Beberapa saat kemudian, ketika sudah mulai terbiasa, Ira sudah tidak lagi menangis namun mendesah tidak karuan. Aku tersenyum. Kupompa lagi vaginanya dengan kekuatan penuh.
”Auh…uuh…teruss Rif…cepetin…aaahh…iyaa…disitu…mmhh…teruss..” ,Ira meracau.
Kubalikkan badannya sehingga kini dia telentang dihadapanku. Kugenjot vaginanya dari depan.
”Uuuhh…..enak Ra…aahh…aahh…” ,aku sudah tidak mampu menahan desahan.
”Iyaa…aaahhh…aku juga….uuuhh…enaakk….teruss Riiiff…ooohhh…” ,sahutnya.
Aku tidak merubah posisiku. Aku dan Ira terus bermain pada posisi ini sampai kira-kira 20 menit, hingga mendekati klimaks.
”Kkamu…selesai dapet kapan Ra…?” ,tanyaku sambil menahan nafas
”Tiga…aaaahh…hari yang lalu…aahh…ngghhh…” ,lenguhnya
”Hmff…aku…hampir…sampai….aaahh…ahhh….” ,ujarku
”Aku….uuh…juga…aaahh…”
Penisku berdenyut-denyut.
”Kita…keluar…bareng yaa…” ,kataku
Beberapa detik kemudian, aku rebah dan memeluk tubuhnya dengan erat
”Akuu…..keluaarr…incoming……!!” ,aku mengerang
”Aaaaaaaaahhhhhh…..!” ,jawab Ira dengan jeritan
”Aaaaaarrrrrgggghhhh!!!” ,kami berdua mengerang pada saat yang bersamaan
Croott…crooottt…crooott…spermaku mengalir dengan deras didalam vaginanya.
Pada saat bersamaan, Ira juga mengalami orgasme. Vaginanya meremas penisku dengan kuat, tubuhnya mengejang dan melengkung.
Kami berdua memejamkan mata dengan rapat dan saling berpelukan, menikmati tiap detik sensasi yang kami rasakan. Rasa hangat mengalir keseluruh tubuhku. Tubuhku dan Ira sama-sama bersimbah keringat. Aku melepas pelukan dan membaringkan diri disampingnya
Aku menoleh, kutatap wajahnya yang dipenuhi berbagai macam ekspresi, antara lelah, senang, puas, sedih, dan takut. Semua bercampur jadi satu.
“Kamu udah ngambil virginitasku Rif…jangan tinggalin aku…” Ira berkata sambil menahan tangis
”No matter what happen, even when the sky is falling down, I promise you that I will never let you go. Aku sayang banget sama kamu Ra…makasih ya..” ,ucapku sambil tersenyum, lalu kukecup keningnya.
Ira hanya tersenyum sedih dan menyandarkan kepalanya di dadaku kemudian terlelap. Kupeluk dia dengan penuh kasih sayang. Kutarik selimut hingga sebatas dadaku dan aku pun tidur.
Malam itu, Ira menelpon rumahnya untuk memberitahu bahwa dia sedang menginap dirumah teman ceweknya, padahal dia sedang tiduran denganku di kamar. Ini malam minggu, jadi aku tidak perlu khawatir.
Minggu pagi…
Aku merasa silau karena sinar matahari pagi tepat mengenai mataku. Aku bangun dengan malas. Ketika kulihat kesamping, Ira masih terlelap tanpa pakaian. Spontan ‘adik’ku kaget setengah mati dan melonjak tegang.
”Auh!” ,aku agak berteriak karena merasa ‘adik’ku senut-senut.
”Mmmh…udah pagi ya?” ,Ira terbangun mendengar suaraku.
Sejenak dia mengerjap-ngerjapkan matanya. Kemudian ketika matanya sudah terbiasa, dia terbelalak mendapati dirinya tidak memakai pakaian apapun dan melihatku berbaring disampingnya tanpa mengenakan pakaian.
”Halo Ra! Paa–”
PLAKK!!!!
Satu tamparan sukses mendarat di pipi kananku. Dia buru-buru menutupi tubuhnya dengan selimut.
”Apa-apaan sih?! Pagi-pagi aku udah dianiaya!” ,kataku sebal sambil mengusap-usap bekas tamparannya dipipiku.
Ira tampak bingung. Kemudian setelah melihat sekelilingnya, dia baru sadar.
”Aduh! Maaf Rif! Aku nggak inget kalo semalem aku tidur sama kamu..!” ,ujarnya panik
”Grrrr…!!” ,aku menggeram marah
Ira tampak ketakutan melihat reaksiku. Tangannya agak gemetar.
Segera saja kuterjang dia, aku melompat dan mendarat diatas tubuhnya, kedua tangannya kutahan.
“Kamu ini!” ,geramku, kemudian kucium lehernya dengan lembut.
”Aaahh…maaf Rif…aku…mmmhh….nggak sengaja…hhh…” ,desahnya.
Kugesek-gesekkan penisku di selangkangannya sementara lehernya masih kucium.
Ketika tanganku sudah mulai turun ke buah dadanya, HP ku berbunyi dengan nyaring.
Spontan kuhentikan aktivitas dan kuraih HP ku. Sepintas kulihat raut wajah Ira yang sebal karena merasa terganggu, kemudian ia menarik selimut hingga ke atas kepala..
Cih! Ganggu aja ni orang…
Ada panggilan masuk. Kulihat nama yang tertera di layar HP ku : Rangga.
”Yo Ngga! Kenapa?”
”Dasar! Dari tadi malem aku telpon kamu tapi nggak diangkat!”
“Sori…sori men…kagak denger…! Ada apa?”
”Mau tanya keadaanmu gimana. Katanya sakit, kok ceria gitu?”
”Ah…udah sembuh…makasih…”
”Eh, kita-kita mau pada main nih ikut nggak?”
”Motorku ancur Ngga…mau naik apa?”
”Udaah…kumpul dirumahnya Tama, jam 12 yaa. Bawa baju ganti buat 3 hari.”
“Eeh, tunggu Ngga!”
Belum sempat aku menyelesaikan kata-kata, panggilan sudah diputus oleh Rangga.
Aku mematikan HP dan berjalan ke arah Ira yang meringkuk dibalik selimut.
Aku masuk ke balik selimut, tanganku meraba-raba.
”Iraaaa…..” ,kataku ketika tanganku sudah menemukan apa yang kucari.
”Kenapa? Aaaww…masih pagi udah ngremes-remes susu…geli tau!” ,jawab Ira sambil menyingkap selimut dan mencoba menyingkirkan tanganku dari buah dadanya.
Ira tersenyum, senyum yang manis sekali dan aku merasa nge-fly mengetahui bahwa senyum itu ditujukan padaku.
”Biar deh…hehehe…peluk dong!” ,ucapku dengan manja
”Iih..manja amat sih…” ,ejeknya, tetapi dia tertawa lalu memelukku.
Kami berdua berpelukan dengan mesra. Aku meletakkan kepalaku di dadanya. Terasa kenyal dan hangat. Aku merasa sangat nyaman, kunikmati setiap jengkal kulitnya yang mulus di tubuhku.
”Ssstt…liat sini deh..” ,panggilku
”Hmm?” ,ia menunduk menatap wajahku
Segera saja kucium bibirnya dengan lembut. Bibir kami bertautan cukup lama. Aku melepaskan bibirku dan kutatap matanya. Mata yang tidak berubah, mata yang selalu membuatku terpesona. Ira membuatku benar-benar jatuh cinta padanya. Kami berpelukan lagi.
Setelah membersihkan diri, aku mengantar Ira pulang naik motorku yang satunya.
Kemudian aku langsung menuju ke rumah Tama. Entah kenapa Rangga menelepon tidak jelas seperti itu.
”Hoi! Sori telat!” ,kataku kepada teman-teman se geng ku. Mereka sedang duduk diteras.
Aku membuka pagar dan masuk ke halaman rumah Tama
”Aaah ga asik ah! Pacaran mulu!” ,ejek Setyo
”Pacaran your head! Punya juga belom” ,bantahku sambil tertawa
”Udah udah…gini loh, mobil ayahku nganggur nih. Besok kita libur 1 minggu. Mau main kemana?” ,jelas Tama
”Kepantai yuuk!” ,usul Rangga dengan senyum lebar
”Pantai? Bosen cuy…yang lain coba…” ,tolak Setyo
“Gimana kalo kita ke gunung gitu?” usulku
”Yaaa! Boleh! Tapi mau kemana?” jawab Tama semangat
”Ada tempat yang bagus sii…telaga di dataran tinggi, ada camping groundnya juga.” ucapku sambil menyebutkan nama suatu daerah
“Hmm….bagus juga…kapan nih kita berangkat?” tanya Tama lagi
”Mobilmu kosong mulai kapan? Siapa yang mau nyetir?” interupsi Setyo
”Sore ini udah kosong. Nyetir? Rangga aja gimana?” jawab Tama
”Okeh!” Rangga menyahut
”Bawa anak-anak cewek ga nih?” tanyaku penuh harap
Semuanya hanya memandangku dengan menyunggingkan senyum mesum. Aku sudah tahu jawaban mereka.
Maka esok paginya kami dengan pasangan masing-masing kumpul dirumah Tama. Seakan-akan surga mengijinkan, orang tua Tama pergi keluar kota bersama teman-teman kantor mereka, jadi tidak akan ada yang menanyai kami kenapa membawa cewek-cewek.
Aku dengan Ira, Rangga dengan Angel, Setyo dengan Dian, dan Tama dengan Luna.
Sayangnya mobil penuh, sehingga Ade dan Feby memutuskan untuk tidak ikut.
”Heh! Katanya bawa cewek sendiri. Kok malah ngajak Ira sih?” semprot Rangga ketika aku dan Ira datang.
”Hayoo…kalian jadian kapan hah?” goda Setyo sambil meraih tangan Dian
Aku dan Ira hanya tersenyum. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
”Uuuuff….panas ya? Ohya, anak cewek yang lain pada dimana?” tanya Ira sambil mengibaskan tangan karena kepanasan
”Noh di dalem…lagi pada ngadem” sahut Tama tanpa memalingkan wajah. Ia sibuk mengecek mesin mobil bersama Rangga
”Aku ganti baju dulu yah Rif? Panas nih…” tanya Ira kepadaku. Aku hanya mengangguk.
Ira mengambil tas yang ada di motorku kemudian berlari kecil masuk ke rumah Tama.
Tak lama kemudian terdengar anak-anak cewek pada cekikikan. Tak tau apa yang mereka bicarakan.
Beberapa lama kemudian…
”Oii…mobil dah siap nih…girls, ayo berangkat!” Rangga berteriak dengan semangat.
”Tam, aku titip motor ya? Kumasukin garasi ya?” seruku kepada Tama diiringi anggukan kepalanya.
Setelah aku keluar garasi, kulihat semua anak-anak sudah naik mobil semua kecuali Ira. Dia berdiri di depan pintu, menungguku. Rupanya dia telah mengganti pakaian, sekarang dia mengenakan kaos santai dan … … what the hell?! Dia memakai rok mini!
Uuh…adikku menggeliat dari tidurnya merasa terganggu dengan pemandangan dihadapanku. Begitu aku berjalan disebelahnya, Ira menggamit lenganku. Dadanya yang kenyal bersentuhan dengan lengan kananku. Adikku sudah setengah sadar…
”Hoi! Cepetan!!” Setyo berseru tidak sabar
Aku dan Ira pun naik ke mobil. Kami duduk dengan pasangan masing-masing.
Angel duduk disebelah Rangga yang sedang mengemudi, Tama dan Luna duduk dibelakang bersama Setyo dan Dian. Sementara mereka membiarkanku berdua dengan Ira di kursi tengah. Mobilpun melaju dengan mulus.
Tama dan Setyo sibuk dengan cewek mereka masing-masing. Rangga menyetir sambil bercakap-cakap dengan Angel. Aku yang duduk disebelah kiri Ira, memilih membaringkan kepalaku di pahanya yang putih mulus.
”Hei…” aku memanggil Ira.
Dia menoleh kearahku. Kutatap matanya yang teduh dan akupun tersenyum. Ira membalas senyumanku, kemudian ia mengelus pipiku. Aaah…aku sangat bahagia. Sejenak, kata-kata gombal yang dilontarkan Tama kepada Luna, suara khas kuli pelabuhan Setyo, dan obrolan tak jelas Rangga dengan Angel mendadak hilang.
Kesunyian ini bertahan hingga Setyo berteriak menawarkan makanan ringan kepada kami. Aku dan Ira sama sama menggeleng.
Aku kembali tiduran dengan menghadap ke arah Ira. Kuberanikan diri mengangkat rok mininya sedikit, mencoba mengintip kedalam roknya.
”Sssstt!!” Ira menghardik dengan risih sambil menyingkirkan tanganku.
Aku tersenyum salah tingkah. Namun Ira juga tersenyum melihat tingkahku.
Sepertinya adikku benar-benar mengamuk, menggedor-gedor hingga celana jeans yang kukenakan menonjol. Sesak sekali. Spontan aku menekuk lutut dengan cepat. Ira yang kaget menoleh, dan ketika melihat tonjolan di celanaku, senyumnya menjadi canggung.
Tiba-tiba….
”Aaaahh….ssshhh…..aaaahhh….” ada suara desahan dari belakang
Otomatis aku melonjak terduduk, aku dan Ira sama-sama menoleh kebelakang.
Kami berdua terhenyak, pemandangan yang kami lihat benar-benar tak dapat dipercaya.
Dian sedang dipangku oleh Setyo, sementara tangan Setyo masuk kedalam kaosnya dan meremas-remas payudaranya.
Tama sedang sibuk menciumi leher Luna, diiringi desahan-desahan dari kedua pasangan.
Aku dan Ira kembali menoleh kedepan dengan melotot, tak percaya apa yang baru saja kami lihat. Kutatap Ira, dibibirku tersungging senyum nakal. Ia mengerti maksudku.
Segera saja kuangkat kedua kakinya, kemudian aku melepas celana dalamnya. Kali ini Ira tidak melawan. Dengan gerakan tiba-tiba, kusapukan lidahku di vaginanya, kujilat dan kuhisap klitorisnya. Tubuhnya menegang.
”Aaaaahhnnn…..nggghh…..aaaaahhh….aaaasssshhh…..uuu hh..” desah Ira dengan penuh kenikmatan. Tangan kanannya menjambak rambutku sementara tangan kirinya terkulai lemas di leherku. Matanya terpejam, menandakan dia menikmati kehangatan lidahku yang keluar masuk lubang vaginanya.
Tiba-tiba suasana menjadi sunyi. Tama dan Setyo menghentikan aktivitasnya, Luna dan Dian berhenti mendesah dan memperhatikan Ira dengan rasa ingin tahu. Sepertinya mereka penasaran karena suara desahan Ira yang jelas-jelas penuh dengan kenikmatan.
Ira tersadar, kemudian dia sadar bahwa Tama, Setyo, Luna dan Dian memandangnya dengan ekspresi heran. Wajahnya langsung memerah karena malu, dia menunduk, mengambil celana dalamnya yang jatuh kemudian langsung mendorong kepalaku dan menutupi roknya dengan kedua tangan.
Mulai saat itu, semua anak diam tak bersuara sampai tujuan kecuali Angel dan Rangga yang sibuk ngobrol, sepertinya mereka tidak tahu apa yang terjadi. Aku hanya diam saja.
Sore harinya…
”Oooi…tendanya udah berdiri nih…! Itu barang-barang ditaruh dimobil aja! Biar gak bikin sesak!” teriak Setyo yang sedang membereskan peralatan tenda.
”Disini juga udah siap. Ntar yang cewek pada tidur disini yaa!” aku juga berteriak, tenda untuk anak-anak cewek sudah berdiri.
Setelah semua persiapan selesai, kami menunggu Rangga dan Tama yang sedang mencari kayu bakar.
”Mana sih mereka? Gelap…nakutin disini” kata Angel takut-takut
”Iyaa…dingin juga…disini kan daerah pegunungan” sambung Luna
”Kamu takut nggak?” tanya Setyo kepada Dian yang duduk disampingnya.
Pacarnya itu menggeleng sambil tersenyum manja, kemudian Setyo memeluknya. Mesra sekali. Luna dan Angel duduk di sisi yang berseberangan sementara Setyo dan Dian di sisi kanan kami.
”Kamu?” tanyaku kepada Ira.
”Nggak dong…hehehe” Ira terkekeh menanggapi pertanyaanku.
”Uuuhh…kalian si enak…ada cowoknya masing-masing…” cibir Angel
Kami semua tertawa
Suasanan kembali sunyi. Tiba-tiba…
SREK! SREK! SREEKK!!
Ada suara seperti sesuatu yang diseret…
”Whoaaaaaa!!!” teriak Rangga sambil memeluk Angel dari belakang
”Aaaaaaaaaaaaa!!!” Angel menjerit sekeras-kerasnya.
Aku dan Ira spontan menutup telinga dengan tangan dan kami berdua nyengir melihat Rangga mengerjai pacarnya. Setyo tampak tidak peduli, sementara Luna sudah lari memeluk Dian.
“Hhehehehe….kaget nggak?” tanya Rangga kepada Angel
”Kamu jahat…” Angel menangis sesenggukan
Rangga jadi merasa bersalah.
”Eh…maaf…aku cuma pengen ngerjain kamu…” ucap Rangga
”Aku takut banget tau nggak…” isak Angel seraya memeluk Rangga
”Iya deh…nggak lagi lagi…” jawab Rangga
”Janji yaa?” Angel tersenyum. Kemudian mereka berdua berciuman.
Aku nyengir, Ira menutup mulutnya dengan tangan, Setyo menggeleng-gelengkan kepala, sementara Tama, Luna dan Dian melongo.
”Aaah…jangan cipokan mulu! Mana kayu bakarnya sinih! Dingin gila!” kataku sambil berdiri
Rangga masih berciuman dengan Angel dan menjawab pertanyaanku dengan menunjuk setumpukan kayu dengan tidak peduli.
Aku dan Setyo menyalakan api, sementara para cewek menyiapkan makan malam.
Tak lama kemudian api unggun sudah menyala. Kami makan, bercanda dan tertawa bersama. Aku tersadar.
”Yo, garam yang dibungkus plastik biru tadi mana?” aku bertanya kepada Setyo
”Itu di mobil. Mau buat apa?” ia balik bertanya
”Belom naburin garem di sekitar tenda…” jawabku
”Nih kuncinya. Ambil sana!” kata Rangga sambil melempar kunci mobil kepadaku.
“Nggih tuan…keparat…” aku bersungut-sungut
Semuanya tertawa melihatku.
Aku berjalan menjauhi api unggun. Mobil Tama memang tidak diparkir terlalu jauh, tetapi terhalang tenda sehingga tidak terlihat dari sekitar api unggun. Udara disini luar biasa dingin. Sebentar saja tanganku sudah menjadi sangat dingin. Kurapatkan jaketku.
Ketika sampai di mobil, kubuka pintu tengah dan mencari-cari diantara tumpukan tas. Kutemukan plastik berisi garam itu, kemudian kututup pintu mobil, tetapi tidak kukunci.
Setelah selesai menaburkan garam, aku kembali ke api unggun.
”Lho Ira dimana?” tanyaku kaget ketika tidak menemukan Ira
”Tadi ke mobil. Nyusul kamu” jawab Angel
Aku cepat-cepat lari ke mobil. Benar saja, kulihat Ira sedang sibuk mengacak-acak tas mencari sesuatu. Hanya setengah badannya yang masuk ke mobil, dia menungging, memperlihatkan kakinya yang mulus dan pantatnya yang hanya dibalut rok mini. Adikku spontan mengamuk.
”Nyari apa Ra?” tanyaku mendekat
”Ce..celana..pan…panjang…” dia menoleh kearahku, menggigil kedinginan
Aku merasa iba…kulepaskan jaketku dan kupakaikan kepadanya. Aku kaget ketika melepas jaketku, ternyata udara disini memang SANGAT dingin. Aku heran, bagaimana Ira bisa bertahan di suhu sedingin ini dengan hanya mengenakan rok mini.
”Ka…kamu nggak di…dingin?” dia menatapku
”Nggak apa-apa…hahaha” kubalas tatapannya. Dia tersenyum…kemudian Ira kembali mencari-cari diantara tumpukan tas.
Aku jongkok dibelakangnya, mengagumi paha dan kakinya yang indah. Aku juga menggigil. Kuintip roknya, tiba-tiba terlintas ide nakal di benakku.
”Eh, Ra, ambilin tu botol air mineral dong” pintaku
”Haus ya?” ia menoleh sambil mengulurkan sebotol air mineral
Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Ketika Ira kembali sibuk mencari, kubelai kakinya yang indah…wah mulus sekali. Kugeser salah satu kakinya sehingga dia agak mengangkang. Ira tidak peduli, mungkin karena sudah sangat kedinginan.
Kuperosotkan celana dalamnya sebatas lutut. Dia menjadi terburu-buru mencari celana panjangnya, sepertinya dia ingin segera menemukan celana panjangnya dan menghentikanku melakukan semua ini. Tapi Dewi Fortuna berpihak padaku.
Kubuka botol air mineral, dan ternyata airnya menjadi dingin, sesuai dugaanku. Aku tersenyum.
”Dingin yah? Menurutmu gimana?” tanyaku membuka percakapan
”Iya, dingin banget…gak ngira bakal sedingin ini” jawabnya
Kuminum air mineral itu tetapi tidak langsung kutelan. Seluruh mulutku menjadi dingin.
Setelah agak lama, baru kutelan airnya.
”Eh? Gimana?” tanyaku lagi
”Dingin Ariiff…” jawabnya singkat
”Apa?” tanyaku pura-pura bego. Sebelum Ira sempat menjawab, dengan gerakan secepat kilat, kujilat vaginanya
”Dingiiiinn!!” jeritnya ketika ia merasakan lidahku menjelajahi daerah privatnya
Mmm…wangi tubuhnya semakin menggairahkanku. Dengan gencar kulanjutkan menjilat, menghisap, menggigit.
”Aaaahh….nggak…jangan Rif….nggak mau….aaahhh….ntar…nggghhh…adaahh…yang liat….aaaahh…” ujarnya dengan terengah-engah, tetapi dia tidak mencoba menghentikanku.
Setelah beberapa menit, aku kembali bertanya disela-sela seranganku
”Sekarang gimana?”
”Anget….aaahhnnn….enak Rif….aaaww…mmmhh…anget…terusss…aaahh” sepertinya Ira sudah terangsang berat.
Ketika sudah hampir mencapai klimaksnya, ia mengencangkan pegangannya ke jok mobil. Kulihat hal itu, maka segera saja kusudahi permainanku.
”Loh? Kenapa berhenti?” tanya Ira dengan wajah kecewa
”Ah…kamu mulu yang dapet…aku nggak. Nggak asik ah!” cibirku
”Iya deh iya ntar gantian…ayo lah lanjut…aku dah hampir sampe nih” dia memohon
”Janji loh yaa?” tanyaku sambil tersenyum
Aku pun melanjutkan permainan. Setelah beberapa menit yang penuh desahan, akhirnya Ira hampir mencapai klimaksnya.
”Iyaaa…teruuusssss…..bentar lagii…aaahh…aahhh….” jeritnya penuh harapan
Beberapa detik kemudian tubuhnya mengejang. Dia berteriak penuh kenikmatan.
Lalu dia berbaring di jok mobil dengan tersengal-sengal.
”Udah? Udah puas? Enak?” tanyaku
”Iyaa….aku lemes banget nih…kakiku ga bisa buat berdiri…” jawabnya
”Sekarang gantian yaa?” aku nyengir sambil membuka resleting
Kutarik pinggulnya lalu kujejalkan penisku dengan paksa.
”Aaaahh…ntar dulu Rif! Aku masih lemes…” pintanya dengan wajah memelas
Aku tidak peduli dengan kata-katanya, tetap kujejalkan dengan paksa. Adikku masuk separuh. Uuuh…rasanya sempit sekali.
”Aaaghh! Sakit Rif! Sakiit! Pelan-pelan dong!” ia menjerit kesakitan
“Mau sampe kapan?” protesku dengan kesal
”Iyaa….tapi pelan-pelan dong sayang…” suaranya melembut dan ia tersenyum
DEG!!
Wajahnya benar-benar….uuhh…intinya aku speechless. Bagai tersihir, aku mematuhinya dan memperlambat penetrasiku dengan stabil.
Bleesss…seluruh adikku masuk. Wah..rasanya enak sekali…luar biasa…lembut dan hangat. Vaginanya meremas-remas adikku dengan irama yang teratur.
“Nah…gitu dong…gini kan enak…” ucapnya sambil menahan desahan
”Iyaa…enak…punya kamu emang paling top deh!” ujarku sambil terus memompa
”Hah? Kamu udah pernah nyobain punya cewek lain?” tanyanya dengan suara kaget
”Enggak…adikku cuma buat kamu kok…ga cuma adikku, hatiku juga cuma punya kamu” jawabku sambil tersenyum
Kulihat Ira tersipu dan wajahnya memerah. Pelan-pelan ia menggerakan pinggulnya. Dia yang selama ini pasif menerima ‘adik’ku kini mulai memberikan respon.
”Eeeh..eeh…kamu kok gerak-gerak si? Horny yaa? Hayoo…ahahahha” kataku dengan tertawa
”Aaaahh….aahh…aahh…hehehe…mulutmu itu loh…mmmhh….” jawabnya tak jelas
”Ga usah malu-malu Ra, bilang aja…uuuhh…”
Beberapa menit kemudian…
”Aaahh…aaahhh…aku…mau keluaarr….mmmhh…” racaunya
”Keluarin aja. Kayak nggak biasanya. Hehehe” aku geli mendengar laporannya
”Aku kan…uuuhh….ijin dulu….aaawwwhh….sebentar lagi…aaahh…..” Ira tersenyum menahan desahan
Tubuhnya kembali mengejang. Dia orgasme untuk yang kedua kalinya.
”Ooohh yeaaah…..aaaahh…enaaakk….uuh…lega banget Rif” desahnya
”Yaa nduluin…tuh kan…aku padahal juga sebentar lagi niih…” ucapku
”Keluarin aja Rif…tapi jangan didalem kaya waktu itu yaa… aku takut hamil”
”Beres!” potongku
Aku terus saja melanjutkan aktivitasku. Rasanya tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Setelah beberapa lama, rasanya ada sesuatu yang menggelitik. Aku tahu kalau aku sudah mencapai batasnya. Kulihat Ira tergeletak tak berdaya, matanya terpejam dan ia mendesah pelan menikmati setiap gesekan pada vaginanya.
”Aku mau keluar Ra…kamu balik badan dong!” pintaku
Dengan cepat dia mematuhi perintahku. Kulepaskan adikku dan aku masuk kedalam mobil. Kucari posisi yang enak dan kudekatkan adikku ke mulutnya.
”Buka mulutmu dong…” aku menahan sensasi yang akan segera meledak.
Adikku berdenyut-denyut tidak karuan. Ira membuka mulutnya lalu kumasukkan adikku kedalam mulutnya sambil kutahan kepalanya agar tidak melepaskan adikku. Dia memaju mundurkan kepalanya. Rasanya hangat di tengah-tengah pegunungan yang sangat dingin ini.
Ira yang polos tidak tahu apa-apa ketika tiba-tiba spermaku menyembur di dalam mulutnya.
”Mmmmmph?! Mmmmf!!” matanya terbelalak karena kaget, tangannya berusaha menyingkirkan kedua tanganku.
Ia segera melepaskan adikku dan menutup mulutnya dengan tangan, dia ingin muntah.
”Aaaahh….legaa…eeh jangan dibuang dong!” ucapku ketika Ira akan memuntahkan spermaku.
Dengan susah payah kulihat ia berusaha menelannya. Setelah itu dia buru-buru menyambar botol air mineral dan segera meminumnya. Aku merasa kasihan melihatnya, tetapi ada perasaan puas ketika melihat spermaku mengalir pelan dari sudut bibirnya.
Kuambil selembar tissue dan mengelapnya.
”Hehehehe…gimana rasanya? Itu yang namanya sperma.” Kataku
”Iih! Rasanya bikin mau muntah…kental gimana gitu…inget aja aku enek lagi” jawabnya sambil memegangi perut
”Ah ntar juga terbiasa” ucapku santai
”Gak! Aku ga mau kalo disuruh kayak tadi lagi” jawabnya
”Hehehe…iyaa…iyaa…”
Kulingkarkan lenganku di perutnya yang langsing, kusibak rambutnya dan kucium lehernya sebagai tanda terima kasih.
”Uuuuhhh…..jangan bikin aku nafsu lagi…aahhh” desahnya sambil mendorong kepalaku menjauh. Ira tertawa kecil.
Setelah berberes-beres dan menemukan celana panjang Ira, kami pun kembali ke arah api unggun. Kulihat semua teman-temanku sudah terkapar di sekeliling api unggun.
Mereka tidur nyenyak sekali, sepertinya mereka kelelahan menunggu kami dan jatuh tertidur. Ternyata aku dan Ira sudah bermain cukup lama. Karena suhu yang sangat dingin, aku tidak tega membangunkan mereka.
Maka kuganjal sekitar api unggun dengan batu, supaya baranya tidak berserakan atau membakar sesuatu, lalu kulemparkan kayu bakar agar apinya menjadi besar dan lebih menghangatkan teman-temanku.
”Hoooaaam….udah yuk tidur…ngantuk neh!”, kataku sambil menguap
”Iya…aku juga…”, Ira mengambil tempat diantara Angel dan Dian dan bersiap untuk tidur
”Ayo!” ,aku menarik tangannya
”Eh?” Ira tampak bingung
Aku menariknya masuk ke tenda yang semula untuk tidur dan membuka sebuah kasur lipat. Sayangnya, jaket saja terasa kurang ampuh menahan hawa dingin disini.
”Naaah…kamu tidur disini yaa” kataku sambil merapikan kasur lipat yang akan digunakan Ira
”Loh? Kan cuma satu…kamu gimana?”
”Udaah…aku bisa tidur dimana aja…hehehe”
Ira menurut. Segera setelah dia berbaring, aku duduk disebelahnya. Ia tidur menghadap ke arahku. Kubelai rambutnya yang lembut. Ira tersenyum dengan mata terpejam, ia meletakkan tangan kananku dipipinya.
Sejenak kemudian ia tertidur pulas, dapat kulihat dari nafasnya yang dalam dan teratur. Kugenggam tangannya, dingin.
”Waduh…bisa sakit nih kalo kaya gini…kamu pasti capek ya Ra? Istirahat yaa biar nggak sakit…” aku tersenyum menatap bidadari dihadapanku ini.
Kuambil jaket tebalku yang satunya didalam tasku yang kebetulan water-proof (jaket yang sama dengan yang waktu di mall), jadi hangat dalam situasi seperti ini. Kujadikan selimut untuk menutupi tubuhnya hingga sebatas leher.
Melihatnya sudah tertidur nyenyak, aku keluar dari tenda. Hawa dingin serasa menusuk tulang, tapi untunglah aku tipe orang yang tahan dingin.
Aku mengambil tempat yang agak jauh dari api unggun, kemudian membentangkan tikar kecil. Kukeluarkan dan kupasang headset-ku.
Setelah musik mengalun memenuhi telingaku, aku berbaring menatap langit yang ditaburi jutaan bintang. Kutarik nafas dalam-dalam, udara dingin dan sejuk memenuhi rongga paru-paruku. Aku tersenyum, merasa puas dengan keadaanku sekarang.
Camping itu terjadi sekitar 1 minggu yang lalu dan kini liburan telah usai…
Kegiatan KBM kembali dimulai, namun belum efektif. Maka kami semua sering pulang lebih awal.
Aku dan Ira jadian beberapa hari setelah pulang dari camping. Dan tepat hari ini, Ira berulang tahun yang ke-18. Ia setahun lebih tua dariku, tapi itu tak menjadi masalah buat kami.
Kotaku sedang dilanda hujan yang sangat lebat, disertai angin kencang. Padahal aku sudah bersusah payah menabung selama beberapa minggu untuk membelikan kado buat Ira, juga sudah kusiapkan bunga mawar untuknya.
”Sialan!” umpatku di parkiran motor sekolah
”Kenapa?” tanya Rangga
”Ujan…aku mau kerumahnya Ira malah ujan gini! Damn!”
”Loh? Ngapain kamu kerumahnya? Ini belom juga malem minggu…”
”Dia hari ini ulang tahun …”
“Oohh…” jawabnya singkat
Aku benar-benar tidak sabar menunggu hujan untuk mereda. Segera saja kuambil kunci motor dari dalam saku celana OSIS ku dan aku berlari menembus hujan deras ke arah motorku yang memang kebetulan diparkir di tempat yang tidak memiliki kanopi diiringi tatapan mata teman-teman seangkatan dan adik kelas.
Mungkin mereka pikir aku sudah gila, nekat pulang dalam cuaca seperti ini. Tapi aku tidak peduli. Kunyalakan mesin motorku, untungnya motorku seperti mengerti keadaan, hanya dengan sekali memencet tombol starter, motorku langsung meraung gembira.
Aku memacu motorku keluar areal parkir, kemudian kutancap gas menuju rumah. Beberapa kali aku hampir kehilangan nyawa ditengah cuaca seperti itu.
Akhirnya aku sampai dirumah dalam keadaan basah kuyup. Kuparkir motorku di halaman dan aku langsung menghambur kedalam rumah. Papa dan Mama ku hanya geleng-geleng kepala.
“Ckckck! Lho kok hujan-hujanan?” tanya Ibuku
“Laaah…nggak keburu Ma. Mau nunggu sampe ujan reda kelamaan!” jawabku setengah berteriak karena bersaing dengan suara hujan
“Kok buru-buru?”
“Iyaa…Ira ulang tahun Ma. Aku mau kerumahnya.” jawabku sambil berganti pakaian.
“Jangan ngawur kamu. Kalau cuacanya seperti ini, Papa nggak kasih izin!” kata Ayahku tegas
Aku tidak peduli. Kujejalkan boneka panda dan sebuket bunga mawar kedalam ranselku.
Mungkin melihat niatku, Ayah agak melunak, tidak seperti biasanya.
“Jangan ngebut-ngebut, jalanan licin. Ira juga pasti ngerti kok” kata Ayah
Aku hanya tersenyum. Aku setengah berlari kearah motorku. Sebelum kunyalakan mesin, aku meraih handphone-ku dan mengirim SMS untuk Ira untuk memastikan apakah ia ada dirumah atau tidak.
‘Syng, kmu drmh g?’
Beberapa detik kemudian ada SMS balasan masuk.
‘Iy. Knp? Ujannya gde banget y?’
Tak kubalas SMS nya karena aku langsung menaiki motorku dan menerobos hujan.
Angin sangat kencang, sempat kulihat beberapa pohon besar tumbang. Aku jadi merasa ngeri. Namun, aku tidak bisa mundur, maka kupacu motorku secepat yang aku bisa.
Dasar sial, aku lupa memakai jas hujan. Maka ketika aku sampai di rumah Ira, aku dalam keadaan basah kuyup (lagi). Begitu aku menurunkan standard motor, kulihat ada seseorang memakai payung dari dalam rumah menghampiriku. Setelah kuperhatikan, ternyata Ira menjemputku dan membukakan gerbang.
“Kok kamu bisa keluar pas aku sampe sih?” aku bertanya kebingungan
”Hehehe…seorang Arif yang nggak mbales SMS seorang Ira pasti kalo nggak lagi sibuk, ya lagi nyetir motor. Aku cuma nebak aja kamu kesini, jadi aku duduk di ruang tamu sambil ngeliatin gerbang. Hehehe” Ira terkekeh bangga
”Haaah???” aku hanya mampu melongo mengagumi kemampuan analisisnya.
“Ayo masuk!” Ira menarik aku kebawah naungan payung yang dipakainya
”Eeehh, sebentar!”
Mungkin karena sudah terlalu bersemangat, aku segera membuka ransel dan mengeluarkan bunga mawar putih yang terbungkus rapi.
“Ini…buat kamu-“
Kata-kataku terpotong ketika sebuah motor melaju dengan kecepatan tinggi sehingga genangan air bercampur lumpur terciprat kearahku. Posisiku sedang membelakangi jalan raya, sehingga punggungku dan sebagian bunga mawar untuk Ira menjadi penuh lumpur, tapi untung Ira tidak terkena cipratan karena terhalangi tubuhku.
Spontan aku berbalik dan berteriak
“WOI! BANGSAT YAA!!! KEPARAT!!!”
Aku begitu emosi. Aku berteriak sangat keras hingga orang-orang disekitarku menoleh dan memperhatikanku. Namun pengendara motor tadi telah hilang dari pandangan. Lalu aku merasakan sesuatu yang hangat menempel di bibirku, aku menoleh. Ternyata Ira tengah menempelkan jari telunjuknya dibibirku.
“Sssssttt. Nggak boleh ngomong kayak gitu.” ujarnya sambil tersenyum
Ia meraih daguku kemudian mencium bibirku didepan banyak orang. Aku sangat kaget.
“Hei Ra! Kamu ngapain?!” tanyaku setengah berbisik
“Hehehe…udah yuk, ayo masuk!” ia tersenyum lalu menggandeng tanganku.
Bunga mawar itu kubuang ke tong sampah tanpa sepengetahuannya, dan kami berdua pun masuk rumah, disaksikan oleh motorku yang menggigil kedinginan di halaman tempat aku memarkirnya.
Ira mengajakku masuk kamarnya. Sepertinya benar-benar sepi, tidak ada orang lain.
Aku duduk ditepian kasur sambil menyisir rambutku dengan tangan dan menatap sekeliling.
“Aduh. Sampe basah kuyup gitu. Nih handuk!” ujarnya sambil mengulurkan selembar handuk
“He eh. Makasih. Apa nggak ada orang?” tanyaku sambil mengelap rambutku yang basah.
“Nggak. Lagi ditoko, kayaknya ada yang rusak gara-gara ujan.” dibibirnya tersungging senyuman aneh
Ira berjalan kearah lemari, ia membukanya lalu mengambil sepotong kaos yang kelihatannya kebesaran serta sepotong celana ¾.
”Nih bajunya, sori ya kalo ga cocok, punya kakakku tuh” katanya sambil mengulurkan pakaian yang kemudian kuterima.
Aku segera mengaduk-aduk tas ranselku. Boneka panda yang kubeli kukeluarkan dengan hati-hati. Aku tersenyum kemudian mengulurkannya pada Ira
“Happy birthday ya Ira-ku sayaaangg”
“Wah…makasih ya Rif! Kamu baik banget!” Ira menerima boneka itu dengan ceria kemudian langsung mendekapnya. Memang ukuran boneka itu cukup besar.
Aku tersenyum. Tetapi kemudian tanganku bergetar hebat. Aku baru sadar kalau aku kedinginan, maka aku segera mengganti bajuku yang basah dengan kaos yang diberikan Ira. Namun tetap saja aku kedinginan.
“D-d-d-ingin b-b-banget yaa…b-b-baru s-s-sadar…!” ujarku sambil menggigil
“Oh iya…aku matiin AC nya yaa?”
“Ng…nggak u-u-usah….”
“Lho?”
“Sini d-dong…” aku menepuk pahaku, menyuruhnya untuk duduk
Ira berjalan mendekat dan kemudian duduk dipangkuanku.
Aku memeluknya, rasanya hangat dan nyaman. Tanpa sengaja, tanganku menyenggol bagian bawah buah dadanya. Spontan kutarik kembali tanganku. Ira menoleh kearahku dan menatapku, lama sekali. Aku tertegun.
Tiba-tiba saja dia mengecup bibirku. Tanganku diraihnya.
“Masih dingin?”
“M-m-masih…”
Ira memegang kedua pergelangan tanganku kemudian menuntun tanganku masuk kebalik kaos ketatnya yang berwarna pink. Ternyata dia tidak memakai bra, aku cukup kaget.
“Uh…tanganmu dingin banget Rif…” ucapnya pelan ketika telapak tanganku menyentuh perutnya yang langsing.
Dengan cepat dia meletakkan kedua tanganku di dadanya. Kedua telapak tanganku penuh oleh payudaranya yang kenyal dan hangat yang kemudian kuremas-remas, aku berusaha mencari kehangatan dari gesekan telapak tanganku.
“Aaawwhh…hhhh…hhhh…” Ira memejamkan kedua matanya
“Oooohh…enak…” entah kenapa aku jadi ikut-ikutan mendesah
“Aww!! Dingin!” ia menjerit kecil ketika jariku memilin-milin kedua putingnya
Memang Ira adalah cewek yang sangat mudah terangsang.
Kubalikkan tubuhnya, sekarang ia duduk dipangkuanku dan kami berhadap-hadapan. Kuangkat kaos pinknya dan kulepaskan. Kini ia telanjang didepanku. Nafasnya memburu.
“Ji..jilatin Riff…isep…hhh…hhh…” desahnya sambil mendekatkan payudaranya ke mulutku
Aku heran, kenapa buah dadanya itu masih kencang berisi, bukannya longgar dan turun seperti kebanyakan cewek yang payudaranya sudah pernah diremas-remas.
Tapi satu hal yang kutahu, itu membuatku benar-benar bernafsu. Tanpa pikir panjang, kujilat dan kukulum putingnya yang kanan, sementara yang kiri kuremas-remas dengan lembut.
“Oooohhh….hhhhh…aaaahhh…aaahh…uuhh…” desahnya liar
“Enak ga? ” tanyaku sambil terus menjilat
Matanya terpejam, kepalanya mendongak keatas dan ia hanya mengangguk.
Oh, suatu pemandangan yang benar-benar membuat ‘adik’ ku marathon naik-turun.
Pelan-pelan kulepaskan celana ¾ ku beserta celana dalamku. Kini, tanpa ia sadari, penisku sudah berdiri tegak dihadapan vaginanya.
Ira yang masih kukerjai mendesah dengan hebat, melenguh dan nafasnya tersengal-sengal. Tanganku turun dan melepas hotpants yang dikenakanya, kemudian celana dalamnya yang juga berwarna pink. Kini ia telanjang bulat dipangkuanku. Ngocoks.com
Kutempelkan kepala ‘adik’ ku ke bibir vaginanya dan kugesek-gesekkan. Ira hanya diam menikmati sambil menggigit bibir bawahnya, ia mengira aku menggunakan tangan dan tidak sadar bahwa yang kugesek-gesekkan adalah ‘adik’ ku.
Lalu dengan satu hentakan yang kuat, kubenamkan ‘adik’ ku dalam-dalam ke vaginanya.
Ira terbelalak kaget, tidak menyangka akan serangan tiba-tiba ini.
”Aaaaarrrgghhhh!! P-pelan-pelan Rif…sakit…” jeritnya
”Ups…sori…udah kebakar nafsu nih… ”
aku nyengir, namun aku merasa bersalah
Kurubah posisi sedemikian rupa sehingga Ira berada dibawahku.
Aku memperlambat genjotanku, kumasukkan ‘adik’ ku dalam-dalam dengan pelan namun penuh tenaga, dan menariknya keluar agak cepat.
”Naah…gitu…aaaaahhhnn….aaahhh….mmmhhh…..uaaaa ahh…” erangnya ketika penisku masuk dengan perlahan kedalam vaginanya.
Nafsu benar-benar sudah terbakar, aku semakin menggila karena mendengar suaranya yang kelelahan sekaligus penuh kenikmatan itu. Kupompa vaginanya dengan ganas. Beberapa menit yang panas berlalu…
”Aaah!! Aaah!! Aaaahh!!!” Ira mengerang, matanya mengrenyit dan tangannya menggapai-gapai
“Uuuuh…hhh..hhh…Ra, aku sayang sama kamu Ra…hhh…hhh..”
”Aku…aaggghh….juga…aaaahh…aaaah…sshhh….sayang — ukh!!!“ kata-katanya terpotong ketika tubuhnya mengejang, tangannya mencengkeram sprei kasur dengan kuat. Sedetik kemudian ia terkulai lemas.
“Udah keluar?”
Ira tergeletak di kasur tak berdaya, matanya terpejam, dan ia hanya mengangguk menjawab pertanyaanku. Ia hanya diam saja dan membiarkan aku terus menggenjot vaginanya, sepertinya ia sudah benar-benar kelelahan, nafasnya pendek-pendek dan berat.
Melihat hal ini, kupanggil mundur ‘adik’ ku dan menyudahi permainan. Ketika Ira menyadarinya, ia menatapku dengan penuh tanda tanya.
”Kenapa berhenti Rif? Kenapa kamu nggak keluarin kayak biasanya? Apa aku nggak sanggup muasin kamu?” suaranya bergetar
”Bukan, sayang. Ini kan ulang tahunmu, jadi aku spesial muasin kamu doang” jawabku sambil tersenyum
Awalnya Ira menatapku tidak percaya, namun lama kelamaan tersungging sebuah senyum di bibirnya.
”Makasih banget ya Rif”
”Iya…apa sih yang nggak buat kamu?” aku meraih pinggangnya dan kukecup lembut bibirnya.
Mulutku bisa berkata demikan, dan hatiku juga tidak menyimpang, tetapi ‘adik’ ku protes besar-besaran karena nafsuku tidak terpenuhi. Kucoba abaikan nafsuku.
“Aku sayang banget sama kamu” ia menyandarkan kepalanya di dadaku
”Aku juga sayang banget sama kamu” kubelai rambutnya dan kupeluk sepenuh hati, rasanya benar-benar hangat. Aku bahagia.
Setelah selesai bermain, aku pun mengenakan kembali pakaianku yang rupanya sudah lumayan kering dan keluar diantar oleh Ira, tepat ketika keluarganya pulang. Ketika ditanya apakah aku sudah lama datang, kami berdua kompak menjawab bahwa aku datang barusan dan hanya menyerahkan kado lalu pulang. Untuk menghindari kecurigaan tentunya.
Bersambung…