berputar bagaikan kaset rusak yang mengulang di satu bagian.
“Elliot menyayangimu Charlotte, kamu harus percaya dengan fakta itu.”
Elliot menyayanginya.
Menyayanginya.
Rasanya terlalu dini untuk beranggapan pria itu sudah menaruh perasaan sayang kepada Charlotte. Pasalnya, Elliot bahkan baru memperlakukannya dengan baik siang tadi. Jadi Charlotte selalu beranggapan mungkin pria itu hanya ingin menata kehidupannya dan menjalani pernikahan yang sudah diatur oleh keluarganya.
Ingin menjalankan pernikahan yang baik, bukan berarti Elliot harus mencintainya dengan sepenuh hati.
Tapi jika boleh jujur, ada sebagian kecil di hati Charlotte yang ingin Elliot menaruh cinta kepadanya. Dia belum pernah merasakan kasih sayang atau cinta secara penuh sejak kecil, karena itu wajar bagi Charlotte mengharapkan seseorang yang berbuat baik kepadanya untuk mencintai wanita itu.
Tiba – tiba saja wajah Charlotte memanas saat memikirkan hal itu, bahkan pendingin ruangan terasa tak mampu mendinginkan suhu wajahnya yang terus meninggi.
Charlotte mulai berguling – guling di atas tempat tidur, berusaha keras untuk melupakan pemikirannya itu.
Selama Elliot baik kepadanya, maka itu sudah cukup. Dia tidak berhak untuk meminta lebih.
Elliot yang tengah duduk di hadapan komputer segera menoleh ke samping saat mendengar tempat tidurnya terus berderit selama beberapa saat. Matanya lalu menangkap sosok Charlotte yang sedang merubah – rubah posisinya sejak tadi, bahkan selimut yang ia gunakan mulai terlihat kusut.
“Kamu tidak bisa tidur?” suara Elliot sontak membuat Charlotte berhenti bergerak.
Charlotte menyembunyikan sebagian wajahnya di bawah selimut dan berkata pelan. “Apa suara tempat tidur membuatmu terganggu? Aku tidak akan bergerak lagi.”
Elliot tertawa, “Aku bertanya kepadamu, kenapa malah balik bertanya?”
“Mhm, aku tidak bisa tidur,” jawab Charlotte.
“Kenapa? Apa karena lampunya masih menyala? Jika mau, aku bisa menggunakan komputer di ruang tengah supaya kamu tidak terganggu.”
“Tidak, kamu sama sekali tidak menggangguku,” Charlotte berkata, “Aku hanya punya kebiasaan tidur larut malam.”
“Kamu insomnia?”
“Bukan begitu. Biasanya aku sering begadang karena mengerjakan tugas kuliah. Setelah terus begadang selama tiga tahun, sekarang aku jadi sulit tidur sebelum jam 3 walau sudah mengantuk.”
Elliot, “Tapi tadi siang kamu bisa tidur dengan cepat.”
Charlotte menjawab dengan malu. “Itu … karena kamu memaksaku tidur.”
Dan juga karena kamu memelukku.
“Haruskah aku memaksamu tidur sekarang?” kata Elliot seraya tertawa kecil.
“Aku masih belum mengantuk, tidak perlu tidur sekarang,” Charlotte mengalihkan topik. “Apa yang sedang kamu kerjakan?”
Sejak dua jam yang lalu, Elliot sudah duduk di hadapan komputer tanpa bergeming. Pria itu terlihat begitu serius dan menuliskan beberapa hal di buku catatan. Sesekali pria itu akan menaikkan kacamatanya sebelum kembali menggulir layar, membuat Charlotte merasa bila Elliot juga menawan saat sedang serius.
“Aku sedang memeriksa laporan perkembangan proyek yang sedang di jalani oleh Departemen Infrastruktur III. Administrasinya agak kacau, jadi sepertinya aku perlu mengatur ulang beberapa divisi di bawah naunganku,” Elliot menghela napas. “Seandainya saja aku serius bekerja sejak dulu, mungkin departemen di bawah pimpinanku tidak akan sekacau ini.”
“Pantas saja Erland selalu terlihat masam setiap kali melihatku datang ke kantor.”
“Erland?”
Elliot, “Asistenku.”
“Tidak perlu memikirkan hal yang sudah lewat. Lebih baik terlambat memperbaikinya daripada tidak sama sekali.”
Elliot kembali menghadap ke layar komputernya. “Kamu benar, tidak perlu lagi memikirkan masa lalu.”
Karena sekarang Elliot akan berusaha untuk memperbaiki masa depannya.
“Omong – omong, apa kamu sudah magang?”
Charlotte, “Belum, mungkin setelah semester ini berakhir aku baru mencari tempat magang.”
“Kemana kamu ingin magang? Di konsultan arsitektur atau kontraktor?”
“Entahlah, aku belum memikirkannya,” kali ini Charlotte yang menghela napas. “Kebanyakan temanku sudah menemukan tempat magang untuk semester depan, tapi aku masih mencarinya.”
Elliot, “Tidak perlu membandingkan dengan orang lain, pikirkan diri kamu sendiri saja. Kamu lebih tertarik pada apa? Merancang desain bangunan atau memperhatikan strukturnya?”
Charlotte tahu bila Elliot sedang membantunya untuk menentukan pilihan, jadi wanita itu tentu saja akan menjawabnya setelah berpikir lama. “Merancang desain lebih menyenangkan. Aku tidak begitu suka menghitung struktur, sangat merepotkan.”
Elliot kembali tertawa. “Tidak apa, kamu tidak akan bekerja sendirian jika berada di bidang arsitektur. Jika tidak mengerti tentang struktur, ada pihak kontraktor yang akan membantumu.”
Sebelum Charlotte membalas, Elliot lebih dahulu berkata, “Kirimkan cv dan portofoliomu kepadaku, aku bisa memperkerjakan kamu di departemenku. Bagian konsultan sempat kekurangan orang, mungkin kamu bisa mengisinya.”
“Tidakkah itu curang?” tanya Charlotte dengan terkejut.
Elliot melirik Charlotte, merasa bingung dengan pertanyaan wanita itu. Bukankah seharusnya seseorang merasa senang karena bisa masuk perusahaan dengan mudah? Kenapa harus mempertanyakan curang atau tidak? Ngocoks.com
Tapi karena tidak mau membuat hati Charlotte menjadi berat, Elliot membalas, “Kamu tetap akan masuk lewat prosedur resmi perusahaan. Jika merasa khawatir diberikan perlakuan khusus, kamu juga boleh mendaftar sebagai Charlotte Baxter.”
Jika Charlotte menggunakan nama Baxter, maka orang – orang di perusahaan tidak akan tahu tentang identitasnya sebagai istri Elliot. Setelah dipikir lebih lanjut, sepertinya memang lebih baik merahasiakan hal itu supaya tidak terjadi kesenjangan sosial saat dia bekerja.
“Kalau begitu, aku akan mengirimkan cv dan portofolioku kepadamu minggu depan.”
“Mhm, nanti akan kuingatkan.”
Setelah itu Elliot tidak lagi berbicara dengan Charlotte, pandangan matanya sepenuhnya fokus terhadap layar komputer. Dari hanya mengecek laporan perkembangan minggu ini, Elliot mulai mengecek laporan setiap minggunya, kemudian membandingkan dan menghitung keuangan secara teliti.
Sesungguhnya, sejak dahulu Elliot merupakan anak yang cerdas. Bahkan Elliot sempat mengambil dua jurusan sekaligus saat masih kuliah, yaitu Teknik Sipil dan Manajemen Bisnis. Ketika masih dewasa awal, dia memang sangat berambisi untuk menjadi yang terbaik, bahkan lebih baik dari Ian. Namun, lambat laun dia sadar bahwa sekeras apapun dia berusaha, Brianna selalu membuat penghalang yang menghambat langkah Elliot untuk menjadi pewaris utama.
Karena itulah, setelah lulus kuliah dia sadar bahwa ambisinya tidak akan menghasilkan apapun. Alih – alih tetap bekerja keras, Elliot malah bersenang – senang karena merasa ambisinya tidak penting lagi. Meski begitu, dulu dia tetap saja menuntut Arthur untuk menjadikannya pewaris utama.
Ketika Arthur tidak menurutinya, maka Elliot akan berulah semakin parah.
Dan pikirannya itu semakin buruk usai menikahi Charlotte.
Sekarang, karena dia sudah tidak mempunyai obsesi berlebih, Elliot mulai mampu merjenihkan pikirannya sehingga bekerja dengan lebih baik.
“Kamu akan bekerja hingga kapan?” tanya Charlotte. Mata wanita itu mulai menutup setengah dan ia sesekali menguap.
Elliot balik melemparkan pertanyaan. “Apa kamu mengantuk?”
Charlotte bergumam. “Sedikit.”
Tahu bila Charlotte mempunyai masalah tidur. Elliot segera menyimpan datanya di dalam flashdisk, kemudian mematikan komputer serta lampu kamar.
Setelah merapihkan peralatan tulisnya, Elliot langsung masuk ke dalam selimut dan memeluk Charlotte. “Kalau begitu tidurlah.”
“Tidak bekerja lagi?”
Elliot, “Pekerjaanku bisa menunggu besok.”
Sedangkan istriku tidak boleh menunggu. Pikir Elliot.
Begitu Elliot memeluk Charlotte, wanita itu langsung tertidur. Suara deru napas halusnya menjadi satu – satunya suara yang terdengar di telinga Elliot.
Usai memastikan Charlotte sudah tertidur pulas, Elliot turut memejamkan mata dan tidur bersama Charlotte.
Bersambung…