Bulan bulan awal pernikahan adalah hari hari paling manis yang aku lalui dengan suamiku, menyiapkan sarapan dan semua keperluannya adalah rutinitas baru yang sangat aku nikmati. Sebagai istri, sepenuh hati aku melayaninya, karena disetiap ridhonya kepadaku adalah jalan menuju syurga-Nya.
Begitupun dia, apa yang aku butuhkan secara lahir, dia penuhi kebutuhan lahir dan bathinku, menyayangiku dengan kelembutan, walau penghasilannya tidak terlalu besar, namun aku mendapatkan ras berkah darinya.
Bulan pertama pernikahan memang cukup melelahkan untuku, beradaptasi dengan kebiasaan baru. Kini bukan hanya badanku yang harus aku perdulikan, juga badan suamiku, namun tidak hanya itu.
Kebutuhan syahwatnya adalah tanggunganku sekarang, sebisa mungkin aku penuhi walaupun sebulan pertama itu hampir setiap hari dia memintanya.
Namun selama aku tidak ada halangan, aku layani dia sepenuh hati, disisi lain juga kenikmatan hubungan suami istri itu menimbulkan rasa candu untuku, walaupun setiap hari harus mandi besar bukan masalah.
Kini ada rutinitas baru lainnya yang selalu kami jadwalkan, setiap dua minggu sekali kami rutin saling mencukur bulu kemaluan masing masing. Biasanya kami lakukan hari jum’at siang setelah suamiku jum’atan. Kalau dia sedang nafsu kami lanjutkan ke persetubuhan, namun belakangan dia mau mengeluarkan spermanya di dalam rahimku.
Dengan alasan sangat menyukai jepitan vaginaku, karena jika aku hamil pasti ada waktu yang cukup lama diriku tidak boleh di sentuh, maksunya bersenggama. Apalagi jika nanti melahirkan, kemungkinan besar vaginaku menjadi longgar, jadi yang harus menampung spermanya adalah wajahku.
Awalnya dia memintaku untuk meminumnya, namun aku masih merasa jijik dan malah muntah ketika mencobanya.
Karena itulah sekarang, wajahku yang harus jadi target tembakan spermanya berulang kali, namun sensasinya cukup nikmat karena rasa hangat saat menyentuh wajahku, sperma itu loncat dari lubangnya. Aku sangat menyukainya entah kenapa, ketika sperma itu keluar muncrat dari lubangnya, terlihat sangat indah sekali.
“sayang, ini uang bulanan ya, tolong hemat hemat”
“iya uda terima kasih”
“samasama” dia mengecup keningku
Aku membuka amplop yang diberikan suamiku, alhamdulillah hampir setiap bulan nominalnya selalu bertambah. Kali ini cukup banyak, aku diberi 2jt rupiah, sudah pasti cukup untuk kebutuhanku dan rumah tangga. Untuk masalah makan, suamiku sangat sederhana, asal ada telur atau sop sudah cukup baginya.
Makanya selalu sedikit, bukan karena tidak lapar, tapi karena dia selalu menjaga porsinya agar tidak berlebihan dalam makan, karena sehalal apapun makanan kalau kita makannya berlebihan akan menimbulkan penyakit penyakit.
Alhamulillah meski hanya baju sederhana, aku bisa membeli pakaian baru untuku dan suami. Aku membelikan kemeja tangan pendek tipe pakaian kesukaan suamiku dan 1 set gamis untuku.
Malamnya, aku mencobanya di depan suamiku.
“gimana uda, aku cantik gak?”
“cantik banget sayang, gausah ditanya”
“hihihi”
“nah gitu dong, pake kerudungnya yang syar’i kan lebih cantik”
“iya uda, sekarang aku belinya jilbab jilbab yang lebar”
“suka banget deh peluk kamu kalo pas lagi cantik cantiknya” uda memeluku dari belakang.
“ehmm… geli uda” dia meremas buah dadaku
“sepongin uda sayang”
“aahhh aku gabisa uda”
“gapapa pelan pelan aja, uda ajarin”
Ustazahku ketika pengajian pernah bilang kalau penis adalah tempat dimana najis keluar, maka dari itu ada beberapa pendapat ulama yang beda pandangannya. Ada yangmengharamkan karena itu berarti menjilat najis ada juga yangmemasukannya ke kategori makruh karena itu demi kepuasan hubungan seks.
Aku sendiri sebenarnya lebih cenderung ke hukumnya makruh, karena ustazahku sendiri melakukan itu kepada suaminya hal itu justru membuat suaminya semakin sayang.
Akupun kini sudah berlutut di depan selangkangan suamiku yang sedang duduk di atas kursi ruang tv. Suamiku mengelus kepalaku dan sedikit mendorong kepalaku agar mulai menjilati batangnya. Kali ini aku tidak muntah, mungkin karena bimbingan suamiku yang dimulai dari hal mudah dulu sehingga lidahku terbiasa dengan rasa dan tekstur dari batang.
Menit menit berlalu, kini aku sendiri mulai menikmati rasa dari batang suamiku ini, teksturnya keras seperti ada tulangnya rasanya hambar namun ada aroma asam disana.
Elusan dan pujian dari suamiku membuat aku semakin bersemangat melakukan itu, lidahku menjilatinya dari bawah testis sampai naik ke atas kepala batangnya yang seperti kepala ular, mungkin karena itu disebut ular kasur.
Warna merah gelap batang suamiku berubah menjadi merah mengkilap karena sekarang batang itu basah dengan ludahku. Tidak mudah menahan mual karena kepala batang suamiku menjolok sampai tenggorokanku, namun lama kelamaan aku terbiasa dengan urat keras itu. Suamiku terus mengelus kepalaku sambil memuji kalau aku pintar sekali dan selalu bisa membuatnya puas.
“uuuuuhhhhh enak banget sayang, kamu pinter banget”
“ueek uhuuuk”
“uuuhhhh sini sayang” suamiku mengeluarkan penisnya dari mulutku, kutatap wajahnya yang menahan nikmat.
“uhuuuh kenapa uda?”
“gapapa sayang enak”
“hehe”
“tadi ngapain?”
“apanya uda?”
“tadi namanya nyepong sayang”
“iya nyepong”
“apa yang kamu sepong?”
“batang uda”
“bukan sayang, ini namanya kontol”
“iya”
“iya apa? Apa namanya?”
Aku menggeleng
“ayo sebutin sayang, jangan malu”
“gamau ah malu”
“ayo, kamu masih malu sama uda? Apa namanya? Kon?”
“tol” suaraku pelan
“apa?”
“kontol” rasanya terasa aneh mengucapkan kata itu
“nah gitu dong pinter kesayangan uda”
“heehm”
“ayo terusin lagi sayang nyepong kontolnya”
Aku hanya melakukan apa yang dia minta dan dia sukai selama ini, ternyata dalam hatinya ada fantasi seks yang cukup kurang pas dihatiku, namun aku melakukannya karena itu masih bisa kulakukan.
“aaaahhhhh sayang enak banget uda mau keluar”
Uda berdiri dan mencabut kontolnya dari mulutku, kemudian dia mengocok kontolnya sendiri.
“aaaaahhhhhhh sayaaaaaang”
Croooooot crooooooooooooooooot croooooooooooot
lndah sekali lompatan sperma itu kulihat, namun masalahnya sperma itu mendarat tepat di jilbab baruku. Namun ternyata memang itulah tujuan uda yang sebenarnya.
“aaaahhh uda, jilbab baru aku jadi kotor kan”
“gapapa sayang, kan masih bisa dicuci”
“hem iya iya”
“mulai sekarang, setiap kali kamu beli jilbab baru harus laporan ke uda”
“kenapa emang?”
“harus digituin dulu”
“aaahhh tapi kan kotor”
“eeeeh gaboleh bantah, ini perintah suami”
“iya uda”
“berkah sperma suami sayaang, biar kamu selalu dalam kesehatan”
“aaamiin uda”
“ayo bilang makasih”
“makasih uda”
“makasih udah pejuhin jilbab baru fitri”
“makasih uda udah pejuhin jilbab baru fitri”
“sama sama sayang”
Bersambung…