Cerita Sex Budak Anak Orang Kaya – Selamat malam sobat Ngocokers. Perkenalkan namaku Davira, seorang ibu rumah tangga yang sudah berumur 38 tahun. Secara fisik, aku masih merawat diriku sendiri. Jadi tubuhku tidak kurus dan tidak gemuk. Suamiku, mas Abbas ia lebih tua dua tahun dari diriku sendiri.
Ia bekerja di sebuah instansi swasta yang cukup besar. Suamiku jarang berada di rumah, karena sering dinas keluar kota. Bahkan dalam sebulan hanya bisa sekali pulang. Mau tak mau itu harus dilakukan olehnya untuk menafkahi keluarga.
Aku yang hanya tamatan SMA memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Bagaimanapun mas Abbas setuju dengan keputusanku untuk mengurus rumah dan anak wayang kami semata.
Kamu berdua sudah dikaruniai anak satu, Ardika. Ia masih berumur 16 tahun. Ia kelas 2 SMA, di sekolah negeri yang berada di dekat rumah. Anaknya lemah lembut, tidak punya hati untuk menyakiti. Dan cukup berprestasi di sekolahnya.
Ngocoks Aku bersyukur mempunyai anak seperti dia, yang berbakti kepada orang tuanya, jadi dia cukup meringankan beban tugasku di rumah. Dan Ia juga mengerti dan tidak mempermasalahkan kenapa ayahnya jarang di rumah.
Sore ini aku sedang menjalankan rutinitasku sebagai ibu rumah tangga yaitu menyapu halaman rumah.
Keadaan ekonomi yang pas-pasan, kami sekeluarga belum mampu mempekerjakan seorang pembantu rumah tangga. Tentu saja, semua pekerjaan rumah harus saya kerjakan. Namun terkadang bila ada waktu senggang, Ardika akan membantu saya.
Ketika aku sedang menyapu, pada saat yang sama Ardika pulang dari sekolah. Anakku itu sedang di rangkul oleh seseorang. Aku lihat dia pulang bersama kakak kelasnya, Davin. Dia anak dari pejabat yang kaya raya, sehingga warga sekitar sungkan bahkan cenderung takut sama anak itu.
Ketika mereka berdua berjalan mendekat, aku terperangah melihat perbedaan fisik mereka. Ardika anakku, bertubuh kurus dengan tinggi badan standar orang indonesia. Berbanding terbalik dengan Davin sangatlah tinggi dan gagah. Jadi perbedaan mereka sangatlah mencolok, bahkan jika dilihat dari jauh sekalipun.
Kuperhatikan mereka terus yang semakin dekat. Saat hendak menyapa mereka, aku menyadari sesuatu “Hmm….” ada yang aneh dengan putraku itu. Kalau di teliiti, kenapa baju Ardika acak-acakan begitu ya. Astaga…..tubuh Ardika penuh dengan memar-memar, seperti habis di pukul. Lalu aku berlari mendekati mereka yang masih berjalan.
“Loh kamu kenapa nak? kok kamu memar gitu sih” tanyaku panik.
“Ehm…oh….i-ni aku tad…”. Ardika mencoba menjawabku namun dia malah tergagap. Ada gerangan apa ini?
“Tadi dia jatuh dari tangga tante” tiba-tiba Davin memotong anakku, berhenti untuk berbicara lebih jauh.
“Beneran kamu tadi jatuh dari tangga?” tanyaku ke Ardika memastikan.
“Iya gak Bro? Iya kan?” ucap Davin seraya meremas meremas Ardika dengan keras sampai anakku mengernyit seperti menahan sakit. Kayaknya kakak kelas Ardika itu terkesan menekan Ardika. Aku heran dengan perlakuan Davin, tapi sayang aku tak berani menegurnya.
“I-iya” jawab anakku sambil menggangguk. Gelagat anakku terlihat seperti ketakutan terhadap Davin ini. Sebagai seorang ibu, saya tahu ada yang disembunyikan oleh Ardika.
“Ada-ada saja kamu Don. Yauda sini Ibu obatin dulu biar tidak membuat lukamu parah” ucapku khawatir. Yang menjadi perhatianku sekarang adalah mengobati luka-lukanya dulu, baru saya bertanya mengapa dia bisa begini.
“Tahu ni tan, masa si Ardika jatuh dari tangga. Hahahaha” ucap Davin yang langsung mengikuti tawa tertawa-bahak.
Aku tidak tanggapi Davin, kubiarkan saja dia tertawa-tawa.
“Yauda tante, saya izin dulu. Sampai ketemu besok lagi Bro” pamit Davin, lalu ia pergi meninggalkan aku dan Ardika. Sedari tadi Davin selalu memandangiku dengan aneh. Ah sudahlah mungkin cuma perasaanku saja.
Setelah Davin pergi, aku langsung bertanya kepada anakku “Ibu mau kamu jujur. Kamu sebenarnya kenapa bisa memar dan luka ini?”.
“Ehmmm A-anu Bu..
“Ardika Jujur sama Ibu!” ucapku dengan tegas, supaya dia jujur.
“T-tadi aku sekolah spa-sparringan sama teman-teman”
“Sparingan itu apa sayang?” tanyaku tidak mengerti istilah itu.
“yaaa…jadi aku berantem gitu sama teman”.
“Aduhh sayang kamu kok mainnya begituan sih?” Kenapa pula Ardika bermain seperti itu, ada-ada saja kelakuan anak zaman sekarang pikirku.
“Ha-ha-habisnya aku di paksa sama Davin”.
“Davin? tadi dia bilang kamu bilang jatuh dari tangga loh”.
“Iya bu, Aku Bohong sama ibu”.
“Kenapa kamu tadi bohong sama Ibu?”
“Soalnya aku takut sama Davin Bu. Kan ibu tahu kalau dia kakak kelas aku” jawab di sambil menunduk menatap ke bawah. Sudah kuduga dia ditekan oleh Davin.
“Kok takut sama teman kamu sendiri sih” tanyaku kembali. Sebenarnya aku tidak heran, orang yang lebih tua saja sungkan sama pemuda itu.
“Habisnya kalau nggak nurut sama dia, nanti aku dikeroyok sama yang lain Bu”
“Aduhhh Ardikaii…memangnya kamu tidak mencoba untuk melapor ke guru kamu?”
“Bakal percuma bu. Kan ibu dia tahu anak orang berpengaruh, guru-guru mana yang berani bu. Dan diakan juga anak emas di sekolah Bu” jawab anakku tertunduk lesu. Aku menghela nafas mendengar penuturan Ardika.“ Ya sudah deh, yuk masuk rumah. Kita obatin dulu lukamu ini” ajakku.
“Ad-duh bu……sakittt” erang anakku kesakitan saat aku mengoleskan krim di bagian tubuhnya yang memar-memar.
“Sebenernya Davin itu sering ngebuli aku Bu” ucap Ardika dengan pelan. Aku kaget dengan fakta ini.
“Terus kamu kenapa malah mainnya sama Davin sih” tanyaku tidak mengerti, sambil terus mengolesi Ardika.
“Soalnya…aduh… perihhh“
“Soalnya dia anak yang populer di sekolah bu, jadi kalau berteman sama dia kan keren bu…..”
“Ah kamu Don, ada-ada saja” ucapku jengkel mendengar alasan anakku. Bisa-bisanya dia bermain dengan orang seperti Davin demi populer di sekolah.
“Kamu mending cari teman yang lebih baik Don, masa kamu rela di buli gini sih” saranku.
“Tapi kalau aku tidak berteman sama Davin, nanti makin parah perlakuannya ke Ardika bu” jelas Ardika yang tetap ngotot untuk berteman dengan orang seperti itu.
“Aduh Don, kamu nyari penyakit saja deh. Ya sudah, terserah kamu bagaimana, tapi setidaknya kamu harus berani melawan ya Don” ucapku.
“I-ya Bu” jawabnya singkat.
Sambil memasang perban untuk Ardika, aku teringat kejadian saat bertemu Davin tadi. Menatap anak itu terasa menelanjangi tubuhku. Walaupun jengkel di pandangi mesum begitu, namun ada rasa senang dan bangga juga. Di umur yang sudah tidak muda lagi, tubuhku masih di lirik oleh anak muda.
Keesokan harinya.
Sekarang aku sedang bersantai sambil menonton TV. Diriku hanya memakai kaos dan rok panjang. Selesai sudah pekerajaan rumah ini, saat merehatkan tubuh ini. Sesekali aku mencoba chattingan suami, menanyakan kapan dia pulang. Karena seharusnya sebentar lagi dia pulang dari dinasnya. Tapi pesan chat ku belum di balas juga dari pagi. ‘Haaahhh mas kamu dimana? Aku kangen’ gundahku dalam hati.
*Tring Tring Tring
Sontak aku terkaget dengan bunyi dering dari handphone-ku. Saya tidak mengenal nomor ini. Ah lebih baik aku angkat saja pikirku, siapa yang tahu genting.
“Lingkaran cahaya?” ucapku menyapa duluan.
“Tante, tante, tante Ana” teriak seseorang dari sana. Kalau tidak salah ini suara Davin.
“Tante ini Davin, si Ardika kecelakaan. Tante kesini sekarang” ujar Davin dengan panik.
“Hah?!” pedikku kaget.
“Ardika Kecelakaan dimana?”.
“Di xxx, saya sharelok sekarang ya tan”.
“Ok-ok ditunggu nak”
Berdetik-detik kemudian aku terima sharelok dari Davin. Lalu saya langsung memesan ojek online. Saya meminta kepada kang ojek untuk ke tempat tujuan secepat mungkin.
Keadaan darurat seperti ini tidak bisa lagi berpikir Keadaan jernih. Aduh nak, kamu kecelakaan apa sih, gusarku. Mudah-mudahan kamu tidak kenapa-kenapa Don.
Perlu pembaca Ngocokers tahu. Selama Perjalanan aku merasa gundah. Khawatir dengan keadaan anak-ku. Tak lupa aku kirim pesan ke suamiku, berharap dia membaca dan segera pulang ke rumah.
Ketika aku sampai sana. Setelah membayar kang ojeknya, saya langsung menjadi binggung saat melihat tempat yang dikatakan Davin. Apa benar ini tempatnya ya pikirku binggung. Padahal ini hanya terlihat seperti rumah kosong saja. Tapi lokasi ini sudah sesuai dengan apa yang Davin kirimkan tadi. Aneh pikirku, kenapa Ardika tidak di bawa ke puskemas atau rumah sakit ya, malah ke rumah ini.
*Clek….. Pintu rumah itu terbuka. Terlihat Davin keluar dari rumah itu. Ah ini benar tempatnya, dadaku menjadi lega rasanya.
“Tan, ayo masuk. Ardika di dalem sini” ajak Davin tidur. Tanpa bertanya, aku segera lari ke rumah itu, tak sabar menemui anakku. Ketika aku masuk ke dalam, aneh, kulihat tidak ada siapa-siapa di situ. Hanya ada perabotan rumah yang terlihat.
“Vin, Ardikanya mana?” tanyaku binggung sambil terus mencari keberadaan anak kandungku.
Tatkala aku hendak menoleh ke Davin, tiba-tiba tubuhku terdorong dengan kuat hingga aku terhempas di sofa.
“Apaan-apaan ini Davin” tanyaku kepada Davin. Namun seketika aku bergidik ketakutan melihat perangai Davin yang dingin menyeramkan. Ia terlihat bengis dan seperti dalam keadaan birahi tinggi, terasa dia akan memangsaku.
Menyadari apa yang akan terjadi, mataku terbuka lebar dan jantungku berdetak semakin cepat. Oh tidak….. apakah aku akan diperkosa olehnya.
“Hehehehe” tawa Davin lalu tersenyum bahagia. Hal itu membuat semakin takut.
“Ka-kamu mau ngapain?” tanyaku ketakutan. Dia semakin mendekati dirinya yang berada di sofa. Aku pun menjauh terus, hingga mentok di ujung sofa. Aku tak bisa lari-lari kemana-kemana lagi. Diriku bagaikan mangsa yang terperangkap.
“Aku mau entotin tante Ana” jawab dia. Terlihat raut mukanya seperti seekor predator yang menatap mangsanya.
“Jangan Vin, jangan. Saya ini ibu teman kamu, jangan apa-apain ibu” ibaku kepadanya.
Tanpa bicara lagi dia menyergap tubuhku. Mulutnya mencoba menciumi mulutku. Aku gerakan kepalaku kekiri dan kekanan, menghindari ciumannya. Tapi aku kalah tenaga dengan pemuda ini.
“Ohhhh….” desah keluar dari mulutku saat Davin meremas payudara kiriku dengan keras. Tak ayal mulutku terbuka, ia menyergap mulutku.
Aku mendorong tubuh ABG itu dengan jagoan tenaga yang kupunya, hingga dia tersungkur. Belum aku bisa berdiri dengan sempurna, dia kembali mendorong tubuhku ke sofa. Lalu ia menahan tubuhku dengan sempurna, sehingga aku tidak bisa bergerak lagi.
“Dengar ya percuma tante teriak, nggak bakal nolongin!” dan Davin. Ia mencekik leherku dengan kencang hingga aku kesakitan.
“Dan lapor polisi juga percuma, tante tahu kan siapa ayah saya!” lanjut dia mengancam diriku sendiri. Pemandangannya sangat mengerikan.
“Tante nggak maukan kalau Ardika kenapa-kenapa?” kali ini dia mengancam dengan membawa-bawa Ardika anakku. Aku menggeleng.
“Tante pasti sudah tahukan kalau Ardika kemarin sebenarnya bukan jatuh dari tangga” lanjut Davin. Aku mengganggu pelan-pelan. Aku mengerti kemana arah ucapannya.
“Nah tante nggak mau kan, kalau Ardika merasakan sakit lebih parah dari yang kemarin” ucap dia mengancam kesalamatan Ardika.
“Jadi nurut sama Davin ya”.
“Tolong Vin, apapun yang kamu minta tante akan sanggunpin. Tapi jangan perkos@ tante ya. Please ya, tante nggak bakal bilang siapa-siapa kok” ibaku berusaha mengubah pikiran Davin.
“Ok kalau begitu, apa tante siap kasih nyawa anak tante buat Davin!” kata dia dengan wajah datar disertai dinginnya. Aku tercekat dengan ucapan Davin. Dia berani membunuh anakku demi tubuhku.
Tetap dalam tumpang tindih Davin, Aku membalas seribu bahasa, binggung dengan keadaan ini. Namun sebagai seorang ibu, aku harus berkorban demi anakku. Aku harus merelakan tubuh ini untuk melindungi Ardika. Maafkan aku mas Abbas, tubuh ini akan di nodai oleh orang lain.
“Gimana? Nyawa atau tante tubuh?” kembali Davin bertanya dengan dingin, membuyarkan pikiranku yang sedang kalut.
“Ba-baik tante akan menyerahkan tubuh tante. Tapi kamu jangan pernah lagi menyakiti Ardika!” ucapku dengan tegas.
Davin tersenyum mendengar permintaanku “Ok itu hal mudah. Saya tidak akan menyakiti Ardika lagi”. Lalu ia mendekatkan kepalanya ke dalam.
“Dan cukup sekali ini saja” kembali aku mengucapkan, sebelum bibirku ini dilumat. Namun hanya di jawab dengan senyuman oleh Davin. Harapanku, pemuda ini menepati janjinya.
Davin tempelkan ciuman di bibirku. Di kecupi bibirku, Sekarang ia berusaha memasukkan lidahnya ke dalam mulutku. Namun aku tetap bertahan, tetap mingkem. Dia menarik kepalanya menjauh, hingga aku bisa melihat mukanya yang dingin.
“Tan” ucap dia singkat dengan mata melotot marah, terasa sangat menakutkan. Aku pasrah.
Kembali ia menciumi bibirku, kali ini aku membiarkan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Tak ayal lidahku sekarang dibeli oleh lidah Davin. Lama mulut kami bermain, saya didikte oleh Davin. Pemuda suka membuli anakku. Belum pernah aku bercumbu seperti ini. Rupanya anak muda ini sangat jago permainan lidahnya. Mas Abbas saja tidak seperti ini.
Davin juga meramas kedua buah dadaku. Tubuhku pun bereaksi, karena lama tidak disentuh oleh suamiku. Permainan Davin di mulut dan di dadaku membuatku hayut, lupa dengan segalanya. Kupejamkan mataku.
Terasa satu tangan mencium turun ke bagian bawah tubuhku. Aku merasakan rok panjangku di singkap. Udara dingin menerpa pahaku yang terekspos.
“Ahhh…..Davin” lirihku, ketika telapak Davin mengusap celana dalamku. Terasa telapak tangan dengan usapan lembut-ngusap permukaan vaginaku yang masih tertutup celana dalam. Saya terbuai dengan perlakukaanya, terasa vaginaku mengeluarkan lendirnya Diriku tidak bisa berbohong lagi, ada rasa nikmat yang muncul. Astaga apa yang dipikirkan. Tidak-tidak, saya tidak boleh menikmati ini. Aku hanya melakukan ini demi Ardika.
“Lembab tan, ceritanya nikmatin nih?” sindir Davin, yang membuat wajahku memerah.
Sekarang aku terus dicumbui dengan teman anakku, selagi vaginaku yang masih tertutup celana dalam itu di rangsang olehnya.
Davin melepaskan ciumannya. Aku pasrah ketika ia mengubah posisiku menjadi bersandar di sofa ini. Saya hanya bisa menatap Davin dengan sayu. Aku ingin Davin menghentikan perbuatannya, namun hati kecilku berkata lain. Tak bisa kupungkiri ada rasa birahi sudah tak tahan ingin di puaskan.
Ia singkirkan meja ruang tamu, lalu berlutut di depanku. Ia menyingkap rokku hingga tersangkut di pinggulku. Terpampanglah kedua pahaku yang berisi dan celana dalamku yang sudah basah.
Kembali Davin merangsang diriku dengan mengelus-elus pelan lembut paha-pahaku. Bulu kudukku pun berdiri karena rasa geli hinggap di kedua pahaku.
“Paha tante benar-benar mulus. Sejak kenal sama tante, aku jadi penasaran dengan tubuh tante” ucap Davin.
Ia lebarkan kedua kakiku. Hingga semakin terlihat celana dalamku yang sudah basah. Ia menutup kepalanya ke selangkanganku. Ia mengendus-ngendus celana dalamku. Mencoba menghirup bau vaginaku.
“Hmmm….wangi tan, aku suka” puji Davin. Tentu saja wangi dan bersih, aku selalu merawatnya. Apapula kata mas Abbas nanti ketika dia pulang dinas mendapati vaginaku jorok dan bau.
“Ohhhh…Davinn” erangku ketika hidung Davin menyentuh celana dalamku. Terasa batang hidungnya menusuk bagian vaginaku. Ia naik turunkan kepalanya, lalu ayal batang hidungnya membelah bibir vaginaku yang masih tertutup celana dalamku. Sehingga celana dalamku tercetak membentuk bibir vaginaku.
“Davinnnn….” terus aku mendesah-desah, merasakan rangsangan yang terasa nikmat di vaginaku. Kemaluanku semakin banjir mengeluarkan lendir nikmatnya yang lengket. Masih tertutup celana dalam saja sudah senikmat ini, apalagi jika bersentuhan langsung. Astaga apa yang dipikirkan lagi, padahal saya sedang mau perkosa tapi malah memikirkan kemungkinan kenikmatan yang kudapat di masa depan. Nampaknya aku malah semakin lupa diri karena rasa enak yang kurasakan sekarang.
Tanpa memlepasnya, ia menyingkap celana dalamku ke samping. Sehingga lubang vaginaku yang sudah basah serta jembut lebatnya terpampang dengan jelas di hadapan Davin.
Dengan punggungku yang tetap bersandar di sofa, ia menarik tubuhku turun sehingga pantatku pas di ujung dudukan sofa. Ia tatap nafsu lubang cintaku.
“Ahhhh……Daviiinnnn” desahku lepas dari mulutku saat Davin memasukan satu jari telunjuknya ke dalam vaginaku.
“Gilaaaaa tan, ini memek masih sempit banget” ucap Davin memujiku liang peranakanku. Kini ia memaju-mundurkan lehernya dengan cepat ke dalam lubang vaginaku. Aku harus menjaga wibawaku, tak ingin melihat menikmati tusukan durian. Maka dari itu aku berusaha keras untuk tidak mendesah-desah.
“Sudahlah, nggak usah di tahan-tahan. Lepasin saja tan”. Ternyata Davin sadar dengan upayaku yang menahan desah-desahan agar tidak keluar dari mulutku. Jadi percuma saja aku pura-pura lagi.
“Ahhhh……” desahku lepas kencang dari mulutku. Ia senang tersenyum mendengar senangnya nikmatku. Diriku berhasil ditaklukkan oleh pembuli anakku.
“Enak kan tan? Ini baru jari lho, belum titit aku yang masuk ke sini” ucap Davin. Aku tidak tanggapi ucapannya. Ia terus mengerjaiku, bahkan dia menambahkan satu jari lagi. Akupun terpejam memahami rasa yang nikmat ini. Maafkan mas, aku sedang diperkos@ tapi aku malah mulai menikmati ini.
Hmmm……apa ini…. kini ada benda lunak basah yang sedang menyentuh vaginaku. Kubuka mataku, ternyata lidah Davin sedang menjilati bibir vaginaku. Ohhhh ini nikmat sekali ucapku dalam batin. Mas Abbas tidak melakukan ini sambil berbaring.
“Ohhhh…Davin” erangku keenakan ketika lidah Davin menekan-nekan itilku yang sudah keras. Mulutnya pun mengecupi, menyedoti, menggigiti itilku. Rasa nikmat pun semakin menguasai tubuhku. Mas Abbas kenapa kamu tidak pernah melakukan ini padaku. Ohhhh….ini sangat nikmattttttt.
Bersambung…