Padahal yang pantas berbuat itu adalah suamiku tercinta namun aku telah tertutup mata hatiku oleh nafsu dan gairah yang menuntut pelampiasan.
Aku lalu dibimbingnya kekamar dan merebahkanku di ranjang yang biasa aku gunakan untuk bercinta dengan suamiku, namun kini yang berada di sini, disampingku bukanlah suamiku tapi seorang laki-laki tukang ojek yang notabene tidak pantas untukku yang sepantaran ayahku. Aku terlarut dalam gairah yang menghentak.
Pak Sitor menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam. Sedang lampu di luar tadi telah ia matikan. Aku diam menanti apa yang akan di perbuatnya padaku.
Astaghfiru/lah, Ya Allah tolong hambaaa
Namun aku tidak bisa melakukan apa yang seharusnya wanita terhormat lakukan, aku hanya diam saja dan menikmati apa yang pak sitor lakukan.
Padahal selama ini aku tidaksekalipun memberi hati jika ada laki-laki lain yang iseng merabaku dan mencolekku. Aku termasuk wanita yangmenjunjung tinggi kesucian dan kehormatan sesuai yang selalu diajarkan orangtua dan agamaku.
Tapi semua musnah oleh keangkuhanku sendiri. Aku terbaring tak berdaya dan Pak Sitorpun berusaha melepaskan pakaianku satu persatu, mulai dari kaosku lalu celana panjang dan akhirnya bra dan celana dalam kremku terlempar kebawah lantai.
Aku hanya memejamkan mataku, akupun semakin buta oleh nafsuku yang mulai naik. Selesai menelanjangi aku, lalu iapun melepaskan pakaiannya hingga lapis terakhir.
Aku memperhatikan tubuhnya yang hitam meskipun sudah tua namun ototnya masih ada dan ada gambar tatto tengkorak di lengannya. Aku tau dia adalah laki-laki yang biasa keras dan jarang ada kelembutan. ltu aku ketahui saat ia mulai merabaiku dan menelanjangiku.
lapun mulai memelukku dan menciumiku dari leher hingga belahan dadaku dengan kasar. Rabaan tangannya yang kasar membuatku kesakitan, suamiku dalam merabanya cukup hati-hati, namun Pak Sitar watak kasarnya terlihat.
Tampaknya ia sudah lama tidak berhubungan badan dengan wanita maka akulah yang menjadi sarana pelampiasan nafsunya. Aku tak kuasa atas tindakannya.
Air mataku menetes karena ada penyesalan dan aku telah menadai perkawinanku, namun percuma Pak Sitar asyik dengan tindakannya. Tiap jengkal tubuhku di jamahnya tanpa terlewatkan seincipun. Tubuhkupun berkeringat tidak tahan dan geli bercampur gairah.
“astaghfirullah pak, jangan pak”
“maaf upik, bapak tidak tahan”
Lalu mulutnya turun ke selangkanganku dan ia sibakkan kedua kakiku yang putih bersih itu.Disitu lidahnya bermain menjilat klitarisku. Kepalaku miring kekiri kanan menahan gejalak yang melandaku. Pegangannku hanya kain sprei yang aku tarik karena desakan itu.
Kedua kakikupun menerjang dan menghentak tidak tahan atas gairah yang melandaku. Beberapa menit kemudian aku argasme dan mulutnya menelan air argasmeku itu. Badanku lemas tak bertenaga. Matakupun terpejam, lalu aku kembali di bangkitkan lagi Pak Sitar dengan meciumi balik telingaku hingga liang keharmatanku.
Di sana jarinya ia masukan dan mulai mengacak acak liang kewanitaanku lalu mempermainkan celahnya, tampaknya Pak Sitar telah lama merencanakan ini dan juga mungkin telah lama ia berabsesi untuk meniduriku. Berarti ia telah melanggar amanat suamiku untuk menjagaku.
Namun, hati dan tubuhku berkata lain, ketika dalam hati menalak justru tubuhku merespan sentuhan sentuhan pak sitar yang hampir setiap kali menyentuh tubuhku semakin nikmat rasanya. Rasa nikmat itu mululuhkan egaku dan kesetiaanku kepada suamiku dan aku mulai tenggelam dalam syahwat.
Akupun akhirnya argasme untuk yang kedua kalinya aleh tangan Pak Sitar, Badanku telah basah aleh keringat kami berdua. Aku lemas dan Pak Sitar minta izin padaku untuk memasukan penisnya ke lubang keharmatanku. Aku menggeleng tidak setuju sebab aku tahu kansekwensinya, liang keharmatanku akan cemar aleh cairan laki-laki lain dan aku merasa terlalu jauh berkhianat pada suamiku.
“astagfirullah pak, tidak pak, jangan lakukan itu” namun anehnya tanganku hanya bisa dia.
Bagiku cukuplah tindakannya tadi dan tidak usah diteruskan lagi hingga penetrasi. lapun mau menerima pendapatku dan aku lihat ada rasa kecewa dimatanya yang telah terabsesi menyenggamaiku.
Aku liat penisnya telah siap memasuki diriku jika aku izinkan. Panjangnya melebihi milik suamiku dan agak bengkak dengan diameter yang melebar. Pak Sitar minta aku untuk membantunya klimaks dengan mengulum penisnya.
Pak Sitor mohon sebab ia merasa tersiksa sebab ia belum klimaks. Aku kasihan juga tidak adil rasanya aku yang telah dibantunya sampai 2 kali orgasme membiarkannya seperti itu.
Akhirnya aku beranikan diri mengulumnya. Dengan sedikit jijik aku buka mulutku, namun tidak muat seluruhnya dan hanya sampai batangnya saja. Mulutku serasa mau robek karena besarnya penis Pak Sitor. Baru beberapa kali kulum aku serasa mual dan mau muntah oleh aroma kelamin Pak Sitor itu.
Aku maklum saja karena ia kurang bersih dan seperti kebiasaan laki-laki batak ini penisnya tidak ia sunat hingga membuatnya agak kotor serta makanan yang tidak beraturan barangkali. Aku lalu menyerah dan melepaskan penis Pak Sitor dari mulutku.
Aku heran Pak Sitor ini sampai sekian lama koq tidak juga klimaks, aku salut akan staminanya dan sikapnya yang menghargai wanita dengan tidak memaksakan kehendak, padahal aku saat ini bisa saja ia paksa namun tidak ia lakukan.
Aku merasa bersalah pada diriku dan ingin membantunya saat itu,dalam pikiranku berperang antara birahi dan moral. Namun karena terlanjur basah dan tidak ingin menambah masalah antara aku dan Pak Sitor.
Jika aku larang terus nantinya Pak Sitor bisa saja memperkosaku sebab seorang laki-laki yang telah berbirahi di ubun ubun sering bertindak nekad dan lagi pula aku sendirian di pulau ini. Akhirnya dengan pertimbangan demi kebaikan kami berdua maka aku izinkan dia melakukan penetrasi di dalam rahimku.
Pak Sitorpun tampaknya merasa gembira sebab tadi sempat kulihat wajahnya tegang sekali. Aku lalu berbaring dan membuka kedua pahaku memberinya jalan memasuki rahimku. Tubuh kami berdua saat itu telah sama sama berkeringat dan rambutku telah kusut.
Dari temaran lampu dinding aku lihat Pak Sitor bersiap siap mengarahkan penisnya. Posisinya pas di atas tubuhku. Tubuhnya telah basah oleh keringat hingga membuat badannya hitam berkilat mungkin karena ia masih menahan untuk ejakulasi.
Diluaran saat ini hujanpun seakan tidak mau kalah oleh gelombang nafsu kami berdua. Pak Sitor dengan hati-hati menempelkan kepala penisnya, ia tau jika tergesa gesa akan membuatku kesakitan sebab punyaku masih kecil dan belum pernah melahirkan.
Akupun berusaha memperlebar kedua pahaku hingga mudah dimasuki kejantanan Pak Sitar, sebab aku melihat kejantanannya panjang dan agak bengkok jadi aku bersiap siap agar aku jangan kesakitan.
Akupun sempat bilang kepadanya untuk jangan cepat-cepat. Dengan bertahap ia mulai memasukan penisnya, aku memejamkan mata dan merasakan sentuhan pertemuan kemaluan kami.
Untuk melancarkan jalannya, kakiku ia angkat hingga bahunya, lalu langsung penisnya masuk kerahimku dengan lambat.
Aku terkejut dan merasakan nyilu di bibir rahimku, aku meracau kesakitan lalu Pak Sitar membungkam mulutku dengan mulutnya. Tidak lama kemudian seluruh penisnya masuk kerahimku dan ia mulai melakukan gerak maju mundur.
Aku merasakan tulangku bagai lalas, sama seperti saat aku dan suamiku melakukan hubungan intim saat kegadisanku aku serahkan pada malam penganten dulu. Dan tidak lama kemudian aku merasakan kenikmatan. Mulut Pak Sitarpun lepas dari mulutku karena aku tidak kesakitan lagi.
Kekuatan laki-laki ini amat membuatku salut, sampai membuat ranjangku dan badanku bergetar semua seperti kapal yang terserang badai.
“ahhhhhh aaah allahu ya allah enak banget… astaghfirullah maafkan aku udaaa”
“nikmati saja upik, enak upik?”
“ehmmm… enak pak”
“apa yang enak?”
“itunya pak sitar”
“iya itu apa namanya?”
“kantal pak”
“kantalnya kenapa?”
“kontolnya masuk”
“masuk kemana?”
“ke memek fitri”
“kontol masuk ke memek namanya apa?”
“aaaaahhhh gamau, upik gamau sebut itu”
“ayo sebutin upik, kalau enggak bapak hamili kamu”
“ngewe pak”
“nah gitu dong piter, ayo upik bilang allahuakbar, bapak suka kamu bilang gitu pas lagi diewe”
“aaaahhhhh allahuakbar, subhanallah aaaaaaahhhhh”
“kontol bapak ngewe memek upik, nikmat paaaak aaaakhhhhh”
Kurang lebih 15 menit kemudian Pak Sitor gerakannya bertambah cepat dan tubuhnya menegang hebat, aku merasakan di dalam rahimku basah oleh cairan hangat. Tubuhnya lalu rebah di atas tubuhku tanpa melepaskan penisnya dari dalam rahimku.
Akupun dari tadi pun telah sempat kembali orgasme, kamipun tertidur sementara di luar hujan masih saja turun. Butiran keringat kami membuat basah sprei yang kusut di sana sini. Saat itu tidak ada lagi batas diantara kami, namun aku merasa telah berdosa kepada suamiku.
Entah kenapa aku merasa tidak kecewa kepada pak sitar karena dia melanggar janjinya untuk tidak menumpahkan spermanya di dalam rahimku, namun sensasinya nikmat sekali, hangat.
Hingga tengah malam Pak Sitorpun kembali menggauliku sepuasnya dan akupun tidak merasa segan lagi karena kami tidak lagi merasa asing satu sama lain. Akupun tidak merasa jijik jika melakukan oral sex dengan Pak Sitar.
Bagi wanita sangat sulit untuk melepaskan diri dari kejadian ini. Penyesalanpun tiada gunanya. Bagiku yang tampak diluarnya keras dan berwibawa juga penuh kesombongan, namun semuanya tiada arti lagi jika laki-laki telah berhasil menggaulinya.
Kehormatan dan perkawinan yang aku junjungpun luntur sudah, namun aku bisa bilang pada siapa dan Pak Sitorpun kini telah merasa jadi pemenang dengan kemampuannya menaklukanku hingga aku tidak berdaya. Dan aku semakin tidak berdaya jika ia telah berada di dalam kamarku, untuk bersebadan dengannya.
Dari awal kesalahan yang kubuat ini aku merasakan telah terperdaya oleh gelombang gairah yang di pancarkan oleh Pak Sitor.
Sangat aneh bagiku jika Pak Sitor yangseusia dengan ayahku ini masih mampu mengalahkanku dan membuatku orgasme berkali kali tidak seperti suamiku yang hanya bisa membuatku orgasme sekali saja begitu juga aku. Aku akui aku mendapatkan pengalaman baru dan mengaburkan pendapatku selama ini bahwa laki-laki paro baya akan hilang keperkasaannya.
Selama kami berhubungan badan aku sempat bertanya padanya bagaimana ia bisa sekuat itu, dan Pak Sitorpun bercerita bahwa ia sering mengosumsi makanan khas Batak yang menurutnya dapat menjaga dan menambah vitalitas pria.
Aku bergidik jijik dan mau muntah mendengarnya, aku jadi ingat pantas saja saat bersebadan dengannya bau keringatnya lain juga saat aku mengulum kemaluannya terasa panas dan amis.
Selama aku bertugas di pulau itu hampir 1 tahun kami telah sering melakukan hubungan sex dengan sangat rapi. Tidak ada seorangpun yangmengetahuinya, dan untunglah perbuatan kami ini aku tidak hamil sebab sebelumnya aku telah ber KB dan Pak Sitor pun bebas menumpahkan spermanya di rahimku.
Kapanpun, kamipun sering melakukannya di rumahku kadang di rumah Pak Sitor yang kalau aku pikir alangkah bodohnya aku mau digauli di atas dipan kayu yang cuma beralaskan tikar usang.
Namun bagiku hasrat terpenuhi dan Pak Sitorpun bisa memberinya. Pernah suatu hari setelah kami bersebadan di rumahnya, Pak Sitor minta kepadaku untuk mau hidup dengannya di pulau itu.
Permintaan Pak Sitor ini tentu mengejutkanku, rasanya tidak mungkin sebab aku terikat perkawinan dengan suamiku dan akupun tidak ingin menghancurkannya, lagi pula Pak Sitor seusia dengan ayahku apa jadinya jika ayahku tahu, dan keyakinan kamipun berbeda karena Pak Sitar searang pratestan meskipun ia mau pindah ke agamaku asal aku mau kawin dengannya.
Bagiku ini masalah baru, rupanya Pak Sitar mulai mencintaiku sejak ia dengan bebas dapat menggauliku. Pak Sitarpun pernah menanyakan padaku kenapa aku tidak hamil padahal setiap ia menyebadani aku spermanya slalu ia tumpahkan di dalam.
Aku tidak memberitahu dia jika aku berKB. Dan diapun sebenarnya mengiinginkan agar aku hamil agar memuluskan langkahnya memilikiku. Akupun menyiasatinya agar ia tidak lagi bermimpi untuk mengawiniku. Namun bagiku hubungan ini hanyalah sebagai pelarianku dari kesepian selama jauh dari suamiku.
Akupun menjelaskannya kepada Pak Sitar dengan baik-baik saat kami usai berhubungan badan. la akhirnya mengerti dan mau menerima alasanku dan akupun bilang jika kelak aku pindah hubungan ini harus putus.
Selama aku dinas di pulau ini ia aku beri kebebasan untuk memilikiku saat suamiku tidak ada dan jangan berbuat macam macam didepan teman kantarku yang kebetulan semuanya penduduk asli pulau itu.
Akhirnya ia mau mengerti dan berjanji akan menutup rapat rahasia kami jika aku pindah dan iapun menerima persyaratanku selama aku ditugaskan di pulau ini. Selama aku tugas di pulau itu, Pak Sitarpun terus memberiku kenikmatan ragawi tanpa kenal batas antara kami.
Bagiku cinta hanya untuk suamiku, Pak Sitar adalah terminal persinggahan yang harus aku singgahi. Dan dalam hatiku aku berjanji untuk menutup rapat rahasia ini. Ada penyesalan dalam diriku karena aku mengganggap diriku katar dan merusak keutuhan perkawinan kami.