Kini aku seorang ibu rumah tangga mendesah-desah nikmat karena jari-jari teman anakku keluar masuk ke lubang vaginaku dengan cepat. Jangan lupa mulutnya juga hingga ke vaginaku. Tak ayal rasa orgasme gelitik pun datang mendekati diriku.
Tak lama….
“Davinn……tante…dapeettt…..ohhhhhhh” Aku melolong panjang merasakan kenikmatan orgasme. Ini sungguh-sungguh nikmat.
Aku mendapatkan orgasme hanya dengan mulut dan jari-jari Davin. Duniaku berasa berputar merasakan puncak kenikmatan ini. Tubuhku bergetar-getar tidak karuan. Vaginaku juga mengeluarkan cairan orgasme dengan derasnya, membasahi sela-sela pantatku.
“Hh….hh…hh….” deru nafasku berat.
“Enak tan jilmeknya?” tanya Davin vulgar sambil terus mengecupi pahaku yang mulus.
“……” Aku hanya diam.
“TAN!” galak Davin tidur.
“He-eh” singkatku
“HE-EH APA! JAWAB!” teriak Davin menggeleggar.
“I-ya enak Davin” jawabku dengan takut. Tapi memang benar enak kok.
“Apanya yang enak?” lanjut Davin bertanya. Kali ini dia sudah tenang.
“Vagina tante Vin, tante belum pernah ngerasain di jilat-jilat gitu” jawabku jujur, tak ingin lagi di bentak olehnya.
“Hahaha, masa sih tan? Oh iya ini memek namanya. Coba ngomong tan” pinta Davin
“Memek” ucapku geli. Tentu sajaku malu berbicara seperti itu dengan orang lain. Sebenarnya aku sudah biasa berbicara vulgar dan jorok bersama mas Abbas, biasa berkata seperti itu untuk menambah panas permainan kasur. Namun kali ini aku melakukannya dengan paksa.
“Hahahaha biasa-in ya tan” perintahnya berbaring.
Rasa diterima saat mendekatiku, karena mendapatkan orgasme bukan dari suamiku. Batinku berkecamuk tidak karuan. Batinku berkata ‘Maafkan aku mas, semua kulakukan ini demi Ardika. Ardika maafkan ibumu nak, ibu lakukan ini agar kamu tidak kenapa-kenapa’.
Davin menegakkan tubuhnya, sehingga aku melihat celana abu-abunya yang mengelembung besar. Aku menelan ludahku membayangkan besar kemaluan Davin. Lagi-lagi aku berpikir yang tidak-tidak. Walau begitu rasa keinginan tahuan terus hinggap dalam otakku. Nampaknya karena orgasme terhenti, membuatku ingin segera di setebuhi.
“Davin, Please, sudah ya Vin, kamu sudah bikin tante bisa orgasme. Jangan setubuhi ibu temanmu ini, jangan perkos@ tante“ mohonku kepada Davin. Meski penasaran dengan ukuran kemaluan Davin, tetap saja ini salah. Aku tidak boleh menjejali janji suciku dengan mas Abbas.
Davin tidak mempedulikan permohonanku. Dengan menghilangkan ia melepas seluruh celana abu-abunya serta celana dalam. Lalu terpampanglah kemaluannya….
Astaga……
Besar sekali……..
Panjang pula…..
Berurat……
Terbelalak tidak percaya, anak seumurannya memiliki kemaluan sebesar itu. Milik mas Abbas hanya setengah dari itu. Dan besarnya juga sangat jauh. Kepala penisnya sudah banjir dengan air mazi, hingga tetesan jatuh ke vaginaku yang berada tepat di bawahnya.
Kemudian ia berlutut di depan selangkanganku, lalu ia meletakkan penis besar di atas permukaan vaginaku. *Buk…. Bunyinya, terasa berat dan keras ketika penis itu jatuh di atas vaginaku.
Aku bisa merasakan betapa keras dan panasnya penis Davin yang berada di atas vaginaku Berbeda dengan milik mas Abbas yang tidak sekeras ini.
“Kenapa tan? Kontol aku besar kan” tanya Davin dengan bangganya. Ia mengumpulkan mataku yang memandang takjub kemaluannya. Harus kuakui, kemaluan dia memang jauh lebih besar daripada yang dimilikinya mas Abbas. Namun tak kujawab pertanyaan Davin, aku tidak ingin dia besar kepala.
“JAWAB!” geram Davin marah karena aku hanya diam.
“I-ya besar” jawabku takut.
“Apanya yang besar?!” lanjut Davin.
“Pe-penis kamu” jawabku.
“Bukan penis, tapi KONTOL!” kembali Davin mengucapkan dengan geram marah.
“I-ya titit kamu besar Vin” lirihku.
“Hahaha begitu dong. Jangan dilawan lagi, nanti ada tante bakal sakit hati. Sekarang nikmatin saja ya” anjur Davin saya. Tidak, tidak, Aku sedang dalam perkosa!. Aku tidak boleh terbuai dengan kenikmatan ini.
Davin gesekkan kepala penis di bagian vaginaku, sesekali kepala penisnya menyyundul klitorisku yang sudah keras. Ia juga menggesekan batang tititnya di klitorisku, dengan begitu aku merasakan urat-urat besarnya yang berdenyut-denyut kuat. Diriku mengerang-erang nikmat.
Dirasa cukup basah Davin melesakan kepala titit ke dalam lubang vaginaku. “Sempit bangetttt ini memekkkk…..” erang Davin. Berkali-kali ia selipkan dan keluarkan kepala penis di lubangku. Sepertinya dia ingin memancing birahiku.
Aku mengerang keras merasakan lubang vaginaku yang saat ini ditembusi oleh kepala kon…penis Davin. Dengan perlahan penis Davin semakin masuk ke dalam vaginaku. Selama itu aku menutup mukaku dengan kedua telapak tangan
*Bless…. Aku dan Davin mendesah bersamaan saat pertemuan umum kami sudah sempurna.
Saya dapat merasakan denyut urat-urat yang penis Davin yang sekarang tertancap dengan sempurna. Tak hanya itu, aku bisa merasakan penis Davin menyentuh bagian liang vaginaku yang belum pernah disentuh oleh mas Abbas. Penis Davin memang luar biasa menurutku.
Sudah menguasai diri, kusingkirkan kedua telapak tangan yang menutupi wajahku. Kulihat Davin terpejam sambil menganga. Nampaknya dia sedang menikmati liang vaginaku yang masih sempit ini.
Sekilas aku melihat cincin perkawinanku di jari manisku. Setitik air mata keluar dari mataku. Aku menangis karena aku baru saja mengkhinati mas Abbas, dengan membiarkan orang lain masuk.
“Sudahlah jangan nangis tan. Anggap saja tante melakukan ini demi Ardika” ucap Davin mencoba menenangkanku.
Ya……
Aku melakukan ini semua demi Anakku.
Ini semua demi Ardika. Aku sebagai ibunya, harus melindungi anakku.
Ya….Itulah alasan pembenarku.
Melihatku sudah tenang, dengan tangannya, Davin memegang kedua pahaku. Lalu ia menggerakan pinggulnya dengan pelan. Merojoki pelan liang nikmatku dengan tititnya. Hasilnya desahku membahana di ruang tamu ini, merasakan batang berurat Davin menggesek nikmatnya dinding vaginaku. Pintu rahimku di sundul-sundul oleh kepala penisnya.
“Ah….ah…..ah….” desahku di setiap tumbukan kemaluan besar Davin di vaginaku.
Semakin lama genjotan penis Davin semakin cepat, memuaskan. Rasa nikmat yang timbul pun semakin tidak terkira, tak pernah saya merasakan rasa enak seperti ini.
Dengan mas Abbas saja tidak pernah seenak ini. Maaf mas aku sudah berusaha, tapi diriku malah mulai menikmati hujaman titit orang lain di vaginaku, yang harusnya hanyak milikmu. Rasa bersalah mulai memudar dalam benakku.
Sambil terus menggenjot diriku, pembuli Ardika ini menyingkap kaos lebar yang kupakai. Lalu ia meremas kedua buah dadaku yang masih terutup oleh BH. Kemudian ia turunkan kedua cup bh-ku, sehingga payudaraku bebas tanpa dihalangi apapun lagi. Kini kedua buah dadaku bergerak tidak karuan akibat gempuran Davin di tubuhku.
“Davinnn….pelannn….ah..ah…sakit” Ia remas kedua payudaraku dengan keras hingga aku kesakitan.
Kira-kira sudah 20 menitan dia menggumuliku, terasa aku bisa mencapai orgasme untuk kedua kalinya untuk hari ini. Kali ini kugapai puncak nikmat dengan disetebuhi sempurna oleh orang yang membuli anakku.
“Davin…pelannn….tanteeee…mau..orgasmeeee….akhhhh” desahku panjang ketika orgasme mencapai diriku. Punggungku melengkung ke atas.
“Ardikaii….. lihattt gw bikin nyokap lu ngecrit sama titit gw…..” racau Davin. Mendengar nama anakku, sekilas rasa bersalah kembali hadir. Namun rasa puas itu kalah dengan rasa nikmat orgasme yang dirasakan ini.
“Davinn…. awhhhhhh” aku orgasme.
“Ohhh…. ngejepitttt… bangsatttt…” desahh Davin karena liang vaginaku meremas batang penisnya ketika aku sedang orgasme hebat. Aku pejamkan mataku, merasakanpi orgasme yang luar biasa ini. Ini adalah orgasme terbaik yang pernah kurasakan. Anak ini benar-benar hebat.
Davin menarik diri dari tubuhku, hingga penis besarnya terlepas dari jepitan lubang vaginaku. Aku merasakan diriku kosong menjadi melompong ketika penis Davin tercabut dari tubuhku.
“Lihat tan, titit saya jadi lengket sama lendir tante nih” kubuka mataku, melihat sekujur penis Davin terbalur cairan putih yang merupakan lendir orgasmeku.
“Hh…..hh….hh…..hh…..” nafasku berat.
Nikmat orgasme pun berkelanjutan-angsur memudar. Pikiran rasionalku pun kembali. Tersadar apa yang baru saja terjadi. Baru saja aku mendapatkan orgasme dengan orang lain, yang bukan suamiku.
Kulihat kakak kelas sekaligus tukang buli anakku itu bersiap kembali untuk memacu birahi menggunakan tubuhku itu. “Davin….sudah ya….cukup ya….plissss” ucapku pelan memohon, berharap dia menghentikan kegilaan ini.
“Belum, saya saja belum keluar”
“Inget dengan janji tante, kalau tidak……” ucap Davin menggantungkan ucapannya. Tanpa diberitahu aku tahu maksudnya.
Harapanku untuk menyudahi ini semua pun sirna. Percuma aku melawan lagi, yang malah membahayakan Ardika, bahkan suamiku. Mau tak mau aku pasrah dengan nasibku ini, membiarkan tubuhku dinikmati oleh Davin.
“Pelan Daviiinnnn…..okhhh….gedeeee….” desahku ketika penis besar Davin kembali memasuki diriku.
Tanpa ancang-ancang, Davin langsung menyetubuhi dengan beringas. Desahan aku dan Davin saling bersahutan, suaranya memenuhi ruangan ini, bahkan seluruh rumah ini.
Bermenit-menit lamanya, akhirnya Davin mendapatkan orgasmenya. “Okhnnnn……tante sayaaaa…mauuuu…..keluarrr….” teriak Davin kencang. Mendengar itu aku sadar akan konsekuensinya kalau anak ini berejakulasi di dalam vaginaku. Ya Hamil, aku bisa hamil oleh pemuda ini.
“Pleaseeee…okhhhh…..ja-jangannn….di….dalammmm…nhghhh….…nantii…..tan-teeee….nghhh-hamilll……” mohonku di sela-sela genjotan ganas Davin. Aku tak mau mengandung anak dari orang yang sering menyakiti anakku.
Tapi teman anakku ini tidak menghiraukan permohonanku. Ia malah semakin beringas menggenjoti dirinya sendiri. Hasilnya aku sendiri akan kembali mendapatkan orgasme lagi. Tiba-tiba Davin melolong hebat “Fuckkk….. Gwww….hamilinnnnn…..luuu….”.
Tubuhnya bergetar-hebat. Aku merasakan liang rahimku di semprotan cairan panas. Pada saat yang sama aku juga mendapat orgasmeku. Kembali aku merasakan kenikmatan puncat. “Davinn…..sialannnn….kamuuuu…..” hardikku keras bersamaan dengan orgasmeku.
Oh tidakkkk……aku dibuahi oleh teman anakku. Terasa liang rahimku disembur berkali-kali lahar panas Davin. Rahimku terasa penuh dan hangat.
Davin ambruk menindih tubuhku, tanpa melepaskan kemaluan besarnya yang masih berdenyut-denyut. Saking banyaknya, aku merasakan sperma Davin keluar mengalir dan turun membasahi lubang anusku.
Hanya deru nafas yang terdengar di ruangan ini. Aku terpejam lelah, dengan penis Davin masih tertancap sempurna dalam vaginaku.
Handphone-ku berbunyi. Kulihat mas Abbas menelponku. Astaga…..kupersiapkan diriku untuk mengangkat telepon dari suamiku.
“Dek…dek..” terdengar suara suamiku dari handphone ini. Mendengar suara mas Abbas, rasa bersyukur karena kondisinya semakin memuncak. Terasa pipiku kembali basah karena air mata.
“I-ya mas” ucapku berusaha tenang, agar suamiku tidak tahu kalau aku sedang menangis.
“Ardika kecelekaaan Dek?” tanyanya panik.
“Oh nggak pak, tadi cuma candaan teman Ardika saja” bohongku ke mas Abbas. Dalam hati berkali-kali aku meminta maaf kepada suamiku.
“Ya ampun, masa candaan sampai bilang kecelakaan lain gitu sih. Bikin jantungan saja” ujar suamiku heran. Rupanya dia percaya dengan kata-kataku.
“Iya mas, namanya candaan anak zaman sekarang, sudah aneh-aneh”.
“Sudah ya mas, adek mau bersih-bersih rumah dulu” lanjutku ucapku berbohong. Padahal mas, istrimu ini mau membersihkan tubuhnya karena habis di perkos@ oleh teman anakmu.
Selesai menutup telpon, aku berdiri merapikan diri seala kadarnya saja. Ingin segera meninggalkan tempat terkutuk ini.
“Davin, kamu harus pegang janji kamu” ucapku masih tersedu-sedu.
* DERAJAT. Jantungku berdegup kencang mendengarnya. Apakah aku baru saja membiarkan diriku diperkos@ olehnya dengan tujuan yang fana.
“Kamukan tadi janji tidak akan membuli Ardika lagi! Tidak menyakiti Ardika lagi!” sergahku marah sambil tetap tersedu-sedu.
“Ya aku janji gak bakal nyakitin Ardika lagi, tapi ada syaratnya”.
“Apa syaratnya?” Pikiranku menebak, kalau dia pasti akan meminta diriku menjadi pemuas hasratnya.
“Aku ingin tante Ana memuaskan Davin. Kapanpun Davin mau, tante harus mau” ucap dia. Benar dugaanku.
“Kamu kenapa tega melakukan ini Vin?”
“Nggak ada alasan khusus sih, aku cuma mau punya budak seks saja” ucap Davin dengan biasanya, seolah tidak ada yang salah akan hal itu.
Lalu aku teringat akan sesuatu. “Polisi….” lirihku.
“Apa?” singkatnya Davin seakan malas mendengar rengekku.
“Kalau tante hamil bagaimana?” ucapku bingung sambil memegang perutku.
“Yauda rawat anak Davin” ujar Davin biasa. Mendengarnya aku menjadi pucat menjadi pasi. Tapi daripada aku benar hamil olehnya, lebih baik aku segera pulang dan membeli obat anti-hamil.
“Tapi tunggu sebentar” ujar Davin sambil memasang celananya kembali. Dia melihat ke dalam-dalam. Hal itu membuat diri Anda bergidik ngeri.
“Apa Davin?” tanyaku pelan, berharap dia tidak meminta yang aneh-aneh lagi.
“Saya pengen tante Hamil anak saya” mendengar permintaan itu aku bagai tersambar petir. Anak muda ini ingin aku hamil olehnya.
“Dan itu bukan permintaan, tapi perintah. Kalau tidak…….” ucap Davin gantung.
“Kalau tidak kenapa?” tanyaku penuh cemas.
“Ya tahu lah nanti kenapa kalau tante tidak patuh sama Davin” ujar Davin dengan misteriusnya. Kuduga pasti ada ada secara teknis dengan Ardika. Mengetahui siapa yang mengambil ayah Davin, saya tidak mau mengambil risiko. Aku tidak ingin Ardika dan Mas herman celaka.
“Terus suami tante gimana?” tanyaku binggung.
“Itu urusan tante, bukan urusanku!” galak Davin. Aku kembali menangis sejadi-jadinya, dipaksa hamil oleh pemuda ini.
Hari sudah sore menjelang malam, aku pulang di antarkan oleh Davin menggunakan mobilnya. Selama perjalanan aku hanya diam seribu bahasa. Davin kubiarkan mengelus pahaku. Pikiran berkecamuk binggung bagaimana menyiasati keadaan ini.
Sebelum turun dari mobil, saya pastikan diri saya sudah rapih dan tidak terlihat sedih lagi. Tak ingin Ardika curiga dengan apa yang telah kulakukan selama ini.
Sebelum aku turun dari mobil, Davin berpesan padaku “Inget ya Tan, ikuti perintah Davin. Kalau ngelanggar, nanti orang-orang tercinta tante yang akan menanggung akibatnya”.
Aku terhuyung lemah berjalan menuju rumahku sendiri. Pesan Davin terngiang-ngiang dalam pikiranku. Hamil, aku akan hamil lagi. Di usia segini aku akan hamil anak orang lain. Ketika masuk, saya dapati Ardika sedang makan di meja makan. Dia berwajah dengan wajahnya yang binggung.
“Ibu dari mana? Tumben pulang jam segini” tanya anakku heran.
“Tadi ibu habis ada hajatan dadakan Don” bohongku.
“Dimana Bu?” lagi anakku bertanya.
“Ya ada lah, dah ya, ibu capek, mau istirahat” kataku, ingin segera pergi dari hadapan Ardika.
“Baru jam segini Bu, tapi kalau ibu memang capek lebih baik istirahat saja”.
“Biar Ardika yang beres-beres malam ini” ucap Ardika dengan penuh perhatian. Aku jadi terharu. Kamu memang anak yang berbakti Don. Maka dari itu ibu merelakan segalanya untuk melindungimu.
Di dalam kamar aku merenung. Aku baru saja berbicara dengan anakku ketika sperma temannya masih tertanam di dalam rahim. Ku yakin benih benih teman ini sedang berusaha memberikan dia seorang adik. Hatiku semakin terasa sakit dengan kenyataan ini.
“Mas…mas kapan pulang?” tanyaku sambii berusaha menahan tangis.
“Maaf dek… ..mas dinasnya diperpanjang” ucap mas Abbas pelan.
Mendengar itu batinku berteriak ‘Oh….mas aku membutuhkan dirimu mas, anakmu juga membutuhkanmu’.
Tapi aku harus mengerti, kalau saat ini suamiku membanting tulang demi menafkahi keluarga. Biarlah tubuhku dinikmati oleh Davin demi melindungi Ardika.
Dengan suara bergetar “Begitu ya mas, baiklah mas kalau begitu. Mas hati-hati ya disanam jangan lupa makan dan istirahat yang cukup”.
“Sekali lagi Mas minta maaf ya dek. MAS janji nanti akan langsung pulang kalau ada kesempatan”ucap dia berjanji kepada saya.
“Iya mas, adek tunggu ya” ucapku dengan pipi di aliri air mata.
“Iya dek, sudah ya. Sudah malam, titip salam ke Ardika”.
“Iya mas, adek sayang bapak”.
“Mas juga sayang adek” ucap suamiku mesra.
*Clek
Aku pun tersungkur memeluk diriku sendiri, di atas kasur miliku dan mas Abbas. Menangis meratapi nasibku. Padahal saat ini aku membutuhkan dia, namun takdir berkata lain.
Lama aku menangis, di kasur kawinku dengan mas Abbas.
Tapi aku harus kuat. Aku harus kuat demi Ardika. Biarlah mas Abbas berjibaku disana demi mencari nafkah untukku dan Ardika.
Hari-hari selanjutnya aku jalani dengan murung. Termasuk di minggu pagi yang cerah ini. Hanya dengan memakai daster pendek selutut, aku mengelap kaca jendela rumah dengan lemah. Ardika menangkap keadaanku yang terlihat murung.
“Ibu kenapa? Ada masalah ya? Ardika lihat dari kemarin ibu seperti tidak bersemangat, kayak ada sesuatu” tanya Ardika saya. ‘Kamu tahu nggak sih nak, kalau belum lama ini, ibu dipaksa bersetubuh oleh temanmu’ ucapku dalam hati. Tidak mungkin aku berkata seperti itu.
“Ibu nggak apa-apa kok sayang, cuma lagi capek aja”.
“Bener Bu?” tanya Ardika memastikan. Melihat dia memperhatikan dengan dirinya sendiri, aku menjadi iba. Tidak mungkin aku memberitahu dia kalau aku menjadi budak seks temannya. Oh….aku tahu….
“Ng…..sebenarnya bapak nggak jadi pulang minggu ini. Bapak di perpanjang dinasnya” jawabku dengan lesu. Ya ini adalah jawaban yang tepat
“Wah Kenapa bu?” tanya Ardika kembali. Terlihat ada rasa kecewa dari wajahnya. Sama nak, ibu juga kecewa, tapi mau bilang apa lagi.
“Nggak tahu Don, ya namanya juga pekerjaan pasti ada risikonya”.
“Iya sih, tapi ibu tenang saja jangan khawatir. Kan ada Ardika yang nemenin ibu disini” ucap Ardika yang membuatku tenang dan bahagia. Demi dia aku harus kuat menghadapi cobaan ini.
“Iya sayang, makasih ya sudah perhatian sama Ibu” ucapku terharu. Lalu aku peluk anakku, Ardika pun membalas pelukannya dengan erat.
“Oh iya Bu, nanti Davin mau main kesini” Mendengar kabar buruk itu aku langsung melepaskan pelukanku dan menatap dekat Ardika.
“Mm-mau ngapain dia kesini?”.
“Katanya mau main saja sih bu”.
“Ohhh, kamu kenapa masih main sama dia sih? Kan dia jahat sama kamu” sergahku kecewa dengan Ardika yang masih berteman dengan Davin.
“Dia sudah minta maaf bu, lagi pula dia entah kenapa berubah jadi baik sama Ardika”.
“Serius dia minta maaf sama kamu?” kagetku.
“Iya Bu, kemarin di sekolah. Tiba-tiba dia kencan minta maaf sama Ardika. Terus dia juga traktir aku banyak Bu”. Ternyata Davin benar-benar memegang janjinya denganku. Kalau begini aku memang harus hamil juga olehnya.
“Kamu yakin masih mau berteman sama dia?” tanyaku memastikan.
“Iya bu. Gak apa-apa ya bu, lagipula Ardika kan gak punya banyak teman. Apalagi dia kan kakak kelas, terus di hormati sama orang-orang lagi” jelas Ardika.
Seandainya dia tahu kalau perubahan Davin adalah karena pengorbanan ibunya.
“Baiklah, Nak. Kalau memang sekarang Davin jadi berteman baik dengan kamu, ibu tidak ada masalah kalau dia main ke rumah” ucapku dengan berat, tidak ingin mengecewakan anak semata wayangku.
“Makasih bu. Ibu cantik deh” gombal anakku karena mendapat keinginannya.
“Dasar gombal…. “
“Ya sudah sana, ibu mau bersih-bersih lagi”.
Hari ini terasa berjalan sangat lamban. Rasa hatiku sangat gundah, sejuk sebentar lagi teman Ardika akan utama ke rumah. Ya teman Ardika yang telah memperkos@ku dan memaksaku hamil.
Ketika aku sedang mencuci pakaian di halaman belakang, kulihat Ardika mendekatiku.
“Bu, ini si Davin sudah datang” ucap anakku. Lalu orang yang kubenci itu muncul dari dalam rumah.
“Halo tante” ucap Davin seraya bersenyum mengulangi. Karena dia berdiri di belakang Ardika, dia mengelus sengkangnya di depanku. Seolah-olah meniruku atau……menggodaku. Aku Teringat dengan kemaluan besarnya yang sudah memberikan aku kenikmatan. Kubuang pikir
“I-ya, a-anggap saja rumah sendiri ya, jangan sungkan ya Davin” ucapku mencoba seramah mungkin kepada orang yang kubenci ini. Aku harus tenang dan tegar, agar Ardika tidak curiga.
Kemudian mereka berdua pergi ke dalam rumah. Sebelum mereka masuk, kudapati Davin menoleh ke belakang melihat aku yang masih mencuci pakaian. Lalu Ia tersenyum iblis padaku, hal itu membuatku bergidik takut.
Dengan adanya Davin di rumahku, aku menjadi tidak tenang untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Diriku was-was akan melakukan sesuatu. Namun setidaknya, aku bisa tenang karena Ardika tidak kenapa-kenapa lagi. Dan juga menurutku, Davin tidak senekat itu melakukan hal yang gila ketika ada Ardika.
Namun sayang dugaanku itu salah. Ya saat ini, aku sedang di peluk Davin dari belakang. Dia menyergapku ketika aku sedang mencuci piring. Dari belakang, ia meremas kedua dadaku yang masih terutup daster.
“Nghhhh….Vin….byyyy….” erangku ketika Davin mengendus tengkukku. Geli rasanya.
“Byyyy….tante mohon….jangan disini, ada Ardika, nanti ketahuan” ucapku sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Davin. Tapi anak muda ini terlalu kuat.
“Davin pernah bilang apa…..” ucap Davin dingin di telingaku. Terasa hembusan nafasnya di tengkuk leherku. Aku langsung mengendurkan rontaanku.
“Tante mohon, jangan disini Vin. Tante takut Ardika nanti tahu” desakku kepada Davin.
“Sudah tidak apa-apa, percaya sama Davin ya” ucap Davin dengan tenang, namun tetap membuat takut diriku sendiri.
Sekilas aku memikirkan keselamatan Ardika. Mau takut mau aku ikuti kemauan dia. Ia pun menuntunku ke kamar mandi ruang tengahku. Davin langsung menyuruhku bersimpuh di depannya. Aku mengerti apa yang dia mau. Ia mau aku memberikan oral seks.
“Buka Tan” perintah Davin.
Kupandangi selangkangan Davin. Seperti kemarin, gundukan di celana jeans itu terlihat besar. Aku buka celana jeansnya serta celana dalamnya.
Kini wajahku hanya berjarak beberapa centi dari batang penis Davin yang masih terbaring, namun tetap lebih besar dari milik mas Abbas ketika sudah ereksi. Diriku masih penasaran mengapa anak seumurnya memiliki kemaluan sebesar ini. Dan juga uratnya bertebaran di sekujur batang penisnya, dan terlihat besar-besar, seperti berotot. Aku tidak yakin apakah aku bisa memasukan semuanya ke dalam mulutku.
Aku mendongak, menatap Davin dengan iba, berharap belas kasihan.
“Ayo, isep” singkat Davin. Nampaknya percuma kalau aku menolak. Teringat dengan ucapan Davin kemarin, lebih baik aku melayani dia. Tanpa membuang waktu lagi, kuraih batang penis Davin. Terasa panas dan keras, meski masih belum ereksi dengan sempurna. Satu telapak tangan tidak bisa menutupi lingkaran penis Davin. Saya ingin segera menuntaskan ini semua dengan cepat, agar Ardika tidak curiga.
*Cuuh……Kuludahi batang penisnya. *Clek Cleek Cleeek lalu aku naik turun kedua direkam mengocoks penis Davin. Sekali aku sertai kocokan dengan gerakan memutar. Urat-urat yang besar itu sangat terasa di telapak tangan.
Lama kelamaan penis semakin tegang. Davin pun mendesah-desah akibat kocokan.
“Di isep dong tan” pinta Davin.
Aku sudah sering memberikan suamiku oral seks. Dan dia selalu memuji kemampuanku dalam memberi BJ. Jadi sudah tidak ada lagi masalah untuk urusan ini, namun kali ini, penis yang akan dimasukkan ke dalam mulutku sangatlah besar.
Kujulurkan lidahku menjilati batang keras ini. Urat-urat besarnya kutelusuri dengan lidahku yang basah. Tak ayal Davin mengerang enak. Mendengar itu aku malah senang, membuktikan aku bisa memuaskan pria.
Aneh pikirku, harus aku tak menikmati melakukan ini. Namun aku ketagihan menjilat urat-urat besar disekujur titit Davin. Lidahku terus mejilati sisi-sisi batang penisnya.
“Ishhh….penismu besar sekali sih Vin” ucapku memujinya, agar dia senang.
“Kontol tan, Kontol” ucap Davin sedikit marah.
“Iya, iya Kontol deh. Kontol kamu besar banget” ucapku sambil terus mengurutkan pena…kontolnya dengan kedua diterima.
“Hehehe suka ya?”
“Iya suka, Eh!” astaga aku secara tidak sadar menjawab seperti itu. Mukaku terasa panas dan merah, malu.
“Kalau begitu, di sepong dong” pintanya.
Tak segan lagi kubuka mulutku lebar-lebar untuk menampung tititnya. *Happ….mulutku hanya menampung seperempat. Dengan kepala penisnya berada di dalam mulutku, kututap sayu mata Davin. Lidahku menjilat kepala tititnya besarnya, mengilik lubang kencingnya. Pre-cum Davin pindah ke lidahku, dan kutelan.
“Ohhh….tante seksi banget sih” ucapku. Upayaku untuk terlihat sensual berhasil. Harus kupertahankan agar dia cepat ejakulasi.
Kumaju mundurkan kepalaku mengocok kemaluan besarnya dengan mulutku. Dengan kepala penisnya berada di dalam mulutku, kutatap sayu mata Davin. Sedangkan yang kedua diperoleh mengocoks batangnya yang tidak masuk ke dalam mulutku.
Selama menghisap titit Davin, aku berkonsentrasi untuk tidak memikirkan Ardika dan Mas Abbas. Aku tidak ingin rasa puas hinggap di pikiranku. Yang ada di dalam pikiranku adalah memuaskan titit Davin dengan cepat.
Tapi aku penasaran, apa yang terjadi kalau Ardika tahu, bila mulut ibunya disumpal oleh titit temannya di rumah sendiri. Membayangkan itu aku bergidik. Entah bergidik ngeri atau terangsang. sepertinya aku merasakan kedua-duanya. Harus kuakui, selama menghisap titit besar ini, celana dalamku terasa lembab. Vaginaku mengeluarkan cairannya, kembali ingin dijejali oleh kemaluan besar ini. Aku terlanjur menikmati ini.
Bermenit-menit sudah lewat aku mengoral titit Ini, terasa semakin besar dan berdenyut kuat. Berarti sebentar lagi titit ini akan berisi isinya.
“Oghhh aku mau keluaarrr, telen tan, telan pejukuuuu” erang Davin keras. Lalu kutahan kepala penisnya di dalam mulutku.
“Gila, enak bangetttt…. tannnn… aku keluarrrrr……Oghhhh”.
Terasa dinding tenggorakanku berkali-kali terpa cairan panas. Aku mengernyit di setiap semburan sperma Davin di dalam mulutku, menghatam dinding atas mulut. Saking banyaknya, aku harus menelannya. Karena terlalu derasnya sperma Davin yang keluar, tak ayal ada yang keluar dari mulutku membasahi bibir dan daguku.
Aku tidak menyangka, spermanya menjadi sangat banyak dan begitu kental. Apalagi……Enak. Aku sebenernya jarang menelan sperma mas Abbas, bahkan aku terkadang menolaknya. Seumur-umur sperma mas Abbas tidak sekental dan tidak sepekat Davin.
Davin menarik tititnya dari mulutku. Dengan membuang aku membersihkan sisa sperma yang tertinggal di sekujur titit.
“Kamu memang pinter muasin laki-laki tan” ucapnya seraya membekukan kepalaku. Aku tersipu mendengar pujiannya.
“Aku nggak nyangka, tante enak juga nyepongnya” ucap Davin sambil merapikan celananya. Sejujurnya aku senang mendengar pujian itu. Maaf mas Abbas, ada lelaki lain yang memuji kehebatan istrimu ini dalam menghisap kelamin.
“Hari ini aku mejuhin mulut tante saja, lain kali aku ngecrot di memek tante lagi ya” ucap Davin. Aku hanya manggut-manggut saja yang mendengarnya. Aku sudah pasrah menerima keadaanku ini. Selama Ardika tidak kenapa-kenapa, aku serahkan raga ini untuk Davin. Sampai hamil pun aku terima.
“Oh iya, nanti tolong WA-in nomor rekening tante ya” ucap Davin.
“Untuk apa?” tanyaku tidak mengerti.
Dia tidak menjawab pertanyaanku, hanya senyuman yang kuterima. Apa dia akan melakukan sesuatu….
Setelah bersih-bersih, Aku dan Davin keluar secara bersamaan dari kamar mandi. Dan sialnya, aku melihat Ardika yang terbelalak kaget melihat kami.
“Loh Ibu sama Davin habis ngapain di kamar mandi?” ucap Ardika yang memergoki kami.
“Eh anu tad-tadi….” aku terbata-bata, tidak tahu harus menjawab apa-apa. Tidak menyangka akan menjadi begini.
“Tadi kloset kamar mandi loe mampet Don, jadi gw minta tolong sama nyokap lu” jawab Davin mengelabui temannya. Pintar juga Davin, menurutku itu alasan yang masuk akal.
“Oalah begitu toh, pantes timpang banget gw tungguin dari tadi” ucap anakku kepada Ardika. Melihat Ardika percaya, aku menjadi tenang.
“Bu, itu di bibir ibu ada cairan putih, itu apaan?” seketika jantungku berhenti. Ternyata sperma Davin ada yang tertinggal di sela-sela bibirku.
“Oh ini, tadi ibu habis makan kue isi krim” kujawab sambil kuseka sperma Davin dengan jari. Lalu kumasukan jari tersebut ke dalam mulutku. Kuemut bibirku seolah menggoda anakku kalau aku menghabiskan makan sesuatu yang enak.
“Hmmm…. Enakkkkk…tapi sudah habis Don” godaku. Ini terpaksa kulakukan, agar Ardika percaya.
“Aku h…. Ibu gak bagi-bagi Ardika deh, pelit!” rengek anakku.
“Hihihi kapan-kapan ibu beliin deh” ucapku. Kalau saja dia tahu, krim putih ini adalah sperma temannya. Seandainya dia tahu yang kumaksud dengan kue isi krim adalah titit teman, lebih tepatnya pembulinya. Dan seandainya dia tahu, saat ini lambung ibunya penuh dengan peju kental temannya. Tapi kalau dia tahu, dia juga harus mengerti, alasan sperma orang yang membulinya ada di dalam tubuhku, yaitu demi melindungi dirinya.
“Dah yuk Don, kita main lagi” ajak Davin ke Ardika. Lalu mereka pergi meninggalkan diriku. Aku sadar, sejak dari kamar mandi aku selalu menyebut titit, bukan penis. Nampaknya aku mulai terbiasa berbicara vulgar di depan orang lain selain dengan mas Abbas.
Ada apa dengan diriku sendiri. Harus kembali mengingatkan diriku, semua ini kulakukan demi Ardika. Aku tidak boleh terbuai. Kembali aku melanjutkan rutinitasku dengan lambung penuh dengan spe…peju kental Davin.
Bersambung…