Kini tangan kananku kugunakan untuk mengobel-ngobel lubang memek Ratna, sambil terus aku memompakan pantatku maju mundur, Ratna tampak semakin blingsatan, basah kurasakan tanganku oleh cairan memeknya, semakin cepat kukobel-kobel jari tengah dan jari telunjukku yg sekaligus masuk dalam lubang memeknya.
Sedang asiknya aku menikmati lubang pantat Ratna, iba-tiba pak engkos muncul
” Maaf mengganggu.. saya cuma mau ambil korek api saya yg ketinggalan, maaf…” ujar pak engkos, sambil membungkuk-bungkukan badannya. Sial.., pikirku, dia melihatku sedang menyodomi istrinya, namun dengan sikapnya yg masih ramah seperti itu tadi, sikap yg tak sedikitpun menunjukan rasa tidak senang atau tersinggung, aku merasa itu bukanlah suatu masalah, sepertinya pak engkos memang sudah rela istrinya diperlakukan apapun olehku, selama istrinya itu suka dan tidak keberatan barangkali.
Dan kalau dilihat dari ekspresi Ratna saat itu, yg tentu saja juga telah dilihat oleh pak engkos tadi, adalah ekspresi kenikmatan, mungkin dalam hatinya tadi pak engkos berkata “wah, rupanya istriku suka sekali disodomi.. begitu menikmatinya dia, sukurlah kalau itu memang membuatnya bahagia” mungkin itu yg pak engkos pikirkan, semoga saja.
Beberapa menit kemudian Ratna mencapai puncak kenikmatan , disertai dengan pekikan yg cukup keras, begitu banyak kurasakan cairan yg membasahi memeknya sehingga saat tanganku mengobel-ngobel memeknya berbunyi clok..clok..clokk.. akhirnya Ratna diam, tuntas sudah birahinya.
Hanya selang beberapa detik, tubuhku mulai mengejang, kocokan batang kontolku dilubang pantat mamih semakin kencang, dan crottt..crott..crott.. kutumpahkan seluruh air maniku didalam lubang dubur Ratna, nikmat rasanya.
Tiba-tiba Nurul sudah berada disampingku, ditariknya batang kontolku yg masih menancap didalam lubang anus Ratna, lalu dikulumnya dengan rakus, sepermaku yg melekat pada batang kontolku ditelannya, lalu dikocok-kocoknya batang kontolku dengan harapan masih keluar satu atau dua tetes air mani,
Namun setelah dirasakannya tidak ada setetespun spermaku yg keluar, tampak terlihat raut wajahnya yg kecewa, lalu terdiam sejenak, kemudian tersenyum, entah apa arti senyumnya itu, seolah-olah Nurul mendapatkan suatu yg cemerlang.
Ternyata Nurul mendekati lubang anus ibunya yg masih dalam posisi menungging, dari sikapnya itu aku mulai mengerti dengan apa yg akan dia lakukan.
” Tunggu lis, biar aku bantu..” ujarku.
Kusuruh Nurul untuk telentang tepat dibawah pantat Ratna, sambil membuka mulutnya dengan lebar, setelah itu kukorek-korek lubang anus Ratna, lalu kutarik, surrrrr.. mengalirlah air maniku yg tersimpan didalam lubang anusnya, mengalir keluar dan menetes tepat kedalam mulut Nurul yg menganga lebar, kembali kukorek anus Ratna, keluar lagi sisa-sisa sperma dari dalam namun kali ini tidak sebanyak sebelumnya,
Lalu Nurul menelan seluruh air maniku yg tertampung dimulutnya, setelah habis Nurul bangun dan dijilatinya lubang anus ibunya itu dengan rakus untuk mendapatkan sisa-sisa spermaku yg masih melekat, sebuah aksi yg sensual bagiku, yg membuat jantungku berdebar.
” Bagaimana, enak lis..? ” ujarku, sambil memasukan jari telunjukku yg masih melekat sisa-sisa spermaku kedalam mulutnya, dengan rakus Nurul mengulum jari telunjukku itu.
” Enak mas, sedap..rasanya tambah enak, mungkin karna bercampur dengan bau dubur mamih, jadi lebih gurih hi..hi..hi..” jawabnya, yg langsung kukecup mulutnya itu, kurasakan aroma air maniku pada mulutnya.
Kokom yg sebelumnya masih dalam posisi menungging, kini duduk dan menghampiriku
” Mas, minta lagi dong, seperti yg tadi dikamar mandi..” pinta Ratna, kulihat Nurul penasaran dengan apa yg diminta ibunya itu
” Minta apa-an sih mih..? ” ujar Nurul
” Iya nih mamih, minta apa sih..? ” ujarku, berpura-pura tak tau
” Ah, mas hendi pura-pura, itu lho, air kencing mas hendi, ayo dong mas..mamih udah kepingin nih,,” ujarnya merajuk, kulihat Nurul mengerutkan alisnya, sepertinya dia belum paham dengan yg dimaksud Ratna.
” Oke deh..kalau emang mamih sudah kepingin..” ujarku
Tiba-tiba Ratna menggulung tikar pandan yg tergelar dilantai, mungkin maksudnya agr tikar itu jangan sampai basah terkena air kencing.
“Ayo mas.. mamih udah enggak sabar nih aaaaakkkk..” ujarnya sambil jongkok dilantai dan membuka mulutnya dengan lebar, bersiap menerima kucuran air kencingku,
Aku berdiri menghadap Ratna, kuarahkan batang kontolku sekitar 50cm dari mulut Ratna yg menganga, memang sengaja untuk tidak terlalu dekat dengan maksud agar terlihat pancurannya, itu akan lebih sensasional pikirku, kulirik Nurul yg masih melongo, dan.. suuuuurrrrr mengucurlah air maniku tepat tertuju kedalam mulut Ratna yg langsung ditelannya, belum lagi habis air kencing dimulutnya tertelan,
Sudah banyak lagi supply air kencing yg keluar dari lubang pipisku membanjiri mulutnya, sebagian ada tumpah dilantai, sebagian membasahi wajahnya, kulihat Nurul yg duduk disamping Ratna tampak takjub, akhirnya berhentilah kucuran air kencingku.
” Mih.. Nurul minta dong mih..” ujar Nurul, sambil membuka mulutnya.
Sisa air kencingku yg masih tertampung didalam mulut Ratna kali ini tidak ditelannya, seraya Ratna berdiri dan membungkukan badannya sehingga wajahnya tepat berada diatas wajah Nurul yg duduk sambil menganga, dimuntahkannya air kencingku dari mulut Ratna kedalam mulut Nurul.
Nurul langsung menelannya dengan rakus, sepertinya Nurul belum puas, diraih kepala ibunya itu dan dikecupnya dengan rakus, sehingga mereka saling berpagutan, betul-betul aku disuguhi aksi yg erotis oleh ibu dan anak ini.
” Huuhhh…sedap mas, segaaaaarrrr…” ujar Ratna
” Wah, rupanya mamih tadi sore sudah minum air kencing mas hendi dikamar mandi ya, curang enggak ngajak-ajak..” protes Nurul
” Hi..hi..hi.. rahasia dong… ” ujar Ratna, menggoda anaknya itu.
” Bukan cuma itu lis, tapi mas hendi juga sudah minum air kencing mamih ..he..he..he.. makanya sekarang giliran mamih yg kencingin saya, sekalian kamu juga lis, biar banyak, biar mas hendi kenyang..” ujarku
Aku duduk dilantai sambil membuka mulutku lebar-lebar, siap menantikan cairan yg menurutku begitu menyegarkan mengalir masuk kemulutku dan tentunya akan kuhirup dan kuminum sepuasnya.
” Ayo dong aku udah enggak sabar nih, menikmati air kencing kalian yg segar dan nikmat itu aaaakkk..” ujarku, seraya membuka mulutku selebar yg aku bisa.
Kokom dan Nurul bersiap dengan aksinya mereka berdiri tepat didepanku dengan memek yg menganga siap untuk mengeluarkan air seninya, disibakannya memek mereka dengan kedua tangannya, dan..currrrrrr.. keluarlah kucuran air kencing dari memek Ratna.
Tak berselang lama diikuti juga oleh Nurul, dua kucuran dari arah yg berbeda bermuara kesatu pusat, yaitu kedalam mulutku yg menganga lebar, langsung kutelan dengan rakus, begitu banyak air kencing yg mengucur hingga kewalahan aku dibuatnya.
” Ayo mas..minum mas.. nih mas, buat cuci muka mas, biar tambah ganteng hi..hi..hi..” ujar Ratna menggodaku.
Terasa kembung perutku meminum begitu banyak air kencing dari Ratna dan Nurul, hingga sebagian tumpah kelantai dan sebagian lagi kugunakan untuk membasuh wajahku.
Akhirnya berhentilah aliran air kencing dari keduanya, namun dimulutku masih tertampung penuh air kencing mereka, aku berdiri dan kudekati Nurul, kubuka mulutnya dengan tanganku, dia mengerti maksudku hingga dibukanya mulutnya leber-lebar dan kumuntahkan isi dari mulutku kedalam mulutnya yg dengan rakus langsung ditelannya.
” Bonus kusus dariku lis, kan kamu tadi masih kurang he..he..he..” ujarku, seraya kukecup bibir Nurul
” Makasih mas, nikmat juga..tapi ini kan air kencing mamih dan Nurul sendiri hi..hi..hi..” jawabnya
Bersamaan dengan itu dari televisi terdengar wasit telah meniup peluit panjang bertanda selesai pertandingan antara kesebelasan Indonesia vs Laos, Indonesia menang telak 6-0. Begitupun dengan permainan kami yg telah selesai untuk malam itu, akhirnya kamipun mandi bersama untuk membersihkan tubuh kami yg sudah berbau sedemikian rupa, bau keringat bercampur dengan bau air kencing.
Keesokan sorenya aku balik kejakarta, setelah pagi dan siang harinya aku masih menikmati pesta seks dengan Nurul dan Ratna tentunya, kuberikan Nurul uang sebesar 300ribu, seperti yg dikatakan herman, begitupun Ratna kuberikan dengan jumlah yg sama, pak engkos sebagai suami Ratna yg telah merelakan istrinya kunikmati selama sehari semalam kuberikan dia 50ribu sekedar untuk beli rokok.
Hartop tua herman telah terparkir dihalaman rumah itu, Nurul dan Ratna mengantar kepergianku sampai aku memasuki mobil herman.
” Hati-hati dijalan mas, jangan lupa minggu depan kesini lagi ya mas..” ujar Nurul, seraya mengecup bibirku
” Terima kasih banyak mas hendi, minggu depan kami tunggu.. hati-hati dijalan..” ujar Ratna, juga dikecupnya bibirku, kulihat herman mengerutkan alisnya saat melihat Ratna mengecup bibirku, entah apa yg dipikirkannya.
” Makasih jang..sering-sering dateng kesini ya..” teriak pak engkos, yg duduk diteras rumah.
Akhirnya mobil herman meluncur menuju Jakarta, dari kaca spion masih kulihat Nurul dan Ratna melambaikan tangan.
” Hen, elu koq tadi ciuman sama ibunya Nurul..? ” tanya herman heran, yg kujawab hanya dengan senyum.
Malam mulai menyelimuti desa X, kepergianku meninggalkan desa yg unik itu diiringi oleh nyanyian jangkrik dengan iramanya yg khas, yg selalu konsisten mereka nyanyikan disetiap malam hari tanpa pernah merubah arasemennya sedikitpun, seperti halnya dengan irama kehidupan didesa X itu, yg tetap berjalan dengan iramanya sendiri, yg tetap mereka mainkan secara konsisten, tak pernah berubah walau oleh pengaruh apapun.
Sudah hampir tiga tahun aku menjalin hubungan dengan Nurul dan Ratna, entah apa nama hubungan kami itu, apakah itu hubungan kekasih, hubungan asmara, ataukah hanya hubungan bisnis semata, ah, aku tak peduli dengan itu semua, yg pasti kami sudah bagaikan satu kesatuan yg tidak bisa dipisahkan lagi,
Bagiku mereka sangatlah lengkap, lengkap dalam artian mereka adalah penghiburku, pelayanku, tempatku berkeluh kesah dan lain sebagainya, bersama mereka jiwaku rasanya tenang dan damai, rasanya aku tak bisa hidup tanpa mereka, seolah mereka bagaikan udara dalam nafasku, terdengar klise memang.
Entah ini hanya kebetulan atau tidak, semenjak aku mengenal mereka, rejekiku mengalir dengan begitu lancarnya, minggu pertama setelah aku baru mengenal mereka, tenderku untuk perusahaan gol semua, sehingga bonus 1% mengalir dengan manis kekantongku, dan itu terjadi 3 kali dalam satu minggu, padahal sebelumnya sebulan sekalipun itu sudah untung, dan hal itu berlanjut pada hari-hari berikutnya,
Hingga akhirnya sekitar 6 bulan kemudian dengan modal yg ada aku beranikan diri untuk membuat perusahaan sendiri, karna aku sudah paham betul dengan cara kerja perusahaan itu, dan aku telah memiliki chanel-chanel yg bagus untuk usahaku ini, intinya aku sudah dapat “lobang”nya,
Sehingga hanya tinggal menjalankannya saja, semuanya pasti akan lancar, dan betul memang, dalam jangka waktu satu tahun perusahaanku mengalami kemajuan yg cukup signifikan, dan itu berlanjut sampai saat ini, kini perusahaanku telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan yg cukup diperhitungkan, walaupun belum termasuk perusahaan besar.
Kini aku telah memiliki rumah sendiri, rumah yg cukup mewah dikawasan cibubur, aku juga memiliki beberapa bidang tanah dan beberapa rumah yg aku kontrakan, yg sengaja kubeli sekedar untuk infestasi.
Sebagai seorang bujangan yg masih muda dan cukup mapan, dan, ehemm… lumayan ganteng, sudah barang tentu banyak gadis-gadis yg ingin mendapatkan cintaku, namun tak satupun yg dapat menggoda hatiku, hati ini rasanya hanya untuk Nurul dan Ratna.
Bahkan herman, temanku yang dulu membawaku pertama kali kedesa X itu kini telah menikah dengan teman sekantornya, dan terakhir aku ketahui kini dia telah memiliki seorang momongan, sementara Euis “gacoan”nya didesa X dulu, kini telah menjadi istri simpanan seorang pengusaha timur tengah.
Hingga aku dengar selentingan yg beredar, yg mengatakan bahwa aku adalah seorang gay, namun aku tak ambil pusing soal itu. yg aku pusingkan adalah orang tuaku, yg setiap kali aku mengunjunginya, selalu kata itu yg ditanyakan padaku “kapan kamu menikah hen..?”
“ sudah adakah calonmu hen..?” “ inget hen, usiamu sudah kepala tiga.. dan kamu sudah cukup mapan..”
“ hen, ayahmu sudah tak sabar tuh untuk menggendong cucu..” kata-kata itulah yg sampai saat ini membuatku bingung, apa yg harus aku lakukan? Menikahi Nurul? Nyaliku masih terlalu pengecut untuk berani melakukan itu, orang tuaku tergolong orang yg selalu memandang jodoh berdasarkan bibit, bobot, dan bebet,
Bila mereka tau status dan dari mana Nurul berasal sudah barang tentu mereka akan menolaknya mentah-mentah, bagaimana mungkin mereka rela anak yg menjadi kebanggaannya ini harus menikah dengan seorang janda yg asal muasalnyapun dari daerah yg enggak jelas.
Setahun yg lalu rumah Nurul telah aku rombak total, kini berdiri rumah yg cukup manis, walaupun tidak dapat dikatakan sebagai rumah mewah, paling tidak cukup nyaman untuk acara akhir pekanku, dengan fasilitas yg aku buat senyaman mungkin
Seperti pada kamar Nurul yg sengaja kubuat cukup luas, beserta kamar mandi didalamnya lengkap dengan bathtube untuk kami berendam, karna dikamar itulah yg kami gunakan bertiga saat berakhir pekan disana, dan untuk pengairan kupasang pompa listrik,
Setelah sebelumnya menggunakan sumur timba, intinya rumah itu sudah cukup layak bagiku untuk indehoy dengan Nurul dan Ratna diakhir pekan, sesuai dengan angka 300juta yg aku habiskan untuk biaya pembangunannya.
Kolam ikan pak engkos kini bertambah lebar, dan ikan-ikannyapun bertambah banyak, sehingga hasil panennyapun kini meningkat, bahkan masih bisa disisihkannya untuk menabung, itu karena suntikan modal yg kuberikan pada pak engkos sekitar satu setengah tahun lalu.
Karta, kakak Nurul yg sebelumnya bekerja dijakarta sebagai buruh bangunan kini kupekerjakan diperusahaanku, sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya tentunya, tak mungkin aku menempatkan karta sebagi menejer atau jabatan penting lainnya, walaupun dia adalah kakak Nurul.
Sehingga aku pekerjakan dia sebagai pengawas gudang, kejujurannya dapat kuandalkan untuk pekerjaan itu, aku rasa itu jauh lebih baik daripada dia harus bekerja sebagai buruh bangunan dijakarta, dan sikap karta sangat hormat sekali padaku, walau sudah berkali-kali kuingatkan padanya untuk bersikap wajar saja.
Untuk pertama kalinya sejak hampir tiga tahun aku berhubungan dengan Nurul dan Ratna mereka ingin kejakarta, setelah sebelumnya akulah yg selalu datang kedesa X untuk mengunjungi mereka, alasannya adalah Ratna ingin belanja dipasar tanah abang, yg menurut tetangga-tetangga disana pasar tanah abang banyak dijual berbagai pakaian dengan segala model dan dengan harga yg relative murah, untuk itulah sehingga Ratna memintaku untuk mengantarnya kepasar tanah abang.
Dari desa X aku membawa Nurul dan Ratna meluncur menuju kepasar tanah abang, kali ini aku tidak lagi menumpang hartop tua milik temanku, kini aku telah memiliki kendaraan sendiri, seperti biasa untuk berkunjung ke desa X ini selalu aku gunakan jeep wrangler, jenis kendaraan yg handal walaupun melintasi kubangan kerbau sekalipun,
Walaupun dirumahku masih ada kendaraan sedan yg biasa aku gunakan untuk ketempat kerja, dan satu lagi yaitu mobil kijang inova sekedar untuk keperluan keluarga bila dibutuhkan, namun selama ini inovaku itu lebih sering menjadi penghuni garasi.
Penampilan Ratna dan Nurul saat ini sungguh berbeda dengan tiga tahun lalu, aku selalu menyempatkan untuk mengantarnya kesalon dikota bogor setiap kali kali aku berkunjung kesana dengan maksud untuk “memoles” penampilan mereka.
Mereka kini tampil lebih modis, potongan rambut Ratna jauh berbeda dengan yg dulu, dengan semir rambut berwarna kemerahan dibeberapa bagian rambutnya menambah seksi penampilannya, serasi dengan celana hotpan ketat yg sebatas lutut, sehingga memperlihatkan betisnya yg putih indah, dan lekuk pantatnya yg besar tampak menyembul,
Dipadu dengan sandal hak tinggi menghiasi kakinya yg jari jemari kukunya diwarnai dengan cat kuku berwarna merah, begitupun kuku jari tangannya juga dihiasi dengan pewarna kuku berwarna merah muda, dan telapak tangannya itu tidak lagi kasar seperti dulu, telapak tangannya kini halus bak tangan priyayi, dan apa yg dikenakan oleh Ratna dan juga Nurul semua aku yg membelikannya, tentunya bukanlah dipasar tanah abang ini, melainkan kubeli digerai-gerai pakaian ternama.
Hampir dua jam kami mengubek-ubek dipasar tanah abang yg cukup ramai itu, begitu banyak sudah yg kami belanjakan, “mumpung disini mas, sekalian untuk oleh-oleh tetangga-tetangga dirumah” begitu alasan Ratna.
Penampilan dua gacoanku yg seksi ini menjadi perhatian beberapa lelaki disana, kulihat tatapan mereka yg nanar kearah bokong Ratna yg semok atau kearah belahan dada Nurul, entah apa yg ada didalam benak dan hayalan mereka, aku hanya tersenyum saja melihatnya.
Aku sadar bahwa penampilan mereka terbilang terlalu hot, sehingga terkesan norak bila berkunjung kepasar tanah abang yg sumpek seperti ini dengan penampilan seperti itu, sehingga wajar bila mereka menjadi pusat perhatian laki-laki yg melihatnya, namun aku tak mempermasalahkannya.
Menjelang pukul satu siang kami memborong beberapa potong pakaian, cukup banyak juga, sampai-sampai kami harus menggunakan jasa kuli panggul untuk membawakannya hingga sampai kemobil, namun tak beberapa banyak uang yg kuhabiskan untuk itu, tak sampai 8 juta.
Tak apalah, toh selama inipun mereka tak pernah meminta atau menuntut macam-macam, mereka hanya menerima apa yg aku berikan, tanpa pernah protes atau meminta yg lain, apalagi berusaha untuk mengeret aku, itulah salah satu yg membuatku simpati pada mereka.
Sekitar pukul 3 sore kami tiga dirumahku dikawasan cibubur, rasa lelah berputar dipasar tanah abang yg sumpek dan padat membuat kami langsung terlelap tidur selama kurang lebih dua jam.