Cerita Sex Premium Ibu Ibu Kalangan The Haves – Rencanaku mau berkeliling Eropa pada musim panas tahun ini jadi berubah total. Aku semula hanya berencana akan tour ke Eropa sendirian, tetapi ketika aku bercerita bahwa pada Bulan Juli nanti aku akan cuti sekitar 2 minggu, mereka mencecarku aku bakal pergi kemana. Tanpa berharap apa-apa aku dengan polosnya bercerita akan keliling Eropa. Aku belum pernah ke Negara-negara di Eropa, tetapi dari cerita dan informasi yang kuketahui, banyak tempat menarik di sana.
Jika anda sebelumnya membaca rangkaian ceritaku berjudul “HAREM”, maka pasti paham bahwa aku bekerja sebagai therapis melalui cara refleksi dan hipnotis. Pasienku banyak terutama setelah aku berhasil mengurangi bobot tubuh mereka yang tambun. Aku sempat kewalahan melayani panggilan, sehingga untuk membatasi permintaan atau order, aku minta managerku Bu Rini untuk menaikkan biaya terapi. Namun setelah harga dinaikkan sampai tergolong mahal, permintaan terapi tidak berhenti. Cerita mengenai itu sudah saya uraikan di dalam cerita HAREM.
Kembali ke soal rencanaku akan keliling Eropa, ada sekitar 8 orang yang menyatakan berminat. Mereka tertarik berpergian bersama ku, karena mereka sebenarnya adalah pasien-pasienku yang sudah fanatik. Jalan-jalan ke Eropa bagi mereka bukan hal baru. Mereka adalah ibu-ibu yang berlimpah harta, tetapi senang sekali berselingkuh dengan ku. Apa sebabnya mereka menyenangiku, mereka punya jawaban yang berbeda-beda. Soal itu aku tidak terlalu mau dipusingkan.
Pilihan waktu untuk perjalananku ke Eropa adalah musim panas bulan Juli. Pada musim panas, saya yang terbiasa hidup di alam tropis pasti tidak terlalu sulit menyesuaikan iklim. Lagi pula kalau di musim dingin pasti banyak keterbatasan, dan beban jadi berat. Sebab harus bawa baju tebal, over coat ah banyaklah. Kalau musim panas kan bisa cuma pakai Tshirt.
Cerita Sex Dari 8 ibu-ibu yang semula menyatakan akan ikut, akhirnya hanya 5 yang kemudian memastikan ikut. Mereka sangat antusias, dan kelihatannya masing-masing punya alasan untuk ikut bersamaku. Kelima ibu-ibu itu kebetulan sudah saling kenal, jadi aku agak ringan juga. Kalau tidak nanti bakal jadi kerjaan untuk mengakurkan antar sesama mereka. Mereka berpamitan kepada suami mau tour ibu-ibu ke Eropa. Pastinya mereka menyembunyikan kesertaanku. Mauku memang begitu.
Mereka semuanya dari kalangan the haves. Aku yang semula mau back peckers berubah jadi 1st class tour. Mereka bersikeras harus naik pesawat “ SA” dan kelas satu pula. Hotel-hotelnya juga maunya bintang 5. Aku tidak bisa menolak kemauan itu, sebab mereka pula yang membayar semua biaya ku. Akhirnya jadwal yang tadinya sudah tersusun rapi dan sebagian malah sudah book, jadi berantakan. Aku perlu 1 minggu untuk mengatur kembali jadwal dan hotel. Bagaimana aku tidak pening, mereka minta harus kamar suite dan kamar yang berdampingan, atau minimal satu lantai. Booking hotel yang begini maunya rada susah dan makan waktu. Tapi akhirnya semua teratasi dan penggetahuan ku jadi makin mantap soal mengatur perjalanan.
Tujuan kami yang pertama adalah Amsterdam Belanda. Penerbangan dari Jakarta singgah dulu ke Singapura, lalu langsung ke Amsterdam. Sampai di sana pagi hari. Di Airport aku harus mencari limosin dengan 6 seat. Kami langsung menuju hotel yang kupilih di downtown. Karena aku tidak pernah ke Amsterdam+ maka pemilihan hotel ya berdasarkan common sense aja.
Di Amsterdam jadwalnya 3 hari 2 malam. Kami mendapat 2 kamar suite yang besar dan masing-masing kamar ditambah 1 ekstra bed. Sebenarnya untuk aku tidak perlu ekstra bed, karena sofa di kamar bisa diubah menjadi bed juga. Namun karena kami chek in berenam, maka front Office mengatur ada ekstra bed di tiap kamar.
Baru juga masuk kamar, ibu-ibu sudah sibuk mau jalan-jalan ke departement store. Aku minta mereka bersabar untuk istirahat dulu sekitar 2 jam. Sebab badan dari daerah tropis harus disesuaikan dulu dengan iklim Eropa. Aku juga perlu waktu untuk mempelajari kota ini, agar ibu-ibu rombonganku nanti bisa toru dengan waktu yang efisien.
Aku sekamar dengan Bu Dina dan Bu Veni. Di kamar lain bergabung Bu Henny, Bu Vence dan Bu Shinta. Kamar yang kami tempati sangat mewah dan luas, ada ruang tamu dan ada kamar tidur. Interiornya bergaya klasik
Sejak dari airport sampai waktu chek in aku rajin mengumpulkan brosur-brosur mengenai Amsterdam dan Belanda. Aku sendiri sudah punya catatan tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi. Tapi dasar ibu-ibu tidak ada tempat yang menarik selain tempat belanja .
Aku mengambil kesempatan pertama untuk membersihkan diri dan bab. Dari berangkat aku belum sempat buang hajat. Aku juga paham kalau aku menunggu mereka mandi, pasti lama Setelah badan segar aku turun ke lobby untuk memesan MPV, bagi mengangkut rombongan.
Sisa waktu pada hari pertama kami dihabiskan untuk mengunjungi beberapa tempat-tempat belanja. Kebetulan Bu Vence sudah beberapa kali ke Amsterdam, jadi dia tahu tempat-tempatnya.
Kami kembali ke kamar sekitar jam 9 malam. Badan sudah lelah sekali rasanya. Jetlag dan lelah dari city tour tadi bertumpuk. Aku segera membersihkan diri dan langsung berusaha tidur secepatnya. Sementara itu para mami-mami sedang heboh dengan barang yang mereka beli tadi. Suara kresek-kresek dari bungkusan rasanya nggak ada habis-habisnya. Aku tidak tahu berapa lama aku tertidur dan terbangun karena merasa suara di kamar ini makin ramai. Rupanya Bu Shinta, Hu Henny dan Bu Vence ada di kamar ini. Pantas kayak pasar, ramainya.
Aku hanya bisa memandangi mereka sambil memainkan remote TV berganti-ganti chanel. Acaranya kebanyakan pakai bahasa Belanda. Melihat pay TV juga bosan, karena film XXX gitu-gitu juga, dan banyak di Jakarta. Akhirnya aku nonton discovery .
“Jay malam ini ada acara nggak,” tanya Bu Shinta.
Aku jawab malam ini acaranya istirahat. Akhirnya mereka kembali ke kamar. Bu Dina sudah masuk kamar mandi, Bu Veni masih beres-beres. Mereka berdua sohiban, jadi tidak mau dipisah.
Aku sempat tidur 3 jam dan badanku sudah terasa segar, tapi perut jadi lapar. Jam di meja kulihat sudah menunjukan jam 12 malam, kalau di Jakarta mungkin masih jam 5 sore. Jam tubuhku menuntut makan malam, padahal tadi sudah makan sebelum kembali ke hotel.
Aku melihat menu di lembar room service, yang menarik hanya steak. Rasa hanya itu saja yang aku mengerti, lainnya nggak jelas. Bu Veny kutawari makan dia hanya mau kentang goreng dan Bu Dina minta sandwich.
Pesanan kami datang dan dengan sigap Bu Dina yang baru selesai mandi langsung mengambil bill dan ditandatanganinya serta tak lupa menyelipkan tips 5 euro. Waiternya manggut-manggut lalu berucap terima kasih. Eh dia ngerti bahasa Indonesia rupanya.
Perut kenyang, badan sudah segar dan mau tidur lagi belum ngantuk. Aku kembali terbenam menyaksikan acara televisi. Kali ini aku menyaksikan saluran HBO dan filmnya cukup bagus. Bu Dina yang duduk menemaniku di ruang tamu tidak bertahan lama, matanya mulai berat dan akhirnya dia beranjak ke tempat tidur. Bu Veny yang baru selesai mandi menemaniku sambil mengunyah kentang goreng. Aku menikmati bir dari mini bar.
Sofa tempat kami menonton TV kemudian aku ubah menjadi bed dan kami berdua menonton sambil tiduran. “ Kamu pijetin aku dong Jay, kamu kan udah tidur tadi ya, “ kata dia.
Bu Veny lalu telungkup dan aku memulai ritual pijatan. Badan Bu Veny masih kencang meski usianya sudah menjelang 40. Dia termasuk pasienku yang berhasil menurunkan berat sekitar 15 kg. Kami sudah sering berhubungan badan, jadi tidak ada rasa sungkan lagi. Dia bahkan kalau lagi horny sering nelpon aku hanya untuk dipuaskan. Malam itu dia rupanya jadi horny setelah setengah jam dipijat. “ Pijatnya udahan ah sekarang service aja,” katanya sambil menarik dan memelukku.
Aku segera tanggap. Aku memulai ritual mencumbu Bu Venny. Dengan sentuhan halus dan gerakan yang halus aku menciumi seluruh tubuhnya sampai seluruh bajunya terkupas. Ruang tamu sejak tadi sudah diredupkan, TV sudah mati. Babak pertama adalah oral. Bu Venny termasuk paling suka aku oral. Kata dia oralku halus . Sekitar 30 menit aku gunakan untuk mengoralnya di mencapai O dua kali. Tapi rupanya itu tidak cukup karena dia minta aku menyebadaninya juga. Kemauannya mana mungkin aku tolak, karena selain senjataku sudah siap dari tadi, dia juga termasuk yang membayari aku untuk perjalanan ini. Aku tau kelemahan Bu Venny adalah pada posisi dog style. Sementara aku pada posisi itu agak kurang suka karena vagina rasanya kurang menjepit. Aku langsung mengatur posisi perempuan nungging. Dengan gerakan ganas aku pompa lubang vagina Bu Venny.
Entah kenapa dia bisa langsung on dan mendengus-dengus kayak lembu . Aku memang berusaha menghunjam ke arah dinding dimana terletak Gspot.. Baru 10 menit Dia langsung ambruk karena Orgasmenya, yang kata dia enaknya sampai ke awang-awang. Karena lagi nungging meski dia jatuh tengkurap aku masih meneruskan pemompaan . Kuatur agar kdua kakinya rapat sehingga memberi dampak penisku lebih terjepit. Rasanya jadi nikmat sehingga aku pun akhirnya meletus, tetapi ku semprotkan di luar. Masalahnya aku kasihan pada Bu Venny yang sudah lemas dan ngantuk berat harus bersusah-susah membersihkan V nya ke kamar mandi.
Sementara aku berasyik ria dengan Bu Venny Bu Dina sudah mendengkur. Aku kembali berpakaian dan mau start tidur, tetapi rasa ngantuk belum ada. Jadi melanjutkan nonton TV lagi. Badanku masih mengikuti jam Jakarta. Di Jakarta baru jam 9 malam, jadi memang jam segitu biasanya aku belum tidur.
Belum film yang aku tonton habis, Bu Dina sudah bangun. Dia tergopoh-gopoh menuju ke kamar mandi. Kebelet pipis rupanya. Sekembali dari kamar mandi dia menghampiri Venny. “ Lho anak ini kok tidur disini sih, “ kata bu Dina sambil membuka selimut. “Oh pantesan rupanya dia udah supper (makan besar) duluan ,” Bu Dina lalu menutup kembali selimut.
Dia lalu menyeretku masuk ke kamar. Diambilnya parfum, badanku di semprot dari atas ke bawah, depan belakang. Aku menduga dia mau menghilangkan aroma Venny dari tubuhku. Apa boleh buat. Dikupasnya bajuku satu persatu, sampai bugil. Batang penisku belum berdiri, tapi sudah mulai terisi. Dalam posisi aku berdiri di samping tempat tidur dan dia duduk penisku diciuminya. Untung tadi sudah kubersihkan dengan sabun. Jadi pasti baunya wangi.
Penisku diciuminya dan mulai dikulum-kulum. Diperlakukan begitu, penisku pelan-pelan mengembang di dalam mulut Bu Dina. Ibu yang satu ini suka sekali merangsang dirinya melalui merangsang lawan mainnya. Dia akan terangsang jika melihat lawan mainnya juga terangsang.
Mulanya dia mengulum pelan-pelan lalu sesekali menyedot. Selanjutnya dia menjilat-jilat buah zakarku dan kadang-kadang dicaploknya. Teganganku sudah bangun 100 persen. Melihat aku terangsang, Bu Dina makin giat mengulum bahkan terasa sekali dia sangat bernafsu. Aku mulai menurunkan dasternya dan meraba kedua dadanya yang montok. Bu Dina lalu membantuku sehingga di pun kini telanjang bulat. Aku diminta telentang lalu Bu Dina menciumi seluruh tubuhku. Aku menggeliat-geliat kegelian dan menahan rangsangan. Bu Dina jadi makin bersemangat. Dia rupanya sudah tidak tahan lagi lalu aku dikangkanginya. Bless batangku habis tertelan vagina Bu Dina. Dia lah yang mengendalikan permainan sampai akhirnya dia mencapai orgasme. Bu Dina jatuh telungkup di badanku sambil liang kemaluannya masih berkedut.
Aku ingin membalikkan posisi, tetapi ditahannya. Dia rupanya masih ingin di posisi ini menikmati sisa orgasmenya. Aku diam saja sambil mengelus-elus punggungnya. Setelah sekitar 10 menit panggul Bu Dina mulai bergerak naik turun. Mulanya bergerak pelan. Namun kemudian bergerak lebih cepat sampai kadang-kadang batangku terlepas. Dia memasukkan lagi dan kembali memompa. Tidak puas di posisi telungkup, Bu Dina bangkit lalu sambil duduk bersimpuh dia melakukan gerakan maju mundur. Aku berusaha menahan rangsangan dan dalam posisi WOT itu memang bisa kulakukan . Bu Dina mulai bersuara agak keras sampai akhirnya dia ambruk kembali menimpa badanku. Peluhnya membsahi seluruh tubuh. Dia rupanya sudah mencapai titik lelah tertingginya, sehingga ketika kubalik dia pasrah.
Bergantilah sekarang aku mengendalikan keadaan. Aku mulai memompa dengan gerakan konstan. Bu Dina sudah pasrah dan diam seperti batang pisang. Namun titik sesnsitifnya di dalam vagina kena gerus terus menerus akhirnya dia mengimbangi gerakanku. Kami orgasme hampir bersamaan. Aku lebih dulu beberapa detik. Sementara penisku berkonstraksi di dalam vaginanya dia kesetrum ikut juga berkedut dan bahkan dia histeris lalu memelukku erat sekali.
Setelah reda aku bangkit dan kekamar mandi dalam keadaan bugil sambil menenteng baju ku. Di kamar mandi aku membersihkan diri lalu berpakaian kembali. Handuk kecil yang ada di toilet aku basahi dengan air panas lalu kuperas sedikit. Sekujur badan Bu Dina aku seka untuk menhilangkan bekas keringat, aku balik untuk kedua kalinya dengan handuk panas dan kali ini khusus untuk membersihkan vagina Bu Dina yang meleleh. Aku bersihkan celah-celah vaginanya dengan handuk panas sampai tuntas dan bekas lelehan cairan bu Dina dan spermaku ku tutup dengan bedak talk .
Kami main di atas bed cover jadi sprei di tempat tidur masih tetap bersih. Bu Dina kagum dengan ketelatenanku. “ Jay sini “ panggil bu Dina yang sudah membujur dan kututupi selimut. Diciumnya kedua pipiku, “ Makasih ya Jay, kamu perhatian sekali,” katanya yang tidak lama kemudian sudah mulai mendengkur. Bu Dina tidur dalam keadaan telanjang.
Bu Venny yang masih tertidur di ruang tamu ku bangunkan lalu kubimbing untuk tidur di tempat tidur di samping Bu Dina. Dia masih ngantuk berat, sehingga tidak hirau ketika kubimbing dia dalam keadaan bugil. Kumasukkan dia kedalam selimut dan kucium pipinya kiri kanan. Wajahnya mengembang senyum tidak lama dia juga lelap.
Aku masih ingin menonton TV, maka tiduran di ruang tamu. Dan tidak sadar sampai akhirnya tidur sambil memegang remote.
Saya terbangun dan pikiranku masih agak bingung. “ Aku dimana ya sekarang,” ada sekitar 10 detik aku baru sadar. Sekarang ada di Amsterdam. Aku memimpin 5 ibu-ibu untuk tour ke Eropa. Aku menjadi leader, tetapi aku sendiri belum pernah ke Eropa. Sementara itu peserta tourku semuanya sudah pernah ke Eropa, terutama ke Belanda.
Jam menunjukkan 06 pagi. Hari ini acaranya akan berkeliling ke beberapa kota dan ada satu acara yang sudah kuatur untuk ibu-ibu adalah pertama mengunjungi Heineken. Lalu makan siang di restoran Indonesia.. Setelah itu mengunjungi pasar keju dan yang terakhir ada acara kejutan, yakni belajar masakan belanda di desa dekat kincir angin.
Aku segera bebenah dan membersihkan badan. Rasanya badanku tidak terlalu berkeringat, tapi kalau tidak mandi rasanya rada risih juga. Bu Dina dan Bu Venny masih tidur nyenyak. Selesai aku mandi dan rapi dengan kaos oblong dan jean aku kembali memeriksa jadwal dan peta Belanda.
Ada deringan telepon. Suara itu membangunkan kedua ibu. Aku segera mengangkat dan sudah menduga pasti dari kamar sebelah. Bu Henny menanyakan, jam berapa kita turun sarapan. Aku memastikan masih ada satu setengah jam lagi, Mereka juga tanya soal acara hari ini.
Bu Dina bangkit dari tempat tidur dan heran melihat diriku. “ Pagi-pagi gini kok sudah rapi rajin amat ,” katanya sambil mengucek-ngucek mata. Di lihatnya Bu Venny masih anteng tidur. “ Ayo bangun udah siang liat tuh si Jay udah rapi,” kata Bu Dina sambil menyingkap selimutnya. Semalam Bu Venny tidur telanjang, Bu Dina juga.
Bu Venny teriak kecil sambil tangannya menutup kedua payudaranya. Dia lalu berbalik dan berganti menarik selimut yang menutupi Bu Dina. Bu Dina yang sedang duduk di kasur tidak menyangka akan mendapat balasan secepat itu . “ Gila lu,” katanya menggerutu dan dia makin membuka selimut yang menutupi Bu Venny. Mereka akhirnya saling menelanjangi temannya.
“Ah nggak perlu malu, si Jay udah puas lihat kita telanjang, “ kata Bu Venny yang lalu duduk telanjang sambil bersila. Bu Dina akhirnya juga duduk bersila sambil tetap bugil. Kedua ibu-ibu itu susunya montok-montok meski agak turun sedikit. Tapi cukup okelah untuk wanita di umur 40-an.
“Apa acara kita hari ini Jay,” tanya Bu Dina.
Aku minta mereka sudah siap satu jam setengah lagi untuk bersama-sama turun ke bawah sarapan pagi. Bu Venny bergegas ke kamar mandi melenggang dengan tubuh bugilnya. Kelihatannya dia kebelet, nggak tahu kebelet pipis atau bab.
Aku turun ke lobby untuk memastikan pesanan mobil yang akan kami carter hari ini sudah konfirm. Di lobby aku juga menelepon calon guide yang aku kontak sejak masih di Jakarta. Dia adalah gadis Belanda yang mendalami bahasa Indonesia. Usianya tidak terpaut jauh dengan aku. Semua sudah konfirm dan Vony demikian nama guide gadis Belanda itu akan tiba di hotel kami pukul 9 pagi.
Aku tidak kembali ke kamar, tetapi ke kamar sebelah dimana 3 wanita STW menginap. Sebelum masuk kamar aku menelepon dulu dari lobby. Bu Shinta rupanya yang mengangkat. Dia ternyata sudah siap dan rapi, tapi Bu Henny dan Bu Vence sedang membenahi barangnya mereka belum mandi dan hanya pakai celdam saja. Bu Shinta mengangkat telepon ku di kamar mandi, jadi pembicaraannya tidak didengar teman sekamarnya.
Aku minta dia membuka pintu kamarnya dan biarkan sedikit terbuka, aku akan masuk tiba-tiba. Tidak sampai 5 menit aku sudah di depan kamar mereka. Dengan gerakan mengendap aku masuk dan langsung menuju kamar tidur. Bu Vence dan Bu Henny berteriak kaget sambil menutup buah dadanya.
Gerakan reflek seorang wanita setengah telanjang. Setelah mereka tahu bahwa tamunya adalah aku mereka lalu menggerutu “ sialan, gue kirain room boy, “ kata Bu Vence.
“Iya nih pagi-pagi udah bikin jantung orang deg-degan,” kata Bu Henny.
Bu Shinta yang berdiri di belakang ku tertawa geli sambil menutup mulut. “ Ini idenya Jay lho jangan nyalahin gue,” kata Bu Shinta.
Mereka lalu kembali biasa lagi membiarkan buah dadanya bergelantungan. Mereka sadar bahwa aku sudah sering melihat mereka telanjang dan bahkan sudah lebih dari itu.
Bu Henny mengemasi baju yang akan dipakainya lalu masukkamar mandi. Aku menunggu mereka sambil memainkan remote control TV. Rupanya sofa di kamar mereka tidak digelar menjadi bed. Aku duduk santai menyaksikan chanel-chanel siaran pagi.
Bu Shinta sibuk dengan belanjaannya kemarin dan mengepaknya ke dalam koper. Bu Vence masih mondar-mandir hanya dengan celdam. Nonton TV lama-lama aku ngantuk.
Kaget mendadak sontak karena ada yang duduk dipangkuanku. Ketika kulihat ada tetek di depanku dan itu adalah Bu Vence. “Jay sambil nunggu Bu Henny pijetin dong tetekku, kamu kalo mijet bagian ini paling jago,” katanya.
Permintaannya tidak bisa ku tolak. Acara nonton tv jadi terhalang oleh sepasang susu putih yang cukup menggelembung. “ Aduh Jay enak, jay, jilat juga dikit dong Jay. “
Bu Vence pagi-pagi gini sudah ingin dirangsang. Bu Shinta yang tadi sibuk berbenah sudah duduk di sebelahku. Mulanya dia berkomentar mencela Bu Vence, pagi-pagi udah on. Tapi Bu Vence tidak perduli malah menggeliat-geliat di pangkuanku.
Mungkin dia terangsang juga sehingga tangannya kemudian meremas-remas penisku dari luar. Tidak puas dari luar tanggannya dipaksakan menerobos celana ku dari atas. Penisku digenggamnya meski masih terhalang celana dalam. Dia lalu berusaha membuka celana ku sampai penisku bisa menikmati udara bebas. Penisku dikocok-kocok Bu Shinta. Aku jadi makin terangsang gara-gara kedua STW ini.
Aku lalu menawarkan kepada mereka berdua untuk sarapan O. Mereka tanya apa itu, Keduanya lalu ku gelandang ke ruang tidur dan Hu Shinta kuminta membuka kembali bajunya dan Bu Vence membuka celananya. Bu Vence aku oral dan ko colok jariku ke dalam vaginanya. Berhubung dia sudah mendapat foreplay lama maka cukup 2 menit sudah menggelepar nikmat. Bu Shinta kutarik celana dalamnya dan aku mulai mengoral. Baru aja mulai, masuk Bu Henny. “ Eh kalian apa-apan pagi-pagi udah pada begituan,” katanya sambil berjalan dengan hanya berbalut handuk.
Bu Shinta tidak perduli di malah mengerang-erang nikmat. Bu Henny sambil berdiri memperhatikan tingkah laku kami. Sedangkan Bu Vence tidur telentang seperti orang pingsan.. Bu Shinta agak lama , lebih lama dari Bu Vence baru dia menjerit karena orgasme.
“Ah sialah kalian gua jadi pengin juga, ayo sekarang giliran gua,” kata Bu Henny.
Bu Henny lalu mengambil posisi telentang di tempat tidur dan aku segera menggarap perlahan-lahan. Aku tidak memulai dari oral di vagina, tetapi menciumi dadanya, putingnya lalu turun ke selangkangannya. Setelah terasa ada cairan membasahi celah vagina bu Henny aku baru memulai ritual oral. Bu Henny sekarang mendesah-desah. Tapi karena aku melakukan oral yang maksimal terhadap titik didih bu Henny maka sekitar 5 menit dia sudah berteriak keenakan..
Selesai sudah 3 hamburger Big Mek aku lahap pagi ini. Cairan 3 wanita itu berselemak di sekitar mulutku. Aku bangkit dan merapikan pakaian lalu membersihkan diri ke kamar mandi. Sebelum aku meninggalkan kamar aku minta kepada mereka agar sudah turun kebawah untuk sarapan pagi sebelum jam 9. Aku minta bawa barang yang perlu dibawa, agar selesai sarapan tidak perlu naik ke kamar lagi.
Ketika aku masuk ke kamarku Bu Dina dan Bu Venny sudah rapi. Baru 1 hari barang belanjaannya sudah banyak. Aku kembali mengingatkan komitmen sebelum berangkat agar tidak membeli oleh-oleh dan belanja barang. Nanti akan kerepotan dan berat. Apalagi perjalanan masih jauh dan panjang.
Mereka akhirnya berjanji tidak akan belanja lagi kecuali yang akan mereka pakai. Tempat perbelanjaan di depan masih banyak dan makin menarik, seperti Paris, Madrid, Berlin dan masih banyak lagi.
Kami lalu berbarengan keluar kamar. Sambil menuju lift kami mampir di kamar sebelah dan setelah di ting tong penghuninya keluar dengan tampang seger-seger. Di lobby aku sudah ditunggu sih Vonny, wuihh cakep nih bule dan supir limosin. Vonny kuajak masuk coffe shop untuk sarapan. Dia nolak katanya sudah sarapan, tapi kemudian nurut juga ketika aku minta berkenalan dengan anggota rombongan.
“Buset dah si Jay katanya belum pernah ke Belanda, tapi pagi-pagi gini udah disamperin cewe Belanda, mana cakep lagi,” goda Bu Henny.
Aku perkenalkan satu persatu anggota rombongan dan kepada anggota rombongan aku jelaskan bahwa Vonny adalah pemandu yang akan menjadi penerjemah sekaligus guide.
Selesai makan pagi sudah hampir jam 10 kami berangkat dengan mobil berkapasitas 8 orang. Woiih mercy lagi, aku kagum . Sopirnya belanda totok, Vony duduk di belakang bersama ibu-ibu dan aku duduk di depan mendampingi Sopir.
Dengan lagak bahasa Belanda aku tegur supir, bunyinya aja deh ya “ guye morgen,” di sambut juga dengan bahasa belanda selamat pagi. “ Hu hate met yo,” di jawab gud,” Lalu dia tanya aku apa bisa bahasa belanda “ Mbeitje” . Ya sedikit aja yang ku tahu.
Teguran ini hanya untuk mencairkan suasana agar tidak kaku dengan pak Sopir. Di belakang si bule Vony sedang diinterview sama mak-mak, sampai dia bingung mau jawab, abis semua pada nanya.
Kami mengunjungi museum Heineken, pabrik bir yang punya museum. Aku di sana puas juga menenggak bir. Dari sana kami ke sex museum. Wah ibu ibu pada cekikikan melihat berbagai alat peraga. Kalau mereka pergi ama suami dan pasti ada anak-anak mana mungkin kunjungan ke tempat ginian..
Perut sudah mulai keroncongan, aku minta pak Sopir untuk menuju salah satu restoran Indonesia di Amsterdam. Untungnya waiternya banyak orang Indonesia, jadi komunkiasi gak ribet. ‘’ Eh lha kok ada gado-gado, “ kata Bu Shinta.
Setelah kenyang aku minta pak Sopir mengarahkan kendaraan agak keluar kota menuju pasar Keju . Disana berbagai macam keju di jajakan. Ibu-ibu sudah histeris ingin membeli bermacam-macam keju, tapi kuingatkan bahwa perjalanan masih panjang. Mereka akhirnya membeli ala kadarnya untuk sekedar icip-icip.
Ada satu desa apa namanya ya aku lupa, Aku sudah janjian di sana ada acara belajar memasak masakan Belanda. Pemandangan luar kota yang menawan dengan kincir angin. Sebuah rumah yang kami tuju kebetulan dekat pula dengan kincir.
Kami disambut dan rombongan di bawa ke bagian belakang bangunan. Di sana rupanya sudah disiapkan berbagai bahan makanan dan bahan kue. Pemiliknya ibu-ibu gendut Belanda totok, tapi masih bisa bahasa Inggris. Di sinilah Vony berperan, Ia menterjemahkan penjelasan mengenai resep dan cara memasak . Sementara mereka sibuk dan asyik aku pinjam sepeda dan berkeliling desa dengan sepeda.
Dua jam lebih mereka asyik dengan berbagai resep makanan dan kue. Sementara si Vonny bukan hanya sibuk menterjemahkan, tetapi juga repot menulis resep yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Wajah puas terlihat dari air muka anggota rombonganku. Mereka memuji acara yang aku susun hari ini. Aku katanya berbakat jadi tour leader. Beberapa dari mereka meski sering ke belanda, tetapi fokus perhatiannya hanya belanja dan tempat tempat yang umumnya dikunjungi turis. Sedang acara yang aku susun sebisa mungkin mereka bisa merasakan kehidupan Belanda. Nanti kalau kembali lagi dari tour sebelum bertolak kembali ketanah air bakal ada acara yang heboh dan gak mungkin mereka mendapatkannya tanpa bersamaku. Aku akan menulisnya pada episode berikutnya.
Setelah kembali ke hotel, anggota rombonganku menyarankan agar Vonny di ajak saja keliling Eropa, dia orangnya baik dan smart. Aku lalu mengatakan bahwa masih ada vonny vonny lain yang menunggu di masing-masing negara, tenang aja.
Setelah mandi dan badan segar lagi, ibu-ibu menanyakan apa acara malam ini. Aku jelaskan bahwa malam ini kita perlu cepat tidur, sebab besok pagi sekali harus sudah berada di stasiun kereta untuk menuju Brusel. Kami makan malam di restoran di hotel yang ternyata menghidangkan menu prasmanan dari berbagai selera, dari mulai oriental sampai Eropa.
Jam 9 kami sudah kembali ke kamar masing-masing. Matku masih segar belum mengantuk, Bu Henny dan Bu Venny juga begitu. Dia hanya berganti baju tidur, sedang aku memakai celana pendek dan kaus oblong. Bel kamar berbunyi dan aku buru-buru membukakan pintu. Ternyta 3 ibu-ibu tadi langsung menyerbu masuk kamar. Suasana jadi seperti pasar, semua berceloteh. “ Eh di Amsterdam ini tontonan life shownya katanya bagus lho, apa kita nggak nonton, “ tanya Bu Shinta.
Aku menjelaskan daerah lampu merah tempat pertunjukan itu agak rawan. Aku khawatir kalau kita kesana malah diperas. Mereka akhirnya paham, mengapa aku tidak mengacarakan melihat live show.
“ Udahlah dari pada nonton live show di luar, di sini aja kita buat live show,” kata Bu Vence. Ibu ibu tidak mengerti aku juga nggak paham.
“Gini kita buat acara live show, si Jay pemainnya dengan salah satu dari kita,” kata Bu Vence.
Tak kusangka semua emak-emak itu malah antusias dan setuju dengan gagasan bu Vence. Aku lalu berpikir bagaimana cara memilihnya. Tiba –tiba masuk ide buat arisan. Maksudnya aku membuat gulungan kertas dan di dalam kertas itu aku tulis no urut 1 sampai 5. Siapa yang dapat no 1 dialah yang akan menjadi pasanganku pertama. Ok semua setuju dan mulai lah dikocok.
Pemegang No 1 ternyata Bu Henny. Dia tersipu-sipu malu. Yang lainnya bertepuk tangan. Aku lalu mengatur pentas yaitu sofa bed dan di sekiliingnya ku gelar bed cover sehingga ibu bisa nonton sambil lesehan di bawah.
Lagu dari saluran hotel dikeraskan volumenya.Aku memilih lagu klasik. Sebelum aku memulai pertunjukan aku meminta suasan yang seimbang. Semua penonton kuminta juga telanjang. Semua setuju lalu buka baju. Jadilah kami bereman bugil. Aku berbisik kepda Bu Henny, agar dia pura-pura mendesah dan agak mengeraskan suaranya. Ini maksdunya untuk membuat para penonton iri dan mudah-mudahan mereka akan tersiksa karena terangsang. Bu Henny setuju dan mengangguk.
Aku masuk ke kamar mandi dan menyabuni kemaluanku sampai wangi, Bu Henny juga melakukan hal yang sama. Kami keluar dari kamar mandi bergandengan dengan telanjang.
Kami duduk di tepi sofa bed lalu aku mulai mencium bibir bu Henny dari posisi duduk akhirnya Bu Henny menarik tubuhku sampai aku menindih badannya. Aku entah berbakat, atauentah karena dorongan ingin mengiming-imingi penonton bisa berlagak main dengan hot.
Bu Henny yang aku ciumi kedua putingnya mulai menggeliat-geliat sambil mendesis dan mengerang. Saranku diikutinya. Dengan gerakan lambat mengikuti irama lagu klasik aku mulai menciumi kemaluannya. Bu Henny makin mengerang keras. Dia ternyata berbakat pula. Aku memutar posisi sehingga kami jadi 69. Bu Henny melumat batangku sambil bersuara seperti menyedot kuah di sendok, atau seperti orang kepedasan.
Para penonton aku lirik mulah terpaku dan semuanya diam. Sambil aku mengoral Bu Henny jariku masuk ke dalam vaginanya . Kami main hampir 30 menit lalu Bu Henny berteriak dengan irama yang sangat merangsang. Dia benar-benar mencapai orgasme. Aku mengubah posisi Bu Henny agar kami bisa bermain dog style, lalu beganti posisi WOT, berubah lagi Bu Henny duduk di pangkuan ku . Kami bermain sampai sekitar 10 posisi kamasutra.
Kulirik ibu-ibu penonton mulai gelisah. Kembali ke posisi MOT aku menggnjot keras sambil bersuara dan Bu Henny juga melenguh aku hampir mencapai tapi udah keburu di dahuli bu Henny di mengerang panjang sekali dan aku terpaksa berhenti sejenak. Setelah O nya reda aku kembali menggenjot dengan kasar dan ketika akan ejakulasi kutarik batangku dan ku lepas di atas perut Bu Henny.
Semua penonton tepuk tangan. Padahal sebelumnya aku melirik mereka menekan-nekan susunya dan tangannya menangkup dikemaluan. Horny juga para penonton rupanya.
“Wah sialan shownya merangsang bener,”
“Iya nih gua sampai becek,”
Aku bangkit ke kamar mandi dan membersihkan batangku dengan sabun dan menyirami tubuhku dengan cologne. Kembali dengan batang yang gontai lemas tergantung. Lalu menanyanyakan apa show mau dilanjutkan.
“Emang situ masih kuat, “tanya bu Shinta.
“Kita lihat aja nanti, saya siap menghadapi 5 musuh sekalian, “kataku sumbar.
“Lanjut,” kata Bu Dina.
Aku lalu menanyakan siapa yang tadi dapat gulungan no 2.
Ternyata Bu Vence.
Dia kupersilahkan naik ke panggung dan kuminta mengoralku agar penisku bangkit. Dia menurut, karena dia rupanya sudah terangsang berat. Ini terasa dari gerakannya mengorlaku dengan semangat. Batangku yang sedang loyo, di sedotnya kuat-kuat seperti menyedot darah dari tubuh lain agar berkumpul ke penis.
Aku mulai berakting mengerang-erang. “ Ayo Ven sikat terus, “ kata Bu Shinta.
Barangku pelan-pelan mulai bangun sampai akhirnya keras cukup sempurna. Aku merasa tidak perlu mengoral Bu Vence. Aku langsung memeluk dia dan mengatur agar dia berada di atas duduk besimpuh. Gerakannya nggak kareuan karena dia juga mengernang sambil meremas sendiri susunya. Permainan dengan Bu Vence cukup 10 menit dia sudah game dan ambruk.
Aku merasa ejakulasiku masih lama. Aku lupa menjelaskan sebelum ini bahwa selain aku makin mahir melakukan terapi frefleksi dan hipnoterapi, aku juga mendalami latihan pernafasan. Olah nafas ini sangat membantu pengendalian diri, termasuk pengendalian ejakulasi.
Berikutnya No 3 adalah Bu Dina. Dia mengambil posisi rebah dan aku mulai merangkak diatas tubuhnya. Aku memulainya dengan menciumi kedua putingnya. Bu Dina yang susunya besar, mendesis-desis. Batang penisku yang dari tadi menunggu giliran segera kubenamkan ke tubuh bu Dina. Dia berteriak ketika batangku menguak rongga vaginanya. Dia berteriak bukan menunjukan rasa sakit, tetapi di berteriak karena enak.
Aku mulai menggenjot dengan gerakan lamban sambil mencari posisi yang paling dirasa enak oleh Bu Dina. Ketika aku baca responnya dia mendesis-desis maka aku berusaha bertahan pada posisi itu. Gerakan makin ku percepat dan sekitr 7 menit Bu Dina sudah menjerit orgasme.
Pemegang No 4 adalah Bu Venny. Dia langsung tidur telentang dan kedua kakinya ditekuk. Aku diminta mengoralnya dulu. Apa kata para tuan putri aku harus menurutinya. Aku segera mengoral. Clitorisnya sudah mengeras. Aku lalu memusatkan ke benjolan itu. Dia mengerang dan menggelinjang ketika lidah ku menyapu clitnya. Aku juga memasukkan jariku ke dalam sambil mengelus elus liang vaginanya. Belum ada 5 menit dan belum juga orgasme dia sudah menarik badanku ke atas agar aku menindihnya dan dia buruburu memasukkan batangku ke dalam vaginanya.
Begitu terbenam aku segera mengenjotnya. Dia mengerang berulang ulang dan tiba-tiba menarik pantatku kuat sekali lalu dia melenguh panjang. Beliau nyampe dan tepuk tangan kembali terdengar.
“Jay cuci dulu Jay,” kata Bu Shinta yang memegang undian no 5. Aku tidak membantah dan berjalan ke kamar mandi membersihan sekitar kemaluanku dengan sabun sampai dua kali dan badanku kembali kusiram cologne. Aroma segar memancar dari tubuhku sehingga semangatku bangkit kembali.
Bu Shinta memintaku tidur telentang dia akan melakukan woman domination. Dijilatinya kedua putingku lalu perutku lalu paha dan turun ke lutut. Lutut adalah kelemahanku. Aku merasa sangat kegelian jika lutut dijilati begini, aku menggelinjang kegelian. Dia makin bersemangat aku makin kegelian. Untunglah dia segera naik dan mengulum penisku. Aku mulai berakting dengan suara erangan. Bu Shinta makin semangat. Rupanaya dia jadi tambah on sehingga Dia segera mendudukiku dan batangku ditelan oleh vaginanya..
Bu Shinta bergerak liar maju mundur dan naik turun sambil mengerang-erang sendiri. Hampir 10 menit dia memacuku sampai akhirnya dia jatuh lemes telungkup menindihku. Vaginanya terasa berkedut berkali-kali.
Jika aku turuti nafsuku, aku ingin juga berejakulasi. Namun jika aku sampai ejakulasi, maka badanku akan lemas dan energi untuk menggembala ibu-ibu ini jadi lemah. Aku terpaksa menahan diri tidak mengejakulasi. Ilmu mengendalikan diri seperti ini memang paling berat diantara mengendalikan nafsu-nafsu lainnya. Namun karena tekadku keras akhirnya aku berhenti taanpa ejakulasi.
Semua ibu-ibu lawan mainku mengagumiku. Mereka mengelus-elus rambutku dan menyatakan salut atas keperkasaanku. Aku sebetulnya bukan perkasa. Aku berusaha tidak menikmati permainan ini dan larut dengan nafsu dan juga mengendalikan pernafasanku untuk menahan gejolak birahi yang terus mendongkrak-dongkrak.
Seluruh live show berakhir dalam waktu sekitar 2 jam. “ Wah ini pertunjukannya lebih hebat, kita pun bisa terlibat, gratis lagi,” kata Bu Shint yang sudah kembali berpakaian.
Mereka sudah kembali berpakaian sementara aku masih bugil dengan senjata terus menodong kemana-mana. Untuk menentramkannya aku masuk ke kamar mandi dan mandi dengan air dingin. irnya dingin sekali, sampai batngku jadi ciut pula.
Aku merasa segara dan ketika aku keluar dari kamar mandi kamar sudah temaram danibu-ibu dari kamar sebelah sudah kembali. Bu Dina memanggilku. Aku dimintanya tidur diantara dia dan Venny. Aku tak kuasa menolak.
Tapi sebelumnya aku harus telpon ke front office agar morning call jam 5 pagi. Ke kamar sebelah juga kuminta morning call jam 5 pagi. Sebab besok kami dijadwalkan berangkat dengan kereta api Thalys ke Brussel jam 7 pagi kurang 4 menit. Aku jatuh tertidur lelap dipeluk dari kanan kiri oleh dua wanita yang mengagumiku.