Hari menjelang sore ketika kudengar suara deru mobil digarasiku, tak lama kemudian ciciku Christine terlihat setengah berlari menuju kamarnya. Tak sengaja kulihat ada air menggenang dipelupuk matanya, aku tersentak beberapa saat kemudian.
Ada apa dengan ciciku itu, biasanya dia tidak pernah menangis apalagi bila terlihat orang. Tanpa mempedulikan aku, dia berlari kecil kekamarnya. Dengan rasa penasaran kuikuti cici kekamarnya, aku mulai kuatir dengannya.
Pelan-pelan kubuka pintu kamarnya dan terlihat ciciku itu benar-benar menangis dikasurnya. “Cici, ada apa? Kenapa nangis?” kataku sambil mendekati ciciku dan kupegang bahunya. “Fei chen…. cici putus… ” suara ciciku tercekat diantara tangisnya.
Aku sebenarnya tidak terlalu aneh mendengar hal ini karena sudah kukira hubungan mereka cepat atau lambat pasti segera berakhir. Steven nama pacar ciciku itu, dia sering kupergoki sedang kencan dengan gadis yang berbeda,
Steven itu tipe cowok mata keranjang, selama ini aku tidak berani memberitahu ciciku tentang perilaku Steven, aku tahu cici begitu berharap padanya karena disamping wajahnya yang keren, dia juga terkenal tajir, aku tidak mau melihat ciciku sedih, meskipun akhirnya sekarang ciciku sudah putus, aku pura-pura tidak tahu saja. Aku memeluk ciciku dan berusaha menghiburnya, “Sudahlah ci, mungkin Steven bukan yang
terbaik buat cici, mendingan cici lupain aja, toh semua sudah terjadi, tenang ci, masih banyak cowok yang lebih baik” kataku sambil mengusap-usap punggung ciciku. Dia masih terus menangis, tapi kubiarkan saja, dia memang butuh menangis untuk meluapkan kesedihannya, pelan-pelan
aku bertanya padanya “Ci, ada apa dengan kalian? apa yang terjadi? padahal kemarin sabtu kalian terlihat baik-baik saja, kenapa sekarang koq bisa putus tiba-tiba?” Sambil terisak ci Christine menceritakan apa yang dialaminya.
Aku tidak tahu harus menulis apa untuk menceritakan kembali kata-kata ciciku buat para pembaca Ngocokers sekalian karena dia ceritakan itu sambil menangis dan dalam keadaan emosi. Aku tersentak kaget mendengar pengakuan ci Christine karena semua dugaanku meleset jauh. Aku jadi semakin membenci para cowok seperti Steven, apalagi setelah kudengar ternyata cicikupun sudah diperawaninya.
Yah, pembaca sekalian, ciciku menceritakan Steven yang dipaksa menikah oleh keluarga pembantunya karena telah manghamili Surti, gadis 16 tahun yang menjadi pembantunya, keluarganya tentu menentang ini tapi mereka tidak bisa berbuat banyak karena ternyata keluarga Surti tidak bisa terima anaknya hamil diluar nikah.
Diberi uang banyakpun keluarga Surti tetap tidak mau, malah balik mengancam keluarga Steven, dan pada akhirnya keluarga stevan harus menyerah menikahkan stevan dengan Surti sang pembantu. Semua menyayangkan kejadian ini, betapa tidak, Steven coeok ganteng,chinesse,tajir pula harus menikah dengan Surti gadis jawa pembantu rumah
tangga, sungguh Surti yang beruntung dan ciciku yang malang. Sejak putus dengan Steven, ci Christine menjadi pemurung, sering melamun dikamarnya. Aku ikut prihatin melihat keadaannya itu. Sikapnyapun berubah drastis dari cuek menjadi pemarah. Aku sudah menduga sikanya sekarang ini akan menjadi bencana baginya dikemudian hari, tapi akupun tidak berani menasihatinya karena sikapnya benar-benar meradang.
Suatu hari sepulang kuliah aku mendapati ciciku sedang memarahi Oman, sopir truk yang biasa disewa papa untuk mengangkut barang. Usep sang kernet berusaha menengahinya, tapi sia-sia malah ikut kena marah ciciku,.
”Dasar goblok, liat liat dong kalau jalan, ini buku mahal sekali tau!” teriak ciciku yamg ternyata buku kuliahnya terinjak Oman waktu mengangkut barang.”Maaf neng, ga sengaja” gagap Oman dengan wajah pucat. ” Iya, maaf neng, tadi ga liat ada buku dibawah jadi ga sengaja kita injak, maaf ya” Usep tampak berusaha sesopan mungkin menghadapi ciciku yang memang sedang kalap. ”
maaf-maaf enak saja kalian bilang maaf, gimana buku gua jadi kotor neh, gaji kalian saja ga cukup kalau beli buku ini, enak saja bilang maaf, makanya kalau jalan matanya dipake atau kalian ga punya mata yah! cuih! dasar orang kampung ga tau diri! udah sana pergi, jangan bengong disitu! teriak ci christin sambil meludah kearah Oman dan Usep. Keduanya segera pergi dengan wajah menahan marah.
Buru-buru aku menyusul mereka untuk minta maaf “mang Oman, maaf ya tadi cici sikapnya begitu, dia memang lagi stress, jangan diambil hati” kataku. Kedua orang itu memandangku masih dengan wajah marah ” iya neng, ga apa, memang begini nasib orang kecil, cuma bilang sama kakak neng jangan meludah sembarangan, ga semua orang bisa terima diludahi begitu” jawab mereka ketus. ”
Iya nanti saya sampaikan sama cici, terimakasih ya” kataku berusaha tersenyum.Memang sejak aku digauli oleh para buruhku, sikapku berubah drastis terhadap mereka, mungkin ini reaksi bawaanku sebagai seorang gadis.
Sebagai gadis keturunan, aku belum dapat menerima mereka sebagai orang pribumi, tapi naluri kewanitaanku memaksaku menerima mereka sebagai pejantan yang telah memerawaniku, aku tidak ingin mereka memuaskan nafsu mereka pada wanita lain. Aku selalu ingin merasakan jamahan tangan-tangan mereka pada tubuhku. Aku sekarang terbiasa ramah pada mereka dengan catatan mereka harus merahasiakan hubungan aku dengan mereka.
Tidak terasa hari-hari berlalu dengan cepat, dua bulan sudah sejak virginku hilang, aku mulai terbiasa dengan sex bebas dirumahku sendiri tanpa terasa sakit lagi pada vaginaku.
Setiap habis dipakai, Dulah selalu memberiku obat anti hamil dengan diminum atau disuntikkan pada pantatku, sedangkan Suhe selalu memberiku jamu agar vaginaku tetap sempit katanya, aku sendiri rajin senam aerobic agar bentuk tubuhku tidak berubah akibat persetubuhan itu.
Tak terasa pula koleksi rekaman yang isinya adegan persetubuhanku dengan mereka mulai banyak, Arman rajin sekali mendokumentasikan sex bebas kami. Akupun selalu wanti-wanti agar rekaman itu tidak tersebar, meskipun aku meragukan kejujuran mereka.
Sebenarnya aku takut sekali pada Dulah, dia sering sekali mengancamku dengan adeganku atau dengan tidak memberiku obat anti hamil untuk memeras uangku, terpaksa aku memberinya uang demi menyelamatkan nama baikku.
Kadang aku kesal sekali padanya, tapi aku tidak berdaya karena ancamannya itu, aku tahu dia tidak akan ragu untuk menyebarkan rekaman itu pada teman-temannya karena pada dasarnya mereka benci sekali pada orang-orang bermata sipit sepertiku.
Aku menyesal sekali dulu pernah memulai permainan ini dengan membiarkan mereka merekam semuanya, tapi sesal kemudian memang tidak berguna, kini aku seperti memakan buah simalakama, harus rela melayani para buruhku dengan sperma dalam rahimku dan aku harus mengemis untuk mendapatkan obat anti hamil dari mereka, itupun aku harus membayar mahal sekali.
Para buruh itu senang sekali mengerjaiku, sialnya tubuhku ini selalu merespon ulah mereka, dan aku tidak bisa menolaknya sama sekali.
Suatu hari setelah kelima buruhku bermain sex denganku, Kodir mengeluarkan spermanya dalam anusku karena vaginaku telah penuh cairan sperma Odet dan Dulah, sementara tubuhku telah basah oleh sperma arman dan suhe. Aku tergolek tanpa busana digudang tempat kerja mereka, diatas matras busa tempat tidur mereka.
”Bang, mana obat anti hamilnya? sekarang Fei lagi masa subur, please bang, Fei chen ga mau hamil” pintaku pada mereka.dan memang saat ini adalah masa-masa suburku. “Gua juga udah tau lu lagi masa subur, barusan memek lu ngasih tau kita semua hehehehe”
Kodir berkata sambil tetap berbaring disampingku. “Moy, kenapa lu ga mau bunting? kita-kita juga mau koq punya anak dari lu, lagian sekarang harga obatnya naik jadi gua udah ga punya cadangan lagi” Dulah menimpali omongan Kodir dan membuatku kaget setengah mati. Hamil? aku tidak mau hamil!! apalagi aku tidak tahu sperma siapa yang membuahiku tadi. ”
Tolonglah bang, berapapun Fei bayar asal abang semua carii lagi obat itu buat Fei, Fei ga mau punya anak dari kalian” kataku setenngah menangis. “Jangan nangis non, harganya sekarang xxxrb yang pil, kalau suntikan Rp xxrb.. nanti kita beli deh” wajah suhe cengengesan membuatku tidak percaya perkataannya.” xxxrb? kan biasanya juga cuma xxrb, kalo suntikpun cuma xxrb? ga
salah tuh bang?” Eh si non malah ngeyel, udah dikasitau sekarang semua harganya naik, kalau non ga mau ya sudah hamil aja hehehe” Kodir menimpali setengah mengancamku. “
Kalau lu ga percaya, lu beli sendiri sana” Aku memang tidak percaya, kalau xxxrb harga sekali digauli, berarti dalam sebulan aku bisa mengeluarkan uang banyak sekali untuk menjaga kehamilan, apalagi hampir tiap hari mereka menggauliku kecuali jika aku haid. oooo aku harus beli langsung obat itu.
“iya deh bang, Fei beli sendiri aja, tapi Fei ga tau tempatnya, minta alamatnya saja, nanti Fei beli sendiri” kataku akhirnya. Kodir segera mengambil kertas kecil dimejaku, lalu menuliskan sebuah alamat kemudian memberikannya padaku sambil tersenyum penuh arti, anehnya semua temannyapun ikut tersenyum nakal.
Waktu kubaca tertera sebuah alamat yang ternyata masih daerah rumahku hanya beda beberapa blok. Aku ingat daerah itu adalah tempat yang rawan karena sering ada preman mabuk dan pemalak-pemalak yang korbannya anak sekolah yang kebetulan lewat situ, aku tahu karena dulu Albertpun pernah kena palak dan nyaris dipukuli.
Tapi selama ini aku sendiri belum pernah kesana karena aku selalu keluar rumah memakai mobilku atau diantar papa waktu masih kecil, jadi selalu dilarang bermain diluar rumah.
yah begitulah gadis-gadis keturunan Chinesse, tempat mainpun tidak boleh sembarangan. Tak terasa bulu kudukku merinding membayangkan daerah rawan itu, tapi aku tidak mau terus menerus diperas para buruh ini, aku harus mencari anti hamil itu karena aku yakin sekali harganya tidak semahal yang dikatakan Kodir.
“lu cari aja yang namanya Ahmed atau asistennya si Parjo, lu bilang aja tau dari Dulah, taukan tempatnya? kakau ga tau, biar ntar gw anterin, tapi harus jalan kaki karena rumahnya masuk gang, gimana moy? ” Dulah merinci alamat itu.”
ehmm iya deh bang, nanti besok pagi kalau papa dan mama sudah berangkat, kita kesana, Fei belum tau tempatnya, abang anterin Fei ya” kataku akhirnya. ” nah gitu dong neng, harus ada pengorbanan biar ga hamil, jangan cuma bisa nyuruh-nyuruh kita, cuma neng Carline harus pakai sunblok dulu biart kulitnya ga jadi item, sayangkan kulit putih mulus gini harus jadi item” Suhe memberi masukan tentang kulitku, aku tersenyum, mereka tidak tahu kulitku ini sangat unik, kepanasanpun paling cuma merah sebentar lalu balik lagi putih kapas. ”
iya deh bang, nanti Fei pake sunblok biar abang selalu horny” kataku sambil memegang batang penis suhe yang dalam posisi setengah tegang, suhe pun tersenyum mesum.
Jam menunjukkan pukul 4 sore, diruangan itu aku masih tampak telanjang bulat bersama kelima buruh yang juga telanjang, aroma spermapun tercium pekat sekali terutama ditubuhku.
“Non cepat pake baju non, sebentar lagi papa non pulang, mama non juga pasti sebentar lagi pulang, nanti kita malah dikawinin heheheh”arman mengingatkanku. Aku tersentak, gawat, dengan cepat aku memakai kembali bajuku lalu segera berjalan cepat kekamarku dan mandi bersih.
Buruh-buruh itupun segera berpakaian lalu kembali ke mess mereka dibelakang rumahku. Jam 4.45 sore mamaku pulang bersama Nurdin dari kantornya, sementara papaku masih belum pulang. Mereka terlihat mesra sekali, apakah mama sudah jatuh cinta pada Nurdin? kataku membatin.
Aku tahu pasti Nurdin sengaja menjerat mamaku agar gajinya jadi berlipat. ahhhh sudahlah, itu urusan mereka. tak lama kemudian papaku pun pulang. ” Fei chen,
mana Fei ling dan Fei shuang? papa ada perlu nih” kata papa, ” Wah ga tau pap, dari siang Fei chen belum liat cici atau Evelyn. ada perlu apa gitu pah? tanyaku ingin tahu.
“ya sudah nanti kalau sudah pulang, suruh ketemu papa ya, kamu sendiri hari ini koq ga kuliah? “
” Sudah koq pah, tadi siang Fei sudah pulang” kataku datar
Huh biasanya dia tidak peduli aku kuliah atau bolos, basa basi sekali. Tapi kasian juga papa, mama sudah nyeleweng pun dia masih mau tinggal serumah, benar-benar pria yang baik.
Malamnya aku kembali merenungkan kejadian yang kualami hari itu, aku membayangkan betapa dulu aku sempat membenci kulitku yang putih ini karena aku sering menjadi bahan pelecehan orang, tapi sekarang aku bangga sekali pada kulitku yang mulus, aku ingin orang-orang yang dulu sering melecehkanku itu menjamah tubuhku, keinginanku sudah terlaksana.
Aku teringat cerita-cerita buruhku bahwa mereka ingin sekali menikmati tubuh gadis-gadis chinesse sepertiku, tapi mereka hanya mendapatkannya dariku. Dalam keadaan wajar mereka tidak mungkin mendapatkan wanita sepertiku, dari ras, status sosial atau sifat kebudayaan yang membuat tidak dapat bersatu.
yah, itu kata sejarah, tapi di rumahku ini telah terjadi hal yang melawan sejarah, aku malah sudah ketagihan merasakan keperkasaan buruhku, kebencian dan nafsu terpendam mereka seakan mendapatkan pelampiasannya padaku, dan aku sangat menikmatinya.
Apalagi wajahku ini tergolong cantik inocent, yang saat ini jadi trend dikalangan anak-anak muda. Albert bagiku sudah menjadi kenangan, dia cowok baik, tapi kurang berani bertindak, sedangkan aku lebih membutuhkan cowok jantan yang bisa memuaskan hasratku.
Aku sungguh mendapat kepuasan itu dari para buruhku, orang-orang yang dulu sering kuhina, yang ternyata juga sangat berhasrat menyetubuhiku.
Hari sudah malam saat aku mengatur rencana untuk besok, aku ingin membeli banyak obat anti hamil untuk persediaan
dikamarku, tentunya aku bisa mendapatkan harga yang murah, otak bisnisku muncul dengan sendirinya. Aku ingat teman-teman kuliahku yang rata-rata sudah melakukan ml
dengan pacarnya tentu membutuhkan obat itu dan aku bisa menjualnya dengan harga tinggi.
“Carline, bangun dong sayang, udah siang nih, mama mau pergi survey dulu ya, mau nitip apa kamu?” mamaku teriak didepan kamarku, tak terasa hari sudah jam 7 pagi.
“iya ma, sebentar lagi, Fei masih ngantuk, nitip nasi tim aja deh buat nanti sore, siang ini Fei makan diluar” teriakku pula dari kamar, wuahhh, masih malas nih, apalagi disuruh
bangun, badanku masih terasa penat sekali, otot-otot dipangkal pahaku terasa pegal dan ngilu-ngilu, mungkin akibat acara gangbang kemarin. Aku sudah terbiasa dengan keadaan itu karena hampir tiap hari aku pasti pegal-pegal bila bangun pagi.
Tiba-tiba aku ingat rencanaku hari ini, bisnis baruku ini harus lancar. Buru-buru aku mandi karena kamar mandinya ada di dalam kamar tidurku, aku segera berpakaian, ku pakai baju kaos merah dan celana jeans biru kesukaanku.
Aku harus cepat menemukan obat itu karena aku terancam hamil kalau terlambat mengkonsumsinya. Dengan terdesa-gesa aku ke mess buruhku di belakang rumah. Kelima orang itu tampaknya sudah bersiap-siap kerja menuju rumahku, belum apa-apa tampang mereka sudah terlihat mesum begitu melihatku datang.
“aduh non Carline pagi-pagi gini udah kesini, kangen ya sama kita”Suhe menyapaku dengan tampang sesopan mungkin tapi tetap saja matanya itu seperti mau menelan tubuhku.
“non, siapa aja yang tahu hari ini non mau kemana?” tanya Kodir
“tenang aja bang, ga ada yang tau koq, semua pasti ngira Fei pergi kuliah dijemput temen, toh tadi pagi mama sudah berangkat jadi gak bakal ada yang tanya-tanya lagi, cici dan Evelyn kayaknya masih tidur.
“duh dasar amoy pemalesan, gua kira cuma kita doank yang males, ya udahlah tapi kenapa lu pake pakaian kayak gitu” Dulah dengan mata besarnya memandangku dari ujung kaki sampai ujung kepala.
“Maksud abang? inikan sudah rapi, katanya kemaren ga boleh kena sinar matahari, daripada pake bodi lotion kan lebih enak pake baju ini, jadi ga lengket kulitnya” kataku.
“Hahaha dasar bego lu, kaya-kaya tapi tetep aja bego, kemaren maksud kita lu ga usah pake baju yang tertutup gitu, jangan sok munafik, memek lu aja udah kita jebol, jadi ga usah pura-pura, kalo lu ga mau pake lotion gua sih ga peduli, ayo, lu ganti baju lu sekarang atau ga gua anter, siapa tahu lu lagi bunting anak gua. hahaha”
Tentu saja aku kaget dan terhina sekali mendengarnya tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, sekarang mereka memang sudah mengendalikan keadaan,
“jangan deh bang, Fei belum biasa keluar rumah pake baju yang terbuka, malu ah” kataku berusaha memberi alasan, aku memang tidak pernah berani keluar rumah memakai bau yang minim kecuali kalau jalan-jalan ke mall, itupun kalau aku naik mobilku sendiri.
“hai, lu mau hamil ya, udah gua bilang lu harus ikut kata gua, gua mau pamerin lu ke temen-temen gua di deket terminal, mereka udah lama pengen kenalan sama amoy secantik lu”
“apa, jangan kurang ajar gitu bang, emangnya Fei ini murahan gitu, jangan karena kita udah pernah gituan jadi seenaknya ya!” teriakku marah, harga diriku tersinggung mendengar kata-kata Dulah tadi.
“Neng, gapapa kalau neng ga mau, tapi neng harus siap-siap hamil anak kita ya, kemarinkan neng lagi subur, saya justru seneng koq, kapan lagi ada amoy yang mau kita hamilin hehehe”
Kembali aku tersentak mendengar celoteh Odet yang sangat melecehkanku itu, tapi pikiranku cepat berfikir jernih, aku tidak mau hamil anak mereka, aku hanya mau beli obat anti hamil, toh cuma sekali ini saja aku keluar rumah, sebaiknya aku tidak membuat masalah dengan mereka, disamping aku takut sekali mendengar ancaman mereka itu.
“Jadi Fei harus pakai baju yang mana bang? jangan macem-macem dong, kita kan cuma mau beli obat, masa pakai baju yang minim sih?”
“Lu jangan banyak omong lah, lu pake aja rok yang 10 cm diatas lutut, bajunya sih gapapa kaos merah juga tapi gausah pake kutang” Dulah dengan seenaknya memberi usulan bajuku. Dengan nafas panjang aku segera kembali kerumahku untuk ganti pakaian sesuai permintaan mereka, untung saja baju kaosku cukup tebal sehingga putingku tidak terlalu terlihat jelas.
“Ci, pagi-pagi gini mau kemana? gile, roknya koq mini banget?!” tiba-tiba suara adikku, Evelyn terdengar diluar pintu kamarku dan tak lama kemudian masuk ke dalam kamarku.
“Gua mau kuliah dulu ya, nanti pulang kuliah ada temen yang ulang tahun, jadi sekalian aja gua pake baju ini, bagus ga? kataku berkelit”
“wow, keren banget ci, mirip Utada Hikaru” kata adikku polos.
“hehehe thnx ya, udah deh, cici buru-buru nih nunggu yang jemput didepan rumah”
“ya deh ciciku yang cantik, siapa lagi yang jemput nih, ko Albert ya”
“eh, ehm, iya, udah ya, bye” kataku berbohong, dan dengan cepat aku keluar rumah lalu berjalan kebelakang rumah.
Tampak Dulah sudah menungguku
“ayo cepat sedikit, jem 8 gua harus kerja lagi nanti bapak lu marah, gaji gua dipotong lagi, nah gitu donk, lu harus banyak pamerin kaki mulus lu” Dulah mulai mengejekku
“tenang aja bang, papa tadi jam 7.30 sudah pergi ke bank, paling balik lagi jam 9an” kataku sambil mengikuti langkah Dulah.
Sudah kuduga sebelumnya, daerah itu sangat sangar terutama bagi pejalan kaki wanita sepertiku, baru aku masuk blok itu, terdengar suitan-suitan kurang ajar yang muncul entah darimana karena di situ banyak sekali rumah-rumah kumuh yang letaknya berdempetan,
jalanannya hanya dapat dilalui satu mobil, mobil yang lewatpun kebanyakan angkot-angkot atau truk barang karena bukan jalan utama, hasilnya sudah tentu jalan menjadi rusak berat, pantas saja mobil-mobil pribadi enggan lewat jalan sini.
Aku masih kesal, karena Dulah melarangku untuk memakai mobil, tapi melihat kondisi
jalan yang parah begini, aku agak mengerti juga meski aku ragu apa ini alasan Dulah melarangku.Aku merasa banyak mata yang memandang padaku dengan pandangan aneh, waduh daerah ini lebih dari dugaanku, mungkin penduduknya para pemulung atau orang-orang buangan semua, Dulah malah sengaja berjalan sangat cepat didepanku seakan mau meninggalkanku disitu.
“Bang masih jauh ga?” kataku gelisah.
“Cerewet lu, ikutin aja gua mau jauh atau ga, mending lu inget-inget ini jalan supaya lu bisa kesini sendiri” tanpa banyak bicara aku terus menikuti Dulah, hingga akhirnya Dulah berhenti disuatu rumah yang bertulisan Jual Obat Kuat Pria.
“Ayo lu masuk, jangan malu-malu, gua kenalin lu sama penguasa sini, hehehe lu pasti puas” Dulah menarik tubuhku kedalam ruangan yang mungkin ruang tamu tapi kumuh sekali.
Sekelebat aku melihat mobil truk barang yang tak asing bagiku.
“lho, itukan truk papa” pikirku, koq bisa ada disini?
Dari dalam ruangan itu muncul seorang pemuda berpakaian lusuh dan kurus.
“weleh, ini toh amoy yang lu ceritain itu dul, cantik amat, beruntung lu ya, hai, nama lu Carline yang tinggal dirumah besar itukan? gile, ga beda jauh sama difilmnya yah, panggilan lu siapa moy, kenalin gua Paijo”
Celoteh orang itu seenaknya membuat aku kaget setengah mati, film? dia bilang film? film apa? perasaanku mulai gelisah, ada yang tak beres, tapi aku berusaha tenang
“nama saya Carline, biasa dipanggil Fei chen bang, film apa ya? ada yang mirip saya gitu?” tanyaku tak mengerti.
“ya ada dong neng, film lu kan udah kita tonton semua, wuih, ternyata aslinya juga mulus banget ya, dul, anak majikan lu ini boleh juga, si bos pasti suka nih, diakan udah lama ngincer amoy-amoy kayak gini” lemaslah tubuhku mendengar itu.
Aku mengerling kearah Dulah, dia dengan tampang kurang ajarnya berkata ” hehehe u ga usah kaget, film lu emang sengaja gua sebarin dikalangan kita-kita aja koq, sori yah moy, abis kita semua memang kepingin cewek kayak lu sih, disini banyak yang naksir sama lu tuh, lu tinggal pilih” aku berkata lirih ” kan dulu Fei bilang jangan sampai tersebar, koq malah disebarin, gimana sih?”
aku marah sekali karena merasa dibohongi kelima buruhku, sebenarnya aku sudah merasa ada yang tidak beres dengan kelima buruhku ini tapi aku tidak menyangka film ku akan disebarluaskan. Aku bangkit berdiri dan langsung keluar dari situ, tapi belum sampai dipintu ada seorang pria berbadan tinggi kekar menghadang jalan keluarku.
“Wah akhirnya lu dateng juga dul, lu tau aja gua lagi konak nih, bawa-bawa amoy segala lagi, owh, yang difilm itu ya, neng adegan lu sama Dulah boleh juga, gua suka rintihan lu, boleh dong gua coba juga, lho kalau ga salah lu pacarnya akew yang kita kerjain kemaren minggu kan?”
Hampir pingsan aku mendengar itu, ada apa pula dengan Albert, apa yang terjadi dengannya, kita memang hampir putus, jadi jarang komunikasi, aku tidak tahu apa yang
terjadi minggu kemarin karena Albert memang tidak kerumahku.
“apa maksud abang? Albert?” tanyaku terbata-bata.
“Wah, gimana nih dul, koq dia gak tau apa-apa” tanya orang yang baru datang itu.
”Biasa bos, amoy-amoy memang munafik semua, tapi mungkin pacarnya malu jadi kagak cerita hehehe kasi liat aja bos videonya, biar joss”
Tanpa banyak berkata lagi orang yang dipanggil bos itu menarik bajuku sehingga mau tidak mau aku harus mengikuti arah tarikan agar bajuku tidak sobek.
“sini Lin, lu musti liat kontol pacar lu, lu pernah liat ga?” dia mengambil handycam di sudut ruangan, lalu memberikannya padaku, aku penasaran, jadi aku menurut saja waktu dia memperlihatkan film yang membuatku merasa jijik sekali pada Albert, di film itu
Albert tampak ketakutan sekali berada disudut ruangan, tampak habis dipukuli, lalu tampak 3 orang preman memegangi tangan dan kakinya lalu melucuti pakaian Albert, terdengar suara Albert memohon ampun, tapi ketiga orang itu tidak peduli, malah tampak sangar sekali, pakaian Albert dilepas paksa sampai bugil, lalu penis Albert di close up pada jarak dekat.
“liat tuh moy, ga disunat mana enak, kecil lagi..” Dulah berkata dibelakangku.
“o, itu pacar lu moy, kasian deh lu punya pacar kayak banci gitu” kata orang pertama yang kuduga adalah teman si bos. Adegan berikutnya tampak Albert dikencingi ketiga preman itu sambil merangkak dan
membersihkan air kencingnya dengan lidah, tampak seorang preman menendang Albert, dan memaksanya trus menjilati lantai lalu membersihkan penis preman-preman itu. adegan berdurasi kira-kira 15 menit itu berakhir dengan proses mastubasi Albert di depan preman itu yang tertawa-tawa mengerikan.
“Pacar lu tuh udah belagu, pelit lagi, makanya biar tau rasa dia dikerjain si Abdul botak, tapi pacar lu cuma kita kasi pelajaran aja koq”
aku memejamkan mataku membayangkan kejadian yang menimpa Albert itu, dia memang tipe orang yang sok kaya dan pelit, aku kasihan melihatnya.
“bos, sekarang mana si botak itu? katanya mau nyobain ngentot ni amoy, tapi koq belum datang?” Dulah bertanya dan cukup membuatku shock.
Tak lama kemudian datang lagi 2 orang yang langsung kukenali sebagai sopir truk papa dan kernetnya.
“Lho non Carline koq ada disini, mau obat kuat juga ya, hehehe denger-denger non suka ngentot juga ya, kenapa ga ajak-ajak kita non?” kata Usep sang kernet. aku terdiam, panik dalam hatiku.
“Jo, ambilin obat kat buat kita semua dong, hari ini kita pake ni amoy sampe puas”Oman dengan berani mendelik padaku.
“Ok semua kebagian koq, gratis buat hari ini, dul lu mau ikutan ga?” Kata orang yang dipanggil jo, rupanya dialah Paijo sang asisten, bosnya tentu Ahmed.
“gua ga ikutan deh, mau kerja dulu, kalian saja yang nikmati ni amoy sampai puas, oya, jangan lupa kemaren kita keabisan anti hamil, ni amoy lagi subur, pengen beli obatnya langsung biar lebih murah” katanya, Dulah akhirnya memberitahu maksud kedatanganku sebenarnya.
“Tenang aja neng amoy, nanti abang kasih murah anti hamilnya, yang penting lu hari ini mesti layanin kita semua ya” Teriak Ahmed tidak sabaran. dengan ketakutan aku memelas “Jangan bang, Fei gak mau, bang Dulah tolongin Fei, Fei ga mau, Fei cuma mau beli anti hamilnya, Fei ga mau hamil” kataku hampir menangis “Emang gua pikirin, udah ga usah bawel, lu layanin aja mereka disini, gua mau kerja dulu, nanti lu pulang sendiri aja ya, kalo ga tau jalan minta anter aja sama Oman, makanya
layanin baek-baek ya, nanti malem baru giliran gua dikamar lu” Dulah berkata demikian sambil pergi keluar dengan tenangnya.
Lemaslah aku, sudah kubayangkan hari ini akan panjang bagiku, aku akan menjadi bulan-bulanan orang-orang yang tak kukenal. Lalu kudengan Oman berkata keras padaku
“harusnya kakak lu yang gua bantai, tapi ga apalah ga ada kakak, adiknya juga lumayan mulus buat gua bantai, hahahaha akhirnya kesampaian juga gua ngentotin anak majikan gua, sayang gua keduluan si Dulah merawanin ni cewek”
“Iyalah, ini juga udah bagus, gua sebenernya juga ngincer kakaknya, eh malah dapet adiknya, gapapalah yang penting gua puas” Usep menimpali Oman. Ngocoks.com
“Kita harus tunggu si Abdul dulu, jangan dientot sekarang, si Abdulkan yang paling pengalaman ngentotin amoy, mending kita bikin memeknya basah-basah dulu” Paijo tanpa diperintah mulai mendekatiku diikuti ketiga yang lainnya, aku berusaha mundur tapi ruangan itu sempit sekali, dua langkah mundurpun punggungku sudah menempel ditembok.
“ayolah non Carline, masa dientotin Dulah aja mau, masa sama kita-kita ga mau, kontol kita juga besar koq, kita kan rajin kesini ya bos, khusus ngegedein kontol” Oman terus mendekatiku
“Kontol kita semua jaminan mutu koq neng, mau liat dulu buktinya? gini-gini gua punya ramuan khas arab” Ahmed mulai beraksi melepas celananya diikuti yang lainnya,
aku tercekat tidak tahu harus berbuat apa dikelilingi pria yang terlihat bernafsu sekali memperlihatkan penisnya padaku. Dadaku serasa terbakar melihat penis mereka yang ternyata diatas ukuran normal, rata-rata hitam lagi membuatku bergidik, badan merekapun hitam berdaki, malah Oman bertatoo didadanya.
“bang jangan begitu please, saya kesini cuma mau beli anti hamil, tolong deh bang, jangan perkosa saya” kataku bergetar ketakutan.
“Duh si neng, kita udah pada lepas kolor nih, harus dituntasin, gapapa neng, nanti abang traktir anti hamil yang maknyus, sekarang buka dulu bajunya ya, kontol abang udah tegang nih, pasti badan neng mulus sekali, abang liat ya” kata Ahmed sambil meraba payudaraku,
aku berusaha memberontak tapi tak bisa karena tiba-tiba saja tangan-tangan mereka sudah memegangi tubuhku hingga tak bisa bergerak, aku panik sekali waktu itu karena memang aku tidak memakai bra akibat menuruti Dulah.Paijo meraba-raba kakiku mulai dari betis sampai paha sambil menyingkap rokku.
Oman sibuk mengocok-ngocok penisnya didekatku, Ahmed meremas-remas payudaraku, dan Usep memegangi tanganku sambil mulutnya menjilati tengkuk, telinga dan bahuku dari belakang.
“Buset ni amoy kulitnya putih amat, halus banget kulit lu neng, kakak lu dalemnya kayak lu juga atau gak?” bisik Usep ditelingaku.
Diperlakukan seperti itu lama kelamaan gairahku bangkit juga, tapi aku sungkan sekali pada mereka karena sebagian tidak kukenal, Oman dan Usep pun hanya kukenal sepintas karena mereka jarang ada dirumahku.
Hatiku kacau sekali ingin melawan tapi nafsu ini terlalu kuat untukku, tubuhku rupanya sudah ketagihan sodokan penis, maksud hati ingin melawan, tapi reaksi tubuhku mengatakan yang sebaliknya, aku diam saja waktu baju atasku dilucuti Ahmed, hingga aku setengah telanjang, kulihat kepala penis Oman sudah berkilat basah. Ahmed menciumi kedua payudaraku dengan rakusnya hingga putingku mengeras tegak.
“Nah yang begini ini yang gua mau dari dulu, kulit putuh mulus dengan puting merah pink, neng, enak gak abang sedotin putingnya? Jo, lu buka aja roknya, ni amoy kayaknya udah konak juga, gua penasaran pengen liat jembutnya, difilm kan kurang jelas.” Paijo tanpa disuruh duakali segera melepas rok yang kupakai, lalu Usep memelorotkan celana dalamku hingga aku polos tanpa busana.
“Aduh neng, bener-bener mulus, koq bisa sih badan amoy kayak gini, pantes aja si Dulah betah kerja disana, neng jadi simpenan abang aja ya.. “
Aku tertunduk malu sekali dilihat oleh empat pasang mata buas, aku hanya bisa menutupi kemaluanku dengan tangan kiri sementara tangan kanan menutupi payudaraku. Dinding vaginaku terasa berdenyut membayangkan komentar-demi komentar mereka. Sepertinya hari ini aku akan menyerahkan diriku pada mereka..
Detik berikutnya tubuhku digotong Paijo dan Usep kedalam kamar entah kamar siapa yang jelas ukurannya tidak sebesar kamarku dan warnanya sudah kumuh sekali, diterangi lampu neon, aku dibaringkan diatas dipan.
“Nah lu akhirnya nyerah juga, bilang kakak lu jangan belagu gitu, suatu saat kakak lu juga akan merintih-rintih kita entot rame-rame” Oman agaknya masih dendam pada ciciku, dia sepertinya akan melampiaskan nya padaku.
Bersambung…