Sudah sebulan berlalu…
Entah apa sebabnya, hubunganku dengan Ira menjadi renggang. Ia berkata bahwa ia ingin fokus kepada try out yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Aku bisa mengerti, itulah sebabnya kami SMS an hanya sedikit dan tidak pernah hang-out berdua, namun yang tak kumengerti adalah Ira tetap saja dingin dan pendek dalam membalas SMS ku dan tidak pernah mengangkat telpon dariku walaupun try out itu telah selesai seminggu yang lalu. Aku mencoba bersabar.
Beberpa desas-desus bahwa Ira terlihat berjalan-jalan di toko bersama seorang cowok beberapa kali sampai ke telingaku. Namun hal ini tak kuceritakan pada siapapun, dan kuanggap sebagai gossip semata, walaupun hatiku gundah.
Aku mencoba menjalani kehidupanku seperti biasa, tertawa di hadapan sahabat-sahabatku walaupun hatiku tidak tenang. Aku takut terjadi sesuatu pada Ira.
Suatu hari,
“Eh, malem minggu nih! Ntar nonton film yok di bioskop?” ajak Rangga
“Film apaan? Bokep? Hahahahaha…” tanyaku
”Lah Arif, bokep doang pikirannya!” cetus Tama
”Kowe kuwi rai bokep!” Rangga menyerang Tama dengan logat Jawa yang sangat kental
“Bhahahahaha…!! Goblok yah Ngga!” aku tertawa sampai sakit perut
”Bangkai! Btw, ngajak anak-anak cewek?” tanya Tama
”Iya…iya…ayo! Kita nonton film horror gitu, biar romantis…hahaha” Rangga menyahut
”Ntar kalo ada adegan hantunya, cewek-cewek pasti takut kan…terusss…eaaaa!!” celetuk Tama dengan muka mupeng
”Hahahaha…porno lah!”
”Loh, mau gimana lagi coba? Hahahaha….eh, Riff, ngajak Ira yah?” kata Tama kepadaku
Sejenak aku ragu untuk menjawab ajakannya.
”Iya deh, coba…tapi nggak janji ya” aku memaksakan senyum
”Ya udah deh, ntar kumpul jam 7 dirumahku ya!” Rangga mengusulkan
”Oke lah…santai men!” jawabku
Pukul 14.00…
Bel pulang berbunyi…anak-anak dikelasku sudah bersiap-siap untuk pulang.
Setelah berdoa dan memberi salam kepada guru, kami berhamburan keluar kelas.
Sambil berjalan keluar kelas aku mengirim SMS kepada Ira ‘Sayang, kmu dh pulang?’, kutunggu 5 menit dan tak ada jawaban.
Aku segera menuju tempat parkir, kunyalakan sepeda motorku dan segera memacunya melewati kerumunan anak-anak kelas lain yang sedang ramai bercakap-cakap, aku menuju kerumah Ira.
Dari kejauhan tampak pagar rumah Ira yang tinggi, sejenak tidak ada yang aneh. Namun ketika aku semakin dekat, aku melihat suatu pemandangan yang menusuk hatiku, seolah-olah jantungku berhenti berdegup.
Kulihat Ira sedang berdiri berhadap-hadapan dengan seorang cowok yang sedang bersandar pada sebuah mobil sedan mewah, kutaksir tingginya hampir sama denganku, ia mengenakan hem berwarna putih dengan celana jeans panjang dan memakai sepatu putih, tampilan khas orang kaya.
Sekilas dapat kulihat Ira sedang memegang sebungkus plastik bertuliskan nama sebuah toko roti terkenal di kotaku. Tampaknya mereka berdua sedang asyik bercakap-cakap, Ira terlihat begitu bahagia ketika sedang ngobrol dengan cowok itu.
Emosiku meledak keluar bersama kepedihan-kepedihan yang pernah aku alami dan akan kumuntahkan semua perasaan marahku saat ini juga. Namun akal sehatku masih berjalan, maka kutepikan motorku dan kuparkir di sisi jalan yang sama dengan mereka dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Aku sudah tidak bisa menunggu lebih lama ketika kulihat cowok itu menggenggam tangan Ira, dan ia hanya tersipu-sipu malu ketika tangannya dipegang seperti itu.
Kulangkahkan kakiku dengan mantap, dengan emosi yang siap tercurah. Ketika jarak antara kami tinggal 3 meter, Ira menyadari kehadiranku dan menoleh kearahku, seketika tersirat ketakutan dan kekagetan dimatanya.
Ira bukanlah cewek tolol, ia tahu kalau aku tidak pernah marah terhadapnya dan selalu sabar, tetapi ia tahu dengan pasti bahwa ketika aku benar-benar marah, aku tidak akan menahan diri lebih lama.
Ira hanya berdiri mematung dan menatap mataku ketika aku berjalan mendekatinya. Dibibirku tersungging senyum sinis yang belum pernah kuperlihatkan kepada siapapun. Ketika melihat senyumanku, tangannya mengepal dan ia menunduk. Si cowok yang sadar kalau ada sesuatu yang salah menoleh kearahku, namun tak berkata apa-apa.
”Oooh…begini ya ceritanya…” ucapku ketika aku sampai dihadapannya
Ira diam saja, ia masih menunduk, namun dapat kulihat jelas, tangannya gemetar.
”Hhahaha…lagi try out ya Ra? Try out sama cowok gitu? Cih…aku nggak nyangka kamu semurah ini…” kutatap Ira dengan pandangan sinis
”B-b-bukan Rif…” ia sedikit mengangkat wajahnya, suaranya bergetar ketakutan
”Bukan apanya? Ternyata kamu gini ya dibelakangku? Mentang-mentang banyak yang naksir kamu, terus kamu seenaknya selingkuh gitu ya? Heh!? GITU YA!!” suaraku meninggi dan kudorong bahunya dengan sangat kasar sehingga ia mundur beberapa langkah, ia mulai menangis.
Melihat hal ini, si cowok tidak tinggal diam
”Woaah…woaahh…tenang bro..tenang…” ujarnya sambil menepuk bahuku
”Don’t…touch…me…” suaraku bergetar karena marah, aku berusaha menahannya.
“Bro, dia kan cewek bro…jangan main kasar gitu dong…” ia tidak menghiraukan kata-kataku dan masih menepuk-nepuk bahuku dengan cukup keras
”I said…DON’T TOUCH ME, GOD DAMN IT!!” aku berteriak sekeras mungkin
Seketika itu juga sebuah pukulan kudaratkan di tulang pipi kanannya. Cowok itu jatuh terjungkal. Ia segera bangkit dan berusaha membalas ketika Ira segera berdiri ditengah kami berdua dan berusaha melerai kami.
Melihat hal ini, si cowok segera berhenti dan kemudian mengelus-elus pipi kanannya yang tadi kupukul.
Ira maju selangkah kearahku,
”Rif, aku mau jelasin semuanya…” air matanya berlinang
“Ooh…cukup…aku udah liat semuanya kok…udah cukup JELAS!” aku tersenyum sinis
“Bukan…ini nggak seperti yang kamu kira…” air matanya mengalir semakin deras
”Oh ya? Banyak temen-temenku yang liat kamu lagi jalan sama anjing ini!” bentakku sambil menunjuk si cowok yang hanya diam saja.
“Itu—“ ia tercekat, tidak mampu melanjutkan kata-katanya.
Si cowok kemudian melingkarkan tangannya pinggang Ira dari belakang dan berusaha menariknya menjauhi aku
”Udah Ra, gembel terminal kayak dia buat apa diurusin?! Udah, kamu sama aku aja, aku toh jauh lebih baik, aku jauh lebih kaya, lebih cakep dan aku lebih segalanya dibanding dia! Aku jauh lebih pantes buat kamu daripada sampah ini!! Apa juga bagusnya cowok cupu kayak dia?” cowok itu mengacungkan jarinya ke arahku.
Aku hanya diam. Kutelan semua hinaannya mentah-mentah. Aku tidak sempat untuk marah karena pikiranku begitu keruh dan hatiku dipenuhi perasaan sedih yang teramat sangat. Aku hanya bisa mengencangkan kepalan tanganku sambil menunduk kebawah, tidak peduli dengan apa yang akan terjadi.
Tetapi sungguh diluar dugaan, bahkan aku pun agak kaget,
Ira berbalik, kemudian…PLAKK!! Sebuah tamparan keras mendarat dipipi cowok itu
”Heh cowok murahan! Jaga mulut kamu ya!! NGGAK USAH SOK!!” suaranya melengking tinggi, Ira menjerit sambil menangis.
Si cowok kelihatan benar-benar marah.
”Dasar pelacur! Kamu harusnya berterimakasih sama aku! Banyak cewek yang ngejar-ngejar aku, aku bisa dapetin setiap cewek yang aku suka, cewek murahan kayak kamu gak ada apa-apanya!” bentaknya kemudian masuk ke mobil dan meluncur dengan cepat meninggalkan kami berdua.
Ira berbalik ke arahku
”R-Rif?” tanyanya sesenggukan
”Hha! Bagus juga aktingmu Ra? Tapi sayang…aku nggak sebodoh itu! ” kataku sambil berbalik untuk pergi
Ia memeluk lengan kiriku
”Rif! Dengerin aku dulu!” pintanya sambil kembali menangis
”Pelacur, lepasin tanganku!” bentakku dengan sangat kasar
”Astaga Rif…kamu tega…kalo kamu ninggalin aku, aku harus gimana? Siapa yang bakal nemenin aku? Siapa yang bakal merhatiin aku?? Cuma kamu Rif, cuma kamu yang aku harapin…” tangisnya semakin keras
Kusentakkan tanganku sekali, dan lenganku langsung lepas dari pelukannya. Kutarik kalung yang pernah ia berikan kepadaku dengan kasar, kucampakkan ke tanah di depan hadapannya.
”Go to hell…” jawabku singkat
Aku segera berbalik kemudian berlari ke arah motorku dan memutar arah. Sempat kulihat di kaca spion, Ira yang berlutut di trotoar, ia menangis sambil menutupi wajahnya dengan tangan.
Hari Sabtu, aku benar-benar tidak konsentrasi…
Puncaknya adalah pada jam pelajaran bahasa Inggris, padahal biasanya aku sangat semangat mengikuti pelajaran ini karena bahasa Inggris adalah salah satu mata pelajaran favoritku.
Aku sedang meletakkan kepalaku dimeja, aku melamun ketika guru bahasa Inggrisku bertanya,
”You over there! What can you learn from this text?” tanya pak Budi
”Me Sir? ” aku balik bertanya sambil mengangkat kepalaku dengan malas
”Yes! You!” katanya sambil mengetuk-ngetukkan jarinya dengan tidak sabar ke meja
”About what sir?” tanyaku bego
”Ckckck….about the benefits of reading newspaper!”
”Umm…I don’t know sir…” jawabku sekenanya
”You must pay attention! Kamu mau nilai kamu hancur?!” bentaknya
Aku benar-benar jenuh. Emosiku seketika meledak.
”WHY SHOULD I CARE?!! Newspaper?! What the hell is that for?!” aku balas membentak
”JAGA MULUT KAMU!!! Kamu, keluar dari kelas ini sekarang!!” pak Budi bangkit dari tempat duduknya dan menggebrak meja. Ia meradang marah.
Padahal di sekolahku, pak Budi terkenal sebagai guru yang TIDAK PERNAH marah, entah kenapa semuanya tiba-tiba menjadi kacau seperti ini.
Aku berjalan kearah pintu dengan gontai, kusapukan pandangan ke seluruh kelas, semuanya menatapku dengan mengrenyitkan dahi, tidak setuju dengan tindakanku yang menentang pak Budi.
Tiba-tiba di pojok kelas, kulihat Ira duduk dengan cowok yang kemarin kupukul. Langkahku terhenti.
”I-ira?” aku tercekat
”TUNGGU APA LAGI?! KELUAR KAMU DARI KELAS!!!” bentakan pak Budi menyadarkanku.
Seketika sosok Ira dan cowok itu menghilang, digantikan oleh Feby dan Ade. Mereka menatapku kebingungan.
Aku berbalik kearah bangku ku dan mengambil tas.
”KELUAAAAAAAAAARRRRRR!!!!!!!” pak Budi benar-benar mengamuk, ia membanting bangku siswa didepannya.
Aku menatapnya tajam dan kulontarkan kalimat yang membuat pak Budi tertegun
”Will you shut up? Oh, for God’s fucking sake!!”
BRUAAAAKK!!! Kubanting pintu kelas dengan kemarahan memuncak.
Akhirnya kuhabiskan jam pelajaranku di kantin sekolah. Ketika jam istirahat, kulihat banyak anak-anak kelas lain mencibir ke arahku. Aku tahu, aku telah membuat suatu kesalahan fatal dan itu menyebar dengan sangat cepat. Tapi aku terlalu banyak pikiran untuk mengurusi hal seperti itu.
Tidak ada teman yang mengajakku berbicara ataupun menyapaku hingga pulang sekolah.
Aku sampai didepan rumah…dalam keadaan lelah, sedih, bingung, sakit hati. Kubuka gerbang depan rumah dengan malas. Motor kuparkir seenaknya. Aku menghela nafas ketika sudah berada di dalam rumah. Pikiranku kacau dan aku segera menuju ke kamar.
Setelah berganti baju, aku tiduran di kasur, mencoba memperbaiki pikiranku yang kusut. Di dalam pikiranku hanya terbayang Ira, perasaan bercampur aduk antara rindu, sedih, sakit, marah.
Kepalaku serasa berputar, berbagai macam suara masuk kedalam telingaku, musik dangdut tetangga sebelah kiri, musik heavy metal tetangga sebelah kanan, bunyi bel pintu rumah, suara TV di ruang keluarga dan banyak suara lain bercampur menjadi satu.
Aku memutuskan untuk bangun dan minum. Mungkin segelas air dingin dapat menenangkanku. Aku terhuyung-huyung berjalan menuju dapur, kuambil dan kuminum segelas air dingin. Lalu aku berjalan kembali ke kamar. Aku kembali berhalusinasi, samar-samar kucium wangi parfum yang biasa dipakai Ira.
”Shit! Shit!! Stop Rif…jangan halusinasi lagi!” kataku kepada diri sendiri
Kututup pintu kamar dengan sepelan mungkin dan kusandarkan kepalaku pada daun pintu. Kupejamkan mataku, mencoba untuk bertahan walaupun hatiku terasa sakit.
Tiba-tiba sepasang lengan memelukku dengan lembut dari belakang. Aku terhenyak dari lamunanku dan langsung berbalik.
Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat, Ira. Kepalanya tertunduk dalam.
”I…Ira?” tanyaku dengan tergagap
”Maaf…maafin aku Rif…”
”Ngapain kamu disini? Kapan kamu masuk?”
Ira terdiam sejenak, ia tidak menjawab pertanyaanku. Kemudian dia mengangkat wajahnya dan menatapku.
Aku melihat matanya yang teduh itu mulai digenangi air mata. Berbagai macam perasaan berkecamuk dalam hatiku.
”Ijinin aku jelasin semuanya Rif…”
Aku hanya diam
“Aku…kemarin…cowok yang waktu itu bukan siapa-siapa Rif”
”Oh ya? Terus?” emosiku mulai naik
”Dia…dia…kenalanku…dia jualan barang-barang BM” Ira menunduk
”Ooh…terus kamu pacari biar dapet barang-barang murah gitu?”
”Bukan!” sergahnya cepat-cepat, ia kembali menatapku mencari secercah rasa percaya dimataku
”Aku…dia emang suka sama aku udah lama…” lanjutnya
”Hoho! Ngaku juga kamu? Udah deh, gausah berbelit-belit…to the point aja!” ujarku sinis
”A…aku mau beli HP yang bagus tapi murah…tapi aku bingung soalnya budgetku terbatas…” ucapnya pelan
”Jadi kamu jual diri gitu cuma buat beli HP?” tanyaku tidak percaya
Ia menggelengkan kepalanya pelan
”Bu…bukan…aku mau beli HP itu buat…buat…” Ira mulai menangis
”Buat siapa? Perasaan tiap orang di keluargamu punya HP deh…ooh…aku tau! Buat cowok lain lagi? Iya?” tanyaku semakin tidak percaya
”A…aku…beli…bu…buat….kamu….” tangisnya pecah
Aku kaget setengah mati. Rasanya seperti petir di siang bolong.
”Buat…aku?”
”Iya…aku tau HP mu yang satu rusak…jadi aku mau beliin yang baru buat kamu…”
”Hah?” aku melongo
“Dia kira…aku kasih harapan ke dia…padahal aku udah bilang Rif…aku udah bilang kalo aku ga ada rasa sama dia…aku..aku juga udah ngasi tau tujuanku deket sama dia…tapi dia ga mau tau…” ucapnya disela-sela tangisannya.
Aku diam saja…sakit, sedih, kecewa, semuanya bercampur.
”Aku tau caraku salah….maafin aku Rif….maafin aku….!” jeritnya, ia memelukku sambil menangis
Aku melepaskan Ira dari pelukanku dan menyeka air matanya…
”Kamu tau darimana HP ku yang satunya rusak?” ucapku pelan, aku masih was-was
”Waktu itu…waktu kamu kerumahku…aku liat casing HP mu yang satunya…”
”Terus?”
”Aku tau kamu nggak mungkin nglepas casing HP yang kamu sayang banget kayak gitu, kecuali rusak…”
”Hah?” aku melongo (lagi), takjub akan kemampuan analisisnya. Memang apa yang dikatakannya semua benar.
”Ah…aku…” aku speechless. Benar-benar nggak tahu harus berkata apa.
”Oh iya, waktu itu, aku liat kamu bawa bungkusan roti. Buat apa?” tanyaku menyelidik
”Itu…roti di toko itu katanya enak…aku beli terus kubawa pulang…niatnya aku mau bikinin kamu roti kayak gitu…”
Hekh! Rasanya aku sudah melakukan suatu kesalahan besar. Seharusnya aku nggak mencurigai Ira kayak gini. Nggak mungkin cewek sebaik Ira selingkuh.
”Aku….” kata-kataku macet di tenggorokan
”Hmm?” Ira menatap mataku
”Aku…minta maaf….nggak seharusnya aku curiga sama kamu….” aku tertunduk tidak mampu membalas tatapan matanya, pipiku terasa panas
Ira tersenyum dan air matanya mengalir lagi
”Ah? Eh? Kenapa nangis lagi?” tanyaku panik
”Nggak apa-apa Rif…” ia memelukku dengan erat
Kemudian aku mencium bibirnya lembut dengan cukup lama. Kami berdua sama-sama terhanyut dalam perasaan kami masing-masing.
Kucium lehernya. Air matanya mengalir lebih deras, namun Ira tersenyum.
”Rif, aku sayang kamu….” bisiknya di telingaku
“Aku juga sayang banget sama kamu…” jawabku sambil melepas kancing kemejanya satu persatu
Kulihat Ira hanya memejamkan mata, tapi entah kenapa ia masih menangis.
Kudorong lembut tubuhnya hingga tiduran telentang di kasurku dan aku mengambil posisi menindih tubuhnya. Setelah kulepas kemejanya, ternyata ia menggunakan tank-top berwarna pink.
Aku menelan ludah, ‘adik’ku terasa ngilu karena baru pertama kali melihat Ira mengenakan tank-top seperti ini. Tank-top itu memperlihatkan belahan dadanya yang sangat merangsang, buah dada yang putih bersih dan kenyal.
”Iraaaa….” erangku tidak tahan
Kuremas-remas buah dadanya dengan penuh nafsu kemudian kulepas tank-top nya. Segera saja kujilat dan kukulum putingnya yang berwarna pink. Kulirik Ira, ia masih menangis dan memejamkan mata.
“Ukhh….” erangnya tertahan
Dengan tidak sabar, kulepas celana jeansnya dan juga celana pendekku. Tanpa basa-basi, kulepas celana dalamnya dan kuarahkan penisku ke arah vaginanya.
Aku tidak mau ambil repot foreplay. Sekali-sekali langsungan aja gitu. Aku berhenti sebentar dan memperhatikan Ira dari atas ke bawah. Penampilannya begitu menggairahkan, ia telanjang di hadapanku dan masih menangis.
Tanpa pikir panjang, kumasukkan ‘adik’ku kedalam vaginanya. Kutatap Ira, ia menggigit bibir bawahnya. Sepertinya ia merasa sakit.
”Sakit ya Ra?”
”Hm-mh…sedikit…” matanya masih terpejam
Kugenjot vaginanya dengan penuh nafsu. Ira yang awalnya hanya diam saja kini mulai bersuara
”Mmmmhh….hhh….hhh….uuuhh…” desahnya lemah
”Cih!” umpatku dengan agak keras
Ira membuka matanya sedikit dan bertanya,
”Kenapa Rif?”
”Nggak papa…kamu ngrangsang banget…nggak kuat…”
Ia menjawab dengan senyum nakalnya. Setelah beberapa menit bermain, Ira minta ganti posisi. Doggy-style.
”Rif, ganti posisi dong…”
”Oh? Mau apa?”
”Doggy-style…hehehe…” jawabnya sambil terkekeh
”Ih…liar juga kamu yah? Hahaha” aku tergelak
Kemudian kami berganti posisi. Kuarahkan penisku ke vaginanya.
”Siaaaapp??” tanyaku
”Siaap…kapan aja sayang…” senyumnya
Dengan gerakan tiba-tiba, agak kasar, kusentakkan penisku kedalam vaginanya.
Tubuhnya mengejang, setelah kugenjot beberapa kali, Ira mulai melenguh.
”Uuuuuhhh…..oooohhh…….”
”Enak?” tanyaku
”Enaaaakk…Riiiffff….aaaahhh….disitu….aaahhhh… .” racaunya
Kupercepat genjotanku hingga semua penisku tertelan vaginanya.
”Iyyaaaaaahhh!! Aaaaawww….awwwwhh….mmmhhh….oooohh…” desahanya mulai berubah menjadi jeritan.
”Eeh…eeh…! Ssstt….jangan keras-keras” bisikku
”Maaafffhhh…..aaaahhh….aassshhh…..eenaaaakkkhh….aa aahhh…” desahnya pelan
Tiba-tiba kurasakan vaginanya meremas penisku dengan kuat. Ira orgasme dengan jeritan tanpa suara, kemudian ia tersungkur di kasur. Tubuhnya basah oleh keringat.
Kuubah gaya menjadi gaya konvensional lagi supaya aku bisa melihat wajahnya yang merasakan kenikmatan itu. Sekitar 10 menit kemudian, penisku berdenyut-denyut. Ira merasakan hal itu dan mencoba mendorong tubuhku menjauh.
”Jangan….di…dalem…Rif…” ujarnya patah-patah
Kedua telapak tangannya mendorong dadaku tanpa tenaga. Aku tidak menjawab. Kucabut penisku dan kuarahkan ke mulutnya.
”Jilatin Ra, isep…uuuhh” erangku
Dengan patuh Ira memasukkan penisku kedalam mulutnya. Tanpa persetujuannya, kupompa penisku didalam mulutnya. Spontan Ira kelabakan, matanya terbelalak ketika penisku masuk hingga kedalam kerongkongannya.
”Nggghh!! Mmmmmhhhh!!!” Ira protes dan berusaha mengeluarkan penisku dari mulutnya.
Tapi ia sudah lemas karena orgasme, jadi yang ia lakukan hanyalah menempelkan telapak tangannya di selangkanganku.
Beberapa detik kemudian aku sampai pada batasku, kusemprotkan spermaku didalam mulutnya disertai perasaan nikmat yang amat sangat.
Crooott….!!
Ira hanya terpejam pasrah ketika mulutnya dipenuhi oleh spermaku. Kukira ia akan segera memuntahkannya, tetapi ternyata ia berusaha menelannya dengan susah payah lalu menjilati penisku sampai bersih. Wajahnya tampak menderita. Kubiarkan penisku mengecil di dalam mulutnya.
”Kamu telan semua?” tanyaku sambil mencabut penisku dari mulutnya
”Hm-mh…ga ada cara lain..” ia berusaha tersenyum
”Uff…maaf yaa….”
”Nggak apa-apa…anggap aja itu hukuman dari kamu…”
Aku tersenyum. Kemudian aku mendekatkan wajahku ke vaginanya dan mulai kujilati klitorisnya. Ira kembali melenguh.
”Uugghh…..udahan Rif…aaaahhh…”
Tapi aku tidak peduli. Kujilati vaginanya dengan buas dan kuremas-remas kedua buah dadanya. Kedua tangannya menekan kepalaku, berusaha memasukkan lidahku jauh lebih dalam kedalam vaginanya. Beberapa menit aku terus menjilat, mengisap, menggigit kecil.
”Aku….keluaaaaar…..” erangnya.
Seketika itu juga tubuhnya menegang dan ia menjambak rambutku dengan kuat.
Cairan orgasmenya memenuhi mulutku. Kali ini aku yang bersusah payah menelan. Kemudian Ira terkulai lemas, tersengal-sengal. Aku pun membaringkan diri disampingnya, lumayan lelah.
Kupalingkan wajahku kearahnya, memang dia kelihatan sudah sangat lelah, Ira tidak mungkin sanggup melanjutkan permainan lebih jauh. Ketika pandanganku agak turun kebawah, aku melihat buah dadanya yang menantang itu, bersih tanpa cacat dan kencang berisi dan saat itu pula nafsuku naik kembali.
Penisku berdiri kembali dengan tegak. Ira melirik kearah penisku, namun aku pura-pura tidak tahu dan memalingkan tatapanku ke langit-langit. Semenit….dua menit… berlalu dalam kesunyian hingga akhirnya Ira membuatku kaget.
Ia bangun dengan terhuyung-huyung, ia terlihat sangat lemas. Ia menaiki tubuhku dan tangannya yang gemetar hebat menggenggam penisku dan kemudian memasukkannya kedalam vaginanya dalam posisi woman on top, lalu ia mulai menggerakkan pinggulnya naik-turun.
”Ra? Hei…hei…kenapa kamu? Nggak biasanya…kalo capek ya udah…ngga usah diterusin…” ujarku cepat-cepat. Ira hanya menjawab dengan senyum lemah, matanya sangat sayu.
5 menit berlalu. Tak ada lagi desahan, Ira hanya memejamkan mata dan tersengal-sengal. Aku tidak tega melihatnya, okelah kalau dia ingin kenikmatan, tapi bukan begini caranya! Gerakannya semakin liar. Ketika aku hendak menghentikannya, mendadak Ira tercekat.
”Uuuuunnngggghhhh…..aaaaaahhh….aaaahhh….!!” matanya terbelalak dan vaginanya mencengkeram penisku dengan sangat kuat. Aku merasakan penisku seperti disiram sesuatu yang hangat dalam jumlah banyak.
Belakangan aku tahu ternyata Ira mengalami orgasme yang jauh lebih dahsyat daripada yang sebelumnya..
”Maaf…Riif…aku…udah sampe…batasnya….”
”Ra?! Kamu kenapa hey?!!” aku berteriak panik sambil memegang kedua lengannya.
”Udah…nggak…sanggup..aku…cuma bisa…ngasih…ini. Hap…py…birth…day….” Ira terkulai di atas tubuhku.
Ira tergeletak dipelukanku. Awalnya aku khawatir, tetapi setelah kuperiksa, ternyata ia hanya pingsan karena kelelahan. Kok bisa?? Dasar Ira memang aneh…
“Happy birthday?” ,aku berusaha mencerna kata-katanya dan saat itu juga aku sadar kalau hari ini aku berulang tahun.
Aku benar-benar lupa, mungkin karena stress gara-gara masalahku dengan Ira sebelum ini.
Sebuah kado yang aneh dan agak tidak masuk akal memang, tapi itulah Ira, selalu memberi kejutan-kejutan kecil dalam hidupku.
Kubiarkan ia tidur dipelukanku, penisku yang masih tegak masih menancap di vaginanya. Ku set AC pada suhu terdingin, kutarik selimut tebal untuk menutupi tubuh kami berdua. Hujan pun turun dengan lebat, membuat suhu di kamar menjadi turun beberapa derajat dari yang seharusnya.
Malam itu, kami tidur berdua…lagi.
Esok paginya aku terbangun lebih dulu dan ketika menengok ke samping, kulihat Ira sedang tidur dengan menggunakan lengan kiriku sebagai bantal. Wajahnya terlihat begitu damai dan tidurnya lelap sekali sepertinya karena kelelahan gara-gara tadi malam.
Aku tersenyum. Aku sempat tidak percaya, bagaimana mungkin seorang cewek seperti Ira yang punya segala-galanya, pintar, baik hati, cantik, dan masih banyak lagi kelebihannya mau berpacaran dengan cowok seperti aku. Aku termangu sejenak.
Kemudian kubelai rambutnya dengan penuh kasih sayang. Ira malah merapatkan tubuhnya kearahku dan memeluk tubuhku. Lenganku bersenggolan dengan buah dadanya yang lumayan besar itu, maka tanpa ba-bi-bu penisku langsung berdiri tegak.
Kuperhatikan sejenak, rupanya dia tidak terbangun. Muncullah ide nakal di benakku. Kubaringkan Ira telentang dan kunaiki tubuhnya. Aku menahan kedua lengannya. Ia masih saja terlelap. Kuarahkan penisku dan pelan-pelan kumasukkan kedalam vaginanya yang memang tidak ditutupi apapun kecuali selimut yang menutupi tubuh kami berdua.
Karena tidak melakukan foreplay lebih dulu, maka penisku terasa sulit masuk kedalam vaginanya. Kutekan pinggulku lebih kuat dan blesss….akhirnya penisku masuk seluruhnya. Kupompa sekali, dua kali, dan tiba-tiba Ira terbangun. Sekejap saja ia meronta-ronta dan berontak, namun kedua tanganku sudah menahan lengannya sehingga ia tidak bisa apa-apa.
Setelah melihat wajahku, gerakannya melemah dan akhirnya Ira berhenti berontak sama sekali.
“Ooh…kamu Rif…jangan bikin kaget dong…tiba-tiba masukkin ‘adik’ kamu ke ‘itu’ku. Pas aku lagi tidur lagi…ckck” decaknya
“Hehehe…gimana yah….nggak tahan sih” kataku sambil tertawa
“Hehehe…yaudah deh sayang, kita nikmatin aja yuk…” Ira tersenyum lalu menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan, mengikuti gerakanku.
Nafsuku terbakar seketika melihat responnya. Kupompa vaginanya dengan liar.
“Uuukkhh….uuuuhhh….pelan-pelan dong Rif! Awww…!” protesnya
Aku tersadar, kuperlambat gerakkanku supaya Ira juga dapat menikmati.
Hanya beberapa menit kemudian tubuhnya sudah dibasahi keringat. Sprei tempat tidurku kusut dan berantakan gara-gara ditarik-tarik oleh Ira.
“Uuuuffhhh…..hhhh…..hhhh…..ooohhh Riiifff….ooohhh….” desahannya berubah liar
Kumasukkan penisku dalam-dalam hingga mentok. Aku tidak berminat untuk berbicara ataupun mendesah. Yang aku inginkan adalah melihat wajah Ira yang sedang orgasme, maka aku berkonsentrasi untuk membuatnya orgasme daripada mencari kenikmatan untuk diriku sendiri.
“Eeekkhh….aaahh….ahhh…aahhhh….” Ira mengerang dengan begitu merangsang.
“Udah mau sampe belum?”
“Hm-mh….sebentar…eehhh….lagi…aaahhh….aahhh…” nafasnya putus-putus
“Aku cepetin lagi ya?” tanyaku sambil mempercepat genjotanku. Ira kelojotan ketika penisku masuk sangat dalam.
“Iyaaahh….cepetin Riff….oooohhh….iyaaa….gituu….mmmhhh….enaaak Riifff…ooohh…” racaunya
Beberapa menit kemudian gerakan tubuhnya semakin liar. Tangannya menggapai-gapai sekelilingnya seperti orang kehabisan nafas. Kedua kakinya menahan pinggulku supaya aku tidak mencabut penisku.
“Sudah hampir…” pikirku
“Aaaaahhhhhhhhh!!!!” Ira menggigit bibir bawahnya dan melenguh keras, tubuhnya menegang, kakinya menekan pinggulku dengan kuat sementara vaginanya meremas-remas penisku. Aku merasa penisku seperti disiram sesuatu yang hangat.
“Mengawali hari ini dengan orgasme. Gimana rasanya? Hehehe” candaku sambil tetap memompa vaginanya.
“Hhh….hhh…hhh…eksotis…” Ira tersenyum sambil memejamkan mata dan mengatur nafas.
“Hhahaha…puas nggak?” aku tergelak mendengar jawabannya
“Puas Rif, puas. Hehehe…pagi-pagi aku udah dikerjain…kamu nakal ya!” jawabnya sambil menepuk kepalaku dengan lembut.
Kukecup bibirnya kemudian kutarik penisku yang masih tegak. Bagiku sudah cukup melihat Ira orgasme, kalau masalah nafsu urutan kedua, yang penting ketika Ira terpuaskan, sebagian nafsuku juga terpuaskan. Dasar aneh.
Melihat hal ini, Ira bertanya dengan heran, “Lho? Udahan?”
“Iya. Udahan. Kenapa?” aku balik bertanya
“Kamu nggak…mmm…keluar?” tanyanya hati-hati
Aku terbahak melihat ekspresi wajahnya,
“Hahahaha…aku nggak ada kelainan! Aku cuma pengen liat kamu keluar aja kok!”
Ira menatapku dengan heran.
”Loh? Tumben? Biasanya kamu ngeluarin didalem…” ucapnya tersipu
”Nggak deh kali ini. Cukup gini aja. Apa mau lanjut? Hehehe” aku menggoda Ira
”Mmm…nggak deh…maaf ya…aku udah capek…lemes nih.” ujarnya lirih
Aku tidak memaksa. Ira bangun kemudian duduk disampingku dan menyandarkan tubuhnya ke dadaku.
”Dingin Riff…mmmhhh…” katanya sambil memeluk tubuhku
”Uh…aku lho ngerasa panas…hehehe” aku terkekeh
Ira tersenyum mendengar jawabanku. Ia merapatkan tubuhnya kearahku.
”Rif…aku sayang kamu…”
“Hei, emang kamu pikir aku nggak sayang kamu?” aku mencubit pipinya
”Ah masa sih?” candanya
”Eh Ra, kamu tau nggak?” tanyaku memancing-mancing
”Ya nggak lah bego! Kamu aja belom ngasi tau aku! Hahaha” kali ini dia mengelus-elus pipiku dengan lembut
“Hahaha iya juga ya! Kamu tu cewek yang paling sempurna tau nggak?”
”Nggak dong, masi banyak cewek lain yang jauh lebih baik dari aku…” Ira tertunduk, ia merendahkan diri
”Hei hei…percaya deh sama aku…aku nggak peduli kalo ada cewek yang lebih dari kamu atau apa, tapi dengan keadaanmu sekarang, dengan tiap kekurangan dan kelebihanmu, cuma kamu Ra cewek yang bagiku paling sempurna!” aku meyakinkannya
“Ah…nggak gitu juga kali…” Ira tersipu
Ira kembali tersenyum. Kami berpelukan cukup lama. Rasanya hangat, aku benar-benar bahagia bisa memiliki cewek seperti dia. Aku hampir menangis karena begitu bahagia
Aku melirik jam dinding kemudian berkata kepadanya,
”Udah jam setengah enam tuh…mandi gih, berangkat sekolah”
”Kamu aja duluan…”
”Aku kan nggak sekolah…ga ada pelajaran, ngapain berangkat ? Hehehe” aku terkekeh
”Ah nggak asik ah…” ujarnya sambil mencubit perutku
”Ih…kamu yaaa!” ucapku gemas sambil mencium lehernya
Ira mendorong wajahku menjauh dan tertawa,
”Ahhh…jangan mulai lagi deh…hahahaha…iyaa iyaa…aku mandi”
Ira bangkit dan berjalan dengan tenang ke arah lemari kemudian mengambil handuk. Aku menatap tubuhnya yang mulus dari atas kebawah. Ia sadar kalau ia sedang dipandangi, maka Ira agak menutupi tubuhnya sambil tersipu.
“Jangan ngeliatin kayak gitu dong….”
”Gimana nggak ngeliatin, sayang? Kamu seksi banget…” aku memujinya
”Ah gombal…” Ira tersenyum kemudian berjalan kearah kamar mandi.
“Oh iya Ra…”
”Hmm?” dia menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku
”Mau….mmm…” aku bingung mau mengatakannya
”Apaan? Mandi bareng? Hehehhee” tebaknya asal
”Bolehkah?” aku bertanya penuh harap
Setelah menatapku agak lama, Ira mengangguk dan tersenyum
”Ayo masuk…!”
Di kamar mandi penisku benar-benar keras dan menegang. Ira sadar akan hal ini, namun dia hanya tersenyum. Aku salah tingkah.
”Iraa…aku pengen…” aku sengaja merengek seperti anak kecil
”Hahaha…udah hampir jam masuk sekolah Rif…” Ira tertawa kecil
”Ya udah…aku ngocok sendiri deh…tapi aku sambil jilatin mem*k kamu ya?” pintaku
”Loh? Kok gitu?” dia terheran-heran
”Iya kan aku jadi nafsu banget kalo liat kamu ndesah gitu…hahahaha” aku tertawa
“Ah..aku nggak ngerti…hahaha…tapi ya udah…jangan lama-lama ya”
Ira duduk di pinggiran bath-tub dan melebarkan kakinya sehingga vaginanya kini terpampang .
“Anjing!” aku memaki keras sekali. Penisku nyut-nyutan melihat vagina Ira yang begitu mulus dan bersih, tanpa ada jemb*t sedikitpun.
”Eh, eh, eh! Kamu kok ngomongnya gitu sih?!”
Ira protes sambil merapatkan kembali kakinya, wajahnya tampak tidak senang.
”Eh yaaahh…jangan ditutup gitu dong…”
“Nggak. Kamu nggak boleh ngomong kasar kayak gitu lagi!” ucapnya tegas
”I..iya…maaf…nggak kuulangi lagi ”
”Janji?”
”Iya..janji”
Setelah itu Ira kembali membuka kakinya. Dengan ganas kujilati pahanya yang mulus itu. Benar-benar bersih dan halus tanpa noda atau cacat sedikitpun. Ngocoks.com
Ira merintih-rintih ketika lidahku sampai dibibir vaginanya. Aku menusukkan lidahku dengan liar kedalam vaginanya.
”Aaaaaaahhhhhh!!! Uuuukkhh….uuuuhhh….” ia menjerit dan mendesah
”Kyaaa! Hmmmmff….hhhh…uuuaaahh…”
Ira berteriak dan mengerang ketika klitorisnya kugigit dengan pelan.
“Terusin Riff…oooh…yeah…that’s right baby…ooohh….ooohhhh…jilatin terus…aaahhhnn….disitu…ooohhh…mmmhhh” ia benar-benar lepas kontrol
Hanya dalam beberapa menit, karena Ira sudah horny dan posisi kakinya mendukung, segera saja ia mengalami orgasme. Pahanya yang halus itu menjepit kepalaku dan tangannya mendorong kepalaku dari belakang agar lidahku bisa masuk lebih dalam.
“Aaaaaarrrggghhhh…..!!” ia mengerang penuh kenikmatan ketika akhirnya ia orgasme
Ira mengerahkan sisa-sisa tenaganya untuk beringsut ke sisi lain bath-tub dimana ia kemudian bersandar pada dinding kamar mandi. Nafasnya terengah-engah, keringatnya bercucuran dan di bibirnya tersirat senyum kepuasan.
”Uuuuh….” Aku bersusah payah menahan nafsu yang menggelora.
Tiba-tiba Ira bangkit dan berlutut dihadapanku.
Ia mengusap-usap penisku dan berkata, “Kalo aku bisa bantu kamu nenangin adik kamu ini, kita berhenti yaa? Kalo dilanjut, ntar aku bisa telat Rif”
Tanpa banyak cing-cong, Ira membenamkan penisku kedalam mulutnya. Ia mengurut penisku dengan menggunakan mulutnya, dan didalam, lidahnya membelit-belit penisku.
Aku berusaha mendesah, tapi tidak keluar suara apapun dari mulutku. Yang dapat kulakukan adalah duduk di pinggiran bath-tub dengan wajah memandangi lampu kamar mandi. Rasanya seperti disurga.
Ira benar-benar sudah professional dalam blow-job, bukan karena dia sering melakukan blow-job, tetapi semata-mata karena Ira adalah cewek yang pintar dan cepat belajar, ia cepat hafal tempat-tempat yang paling merangsangku.
Kalau soal blow-job, bisa dipastikan hanya sekitar 3 menit ‘adik’ku pasti muntah. Dan memang ini yang terjadi. Penisku rasanya berdenyut-denyut dan lututku lemas. Sedetik kemudian spermaku muncrat dengan deras di dalam mulutnya. Namun sayang, Ira masih belum bisa memperkirakan kapan keluarnya spermaku sehingga ia tersedak dan terbatuk-batuk.
”Ah! Maaf Ra maaf…!” kataku sambil menepuk-nepuk punggungnya berharap hal itu dapat membuatnya merasa baikan
”Uhuk! Uhuk! I..iya…uhuk!! Nggak apa-apa…” Ira berusaha tersenyum
”Kamu keluar yaa? Aku mau mandi dulu…hehehe” lanjutnya sambil menjilat bibirnya yang berleleran sperma.
Aku pun menurut dan melangkahkan kaki keluar kamar mandi. Setelah Ira selesai mandi, dan akupun telah bersiap-siap, kami berangkat kerumah Ira untuk mengambil seragam yang tidak dibawanya.
Keherananku terjawab ketika kami sudah diluar rumah, ternyata kedua orang tuaku ada tugas mendadak di luar kota dan berangkat kemarin, tepat ketika Ira datang tanpa berpamitan kepadaku.
Bersambung…