Rin..gue balik duluan yaa..”.
“yaudah, Din..”. Dinda tak sabar ingin segera pulang. Harusnya sebagai gadis terhormat, dia tak ingin pulang ke rumah karena ada 2 pria tua yang menjadikannya budak seks. Tapi, entahlah. Selangkangan Dinda terasa lembap, sebab ia membayangkan begitu sampai di rumah, Jajang dan Sardi akan langsung menelanjanginya dan menggempurnya habis-habisan.
Melihat bidadari cantik mendekatinya, Sardi tersenyum licik, membayangkan tubuh indah yang ada di dalam seragam bidadari yang sedang berjalan ke arahnya bisa ia nikmati begitu sampai di rumah.
“ayo non Dinda sayang, silahkan masuk ke mobil”, canda Sardi dengan nada yang mesra. Dinda hanya tersenyum dan tersipu malu. Malu karena dia belum pernah dipanggil sayang oleh cowok selama ini. Panggilan sayang perdana Dinda dari orang lain, tak termasuk keluarganya, malah dari supirnya sendiri yang bahkan telah menidurinya berkali-kali bersama pembantunya.
Sardi menutup pintu mobil setelah Dinda duduk di samping tempat duduk pengemudi. Antar-jemput kali ini memang benar-benar beda bagi Sardi. Berbeda 180 derajat. Biasanya Dinda selalu duduk di jok belakang dan jarang mengobrol dengan Sardi.
Tapi, kali ini, Dinda duduk di jok depan dan Sardi bisa melakukan apa saja terhadap anak majikannya itu. Tadi pagi saja, Sardi bisa mencipok Dinda tanpa ada perlawanan dan penolakan. Bayangkan apa yang akan dilakukan Sardi sekarang, saat Dinda sudah pulang sekolah.
“aah capek !”. Dinda merasa nyaman sekali bersender ke jok mobilnya. Sardi menyalakan mobil dan ac. Tanpa izin, Sardi langsung memalingkan wajah Dinda ke arahnya dan langsung ‘menyabet’ bibir mungil Dinda yang tipis nan lembut itu.
“emmmhhh mmmm cccppp”. Tanpa kuasa, Dinda tak mampu menghindar dari cumbuan Sardi. Gadis imut itu sebenarnya khawatir, ada temannya memergokinya sedang bercumbu dengan supirnya sendiri di dalam mobil karena ia masih di areal sekitar sekolah. Tapi, mau apa dikata, Dinda sudah takluk dengan keperkasaan Sardi, dan kata-kata ejekan Sardi seakan memberi doktrin ke gadis imut itu.
Doktrin yang mengatakan kalau dia harus menuruti segala kemauan supirnya itu, tak boleh berkata tidak. Lidah mereka berdua saling bertautan, saling belit, saling pagut. Sepertinya Dinda sudah tak peduli dimana dia sekarang, Dinda terlihat begitu menikmatinya.
Mereka berdua saling pagut, saling melumat dan menghisap bibir satu sama lain. Tangan Sardi mulai melakukan gerilya. Satu per satu kancing seragam Dinda dibuka Sardi. Bukannya Dinda tak sadar kalau Sardi mulai berusaha menelanjanginya, tapi gadis imut itu seperti membiarkan Sardi, seolah-olah dia tak bisa melarang supirnya itu untuk menelanjanginya.
Sardi menangkup kedua buah payudara Dinda yang sudah tak terbungkus apa-apa karena kancingnya telah terbuka semua dan branya juga sudah tersingkap ke atas. Kemasan susu Dinda yang padat berisi dan sangat empuk itu pun diremasi Sardi yang gemas.
“jaangaan, Paakhh…”, pinta Dinda melihat Sardi memonyongkan mulutnya. Mulut Sardi pun memburu puting pink pucat milik Dinda. Ngocoks.com
“apa, non ?”.
“jangan disini..”, jawab Dinda pelan, takut Sardi marah.
“apanya yang jangan di sini, non ?”.
“itu…”.
“apa ?”, Sardi memilin kedua puting Dinda.
“emm…nyusu”, jawab Dinda sambil menggigit bibir bawahnya.
“oh..jadi Pak Sardi nggak boleh nyusu di sini ya, non ? hemm ?”, goda Sardi, dia memain-mainkan pucuk payudara Dinda.
“i..iyaa..”, Dinda menggelinjang, ekspresi mukanya menunjukkan rasa nikmat mulai datang kepadanya.
“tapi kalo di rumah boleh kan nyusu ama non Dinda ?”.
“b..bolehh..”, muka Dinda memerah, dia merasa malu mengatakan itu.
“oke deh, non”, ujar Sardi sambil tersenyum dan memelintir kedua puting Dinda dengan sangat kencang.
“tapi non Dinda harus buka semuanya dulu kalau mau Pak Sardi anter ke rumah”, tangan Sardi tetap menahan kedua puting Dinda yang dalam keadaan terplintir.
“i iyaa”.
Sambil tersenyum licik, Sardi melepaskan cubitan terhadap puting Dinda. Dinda mulai melepaskan baju seragamnya yang memang sudah terbuka dan melepaskan kaitan branya. Sardi tak mau melewatkan momen-momen yang sangat bagus ini. Matanya tak mau beralih dari Dinda yang sekarang sedang berusaha menarik roknya.
“nah, kalo telanjang gini kan non Dinda jadi tambah cakep HAHAHAHA !!”.
Sambil menutupi payudara dan daerah intimnya dengan kedua tangannya, Dinda menundukkan kepalanya dan memejamkan matanya. Akhirnya, kesampean juga, pikir Sardi. Supir tua itu memang selalu berfantasi menyetir mobil, sementara ada seorang gadis yang telanjang bulat di sampingnya.
Dan sekarang, impiannya itu terwujud !. Di jalan, Sardi asik mengusili Dinda yang agak kedinginan karena Sardi menyalakan ac. Lampu merah adalah hal terburuk bagi Dinda yang tak mengenakan sehelai benang pun. Tentu saja menakutkan, meski kaca mobilnya terbuat dari kaca film tapi tetap saja, Dinda merasa begitu panik kalau ada pengendara motor yang melihat ke arah jendela mobilnya.
Padahal, kaca jendela mobilnya cukup tebal, jadi ‘pemandangan’ di dalam mobil sama sekali tak bisa terlihat. Perasaan yang tak pernah dirasakan Dinda. Mendebarkan, memalukan, namun juga menggairahkan.
Tak pernah Dinda merasakan adonan perasaan seperti sekarang. Belum lagi, kupingnya yang terasa panas, dilecehkan terus menerus oleh supirnya yang kurang ajar itu. Perjalanan pulang yang tak pernah terbayangkan oleh Dinda. Mereka sampai di rumah.
“nah, non, udah sampe rumah nih..”. Tiba-tiba Sardi merampas paksa baju, rok, bh, dan cd Dinda.
“ayo non Dinda, kita masuk ke rumah..”, ujar Sardi turun dari mobil.
“Pak Sardi, baju aku !!”.
“ha ? apa non ?”.
“balikin baju aku !!”.
“baju non Dinda kan kotor, jadi Pak Sardi mau nyerahin baju non ke Jajang biar langsung dicuci. kalo non Dinda mau masuk rumah, ya keluar aja HAHAHAHA !!!”, tawa Sardi puas mengerjai anak majikannya.
Dinda kebingungan berada di dalam mobilnya yang sudah dimatikan, ac tak lagi menyala, sendirian, dan paling parah bugil, tak ada sehelai benang yang menutupi tubuhnya. Satu-satunya cara, Dinda membuka jendela mobil agar udara bisa masuk. Tapi, tak lama kemudian, Sardi kembali.
“ini non bajunya”. Dinda mengambil cepat pakaian yang ditawarkan Sardi, dia benar-benar kesal kali ini. Dinda menaikkan kaca jendela mobil. Lucu juga, mengingat Sardi sudah melihat tubuh Dinda secara keseluruhan bahkan telah berkali-kali menggumulinya, tapi Dinda tetap menutup jendela agar Sardi tak melihatnya saat mengenakan pakaian.
Dinda keluar dari mobil, wajahnya terlihat kesal, dia berjalan masuk ke dalam rumah tanpa mengeluarkan sepatah kata pun ke Sardi. Dia langsung mengunci kamarnya. Dinda tak tahu apa yang sedang dirasakannya. Kesal ? sedih ? atau malu ? diperlakukan dan dilecehkan seenaknya oleh pembantu dan supirnya sendiri.
Kalau dipikir-pikir, itu adalah kesalahannya sendiri yang tak pernah melawan dan selalu nurut diperintah Jajang dan Sardi sehingga kedua pria tua bangka itu semakin semena-mena terhadapnya. Dinda merenung di dalam kamarnya. Apa dia benar-benar jadi budak Jajang dan Sardi, kenapa ini sampai terjadi padanya ?, pikir Dinda, bulir-bulir air mata keluar dari mata Dinda.
“cklk”. Pintu kamar terbuka, Jajang dan Sardi masuk ke dalam kamar. Baik Jajang ataupun Sardi sudah punya duplikat kunci kamar Dinda. Mereka berdua menduplikat kunci kamar Dinda tentu agar bisa semakin leluasa menggarap anak majikannya itu.
Sebuah pemikiran cemerlang dari Jajang yang menduplikat kunci kamar Dinda kemarin, sebab jika sudah punya duplikat kunci, tentu tak harus menunggu kamar Dinda tak terkunci, ataupun jika rumah dalam keadaan sepi seperti sekarang. Dan yang paling penting, kapan pun, mereka berdua bisa menyelinap masuk ke dalam kamar Dinda untuk menggagahi si pemilik kamar di malam hari meski orang tuanya sudah pulang nanti.
“KELUAR !!!!!”, teriak Dinda.
“non..kita mau minta maaf..”.
“KELUAR !!”.
“non maafin kita”.
“AAAA !!!”, teriak Dinda. Jajang dan Sardi langsung keluar kamar. Ternyata dua pria tua bejat itu masih punya hati. Melihat Dinda yang sangat kesal dan sedih, mereka sepertinya mengerti. Sampai sekitar jam 6 sore, Dinda tetap berada di dalam kamar.
Akhirnya Dinda keluar kamar karena merasa lapar,tapi meja makan kosong melompong.
“non Dinda mau makan ?”, tanya Jajang yang tiba-tiba keluar dari dapur. Dinda hanya mengangguk.
“sebentar, non…”. Jajang menghidangkan makanan untuk anak majikannya itu tanpa berkata apa-apa, dia takut Dinda masih kesal, dan berbicara tentu akan memperburuk keadaan. Nasi dan lauk pauk yang enak terasa hambar bagi Dinda. Gadis ABG imut itu benar-benar bingung dengan pikirannya yang kalut dan perasaannya yang campur aduk.
“Pak Jajang !”.
“iya, non..”.
“aku udahan makannya..”.
“iya, non..”. Jajang merasa sedikit senang, akhirnya anak majikannya berbicara padanya meski belum lega karena takut dengan sikap Dinda. Sikap Dinda sangat berbeda dari kemarin yang kelihatan pasrah dan ketagihan digauli oleh kedua pria tua itu.
Jajang dan Sardi takut sikap mereka yang mungkin sudah kelewat batas, membuat Dinda sangat kesal dan akan melaporkan perbuatan mereka pada polisi. Saat Jajang sedang mencuci piring, Dinda masuk ke dapur. Kesempatan yang baik bagi Jajang.
“non Dinda..”.
“apa, Pak ?”.
“Pak Jajang mau minta maaf..Pak Jajang sama Pak Sardi udah keterlaluan sama non Dinda..”.
“….”.
“tolong jangan laporin kita ke polisi…Pak Jajang sama Pak Sardi janji nggak bakal macem-macem ke non Dinda lagi..”. Dinda menarik nafas dalam-dalam, dia menatap mata Jajang.
“iyaa, nggak apa-apa, Pak…Aku udah nggak marah..”. Cukup mengejutkan jawaban dari Dinda. Jajang sampai terbengong mendengar jawaban anak majikannya itu, apalagi sambil tersenyum manis.
“yang bener, non ?”.
“iyaa, asal Pak Jajang sama Pak Sardi nggak ngejailin aku lagi..”.
“iya, non. Pak Jajang janji, suer..”. Dinda tersenyum lagi.
“Pak Sardi kemana ?”.
“di luar kayaknya lagi ngerokok..”. Dinda pun keluar rumah, berdiri di ambang pintu depannya.
“Pak Sardi !!”.
“iya, non !”. Sardi langsung membuang dan mematikan rokoknya.
“ada apa, non ?”.
“aku mau ngomong soal tadi siang..”. Sardi duduk bersama Dinda di sofa. Jajang ikut duduk di samping Dinda.
Dinda bicara hati ke hati kepada Sardi dan Jajang. Dia ingin agar Sardi dan Jajang tetap menghormatinya sebagai majikan dengan mengesampingkan kejadian 3 hari belakangan ini. Sardi dan Jajang juga sadar, mereka memang sudah keterlaluan.
Kedua pria jelek itu mengakui kesalahannya telah memperlakukan Dinda dengan seenaknya. Aneh juga, peristiwa sore ini malah memperlihatkan sisi kedewasaan dari Dinda.
Seakan-akan perbuatan Jajang dan Sardi selama 3 hari belakangan yang selalu melecehkan dan mempermalukannya malah menumbuhkan kedewasaannya. Sifat dewasa yang mengatakan kalau ada suatu masalah, harus diselesaikan dengan kepala dingin bukan dengan kepala panas.
“iya, non…kita janji nggak bakal kayak kemaren-kemaren..”.
“makasih ya, Pak, udah ngertiin aku..”, jawab Dinda tersenyum manis.
“harusnya kita yang makasih sama non Dinda..mau maafin kita..”.
“iya, Pak…”.
Sebenarnya, masih ada yang mengganjal pikiran kedua pria tua itu. Tentu berkenaan tentang tubuh Dinda. Apakah anak majikannya itu masih memperbolehkan mereka untuk menggagahinya ?. Tiba-tiba Dinda berdiri dan memegang tangan Jajang dan Sardi.
“yuk, Pak..”.
“ha ? ayuk ke mana, non ?”.
“ke kamar aku..”, jawab Dinda tersipu malu.
“ke kamar non ?”, wajah Jajang sumringah. Jawaban anak majikannya itu benar-benar mengejutkan namun sangat ‘segar’.
“iya, temenin aku belajar..”, ujar Dinda pelan sambil menggigit bibir bawahnya. Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Dinda. Dia merasa begitu malu, secara terang-terangan, dia sendiri yang mengundang Jajang dan Sardi untuk ‘menemani’nya di kamar.
Entah darimana, Dinda rasanya ingin sekali menghabiskan malam bersama pembantu dan supirnya. Padahal 2 pria itulah yang telah merenggut kehormatannya, telah menghancurkan masa depannya, dan telah mengambil keperawanan vagina, anus, dan mulutnya sekaligus.
Namun, malam ini, Dinda ingin, ingin sekali rasanya merasakan benda tumpul milik Jajang dan Sardi masuk ke dalam tubuhnya baik melalui mulut, anus, ataupun alat kelaminnya.
Dinda menarik tangan Jajang dan Sardi agar mereka mengikutinya menuju kamar. Jajang dan Sardi pun saling bertatapan, keduanya tersenyum senang. Kali ini, anak majikannya sendiri yang mengajak mereka ke kamar.
Jajang dan Sardi sama-sama memandangi pantat Dinda yang berguncang-guncang. Pantat semok itu sebentar lagi akan bergoyang-goyang di atas batang kejantanan mereka, pikir Jajang dan Sardi. Mereka bertiga duduk di tepi ranjang. Tak buang-buang waktu lagi, Jajang langsung menyambar bibir Dinda.
“mmmm uummm hhmmm ccppphhh hhemmm”. Dinda dan Jajang kelihatan asik sekali saling memagut bibir dan saling membelitkan lidah. Ciuman mereka benar-benar sangat panas dan bergairah, dan keduanya pun saling bertatapan dengan penuh arti.
Kalah cepat dengan Jajang, Sardi agak kesal, tapi dia langsung mengambil langkah selanjutnya. Digenggamnya kedua susu Dinda, dan diremas-remas dengan sangat lembut dan penuh perasaan. Cukup mengejutkan, Dinda merogoh ke dalam celana Jajang dengan tangan kanannya dan merogoh ke dalam Sardi dengan tangan kirinya.
Jajang dan Sardi tentu kaget, tadi sore dia terlihat marah,tapi kini anak majikannya itu begitu agresif. Dinda mengikuti instingnya. ABG super imut itu tanpa malu-malu memainkan sambil mengocok kedua burung yang ada di genggaman kedua tangannya.
“non Dinda..kocokannya enak hehehe”, goda Sardi di telinga Dinda sebelum mulai mencolok-colok telinga Dinda dengan lidahnya.
“eemmm”, campuran rasa geli dan nikmat memang bisa menciptakan sensasi luar biasa seperti yang sedang dirasakan Dinda sekarang. Dinda melepaskan bibirnya dari pagutan Jajang dan menoleh ke arah Sardi. Tanpa basa-basi, Sardi langsung menyabet bibir anak majikannya itu.
Jajang pun langsung menggeluti daun telinga Dinda yang satunya. Kedua pria tua nan jelek itu tak henti-hentinya merangsang gadis ABG cantik yang ada di antara mereka. Hawa di dalam kamar pun terasa lebih panas dan pekat dengan hormon sexual. Si artis cantik sekarang sudah sama bergairahnya dengan kedua pria tua yang sedang menggerayangi tubuhnya.
“aaaahhhh eennngghhhh”, lirih Dinda menahan geli-geli nikmat saat kedua telinganya digeluti Jajang dan Sardi bersamaan. Tadi sore, Dinda sudah mandi, tak heran kalau tubuhnya begitu harum dan segar.
“aaaahhhhh hemmmhhh uuummmm”. Dinda merasa liar dan seksi saat pembantu dan supirnya itu mulai menciumi dan menjilati lehernya. Udara AC yang dingin tak terasa lagi bagi Dinda. Tubuhnya terasa panas oleh gairahnya sendiri, dan mengeluarkan aroma sensual seperti hewan mamalia pada umumnya.
Aroma sensual yang berasal dari hormon yang memang berguna untuk menarik pasangan, dalam hal ini, Dinda sebagai si betina telah mengundang kedua pejantannya, Jajang dan Sardi, untuk segera mengawininya dan melakukan reproduksi secara seksual yang tentu sangatlah nikmat.
“non Dinda gerah ya ?”, bisik Sardi.
“iyaa..”, jawab Dinda dengan manja.
“kalo gitu, baju sama celananya dibuka aja ya ?”.
“hm mh…”, Dinda mengangguk pelan.
Aroma tubuh yang wangi sensual, nada suara yang manja, gelagat dan ekspresi wajah yang begitu binal memang merupakan sinyal yang sangat jelas kalau gadis cantik itu sudah sangat bergairah dan sudah tak sabar ingin merasakan keperkasaan dan kejantanan dari kedua pria tua yang bersamanya.
Mereka bertiga sama-sama berdiri, Jajang langsung jongkok sementara Sardi tetap berdiri berhadap-hadapan dengan Dinda. Artis imut itu merasa begitu liar dan nakal karena membiarkan Jajang dan Sardi untuk menelanjanginya.
2 pria tua dengan umur mereka mungkin 3x lipat lebih dari Dinda dan juga berwajah jauh di bawah standar ganteng. Benar-benar perasaan yang begitu liar. Tak butuh waktu lebih dari 2 menit bagi Jajang dan Sardi untuk melucuti pakaian yang menempel di tubuh anak majikannya itu.
Tubuh yang putih mulus dan sungguh montok alias padat berisi. Jajang dan Sardi sudah tak sabar lagi ingin menggeluti dan merengkuh kenikmatan dari tubuh indah Dinda, dan tentu mereka berdua lebih tak sabar untuk menyelipkan ‘alat aduk’ milik mereka masing-masing masuk ke dalam tubuh anak majikannya yang kelihatannya juga menginginkan hal yang sama.
Dinda naik ke atas ranjang lalu tidur terlentang, pose yang benar-benar menantang. Jajang dan Sardi langsung mengapit Dinda dari kiri dan kanan. Keduanya melanjutkan kegiatan mereka tadi, merangsang anak majikannya yang imut itu agar nafsunya semakin menggelora.
“mmmmhhhh aaahhhh oooouuhhh nngghhhh enaaaakkhhh Paaakhhhh”. Dinda mendesah keenakan, pembantu dan supirnya sedang menyusu kepadanya secara bersamaan.
Kedua buah payudara Dinda yang ranum itu habis diserbu mulut Jajang dan Sardi. Kedua ‘tutup’ kemasan susu Dinda tak henti-hentinya diciumi, dijilati, diemuti, bahkan dikunyah-kunyah oleh Jajang dan Sardi.
Belum lagi, kedua pria tua itu juga menusuk-nusuk vagina anak majikannya itu dengan jari telunjuk mereka secara bergantian. Rasanya Dinda tak bisa bertahan lama-lama dari kenikmatan luar biasa yang dia rasakan saat ini. Kalau saja orang tua Dinda sedang ada di rumah, pasti mereka tak akan percaya kalau tak melihat langsung.
Pemandangan yang sangat mencengangkan karena seorang gadis muda yang berkulit putih mulus dan berwajah cantik tengah bugil, tak mengenakan apapun, di antara 2 pria tua berpakaian lengkap yang asik mengenyoti susu si gadis muda sambil asik mengobel-ngobel vaginanya juga.
“UNNNHHHH !!!”, Dinda mengejang, tubuhnya menjadi kaku, dia melepaskan gelombang puncak kenikmatannya. Jajang dan Sardi benar-benar menyukai saat Dinda orgasme. Ekspresi wajah dan suara lenguhan Dinda saat orgasme memang benar-benar menggairahkan.
Jajang dan Sardi menekuk kedua kaki Dinda dan melebarkannya. Setelah suit, Sardi lah yang berhak menjadi orang pertama untuk menyeruput ‘jus’ cinta Dinda. Sementara Sardi mengambil posisi yang pas untuk menenggelamkan wajahnya di selangkangan Dinda, Jajang leluasa menyantap ‘bakpau super’ Dinda sendirian.
Sardi geleng-geleng sendiri disuguhi pemandangan yang begitu indah. Selangkangan Dinda memanglah cocok jika disebut surga dunia. Kedua paha putih mulus sebagai halaman depannya, bibir vagina merah merekah sebagai pintu gerbang yang senantiasa menutup rapat agar tak sembarangan bisa masuk ke dalam, dan aroma kewanitaan yang harum sebagai aroma terapi, membuat semua ‘burung’ yang bisa masuk ke dalam tentu akan menyebutnya sebagai surga ‘burung’.
Sebagaimana halnya Jajang, tentu Sardi merasa sangat beruntung, burungnya bisa masuk ke dalam dan menikmati semua ‘fasilitas’ yang ada di dalam surga kecil milik anak majikannya yang imut nan cantik itu.
Mulut Sardi langsung menempel bagai mulut lintah, menyedot kuat-kuat cairan vagina Dinda yang memang gurih dan manis itu. Sesekali Sardi mencolok vagina Dinda dengan lidahnya, hanya untuk menggoda birahi Dinda. Jajang langsung menggantikan posisi Sardi saat Sardi mencium bibir Dinda. Semua cairan vagina Dinda tadi tak ditelan Sardi, tapi ditampungnya, untuk berbagi dengan si empunya cairan.
“mmm emmhhhh”. Jajang pun melakukan hal yang sama.
Jajang membelai rambut Dinda yang berantakan sementara Sardi sedang membenamkan wajahnya di payudara kiri Dinda. Jajang dan Sardi membiarkan anak majikannya untuk beristirahat sebentar.
“non Dinda…udah boleh kita sodok-sodok kan nih ?”, tanya Jajang mesum.
“boleh..”. Wajah Dinda memang merah, tapi bukan karena malu melainkan karena tubuh dan wajahnya memang terasa panas dari gairahnya sendiri. Dinda tak merasa malu lagi, dia memang ingin agar Jajang dan Sardi untuk segera menyetubuhinya.
Tunggu, kata butuh mungkin lebih tepat daripada kata ingin bagi Dinda sekarang. Dalam kondisi seperti sekarang, artis cantik itu memang butuh sesuatu benda panjang, keras, dan tumpul untuk mengisi relung vagina dan anusnya.
Dan tentu si 2 ‘prajurit’ tua itu sudah menyiapkan senjata mereka masing-masing untuk menggempur anak majikan mereka sekaligus melampiaskan nafsu bejat mereka.
“ting tong !”.
“aakhh siapa sih..baru mau mulai”.
“biarin aje Jang, ntar juga pergi sendiri..”.
Wajar jika Jajang dan Sardi ngedumel kesal, nafsu sudah di ubun-ubun kepala, dan anak majikannya juga sudah terlentang dengan sangat pasrah di atas ranjang, sudah siap untuk ‘diterkam’, tapi ada gangguan.
“ting tong !! ting tong !!”.
“akh”.
“udeh sono, Jang..buka pintunye, kayaknye tu orang batu..”.
“lo aje akh !”.
“kan tugas lo buka pintu”, Sardi berdalih, tentu ia tak mau meninggalkan Dinda yang sudah telanjang bulat di atas ranjang. Ngocoks.com
“sialan lo..yaude, tapi lo jangan mulai duluan !”.
“oke, oke, lo tenang aje..”. Dengan kesal, Jajang keluar kamar. Sardi langsung mendekati Dinda.
“Non Dinda, kita mulai duluan yuk..nggak usah nungguin si Jajang..”.
“em mm..”, Dinda mengangguk sambil mengulum bibir bawahnya. Saatnya menikmati tubuh indah Dinda.
“iya sebentar !”, teriak Jajang dengan nada kesal.
“eh nyonya, tuan, sudah pulang ?”, Jajang kaget setengah mati.
“iya, Jang. Dinda ke mana ?”.
“ada di kamar, mungkin lagi istirahat..biar saya panggil..”.
“nggak usah, Jang..nanti saja ibu dan bapak ke kamar Dinda sendiri…”.
Sang ayah dan ibu masuk ke dalam kamar, barang-barang mereka dibawakan Jajang. Begitu menaruh semua barang, Jajang langsung permisi keluar dan menuju kamar Dinda. Sardi sudah memegangi pinggul dan siap menusukkan batang kejantanannya ke dalam liang vagina Dinda, bahkan kepala penisnya sudah menyelip masuk ke dalam celah sempit itu.
“Di, non Dinda…tuan dan nyonya udah pulang…sebentar lagi mau kesini..”.
“hah ??!!”. Mereka berdua langsung panik, Sardi menarik keluar penisnya dan mengenakan pakaiannya secepat kilat. Begitu juga Dinda, dia langsung memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai dan memakainya dengan tergesa-gesa.
“non Dindanya ada, Nya..lagi tidur-tiduran”, terdengar suara Jajang dari luar kamar Dinda. Sardi yang memang tak seharusnya ada, biasanya dia pulang setelah jam 7 malam, langsung meloncat keluar lewat jendela kamar Dinda dan ngacir kabur, untungnya rumah Dinda hanya satu lantai.
Bersikap senormal mungkin, Dinda naik ke atas ranjang dan menyelimuti bagian bawah tubuhnya.bDia harus menyelimuti bagian bawah tubuhnya sebab dia tak menemukan celana beserta cdnya. Pintu terbuka, ibu dan ayahnya masuk ke dalam kamar.
“eh Mama Papa ! udah pulang !”, ujar Dinda dengan wajah seceria mungkin.
“iya, kalau lama-lama kasian kamu..”, ucap ibunya sambil duduk di tepi ranjang.
“Mama tau aja hehehe..”, Dinda memang sudah terlatih untuk berakting.
“kamu nggak macem-macem kan selama Papa sama Mama nggak ada ?”, tanya ayahnya.
“nggak dong, Pah. Aku kan anak rajin hehehe”.
“itu baru anak Papa Mama..”. Andai saja kedua orang tuanya tahu, kalau di balik selimut itu, anaknya sama sekali tak mengenakan apa-apa untuk menutupi selangkangannya yang ‘lembap’. Dan andai mereka tahu, selama mereka tak ada di rumah, anaknya dipakai dan ‘dihajar’ habis-habisan oleh pembantu dan supir mereka.
Bersambung…






