Setelah puas bermain dengan kepala penisnya, lidahku mulai menjilati area bawah batang penis Mas Rio. Kujilat dari pangkal penis bagian bawah sampai kepala penis bawah, terus berulang bagaikan menjilati es krim kesukaanku, sambil tangan kananku memainkan buah zakarnya.
Beralih ke buah zakarnya, kusapu seluruh kulit pembungkus buah zakarnya yang sudah mengkerut kencang, kemudian aku kulum dan kuhisap salah satu buah zakarnya, membuat Mas Rio mendesah. Terus kukulum dan kumainkan dengan lidahku buah zakar Mas Rio.
Tak sampai di situ, aku mulai perlahan menjilati ruang antara kantung buah zakar dengan lubang anusnya. Lalu kumainkan lidahku menyapu lubang anusnya.
Serangan ini sukses membuat Mas Rio kelojotan sambil memekik pelan, “aach gila, belajar dimana lo?! Aku pun tersenyum nakal kepadanya. Kulanjutkan seranganku itu sambil tangan kananku tetap mengocok badan penisnya.
Kuposisikan kembali mulutku di kepala penisnya. Kumasukkan sebatas kepala penis ke mulutku sambil kugenggam pangkal penisnya. Kumainkan lidahku di kepala penisnya.
Kemudian mulai kumasukkan batang penis Mas Rio sampai mentok di tenggorokanku membuatku hampir tersedak. Agak susah payah aku pada saat mencapai setengah batang penisnya, karena ukurannya yang lebih besar dari kepalanya, berusaha supaya gigiku tidak mengenai batang penisnya.
Dengan posisi seperti itu, air liurku pun keluar dari mulutku tanpa bisa kubendung. Kumulai mengocok penis Mas Rio dengan mulutku. Kuatur ritme mengocokku dan semakin terasa keras dan membesar penis Mas Rio. Kuhisap dengan ganas, kemudian kumainkan lidahku dengan tetap kepala penisnya berada di dalam mulutku.
“Jago juga ya si Doni ngedidik elo sampe jago nyepong gini”, sahutnya sambil mendesah tak karuan. Akupun membalas dengan tatapan nakal kepadanya sambil kucubit bagian dalam paha kanannya.
“Udah udah, kalo gini terus bisa jebol pertahanan gue”, sahutnya sambil sedikit menarik kepalaku untuk melepaskan penisnya dari mulutku. Aku terkekeh mendengarnya, merasa senang bisa membuat Mas Rio kelojotan.
Kemudian aku pun bangkit, menyingkap rok warna biiru tua seragam kantorku ke atas dan melepaskan celana dalamku yang sudah basah oleh cairan kenikmatan dari vaginaku.
Kulempar celana dalamku ke wajahnya, dia pun terkejut melihat aksi nakalku. Langsung kutimpa badannya dan kusergap bibirnya dengan ganas tanpa memberi kesempatan padanya untuk menghilangkan keterkejutannya.
Disambutnya seranganku di bibirnya. Kami pun saling berpagutan ganas. Lidah kami bermain bebas di rongga mulut bergantian.
Penis Mas Rio dan bibir vaginaku pun saling bersentuhan. Saling bergesekan liar mengikuti irama goyangan tubuh masing-masing. Diremas-remasnya payudaraku tanpa membuka bajuku dan bra-ku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memeluk diriku sambil mengusap-udap punggungku.
Tangan kananku melesat ke bawah mencari batang kenikmatan yang sudah berdiri tegak menantang. Tangan kanan Mas Rio pun tak mau ketinggalan, dia mulai memainkan klitorisku dengan jari tengahnya dengan sesekali menusuk ke dalam bibir vaginaku membuat gairahku semakin liar.
Ditusuknya berulang-ulang dengan jarinya, vaginaku pun semakin basah oleh cairan kenikmatanku. Aku tuntun penis Mas Rio menuju bibir vaginaku yang sudah terbuka akibat tusukkan jari Mas Rio. Terasa hangat saat kepala penis Mas Rio menempel di bibir vaginaku.
Perlahan-lahan kumasukan batang kenikamatan itu ke lubang senggamaku. Namun kuhentikan saat sudah setengah penis Mas Rio masuk ke dalam vaginaku, karena sudah terasa sesak bibir vaginaku oleh pertengahan batang penisnya.
“Sakit?”, tanyanya. “Ngga Mas, lemes aja ini penuh banget,” jawabku terengah-engah.
Kuatur nafasku sebelum menerima hujaman penuh penis Mas Rio. Dengan menggunakan gaya berat tubuhku, kudorong penis Mas Rio masuk sepenuhnya ke dalam liang senggamaku. “Aach,” pekik ku dan aku terkulai lemas di atas tubuh Mas Rio saat batang gemuk penisnya menerobos bibir vaginaku dan kepala penisnya menubruk mulut rahimku.
Kami pun diam sejenak untuk menunggu vaginaku terbiasa oleh penis Mas Rio. Ini dimanfaatkan Mas Rio untuk kembali menciumku dengan nafsunya, sambil tangan kanannya mengelus-elus punggungku. Ini yang aku suka dari Mas Rio, dia selalu berusaha membuat aku nyaman dan memperlakukanku dengan kasih sayang pada saat melakukan aktifitas seksual.
Perlahan-lahan Mas Rio menggoyangkan pinggulnya, membuat gesekan-gesekan kecil antara batang penisnya dengan dinding senggamaku, alhasil cairan vaginaku pun kembali banyak keluar.
Makin lama goyangan dan ayunannya semakin keras dan jauh. Aku pun mengimbangi dengan goyangan pinggulku mengikuti irama goyangannya, membuat vaginaku semakin gatal dan nafsuku semakin mengganas.
Aku pun bangkit dan menduduki pangkal paha Mas Rio. Aku goyangkan pinggulku ke depan dan ke belakang sambil sesekali mengayun ke atas dan ke bawah mengikuti irama nafsuku yang makin memuncak. Kedua tangan Mas Rio mulai meremas-remas kedua payudaraku yang berukuran tiga empat b. Kubuka tiga kancing teratas baju seragam putihku.
Bagian depan bra sudah basah oleh cairan ASI-ku, akibat diremas-remas Mas Rio dan karena isinya belum aku pompa untuk anakku. Diusap-usapnya putingku yang mengeras tanpa melepas tutup bra. Kemudian dibukanya kait penutup depan bra, dan terlihatlah puting payudaraku yang berwarna coklat dan sedikit menonjol, dengan tetesan ASI yang siap jatuh.
Tiba-tiba Mas Rio bangkit dan langsung menghisap putingku sebelah kanan, sambil dimainkannya putingku yang sebelah kiri dengan jari kanannya. Dimainkannya putingku dengan ujung lidahnya, dan dihisapnya putingku sampai keluar ASI seperti bayi besar yang haus, haus akan seks tentunya. Suamiku pun tidak pernah seperti ini.
“Ooh ooh terus Mas”, desahku yang tak bisa kubendung lagi. Serangan atas bawah ini praktis membuat desahanku semakin keras. Mendengar desahanku yang semakin menjadi, Kedua tangan Mas Rio pun mulai berada di bongkahan pantatku, membantuku menggoyangkan vaginaku di atas penisnya.
Semangat menggebu-gebu untuk merasakan nikmat ini menghabiskan energiku dan membuatku lemas tak berdaya. Aku pun menghentikan goyanganku dan kepalaku tertunduk lemas di bahu kiri Mas Rio.
“Capek Mas”, sahutku.
“Yaudah gantian. Doggy aja yuk. Kayanya kita belum pernah deh. Tapi jangan dilepas ya”, pinta Mas Rio.
“Iya Mas”, jawabku.
Badan Mas Rio langsung agak mundur sedikit, memberikan aku ruang untuk memutar badanku ke posisi reverse cowboy dengan penis Mas Rio masih menancap di vaginaku. Sungguh sensasi yang luar biasa di vaginaku pada saat melakukan gerakan itu.
Karena saat memutar, aku kehilangan tumpuanku di lututku sehingga aku langsung menduduki pangkal paha Mas Rio dan otomatis membuat penisnya menusuk semakin dalam mendesak mulut rahimku.
Setelah dalam posisi reverse cowboy, perlahan aku membungkukkan badanku untuk menuju posisi doggy, diikuti gerakan Mas Rio yang menyesuaikan gerakanku. Aku bertumpu pada kedua lenganku dan kedua lututku, sehingga posisi pantatku lebih tinggi dari kepalaku.
Kulihat Mas Rio mengatur posisi dengan bertumpu pada lutut kiri dan kaki kanannya ditekuk berada di samping kananku. Mas Rio mulai mengayunkan penis perlahan ke dalam vaginaku. Gerakannya semakin lama semakin cepat.
Cairan vaginaku pun semakin banyak keluar. Gesekkan dinding vaginaku dengan batas batang penisnya yang berurat membuat desahanku semakin menjadi. Aku merasa seluruh dinding vaginaku seperti digaruk-garuk oleh benda besar dan hangat.
Bunyi pangkal paha Mas Rio beradu dengan pantatku semakin kencang terdengar. Tangan kiri Mas Rio meremas-remas payudara kiriku yang mengayun mengikuti efek goyangan yang ditimbulkan tusukan-tusukan penis Mas Rio.
Tiba-tiba aku merasa ada sentuhan menggelitik di sekitar lubang anusku. Rupanya Mas Rio memainkan jempol kanannya mengusap-usap area lubang anusku. Perlahan tapi pasti, usapan-usapan itu berubah menjadi tusukan-tusukan kecil di luar lubang anusku. Dan tidak menunggu lama, satu ruas jempol kanan Mas Rio sudah berada di dalam lobang anusku.
Mas Rio kembali mempercepat irama goyangannya, diiringi permainan tangan kirinya di putingku, dan satu ruas jempol kanannya berada di dalam anusku. Mendapat serangan bertubi-tubi seperti itu, pertahananku akhirnya kandas sudah. Aku mendesah semakin kencang dan sampailah aku di kenikmatan puncak dunia.
Aku sudah tidak kuat lagi bertumpu pada kedua lenganku, kepalaku pun ikut menopang berat tubuh atasku saking lemasnya. Melihat hal ini, Mas Rio bukannya berhenti malah membuat goyangannya semakin jadi. Aku merasa Mas Rio sebentar lagi akan orgasme, sangat terasa penisnya yang makin kaku dan berkedut-kedut.
Benar saja, tidak lama kemudian terasa semprotan sperma Mas Rio menghujam mulut rahimku. Semprotan cairan hangat itu terasa sekitar lima sampai enam kali semprotan didahului dengan kedutan di batang penis Mas Rio. Mas Rio pun mengejang dan mengerang kenikmatan, sampai-sampai membuat remasan tangan kirinya sangat kencang di payudara kiriku.
Tubuh Mas Rio pun ambruk di punggungku. Kemudian dia menciumku dan memainkan lidahnya di mulutku. Aku membalas ciumannya. Aku merebahkan tubuhku dalam posisi tengkurap dengan tubuh Mas Rio masih di punggungku dan penisnya masih menancap di vaginaku.
Tangan kanan Mas Rio membelai lembut rambutku, sambil sesekali bibirnya menciumi leher dan punggungku, digenggamnya tangan kiriku dengan tangan kirinya. Kurasakan penis Mas Rio melemas perlahan-lahan di dalam vaginaku. Cerita ini diupload situs Ngocoks.com
Aku sangat menikmati momen seperti ini. Momen seperti inilah yang membuat diriku sangat spesial, momen dimana kurasakan kasih sayang sesungguhnya, merasakan diperlakukan seperti wanita seutuhnya.
“Enak?”, tanya Mas Rio menggodaku.
“Akhirnya aku bisa ngerasain kaya gini lagi”, sahutku.
“Maksudnya bisa orgasme lagi atau bisa ngewe sama gue lagi?”, godanya lagi.
“Dua-duanya Mas”, jawabku tersenyum.
“Kira-kira bisa ngga Mas aku orgasme lagi kalo ngeseks sama Doni?”, tanyaku.
“Bisa kok. Ini masalah dipikiran elo aja. Ngga rileks. Pasti waktu elo ngewe, kepikiran nnti anak lo bangunlah, itu lah, ini lah. Makanya kl mau, sediain waktu elo berdua khusus buat ngewe. Misal sesekali elo berdua booking hotel cuma buat ngewe aja. Kan ada tuh hotel yang jam-jaman hehehe”, jawab Mas Rio.
“Kalo ke hotel mah mending sama Mas Rio aja hehehe”, sahutku.
“Bener yaa? Asyiiik”, jawabnya dengan logat anak kecil.
“Udah ah Mas, udah jam setengah dua kurang. Takut dicariin orang kantor. Aku bersih-bersih dulu ya”, sahutku.
Mas Rio pun bangkit dari punggungku dan merebahkan tubuhnya disamping kiriku. “Aduh, pelan-pelan Mas,” protesku saat tercabutnya penisnya dari vaginaku. “Maaf maaf, ngga ngeh kalo masih nyangkut hehehe,” jawabnya.
Aku bangkit, dan mencari celana dalamku. Bisa bahaya kalo ditemuin ada celana dalam bekas aku pakai ada di kamar ini.
Sebelum keluar kamar, kusempetkan mencium mesra bibir Mas Rio. “Terima kasih ya Mas,” ucapku. “You’r welcome,” jawabnya tersenyum.
Aku pun keluar kamar menuju kamar mandi di lantai ini. Selesai dari kamar mandi, aku menuju kamar yang dulu aku tempati, untuk mencari celana dalam yang akan aku pakai, karena celana dalam yang aku pakai sudah aku bilas tadi di kamar mandi. Di kamar ini pun aku merapikan kembali penampilanku seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Kemudian aku ke lantai bawah. Kulihat di bawah masih sepi. Aku menuju ruang belakang untuk menaruh celana dalam bekas kupakai ke dalam keranjang cucian, dan telihat Mpok Ela sedang membereskan baju yang telah disetrikanya.
“Itu Mba Rani laundry-annya ada di ruang tamu tinggal bawa aja”, sahut Mpok Ela.
“Ok terima kasih Mpok”, jawabku.
Aku sempatkan untuk melihat apakah Mamahku sudah bangun atau belum. Kubuka pintu kamar orang tuaku dan terlihat Mamah masih tertidur lelap. Aku pun memutuskan untuk langsung ke kantor. Toh kalau ada apa-apa juga Mamahku bisa langsung telepon aku dan aku bisa langsung ke rumah ini lagi.
Dengan bersenandung kecil, aku menuju gedung gedung kantorku. Di lobby, aku berpapasan dengan Mba Dewi.
“Abis dapet apaan nih Rani, kayanya ceria amat? Beda dari sebelum berangkat tadi”, sapa Mba Dewi.
“Addaa deehh. Abis dapet sesuatu yang spesial pokoknya deh”, jawabku sambil tersenyum.