“Pembunuhan gimana, Langga? Jangan bercanda!”
Langga mengambil napas dalam-dalam. Dia tahu wanita yang akan menjadi mantan istrinya ini pasti tidak akan percaya.
Langga sendiri mulanya juga tidak percaya, namun kemudian diyakinkan pihak kepolisian bahwa Sean benar-benar terlibat kasus mengerikan itu. Sama dengan Jessica, Langga merasa syok, jantungnya langsung berdebar ketakutan apabila terjadi sesuatu pada putranya.
“Tadi polisi telepon aku, Sean ada di kantor polisi, Jess.” Langga memindai raut kaget Jessica. “Kita harus ke sana sekarang.”
“Tapi, Sean kenapa? Kenapa bisa kayak gitu?” Wanita itu tidak habis pikir. “Aku coba telepon Sean dulu, mungkin ini penipuan, Langga.”
“Jess!” sentak Langga agak kencang. “Aku udah coba telepon dia, tapi nggak aktif. Udahlah, nggak usah buang-buang waktu. Kita ke kantor polisi sekarang.”
Mendengar itu, Jessica tidak bisa untuk tidak memikirkan hal-hal buruk. Batinnya sungguh terguncang. Demi Tuhan, Sean adalah anak yang baik.
Dia berani menjamin. Jessica menggigit bibirnya cemas, tangannya juga mulai mendingin. Kini wanita itu tidak lagi memikirkan proses perceraian yang sebentar lagi akan dilakukan. Pikirannya hanya tertuju pada Sean.
“Jess!” Langga mengguncang bahunya kencang. “Ayo, kita ke kantor polisi. Now!”
“I-iya. Ayo!” Jessica menghadap sang asisten yang masih diam. “Grace, kamu bawa mobil saya. Saya ikut mobilnya Bapak aja. Kamu ke apartment saya, nunggu Jenny pulang sekolah.”
“Tapi Bu, sidangnya-”
“I didn’t care at all!” teriaknya keras. “Anak saya lebih penting.”
Lantas Jessica meraih tangan Langga untuk bergegas menuju kantor polisi. Mereka berdua tidak peduli walaupun mungkin proses perceraian mereka akan tertunda dan memerlukan waktu yang lebih lama. Jessica dan Langga ingin fokus menyelamatkan anaknya yang mengalami masalah.
Mereka sampai di kantor polisi tempat Sean berada. Suasananya sepi, artinya berita ini belum sampai ke telinga media. Setidaknya Langga harus lega akan hal ini. Langga melirik istrinya yang masih mencoba menahan tangis meskipun gagal.
Langga benci melihat air mata Jessica. Terlepas dari hubungan mereka yang hampir putus, Jessica tetap ibu dari anak-anaknya. Mereka sudah terlalu banyak menghabiskan waktu bersama. Langga tidak mungkin melupakan apa yang sudah mereka lewati sejak awal menikah. Karena Jessica akan selalu memiliki tempat tersendiri di hidupnya.
“Lebih baik?” Langga mengusap punggung istrinya. “Kalo kamu nggak kuat, biar aku yang masuk aja, Jess.”
“Nggak, aku bisa kok,” balasnya mencoba kuat. “Ayo, kita masuk.”
Langga mengiyakan. Mereka masuk sembari mencari keberadaan sang putra. Begitu masuk, beberapa pasang mata memandangi Langga dan Jessica. Mereka tentu mengenal siapa pasangan suami istri tersebut.
“Bapak Airlangga, ya?” Salah satu polisi bertubuh tambun mendekati mereka.
“Iya, saya sendiri.” Langga menjabat tangan sang polisi. “Kami dateng karena-”
“Oh, walinya Ananda Sean, ya, Pak?”
“Betul, Pak. Saya dan istri tadi dihubungi katanya anak kami terlibat masalah. Bisa tolong jelaskan masalahnya?”
“Duduk dulu, Pak.” Polisi bername tag Idham itu menunjukan bangku dekat jeruji besi. “Bapak tenang dulu, saya jelaskan dengan hati-hati, ya. Jadi, Ananda Sean ini berada di TKP pembunuhan siswi SMA di rumahnya sendiri, Pak. Kami menduga korban merupakan teman sekolah putra Bapak.”
Kedua orang tua Sean tersebut sangat terkejut. Jessica sampai menutup mulutnya ketakutan. Mereka tidak mengerti apa yang dilakukan Sean di sana? Apa anak mereka itu-
“Pak, maksudnya gimana? Anak saya anak baik-baik, dia nggak mungkin melakukan hal yang aneh-aneh,” tutur Jessica dengan tergesa lalu menarik-narik kemeja sang suami. “Langga, gimana ini?”
“Kamu tenang dulu, Jess. Dengerin penjelasan polisi dulu.”
“Ibu jangan cemas, tadi sewaktu perjalanan ke mari, Ananda Sean mengaku bukan dia pembunuhnya. Tapi kami masih menyelidiki kasus ini, Pak, Bu. Mohon kerja samanya agar kasusnya cepat selesai.”
Rasanya ketakutan Jessica perlahan sedikit membaik mengetahui Sean bukan pembunuhnya. “Ah, baik, Pak. Kami juga mohon bantuannya agar anak kami bisa segera pulang ke rumah.”
“Tapi, Ananda Sean tidak sendiri, Bu. Ada-”
Belum selesai memberi penjelasan, tiba-tiba pintu sebuah ruangan terbuka dan menampakan seorang remaja laki-laki yang penampilannya acak-acakan. Jessica dan Langga otomatis bangkit dan menghampiri si pemuda.
Dia adalah Kenny, teman Sean. Mereka berdua teman yang akrab. Jessica sering melihat Kenny datang ke rumahnya untuk mengajak Sean bermain. Tidak ada masalah apapun diantara keduanya. Di sekolah pun, Sean selalu bersama Kenny.
“Kenny, Sean mana? Sebenarnya ada apa? Siapa yang dibunuh, Nak?” Ibunda Sean itu menarik lengan Kenny yang terus saja tertunduk lesu.
Sayangnya, Kenny tidak menjawab apapun. Dia mendongak dan menatap Jessica dengan seksama. Wajahnya pun tetap datar, karena itu Jessica perlahan melepaskan cekalan tangannya. Sementara Langga langsung mengetahui ada yang tidak beres antara Kenny dan Sean.
•••
“Waktunya cuma sebentar ya, Pak, Bu. Setelah ini Ananda Sean akan kami mintai keterangan lebih lanjut. Jadi, mohon ikuti aturannya.”
Langga dan Jessica kompak mengangguk. Mereka lantas menatap putra sulung mereka yang tampak begitu frustasi. Penampilan Sean yang cukup menyedihkan membuat pasangan suami istri yang duduk dihadapannya itu menghela napas khawatir.
“Jangan diem aja, Bang. Ayo cerita sama Mama. Gimana bisa kamu ada di rumah itu?” Jessica mencoba semaksimal mungkin untuk bertanya dengan lembut. Walaupun dalam hatinya sendiri, dia merasa amat cemas.
Perlahan Sean mendongak dan menatap kedua orang tuanya bergantian. “Kalian….,” ucapnya. “Udah cerai?”
Langga membeliak. Sean justru menanyakan perceraian antara dirinya dan Jessica ketimbang menjawab pertanyaan sang istri. “Come on, Sean. This is not the right time to talk about that. Answer your mom first!”
“Langga!” Jessica memperingati. Wanita itu kemudian menjilat bibirnya dan menatap kembali sang putra. “Sayang, ayo cerita dulu sama Mama. Kita bisa bahas masalah itu setelah kamu pulang dari sini.”
“Jadi belum?” Sean tak gentar dengan tatapan tajam ayahnya. “Apa karena aku di sini, kalian nggak jadi sidang cerai?”
“Sean!”
Jessica reflek menggeleng. Perasaannya menjadi takut melihat wajah sang suami. Langga bisa saja berbuat nekat jika Sean terus membuatnya marah. “Iya, kami belum cerai. Setelah kamu lepas dari masalah ini, kami akan melanjutkan proses perceraian itu.”
Menjawab pertanyaan Sean memang bukan keinginannya. Namun, Jessica tahu bahwa Sean tidak akan mau bercerita padanya sampai dia menjawab pertanyaan mengenai perpisahan. Waktu mereka sangat sedikit sekarang. “Jadi, gimana ceritanya kamu-”
“Papa sama Mama lanjutin aja proses perceraian kalian. Aku nggak akan pulang ke rumah.” Sean tiba-tiba saja beranjak dari duduknya dan keluar dari ruangan.
“Loh, Abang!” seru Jessica. “What are you talking about? Abang, stop!”
“Sean!” Langga turut memanggil putranya.
Begitu dibuntuti ternyata Sean berbincang dengan seorang polisi sebelum kemudian keduanya pergi ke suatu ruangan. Jessica dan Langga tergopoh-gopoh mengikuti putranya.
“Tunggu, kamu mau ke mana, Sayang?!”
“Maaf, Bu.” Seorang polisi menahan tubuh Jessica agar menjauh dari ruangan yang dimasuki Sean. “Ananda Sean sudah kami bawa ke ruang interogasi untuk dimintai keterangan lebih lanjut.”
“Tapi saya-”
“Ibu tenang saja. Kami nggak akan menganiaya anak Ibu. Kami cuma akan menanyakan beberapa hal. Jadi, silakan Ibu dan Bapak bisa pulang ke rumah. Kalau hasil pemeriksaannya sudah keluar, kalian akan kami kabari.”
“Gimana bisa saya pulang kalau Abang…”
Langga sigap memeluk pundak istrinya dan berbisik, “Udah, Jess. Nggak ada gunanya kita protes. Sean pasti bakal keluar sebentar lagi.”
Langga pun membawa paksa wanita cantik itu keluar dari kantor polisi. Meskipun begitu, Jessica tetap marah karena Langga tak mengerti perasaan cemasnya. “Kamu mau kemana, sih?!”
“Kita pulang, okay? Di sini nggak ada tempat buat istirahat dan-”
Jessica cekatan melepas rangkulan suaminya. “I’ll stay here! Jangan paksa aku pulang.”
Langga menghela napas kuat-kuat. Dirinya tahu betul kalau Jessica akan keras kepala jika menyangkut anak-anak. “Aku bakal telepon pengacaranya Papa, minta mereka buat ngurus masalah ini. Kamu pulang aja, istirahat. Jenny pasti nyariin kamu sekarang. Jangan ngeyel, please.”
Jessica membuang muka. Perkataan pria matang dihadapannya memang benar. Diam-diam wanita itu mendesah lelah. Untuk saat ini dia akan mengalah saja. “Okay, kita pulang. Tapi, Abang beneran bakal keluar dari tempat ini secepatnya, ‘kan?”
Sejatinya Langga sedikit ragu karena memang dia belum mengetahui kronologi lengkap dari pembunuhan itu. Namun, demi memberikan ketenangan untuk ibu dari anaknya, Langga tetap mengangguk. “Seperti kata kamu, Sean nggak bakal membunuh orang. Jadi kemungkinan, kasus ini bakal cepet selesai.”
Jessica sedikit lega mendengar itu. “Okay.” Meski begitu, batinnya tetap tidak henti berdoa pada Tuhan untuk putranya.
“Rumahku jauh dari sini. Apa boleh aku ke apartment kamu dulu?”
•••
“Ayo, masuk.” Jessica mempersilakan sang suami untuk masuk ke apartment yang baru dihuninya selama 3 bulan itu.
Langga masuk dengan canggung. Seumur-umur dia memang belum pernah memasuki hunian istri dan anaknya yang baru ini. Paling mentok hanya mengantar Jenny sampai ke lobby apartment.
“Papa?” Jenny terkejut melihat orang tuanya datang bersama. “Kenapa ke sini?”
Jessica mendekati putri kecilnya. “Sayang, Papa sama Mama mau bicara hal penting. Bisa kamu masuk ke kamar dulu?” Ngocoks.com
Walaupun dirundung rasa penasaran, Jenny tetap patuh pada perintah Ibunya. Gadis berbaju pink itu memeluk ayahnya sebentar sebelum kemudian kembali ke kamar.
“Kayaknya Papa udah tahu tentang masalah ini. Dia pasti marah besar,” ujar Langga.
Perasaan sedih langsung menyelimuti Jessica. Sejak dulu tak pernah Sean berbuat yang macam-macam. Putra sulungnya itu selalu menjadi kesayangan sang mertua. “Aku tahu beliau pasti marah banget.” Jessica memijat pelipisnya. “After this, let’s go back there. Aku nggak tenang di rumah terus.”
“Tim pengacaranya Papa udah di sana. Kamu nggak usah buru-buru istirahatnya. Sean juga-”
Tepat saat itu ponsel Langga berdering. Terlihat nama pengacara ayahnya lah yang menghubungi. Dia pun memberi isyarat pada Jessica yang sudah menegakkan tubuhnya cemas untuk diam. “Ya, halo?”
Jessica mencondongkan dirinya pada sang suami untuk bisa mencuri dengar. Tangannya saling bertaut. Dia berulang kali menggigit bibir apalagi setelah melihat reaksi Langga.
“Iya, saya ke sana sekarang.”
Begitu mematikan telepon, Langga menatap Jessica dengan kalut. “Mereka bilang Sean ditetapkan jadi tersangka.”
“Apa?!”
“Sean mengakui diri sebagai pembunuh korban.”
Bersambung…