Setelah tuntas gelombang orgasmenya, dua jariku ku jebloskan ke dalam memeknya perlahan-lahan, terasa sempit, tetapi masuk juga Aku memainkan kocokan dengan kedua jariku yang masuk ke celah memeknya.
Semenara itu tangan yang satunya memainkan itilnya. Dia seperti lupa daratan mengerang-erang keras sekali karena tidak tahan dengan kenikmatannya. Di puncaknya dia malah berteriak awas oom saya nggak bisa nahan lagi, lalu mancur cairan yang agak kental dari celah memeknya.
Aku memang sudah mengetahui situasi itu sehingga sebelum pancuran itu bibir memeknya aku buka selebar-lebarnya. Pancrutan pertama cukup kencang , lalu berangsur-angsur melemah sampai akhirnya hanya meleleh saja. Tapi setiap denyutan orgasmenya dia sertai dengan erangan keras.
Setelah situasi normal, Teh Euis berkomentar. “ Saya seumur-umur belum pernah dikerjai sampai saya muncrat begitu, adeuh rasanya nikmat banget dan lemes, Si Oom rupanya pintar ngilik juga.”
Aku lalu bertanya apakah masa tenggang satu jam tadi sudah terlewati. Dia hanya mengangguk. “ Oom mau test hasil pijatan saya ya,” kata Teh Euis.
Aku ditarik untuk menindihnya. Penisku digenggamnya lalu diarahkan masuk ke dalam memeknya. Aku perlahan-lahan menenggelamkan senjataku ke sarungnya. Setelah full aku mencoba merasakan kehangatan lubang nikmat si Teh Euis. Dia mengedut-ngedutkan otot vaginanya penisku serasa dipijat, rasanya nikmat sekali.
Aku mengatur posisi dan mulai menggenjotnya dengan irama 4/4 dan mengusahakan gerakannya stabil sambil mencari posisi yang memberi kenikmatan lawan mainku. Memek Teh Euis cukup mencengkeram juga, meskipun sudah punya anak dan umurnya setengah baya.
Aku menengarai, memek yang habis orgasme, rasanya lebih nikmat dan lebih menncengkeram. Itulah yang aku rasakan. Gerakanku mulai direspon oleh Teh Euis. Aku menemukan posisi yang tepat. Pada posisi itu aku terus bertahan. Tidak sampai 5 menit di sudah mengerang panjang menandakan dapat orgasme.
Penisku terasa disiram cairan hangat dan sekujur lubang vaginanya memijat-mijat penisku. “Aduh nikmat banget dan lemes, rasanya. Oom punya rasanya ngganjel banget di dalam, gimana Oom masih kuat,” tanyanya. Aku mengangguk dan meneruskan pompaanku .
Mungkin baru dua menit dia sudah mengerang lagi mencapai kemuncaknya. “Oom mainnya pinter banget sih, aku cepet banget dapet lagi. Rasanya juga nggak kayak biasa ini berasa kuat banget, kalau aku pas dapet, bikin lemes oom,” katanya.
Aku tau bahwa orgasme sejak aku oral sampai penetrasi ini dia terus-terusan mendapat big Orgasme, atau orgasme G spot. Orgasme jenis ini jauh lebih nikmat dari pada orgasme clitoris. Kebanyakan perempuan akan merasa lemas dan ngantuk. Tenaganya seperti terkuras saat mendapat orgasme.
Aku terus menggenjot, Teh Euis munkin sudah 5 kali orgasme. Dia minta waktu untuk istirahat dulu karena rasanya lemes banget dan memeknya ngilu. Mata dia juga rasa ngantuk.
Aku yang masih dalam posisi tanggung mengabaikan permintaannya dan terus menggenjot sampai akhirnya aku sampai di garis finish bersamaan dengan puncak Teh Euis yang mungkin sudah ke sepuluh kalinya.
“Aduh mampus deh gue kali ini dikerjai sama hasil pijatan gua sendiri,” katanya dengan badan seolah tidak bertulang. Air maniku meleleh di celah-celah memeknya membasahi sprei. Sebenarnya spreinya sudah basah dan melebar dari tadi akibat cairan ejakulasi Teh Euis yang berhali-kali.
Aku juga merasa lelah, sehingga aku pun akhirnya tertidur disampingnya. Kami tidur dalam keadaan bugil. Aku menarik selimut dan langsung terlelap. Cukup lama kami tertidur, karena ketika terbangun di luar sudah gelap. Jam tangan yang kuletakkan di meja menunjukkan jam 9 lewat. Berarti tadi tidur sekitar 3 jam.
Perut terasa lapar, badan masih lelah sekali. Malas sekali jika memikirkan aku harus pulang ke Jakarta. Aku putuskan besok saja aku pulang. Malam ini aku ingin isirahat di hotel ini. Teh Euis setuju menemani ku malam ini, karena dia juga merasa malas pulang kerumah.
Aku menelepon ke rumah dengan alasan harus ke Bandung mendadak. Selepas itu Teh Euis menelpon kerumah juga. Dia berbicara dalam bahasa sunda. Aku sedikit-sedikit mengerti.
“Ngomong sama Hani ya, Teh,” tanyaku.
“Iya, si oom tadi jalan sama Hani Ya” tanya Teh Euis.
“Kok teteh tau sih,” tanyaku.
“Ya iya lah, kan dia sendiri yang ngomong sama saya, tadi pun dia nanya, bobo sama si oom ya,” kata Si Teteh.
Aku heran menemukan fenomena keterbukaan masalah sex pada keluarga tradisonal yang tidak tinggal di kota. Mereka satu sama lain begitu terbuka, anak ngesek sama orang, ibunya tau sebaliknya juga gitu.
Aku keluar mencari orang hotel dan menanyakan kemungkinan membeli makanan dari luar, karena di hotel tidak menjula makanan. Aku minta dibelikan nasi ayam goreng sekaligus air minumnya untuk dua orang.
Kami makan dengan lahap karena memang sudah lapar berat. Sehabis makan istirahat sejenak lalu mandi. Berdua kami mandi dan saling membersihkan diri. Aku baru bisa jelas melihat sosok Teh Euis. Teteknya memang benar-benar besar, tingginya sekitar 155 cm. Bulu memeknya tidak terlalu lebat.
Akibat mandi berdua aku jadi kembali terangsang. Sehabis mandi aku kembali “main” sampai habis-habisan. Teh Euis benar-benar kewalahan menghadapi keperkasaanku. Itu pun berkat terapi kejantanan yang diberikan. Aku benar-benar puas dengan permainan Teh Euis yang sangat mengasyikan.
Wanita setengah umur memiliki kelebihan kemampuan menservice pasangannya, sehingga sangat memuaskan. Sikap dan responsnya meningkatkan gairah lawan main. Berbeda jika bermain dengan ABG, mereka umumnya belum mampu mengimbangi permainan, sehingga cenderung pasif dan dingin.
Aku hobby fotografi terutama mengoleksi foto-foto telanjang. Teh Euis dengan suka hati mau menjadi model untuk aku foto. Dia tidak memperdulikan untuk apa aku membuat foto telanjang. Dia hanya mengikuti arahanku. Waktunya cukup panjang, sehingga aku bisa membuat foto Teh Euis dengan berbagai gaya, serta close up dari alat-alat vitalnya.
Kami ngobrol berbagai macam topik. Sambil diriku dipijat. Berdua dalam keadaan bugil. Penisku sudah loyo karena sudah banyak bertempur hari ini. Sambil tidur telentang aku minikmati pijatan di bagian alat vitalku. Bagian dalam pahaku di terapi. Rasanya bukan main pedih.
Aku sebenarnya sudah menyerah karena tidak tahan rasa sakitnya, tetapi Teh Euis dengan sabar terus melakukan pijatan. Dia mengurangi tekanan. Sehingga aku mampu menahan rasa sakit. Namun lama-lama rasa sakit itu hilang bahkan pijatannya menurut Teh Euis sudah sangat kuat.
Bagian itu kata dia adalah untuk melipatgandakan kemampuan bertahan. Artinya kepekaan sekujur penis berkurang sehingga aku kelak mampu mengendalikan kapan akan mencapai orgasme dan bisa pula menundanya.
Akibat rasa sakit pijatan tadi penis ku tetap loyo. Teh Euis berpindah melakukan pijatan di bawah kantong zakarku, dia mengurut-urut. Perlahan-lahan penisku mengeras. Aku merasa seolah-olah batang penisku di dorong untuk bertambah panjang.
Meski otakku tidak merasa rangsangan, tetapi penisku sangat mengeras dan kelihatannya juga makin besar dan panjang. Aku tidak tahu apakah pengelihatanku itu hanya sugesti saja, apa secara fisik memang menjadi lebih berkembang.
Oom sekarang barangnya gak kalah sama anak umur 20 tahunan. Dia bahkan menyebutkan bahwa barangku akan lebih mudah berdiri, lalu jika setelah ejakulasi tidak langsung loyo, bahkan bisa nyambung keras lagi tanpa harus loyo. Mungkin kekerasannya hanya berkurang sekitar 30 persen. Untuk kekerasan 70 persen umumnya penis masih mampu menerobos.
Teh Euis tidak berani mencoba karena dia merasa sudah tidak mampu menghadapi kekuatanku. Aku pun sebenarnya tidak begitu berminat “main” lagi. Namun Teh Euis membuka peluang untuk aku mentest hasil pijatannya itu, dengan menyodorkan seorang perempuan.
Dia menyebut namanya Nini. Umurnya sekitar 24 tahun. Kata Teh Euis orangnya baik dan cantik, dia masih ada hubungan famili. Lalu dia mengatakan kalau aku berminat dia bisa suruh datang ke hotel. Aku tentu tidak terlalu percaya begitu saja dengan trik marketingnya Teh Euis, tetapi setelah melihat foto yang ada di HP Teh Euis, aku jadi penasaran.
Dia lalu mengirim sms dan lalu meneleponnya. Dari pembicaraan yang aku dengar kelihatannya si Nini bisa datang. Dia akan datang dengan menggunakan ojek. Ya maklum saja waktu sudah hampir jam 11 malam. Sekitar 30 menit kemudian pintu kamarku diketuk. Teh Euis keluar memberi ongkos ke tukang ojek.
Nini memang betul-betul cantik dan segar. Kulitnya putih, suaranya renyah, bibirnya tipis, tetaknya tidak terlalu besar, tetapi pinggulnya terlihat lebar. Kami bertiga ngobrol sambil duduk bersila di tempat tidur. Nini mudah akrab, sehingga dia tidak terlihat canggung bertemu denganku meskipun masih baru kenal.
“Pasti si oom abis di pijat sama si teteh ya,” ujar Nini. Si Nini ternyata juga salah satu pasien Teh Euis. Dia sering dipijat untuk memperbaiki kelenturan memeknya. “Oom gak rugi kenal ama Teh Euis, dia jago banget mijetnya, belum ada tandingan deh,” kata Nini.
Teh Euis jengah kelihatannya dipuji-puji terus sama Nini. Dia lalu memerintah Nini untuk bersih-bersih di kamar mandi. Aku dimintanya berbaring dan langsung telanjang. Aku ikuti saja dan menunggu apa skenarionya. Lampu digelapkan sehingga suasana kamar jadi remang-remang dan cenderung gelap.
Nini keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan kemben handuk. Aku mengikuti gerak-geriknya. Dia agak meraba-raba di kegelapan untuk menemukan tempat tidur. Aku yang berbaring berselimut teraba oleh nya. Dia lalu membuka selimutku dan ikut masuk ke dalam selimutku dengan sebelumnya membuka handuknya. Dia sudah tidak mengenakan apa-apa lagi.
Nini langsung menindih tubuhku dan menciumi tubuhku. Dijilati leherku, lalu kedua putting susuku di hisap-hisap. Tangannya menggenggam penisku yang sudah tgegak sejak tadi . Dia sempat berkomentar, bahwa penisku kaya kayu kerasnya. Nini lalu turun dan melahap penisku.
Aku akui oralnya lumayan jago. Aku sampai menggeliat-geliat merasakan nikmatnya di oral. Cukup lama dia mengoralku, tetapi aku tidak terpancing sampai muncrat. Aku memang bisa menahan diri dengan begitu kuat.
Setelah puas mengoral dia lalu merayap naik dan memasukkan penisku ke dalam lubang memeknya perlahan-lahan. Jepitan memeknya luar biasa ketat. Aku rasa anak di bawah umur pun tidak seketat ini jepitannya. Rasanya seluruh permukaan penisku digeenggam kuat oleh daging di dalam vagina Nini.
Dia melakukan gerakan perlahan naik turun. Penisku serasa diurut-urut. Wah luar biasa nikmatnya. Mungkin jika aku tidak diurut Teh Euis, pertahananku bakal jebol dalam sepuluh kali goyangan.
Namun Nini ternyata merasakan nikmat juga karena kekerasan batangku yang demikian maksimal katanya seperti mengganjal vaginanya. Nini bergerak sendiri sambil merintih-rintih. Aduh aku gak kuat oom, gak tahan oom, katanya lalu menggelinjang-gelinjang hebat di atas tubuhku ketika mencapai orgasmenya.
Nini ambruk dan terengah-engah di atas tubuhku. Sementara itu aku belum merasa ingin orgasme. Dia beristirahat sejenak sampai nafasnya normal kembali. Nini mencoba menggenjot kembali dia bergerak makin lama makin hot.
Dia memainkan gerakan yang aku rasakan di penisku seperti diperas-peras. Gila banget nikmatnya, aku memang sangat menikmati permainan dengan Nini luar biasa. Promosi Teh Euis yang menonton pertandingan kami sambil duduk di sofa, bukan promosi kosong.
Sekitar 5 menit kemudian Nini sudah ambruk lagi terengah-engah dengan orgasmenya yang hebat. Aku katakan hebat karena ketika orgasmenya tiba dia menjerit, seperti orang disiksa. Aku jadi khawatir, nanti dikira aku memperkosa, sehingga kutarik kepalanya lalu aku cium mulutnya. Begitupun dia masih teriak di dalam mulutku.
“Aduh oom aku udah gak kuat rasanya enak banget sampai aku lemes, tapi si Oom nya masih belum apa-apa, gantian dong oom aku yang dibawah, “katanya.
Tanpa melepas penisku dari vaginanya, aku mengubah posisi menjadi Man On the Top (MOT). Aku hajar habis-habisan, Si Nini mengerang seperti orang menangis. Mukanya kututup bantal agar suaranya tidak terdengar sampai keluar.
Di balik bantal itu malah dia makin keras mengerang-erang lalu menjerit jika mencapai orgasmenya. Aku betul-betul perkasa dan bisa menikmati permainan tanpa harus kehilangan kesempatan karena terputus ejakulasi. Nini entah sudah berapa kali dia tersiksa dengan deraan nikmat orgasme yang makin melemas kan badannya.
Dia akhirnya minta aku menyudahi permainan karena tidak kuat lagi dengan tekanan orgasme yang sangat melelahkan. Aku pun sudah lelah melakukan gerakan push up. Aku hentikan kegiatan ini meski penisku masih keras menegang.
Rupanya Teh Euis memperhatikan permainan kami yang makin lama terlihat tidak seimbang . Entah kapan dia membugilkan diri, tetapi dia sudah menindihku dan mulai menggenjot diriku. Aku pasrah saja di genjot Teh Euis. Dia pun akhirnya menyerah, tidak mampu meneruskan permainan sampai membuat aku finish.
Dia sudah 5 kali orgasme, tetapi pertahananku masih kokoh. Teh Euis tergeletak seperti orang pingsan di sisi kiriku. Di sisi kanan si Nini sudah ngorok dari tadi. Aku juga merasa ngantuk lalu, ikut tertidur. Ketiga dari kami memang benar-benar kelelahan, sehingga baru terbangun jam 9 pagi.
Di luar sudah terang benderang sementara kami bertiga masih bugil di dalam selimut. Pagi itu aku bangun dengan penis yang keras, padahal aku jauh dari keinginan untuk melakukan hubungan, meski di kiri kananku bugil dan menggairahkan. Ketiga kami sepakat mandi bersama.
Tidak ada insiden berarti, karena aku khawatir badanku akan lelah jika memaksa main satu ronde pagi ini . Kedua wanita itu juga gentar menggodaku bergelut. Kami berkemas untuk chek out. Perut sudah menuntut untuk diisi. Aku menyempatkan mampir di satu restoran yang terkenal dengan pepes ayam.
Entah masakannya yang nikmat atau karena aku lapar sekali, sehingga rasa pepes ayam plus sambal dan lalap rasanya luar biasa enak. Kami berpisah dan berjanji akan bertemu lagi. Tukar menukar nomor telepon sudah pasti.