Jam duduk di atas TV menunjukkan pukul 22:30 ketika pesawat telpon berdering. Aku bangun dari tidur-tiduran di depan TV. Gagang telpon pun kuangkat dari pesawatnya yang tergeletak di samping TV.
“Hai, Bobby desu keredomo…” ucapku sambil menempelkan ujung gagang telpon ke telinga.
“A… Kawamura Yumiko desu ga…” suara merdu perempuan menyahut di telpon.
Deg! Jantungku berdegup keras. Telpon tersebut ternyata dari Yumiko. Dia sudah tersadar dari tidurnya. Ada apa menelponku malam-malam begini? Tahukah dia dengan apa yang kuperbuat kepadanya dua jam yang lalu?
“A-ada apa?” tanyaku dengan suara agak bergetar.
“Gomenasai… tadi saya terlalu banyak minum. Jadi saya jatuh tertidur sebelum membuat kuitansi pembayaran apartemen. Uang sewa yang Bobby-san letakkan di atas meja sudah saya ambil, dan sekarang sudah saya buatkan kuitansinya. Harap datang ke sini sekarang untuk mengambilnya.”
Aku bernafas lega. Ternyata hanya urusan kuitansi. Suara Yumiko tetap lembut. Tidak bernada tinggi. Berarti dia tidak sedang marah. Berarti dia tidak tahu kalau tubuhnya kuesek-esek dua jam yang lalu.
Aku lalu menuruni tangga apartemen dan berjalan menuju pintu rumah Yumiko. Sebelum aku menekan bel pintu, dia sudah membuka pintu.
Dia berdiri dengan menariknya, bagai bidadari yang turun dari kayangan. Rambutnya sudah tersisir rapih, dengan bagian belakang dijepitkan ke atas. Dengan gaya sisiran semacam itu, leher jenjangnya yang putih mulus seolah dipamerkan dengan jelasnya.
Kimono yang dikenakan masih kimono yang tadi. Kimono yang terbuat dari bahan putih, lembut, dan mengkilat. Dadanya membusung dengan gagahnya, dan putingnya tergambar jelas di kain kimono yang menutup dadanya. Wow… ada perubahan. Bau parfum! Kini bau parfum yang harum dan segar terpancar dari tubuhnya.
“Ayo, masuk. Saya ambilkan kuitansinya. Bibir sensual Yumiko menyunggingkan senyum. Senyum manis yang amat menggoda nafsuku.
Dan berbeda dengan tadi, bibir sensualnya itu sekarang sudah berlapis lipstik tipis berwarna pink. Sexy, ranum, dan segar sekali bibir tersebut. Seolah menantang bibirku untuk melumat bibir tersebut habis-habisan.
Aku melangkah masuk. “Sumimasen…” kataku sambil menganggukkan kepala.
Pintu tertutup secara perlahan karena adanya pegas yang terpasang di dekat engselnya.
Aku kemudian berjalan di belakangnya menuju ruang tamu. Kuperhatikan goyang pantatnya yang sungguh aduhai. Gumpalan daging pantat itu tergambar jelas menggunduk di kimono tidurnya.
Gundukan tersebut menggial ke kiri-kanan di saat melangkah, seolah menantang batang kejantananku untuk memijit-mijit kekenyalannya.
Yumiko mengambil buku kuitansi dari rak buku, kemudian menyobeknya selembar.
“Ini Bobby-san, kuitansinya,” kata Yumiko sambil memberikan lembaran itu padaku. Bibirnya menyunggingkan senyum. Matanya menatap diriku tajam. Namun menurut penilaianku, sunggingan bibir dan tatapan mata itu menantang diriku.
Aku mengulurkan tangan kanan untuk menerima kuitansi itu. Belum lagi kuitansi kupegang, Yumiko sudah melepaskan kertas kuitansi tersebut. Akibatnya kertas kuitansi melayang jatuh.
Secara refleks tanganku bergerak ke bawah berusaha menyelamatkan kuitansi sebelum menyentuh lantai. Agaknya Yumiko pun melakukan gerak refleks yang sama denganku, bahkan dia bergerak sedikit lebih cepat.
Aku terpana dengan ketidaksengajaanku. Kehalusan jari-jari tangan Yumiko terasa benar di dalam genggaman tanganku.
Sementara posisi tubuh Yumiko yang agak membungkuk membuat mataku dapat melihat belahan payudara montok yang amat mulus itu dengan jelas dari belahan baju kimononya. Edan… kontholku berdiri lagi.
Yumiko menatap tanganku yang tanpa sengaja menggenggam jari tangannya. Kemudian tatapan matanya beralih ke wajahku. Sinar matanya itu… sinarr mata meminta. Sinarrr mata orang yang sedang kehausan. Sinarrrr mata orang yang sedang penuh hasrat.
Tiba-tiba Yumiko merangkul pundakku. Buah dadanya menekan dadaku dengan hangatnya.
“Bobby-san. Buat apa kau berpura-pura,” kata Yumiko, “Aku tahu kau melakukan masturbasi di sini saat aku tertidur pulas tadi. Saat aku terbangun, rambutku ada yang basah oleh air mani. Dan itu pasti air manimu…”
Yumiko mempererat rangkulannya pada bahuku. Dia berdiri sedikit berjinjit. Bibir sensualnya yang berwarna pink merekah itu dengan ganasnya mendarat di bibirku dan melumat-lumat bibirku. Nafasku jadi terengah-engah tidak beraturan.
“Kawamura-san…” kataku tersenggal di saat bibirku sedikit terbebas dari bibirnya.
“Bobby-san… jangan gunakan nama keluarga saat ini. Panggil saja namaku… Yumiko… ,” pinta Yumiko. “Bobby-san… cumbulah diriku… Sudah lama saya merindukan cumbuan hangat yang menggelora… Cumbuan laki-laki jantan yang penuh tenaga… Dan sejak pertamakali melihatmu, saya mendambakan cumbuan geloramu.
Nafsuku terbakar. Ternyata hasratku untuk merasakan keaduhaian tubuhnya yang sudah cukup lama timbul dalam diriku tidak bertepuk sebelah tangan. Ternyata dia juga menyimpan hasrat untuk bercinta denganku.
“Yumiko… ,” desahku penuh nafsu. Bibirku pun menggeluti bibirnya. Bibir sensual yang menantang itu kulumat-lumat dengan ganasnya. Tidak kusisakan satu milimeter pun bibir itu dari seranganku.
Sementara Yumiko pun tidak mau kalah. Bibirnya pun menyerang bibirku dengan dahsyatnya, seakan tidak mau kedahuluan oleh lumatan bibirku.
Kedua tangankupun menyusup diantara lengan tangannya. Tubuh sexy dan kenyal itu sekarang berada dalam dekapanku. Aku mempererat dekapanku, sementara Yumiko pun mempererat pelukannya pada diriku.
Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku, walau lembaran kain baju masih memerantarai kami. Payudaranya yang membusung terasa semakin menekan dadaku.
“Bobby-san… kita langsung lepas pakaian dulu saja… ,” kata Yumiko sambil berusaha melepas T-shirtku. Aku mengangkat kedua tangan ke atas untuk memberi kesempatan dia mencopot T-shirt. Tercopot sudah kaos yang kupakai itu. Kini kedua tangan Yumiko dengan sigap melepaskan ikatan tali celana pendekku.
Yumiko pun merangkul punggungku lagi. Aku kembali mendekap erat tubuh Yumiko sambil melumat kembali bibirnya. Sambil tangan kiri terus mendekap tubuh, tangan kananku bergerak ke samping pinggang Yumiko dan melepaskan ikatan baju kimono tidurnya.
Begitu terbuka kusingkapkan bukaan kimono tadi. Kemudian kedua tanganku menyusup ke dalam kimono dan langsung mendekap erat punggungnya yang berkulit halus.
Dalam keadaan hanya memakai celana dalam saja, kami kembali berpelukan erat dan saling melumat bibir. Sementara tangan kami saling meremas-remas kulit punggung.
Kehangatan menyertai tubuh bagian depan kami yang saling menempel. Kini kurasakan payudaranya yang montok menekan nakal ke dadaku. Dan ketika saling sedikit bergeseran, putingnya seolah-olah menggelitiki dadaku.
Tangan kiriku pun turun ke arah perbatasan pinggang ramping dan pinggul besar Yumiko, kemudian menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah perutku. Kini masih di dalam celana dalam, kontholku tergencet perut bawahku dan perut bawah Yumiko dengan enaknya. Sementara bibirku melepaskan diri dari bibir Yumiko, dan bergerak ke arah lehernya.
“Ah… geli… geli…” desah Yumiko sambil menengadahkan kepala, agar seluruh leher sampai dagunya terbuka dengan luasnya.
Yumiko pun membusungkan dadanya dan melenturkan pinggangnya ke depan. Dengan posisi begitu, walaupun wajahku dalam keadaan menggeluti lehernya, tubuh kami dari dada hingga bawah perut tetap dapat menyatu dengan rapatnya. Tangan kananku lalu bergerak ke dadanya yang montok, dan meremas-remas payudara tersebut dengan perasaan gemas.
Setelah puas menggeluti lehernya, wajahku turun ke arah belahan dadanya. Aku berdiri dengan agak merunduk. Tangan kiriku pun menyusul tangan kanan, yakni bergerak memegangi payudara.
Wajahku kemudian menggeluti belahan payudara Yumiko, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua belah payudaranya sambil menekan-nekankannya ke arah wajahku.
Segala kemulusan dan kehalusan belahan dada itu kukecupi dengan bibirku. Segala keharuman yang terpancar dari belahan payudara itu kuhirup kuat-kuat dengan hidungku, seolah tidak rela apabila ada keharuman yang tersisa sedikitpun.
Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan payudara itu. Kemudian bibirku bergerak ke atas bukit payudara sebelah kiri.
Kuciumi bukit payudara yang membusung dengan gagahnya itu. Dan kumasukkan puting payudara di atasnya ke dalam mulutku. Kini aku menyedot-sedot puting payudara kiri Yumiko.
Kumainkan puting di dalam mulutku itu dengan lidahku. Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit payudara di sekitar puting yang berwarna coklat. Ngocoks.com
“Ah… ah… Bobby-san… geli… geli…” mulut indah Yumiko mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan, bagaikan desisan ular yang kelaparan mencari mangsa.
Aku memperkuat sedotanku. Sementara tanganku meremas kuat payudara montok yang kenyal Yumiko sebelah kanan. Kadang remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak bukitnya, dan kuakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jariku pada puting di atas puncak bukit payudara kanan itu.
“Bobby-san… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu… ngilu…”
Aku semakin gemas. Payudara aduhai Yumiko itu kumainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit payudara kadang kusedot sebesar-besarnya dengan tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang kusedot hanya putingnya dan kucepit dengan gigi atas dan lidah.
Belahan lain kadang kuremas dengan daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya kupijit-pijit dan kupelintir-pelintir kecil puting yang mencuat gagah di puncaknya.
“Ah… Bobby-san… terus Bobby-san… terus… hzzz… ngilu… ngilu…” Yumiko mendesis-desis keenakan. Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kiri semakin sering frekuensinya.
Sampai akhirnya Yumiko tidak kuat melayani serangan-serangan awalku. Dia dengan gerakan cepat memelorotkan celana dalamku hingga turun ke paha.
Aku memaklumi maksudnya, segera kurapatkan lututku sehingga celana dalam melorot jatuh ke karpet ruang tamu. Jari-jari tangan kanan Yumiko yang mulus dan lembut kemudian menangkap kontholku yang sudah berdiri dengan gagahnya.
“Sugoi… Bobby-san, sugoi… Batang kontholmu besar sekali… Konthol pacar-pacarku dulu dan juga konthol suamiku tidak ada yang sebesar ini. Sugoi… sugoi… ,” ucapnya terkagum-kagum.
Sambil membiarkan mulut, wajah, dan tanganku terus memainkan dan menggeluti kedua belah payudaranya, jari-jari lentik tangan kanannya meremas-remas perlahan kontholku secara berirama, seolah berusaha mencari kehangatan dan kenikmatan di liatnya menara kejantananku.
“Bobby-san, kita main di dalam kamar saja… ,” ajak Yumiko dengan sinar mata yang sudah dikuasai nafsu birahi. Tangan kirinya mendorong perlahan diriku untuk membebaskan payudaranya dari gelutan wajah dan tanganku.
Dia lalu mengunci pintu dari dalam dan membiarkan kunci tetap tertanam di lobangnya agar orang dari luar tidak dapat membukanya.
Bersambung…